Kamis, 16 April 2020

JAGA DIRI DAN KELUARGA DARI COVID 19 MELALUI GERMAS DALAM BAHASA AGAMA

JAGA DIRI DAN KELUARGA DARI COVID 19 MELALUI GERMAS
(Langkah Ke-1: Makan dengan Gizi Seimbang)

Oleh: Alfiatu Solikah, S. Ag., M.Pd.I.


Penulis adalah seorang penyuluh agama Islam yang sekaligus seorang Kader Posbindu Institusi di Kabupaten Kediri. Usai penulis mengikuti Bimtek kader Posbindu Provinsi Jawa Timur bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, penulis merasa punya tanggungjawab untuk menuangkan beberapa cara menjaga diri dan keluarga dari covid 19 melalui gerakan masyarakat hidup sehat yang tentunya dalam bahasa agama.

Berdasar Standar Operasional Prosedur (SOP) KemenKes, bahwa cara menjaga diri dan keluarga dari covid 19 melalui gerakan masyarakat hidup sehat meliputi:
  1. Makan dengan gizi yang seimbang
  2. Rajin olah raga dan istirahat yang cukup (klik disini)
  3. Jaga kebersihan lingkungan (klik disini)
  4. Tidak merokok (klik disini)
  5. Cuci tangan pakai sabun (klik disini)
  6. Gunakan masker dan bila bersin dan batuk tutup mulut dengan lengan atas bagian dalam (klik disini)
  7. Minum air mineral 8 gelas per hari (klik disini)
  8. Makan makanan yang dimasak sempurna dan jangan makan daging dari hewan yang berpotensi menularkan (klik disini)
  9. Bila demam dan sesak nafas, segera ke fasilitas kesehatan (klik disini)
  10. Jangan lupa berdoa (klik disini)

Dari SOP di atas, berikut penulis uraikan berdasarkan dalam bahasa agama. Pada bagian pertama ini, penulis hanya akan membahas tentang makan dengan gizi seimbang dalam bahasa Rosulullah saw.

Gizi Seimbang adalah prinsip pengonsumsian makanan harian yang didasarkan pada angka kecukupan jenis dan jumlah zat gizi sesuai karakter (usia, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis) dan memerhatikan 4 pilar gizi seimbang.

Perbedaan prinsip gizi seimbang dengan prinsip 4 sehat 5 sempurna. Prinsip 4 sehat 5 sempurna hanya menekankan pada adanya 5 jenis makanan, yaitu makanan pokok, lauk-pauk, sayur, buah, dan susu. Seiring perkembangan zaman dan permasalahan gizi, prinsip ini sudah tidak relevan. Makanan gizi seimbang tidak cukup hanya dengan memerhatikan kehadiran 5 jenis makanan tersebut melainkan juga perlu mencukupi jenis dan jumlah zat gizi sesuai usia dan fisiologis.

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ 
Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Al A’raf: 31).

Rasul selalu menganjurkan umatnya untuk makan dan minum secukupnya dan menghindari perilaku boros. Tidak hanya itu Rasul juga menyebutkan bahwa perut atau lambung terbagi menjadi tiga bagian, sepertiga untuk udara, sepertiga untuk makanan dan sepertiga untuk minuman sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini.

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه
“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihkannya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR At-Tirmidzi (2380), Ibnu Majah (3349), Ahmad (4/132), dan lain-lain. Hadits ini dinilai shahiholeh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (2265)

Karena, perut yang penuh dengan makanan bisa merusak tubuh. Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury menjelaskan,


ﻭﺍﻣﺘﻼﺅﻩ ﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻔﺴﺎﺩ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﺍﻟﺪﻧﻴا
“Penuhnya perut (dengan makanan) bisa menyebabkan kerusakan agama dan dunia (tubuhnya)” (Tuhfatul Ahwadzi, Cet Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah)

Prinsip gizi seimbang, menekankan pada kehadiran jenis dan jumlah zat gizi menerapkan 4 pilar gizi seimbang:

