Sabtu, 31 Juli 2021

MENGAJAK ANAK RAJIN KE MASJID

 Menyiapkan Generasi Berkualitas: MENGAJAK ANAK RAJIN KE MASJID



Menjaga konsistensi kita untuk membawa anak ke masjid. Bukan hal yang tidak mungkin bila sedini mungkin diajarkan ke masjid kelak anak akan menjadi generasi yang mencintai dan senantiasa memakmurkan masjid. Generasi yang tumbuh menjadi anak yang berkualitas, yang kelak menjadikan masjid sebagai peraduannya, dan selalu menjaga sholatnya. Masjid sebagai rumah Allah swt, tempat yang sangat mulia dan sangat utama untuk kegiatan ibadah dan menuntut ilmu serta mengadu semua permasalahan kepada Allah swt. Karena itulah, Allah swt, begitu sangat mencintai masjid dan orang-orang yang berjalan menuju masjid untuk beribadah. Allah swt berfirman:

إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.S. at Taubah: 18). 

Selain itu, Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ الْمَسَاجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى (إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ) الآيَةَ

Apabila kalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia beriman. Allah Ta’ala berfirman, Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. At-Taubah: 18). (HR. Ibnu Majah, no. 802; Tirmidzi, no. 3093) 

Kesimpulan hadits tersebut: Siapa saja yang memakmurkan masjid dengan dzikir, shalat dan membaca Al-Qur’an, merekalah orang yang beriman (ahli iman); Hadits ini menunjukkan perintah shalat berjama’ah. Melaksanakan shalat berjamaah itu termasuk