  1. Mengonsumsi makanan beragam, karena tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi, kecuali ASI (untuk bayi 0-6 bulan). Beberapa karakteristik makanan yang dianjurkan Allah adalah: Pertama, Makanan yang sehat adalah makanan yang memiliki zat gizi yang cukup dan seimbang. Dalam Al Qur’an disebutkan sekian banyak jenis makanan yang sekaligus dianjurkan untuk dimakan, misalnya padi-padian (QS Al-Sajdah [32]: 27), pangan hewani (QS Ghafir [40]: 79), ikan (QS Al-Nahl [16]: 14), buah-buahan (QS Al-Mu’minun [23]: 19; Al-An’am [6]: 14l), lemak dan minyak (QS Al-Mu’minun [23]: 21), madu (QS Al-Nahl [16]: 69), dan lain-lain. Penyebutan aneka macam jenis makanan ini, menuntut kearifan dalam memilih dan mengatur keseimbangannya. Kedua, Proporsional, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih, dan tidak berkurang. Karena itu Al Qur’an menuntut orang-tua, khususnya para ibu, agar menyusui anaknya dengan ASI (air susu ibu) serta menetapkan masa penyusuan yang ideal. Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya dua tahun sempurna, bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuan (QS Al-Baqarah [2]: 233). 
  2. Membiasakan perilaku hidup bersih, Hubungan antara hidup bersih dengan keseimbangan gizi merupakan satu hal yang timbal balik. Kurangnya kesadaran terhadap kebersihan memberi resiko besar mendatangkan penyakit, sehingga memicu terjadinya infeksi di dalam tubuh. Infeksi ini berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Kontaminasi bakteri pada tubuh dan makanan bisa dihindari atau setidaknya dikurangi peluangnya dengan meningkatkan kebersihan diri. Rosulullah saw melakukan wudlu sebelum dan sesudah makan. Tidak hanya sebelum melakukan shalat wajib maupun shalat sunnah, Rasul juga berwudhu sebelum makan untuk menghindari gangguan setan dan menghilangkan kefakiran sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut .
الْوُضُوءُ مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
“Harus wudhu karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Muslim 814)

تَوَضَّئُوا مِمَّا مَسَّتِ النَّارُ
“Berwudhulah karena makan makanan yang tersentuh api.” (HR. Ahmad 7819, Muslim 815)

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah disebutkan,

تَنَظَّفُوْا بِكُلِّ مَا اِسْتَطَعْتُمْ فَاِنَ اللهَ تَعَالَي بَنَي الاِسْلاَمَ عَلَي النَظَافَةِ وَلَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ اِلاَ كُلُّ نَظِيْفٍ

Artinya : “Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta’ala membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang bersih.” (HR Ath-Thabrani).

Hadits lain menyebutkan,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ , نَظِيفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ , كَرِيمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ , جَوَادٌ يُحِبُّ الْجُودَ , فَنَظِّفُوا أَفْنِيَتَكُمْ

Artinya “Sesungguhnya Allah itu baik dan mencintai kebaikan, Bersih (suci) dan mencintai kebersihan, Mulia dan mencintai kemuliaan, bagus dan mencintai kebagusan, bersihkanlah rumahmu….” (H.R.Tirmidzi dari Saad).

3. Melakukan aktivitas fisik, Saat tubuh dalam keadaan sehat dan normal, rutin melakukan berbagai kegiatan fisik seperti olahraga sangat dianjurkan. Minimal 150 menit dalam seminggu bagi orang dewasa yang bisa dibagi menjadi 2-4 sesi. Sementara anak-anak umumnya lebih aktif. Tujuan rutin berkegiatan fisik adalah agar sistem input-output dalam tubuh yangberupa gizi dan energi menjadi seimbang.

Rosulullah mengajarkan beberapa olah raga seperti: lomba lari 1) Diceritakan oleh Aisyah RA: "Rasulullah SAW mendahuluiku, kemudian aku mendahului beliau, begitulah seterusnya. Hingga saat badanku sudah gemuk, kami pernah berlomba dan beliau yang memenangkan perlombaan itu. Kata beliau, "Kemenangan kali ini merupakan balasan atas kekalahan yang lalu." (HR. Ahmad dan Abu Daud). 2) Bergulat: “Sesungguhnya Rasulullah gulat dengan Rukanah yang terkenal kekuatannya itu, kemudian ia berkata; Domba lawan domba. Kemudian Rasulullah bergulat dan beliau bersabda : Berjanjilah denganku untuk (melakukan gulat) lagi di lain waktu. Kemudian Rasulullah bergulat seraya bersabda: Berjanjilah denganku, lalu Rasulullah saw bergulat untuk ketiga kalinya. Kemudian orang itu bertanya; apa yang harus saya katakan kepada keluargaku? Rasulullah saw menjawab: Katakan “domba telah dimakan oleh serigala, dan seekor dombapun lari.” Kemudian apa pula yang saya katakan untuk yang ketiga? Rasulullah saw menjawab : Kami tidak dapat mengalahkan kamu untuk bergulat karena itu ambillah hadiahmu.” (HR. Abu Daud). 3) Panahan: Rasulullah bersabda : “Lemparlah panahmu itu, dan saya bersama kamu sekalian.” (HR. Bukhari). “Kamu harus belajar memanah, karena memanah itu termasuk sebaik-baik permainanmu.” (HR. Bazzar dan Thabrani). 4) Anggar: Diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, ia berkata : “Ketika orang-orang Habasyah sedang bermain anggar di hadapan Nabi , tiba-tiba Umar masuk kemudian mengambil kerikil dan melemparkannya kepada mereka. kemudian Rasulullah berkata kepada Umar : Biarkanlah mereka itu, wahai Umar.” (HR. Bukhari dan Muslim). 5) Berkuda: “Sesungguhnya Rasulullah pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada pemenangnya.” (HR. Muslim). 6) Berenang: Rasulullah SAW bersabda: "Ajarilah anakmu (olahraga) berenang dan memanah " (HR. Dailami).

4. Mempertahankan dan memantau berat badan (BB) normal, mempertahankan dan memantau berata badan normal. Atur makanan, sudah. Jaga kebersihan, sudah. Olahraga, sudah juga. Untuk melengkapinya, satu lagi yang perlu kamu lakukan: pantau berat badanmu. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan bahaya kekenyangan karena penuhnya perut dengan makanan, beliau berkata,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة
Kekenyangan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.” Siyar A’lam An-Nubala 8/248, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, Asy-Syamilah)

Jika sampai full kekenyangan yang membuat tubuh malas dan terlalu sering kekenyangan, maka hukumnya bisa menjadi haram. Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan:

وما جاء من النهي عنه محمول على الشبع الذي يثقل المعدة ويثبط صاحبه عن القيام للعبادة ويفضي إلى البطر والأشر والنوم والكسل وقد تنتهي كراهته إلى التحريم بحسب ما يترتب عليه من المفسدة

Larangan kekenyangan dimaksudkan pada kekenyangan yang membuat perut penuh dan membuat orangnya berat untuk melaksanakan ibadah dan membuat angkuh, bernafsu, banyak tidur dan malas. Hukumnya dapat berubah dari makruh menjadi haram sesuai dengan dampak buruk yang ditimbulkan (misalnya membahayakan kesehatan, penyakit).” )Fathul Bari 9/528, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah(

Inilah 10 pesan Gizi Seimbang untuk semua kelompok usia:
1) Syukuri dan nikmati anekaragam makanan
2) Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan
3) Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
4) Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok
5) Batasi konsumsi pangan manis (gula), asin (garam), dan berlemak (minyak dan mentega)
6) Biasakan Sarapan
7) Biasakan minum air putih yang cukup dan aman
8) Biasakan membaca label pada kemasan pangan
9) Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir
10) Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal (Sumber: Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan)

Dari prinsip makan di atas, berikut penulis uraikan tuntunan makan dalam Islam sesuai tuntunan Rosulullah saw, yang belum terjabar pada uraian di atas. Rosulullah Muhammad SAW adalah suri tauladan bagi umat Islam dan segala perilakunya menjadi pedoman hidup bagi seluruh manusia. Tidak hanya akhlak yang mulia dan tuntunannya dalam beribadah, Rasul juga mencontohkan pada umatnya bagaimana cara melakukan sesuatu dengan baik dan benar seperti halnya saat makan.

 Makan dengan tangan kanan
Seorang muslim hendaknya mengikuti sunnah Rasul untuk senantiasa makan dengan tangan kanan dan menurut para ilmuwan hal ini bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk melatih saraf sensorik pada tangan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut. Dari Ibu 'Umar ra. bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لاَيَأكُلُ أَحَدُكُمْ بِشِمَالِهِ وِلاَ يَشْرَبَنَّ بِهَا٬ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِهَا
"Janganlah seseorang di antara kalian makan/minum dengan tangan kirinya. Sebab setan makan dan minum dengan tangan kirinya" (HR. Muslim, Abu Daud, Turmudzi, Malik)

 Berdoa sebelum dan seudah makan
Mengawali segala sesuatu dengan doa sangat dianjurkan bagi umat Islam karena dengan membaca doa seseorang dapat menghindari gangguan setan yang dapat melemahkan iman dan ibadah seseorang. Berdasarkan hadis riwayat Ibn al-Suni dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash ra diterangkan bahwa apabila beliau dihidangkan suatu makanan, beliau membaca doa:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّار
(Ya Allah berkahilah rizki yang telah Engaku berikan kepada kami dan jauhkanlah kami dari siksa neraka)

Dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Said al-Khudri diterangkan bahwasanya Rasulullah Saw apabila selesai makan beliau membaca:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنَا وَسَقَانَا وَجَعَلَنَا مُسْلِمِين
(Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makan dan minum kepada kami dan menjadikan kami sbagai kaum muslimin)

 Duduk saat makan dan tidak bersandar atau berdiri
Seorang muslim Hendaknya tidak makan atau minum sambil berdiri maupun menyandar dan makan maupun minum sambil duduk. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Juhaifah radhiyallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

لَا آكُلُ مُتَّكِئًا
Aku tidak makan sambil duduk itka’.”

Itka’ yaitu semua cara duduk yang bisa membuat tenang dan santai saat makan. Karena duduk semacam ini mendorong seseorang makan lebih banyak sementara hal ini tercela dalam syariat.

Oleh karena itu Imam Nawawi berkata,
لَا آكُل أَكْل مَنْ يُرِيد الِاسْتِكْثَار مِنْ الطَّعَام وَيَقْعُد لَهُ مُتَمَكِّنًا, بَلْ أَقْعُد مُسْتَوْفِزًا, وَآكُل قَلِيلًا
Makna hadits diatas, ‘Aku tidaklah makan makanan seperti orang yang ingin banyak makan lalu dia mengambil posisi duduk yang nyaman. Namun aku duduk seperti orang yang akan bangkit serta makan sedikit.” (Syarh Muslim)

Al Haafidz Ibnu Hajar menjelaskan, “(Para ulama) berbeda pendapat tentang cara duduk itka’. Ada yang berpendapat itka’ adalah semua jenis duduk yang bisa membuat nyaman saat makan bagaimanapun posisinya. Pendapat lain mengatakan itka’ yaitu duduk miring ke salah satu sisi (kanan atau kiri). Ada yang mngatakan itka’ adalah duduk dengan bersandar pada tangan kiri (yang tegak diatas) tanah.

Al Khathabi mengatakan, “Orang awam mengira bahwa duduk itka’ saat makan berarti makan sambil duduk miring ke salah satu sisi saja. Anggapan ini tentu tidak benar. Bahkan duduk itka’ itu dengan cara duduk dengan bersandar pada alas yang ada dibawahnya. Sehingga makna hadits tersebut adalah ‘Aku tidak duduk santai diatas bantal saat makan seperti yang dilakukan orang yang menyantap banyak makanan. Aku tidaklah makan kecuali secukupnya sesuai kebutuhan. Karena itu aku duduk seperti orang yang hendak bangkit.” Fathul Baari (9/541), Ma’aalimussunan Al Khathabi (4/242), Zaadul Ma’aad (4/202)

Al Qari berkata dalam Al Mirqah, “Dinukil dalam Asy Syifa’ dari ulama peneliti bahwa mereka mendefinisikan itka’ adalah duduk santai, tenang saat makan seperti duduk bersila di atas alas. Karena posisi duduk seperti ini mendorong seseorang banyak makan dan termasuk gaya duduk orang sombong. (Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 10/244)

Kedua, adapun posisi duduk yang dianjurkan bagi orang yang hendak makan.

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُقْعِيًا يَأْكُلُ تَمْرًا
Aku melihat Nabi shallallahu’alaihi wasallam duduk iq’a saat makan kurma.” (HR. Muslim No 3807)

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Duduk iq’a yaitu menegakkan kedua telapak kaki lalu duduk diatas kedua tumitnya. Maksud beliau shallallahu’alaihi wasallam makan seperti ini agar beliau tidak tenang saat duduk dan tidak makan banyak. Karena umumnya orang yang duduk iq’a tidak bisa tenang sehingga tidak banyak makan. Sebaliknya jika seseorang duduk tenang, santai maka umumnya akan banyak makan.” (Syarh Riyadhush Shalihin)

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menegaskan, “Posisi duduk yang disunnahkan saat makan yaitu duduk dengan bertumpu pada kedua lutut dan kedua punggung telapak kaki atau duduk dengan menegakkan kaki kanan dan menduduki kaki kiri.”

Kesimpulan, 3 jenis duduk yang dianjurkan ketika makan:
1) Duduk iq’a
2) Duduk bertumpu pada kedua lutut dan punggung telapak kaki.
3) Duduk diatas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Yang paling baik hendaknya seseorang tidak duduk santai, tenang saat makan agar tidak menyebabkan dirinya makan terlalu banyak. Karena banyak makan tidak pantas dilakukan (seorang muslim).” (Syarh Riyadhush Shalihin)

 Tidak mencela makanan
Seperti apapun makanan yang didapat dan diperoleh apabila kita tidak menyukainya sebaiknya jangan mencela makanan. Sebagaimana diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sekali pun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064)

 Dianjurkan untuk makan bersama
Rasulullah jarang makan sendirian, beliau SAW selalu mengajak orang lain untuk makan bersamanya oleh karena itu seorang muslim hendaknya mengajak orang lain untuk makan misalnya keluarganya. Dalam kitab Almu’jam al-Ausath, imam al-Thabrani meriwayatkan hadis tentang perintah Nabi Saw. untuk makan dengan berjamaah dan melarang makan sendirian. Hadis dimaksud dari Ibnu Umar, Nabi Saw bersabda;
كُلُوْا جَمِيْعاً وَلَا تَفْتَرِقُوا ؛ فَإِن طَعَامَ اْلوَاحِدِ يَكْفِي اْلاِثْنَيْنِ، وَطَعَامَ الاثنين يَكْفِي اْلأَرْبَعَةَ، وَطَعَامَ الأَرْبَعَةِ يَكْفِي الثَماَنِيَةَ
“Makanlah kalian dengan berkelompok dan jangan berpisah-pisah. Karena Makanan porsi satu orang sebenarnya cukup untuk dua orang, makanan dua orang sebenarnya cukup untuk empat orang, dan makanan empat orang sebenarnya cukup untuk delapan orang.”

Salah satu keistimewaan yang akan dilimpahkan oleh Allah bagi sekolompok orang yang makan bersama-sama adalah keberkahan makanan. Bahkan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari mengatakan, keberkahan ini merupakan satu-satunya alasan dianjurkanya makan dengan berjamaah. Sesuai dengan hadis riwayat Abu Daud tentang kisah para sahabat Nabi Saw. yang tiap kali makan namun tidak perah kenyang. Lalu Nabi Saw. menyarankan untuk makan bersama-sama. 

Dari Wahsyi bin Harb, dari ayahnya, dari kakeknya, para shahabat mengadu kepada Nabi Saw.;
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلَا نَشْبَعُ قَالَ: فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ؟ قَالُوا: نَعَمْ قَالَ: فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan tetapi tidak merasa kenyang?”. Beliau bersabda, ‘Mungkin karena kalian makan secara terpisah-pisah (sendiri-sendiri)?.” Mereka menjawab “Ya benar.” Beliau bersabda, “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan mendapat keberkahan pada makanan kalian.”

 Bersabar untuk mengambil makanan saat makan bersama
Jika makan bersama dengan orang lain atau banyak orang maka Rasul menganjurkan untuk bersabar hingga orangtua atau pemimpin mengambil makanan terlebih dahulu dan orang yang menyajikan makanan akan makan setelah orang lain makan. Rasulullah SAW bersabda: Yang melayani minuman suatu kaum, hendaknya dialah yang terakhir orang yang minum (HR Attirmidzi)

 Ketika makan tidak bernafas atau tidak meniup makanan dan minuman
Dilarang meniup makanan ataupun minuman saat makanan masih panas. Hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُتَنَفَّسَ فِي الإِنَاءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيهِ
Artinya: “Nabi shallallahualaihi wa sallam melarang bernafas di dalam gelas atau meniup isi gelas” (HR. Ahmad 1907, Turmudzi 1888, dan dishahihkan Syuaib Al-Arnauth).

Hal ini disebabkan karena supaya kotoran yang ada dalam mulut kita tidak masuk ke dalam makanan ataupun minuman yang bisa mendatangkan penyakit dan menjijikkan. Akan tetapi, jika kita mendinginkan makanan dengan kipas angin, maka hal tersebut diperbolehkan asal kipas angin tersebut dalam keadaan bersih.

 Makan dari tepian piring
Jika memakan makanan maka makanlah dari sisi pinggiran atau tepi piring makan hingga ke tengahnya seperti yang senantiasa dicontohkan oleh Rasulullah SAW
كُلُوْا مِنْ جَوَانِبِهَا، وَدَعُوْا ذِرْوَتَهَا! يُبَارَكْ فِيْهَا
Artinya: “Makanlah dari pinggirnya dan tinggalkanlah (terlebih dahulu) bagian tengahnya, (niscaya) akan diberkahi padanya.” (HR. Abu Dawud)

 Mengunyah secara perlahan dan mengecilkan suapan
Rasulullah selalu menyantap makanan dengan mengecilkan suapannya dan mengunyahnya hinga berkali-kali. Selain itu Rasul tidak menyuapkan makanan sebelum suapan yang sebelumnya selesai ditelan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Kecilkan suapan dan baguskan Mengunyahnya” “Janganlah mengulurkan tangan pada suapan yang lain sebelum menelan suapan pertama” Bagaimana idealnya mengunyah makanan dengan baik? Tidak ada patokan yang pasti. Ada pendapat yang mengatakan mengunyah makanan sebaiknya antara 30- 50 kali, malah ada sampai 70 kali. Diserahkan kepada masing-masing individu. Namun kita sebagai ummat Islam, sebaiknya melaksanakan sunnah junjungan kita Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Yaitu beliau jika makan ,beliau makan dengan suapan kecil dan mengunyahnya dengan baik dan beliau tidak akan memasukkan suapan berikutnya sebelum suapan pertama selesai ditelan. Agar suapan kecil, beliau mengambil makanan dengan tiga jari yakni ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah di antara jari telunjuk dan ibu jari. Demikian artikel ini, semoga bermanfaat, salam sehat. (dr. Suwardi Sukri, Dokter Integratif Medicine: Rahasia Rasulullah Menyunnahkan Mengunyah Makanan)

 Tidak menggunakan perkakas makan yang terbuat dari emas dan perak
Makan dengan perkakas emas dan perak adalah kebiasaan kaum kafir oleh karena itu Rasul melarang umatnya untuk tidak menggunakan perkakas yang terbuat dari logam tersebut. (baca kisah mualaf dan sejarah yahudi) Rasulullah SAW melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan perak (Mutafaq ‘alaih)

 Minum dari gelas dan tidak minum sekali teguk
Selain makan dengan perlahan Rasul pun menganjurkan untuk minum dengan benar yakni tidak meminum air dalam gelas dengan sekali teguk dan juga tidak meminumnya langsung dari teko, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini. Jangan minum sekaligus, ambillah jeda (ambil nafas) dua sampai tiga kali . Rasulullah jika minum bernafas sampai tiga kali (HR Al Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW melarang orang yang minum dengan membalik mulut kendi langsung ke mulutnya (HR Al Bukhari dan Muslim)

 Menghabiskan makanan yang diambil
Rasul menganjurkan kita untuk makan secukupnya dan senantiasa menghabiskan makanan yang diambil untuk menghindari perilaku boros dan mubazir serta untuk mendapatkan berkat dari makanan secara utuh. Rasulullah SAW bersabda: Kamu tidak mengetahui di bagian yang manakah makananmu yang berkat (HR Muslim)

 Tidak memberikan makanan yang tidak disukai pada orang lain
Rasul senang berbagi makanan dengan orang lain tetapi beliau tidak pernah memberikan suatu makanan yang tidak disukai oleh dirinya sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini. Janganlah kamu memberi makanan yang kamu sendiri tidak suka memakannya (HR Ahmad)

Demikianlah cara makan Rasulullah yang semestinya dapat ditiru oleh umat islam karena apa yang dicontohkan oleh Rasul pastilah memiliki sisi positif dan manfaat yang besar bagi manusia. Selain itu kita hendaknya menghindari makanan haram dan minuman haram. (Sumber: kisah teladan nabi muhammad SAW dan keutamaan cinta Rasulullah SAW bagi umat muslim).

Demikian Pencegahan Covid 19 langkah Pertama yang dapat penulis uraikan, selanjutnya pencegahan Covid 19 Kedua, tertuang pada postingan selanjutnya.

selanjutnya langkah ke-2 klik disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...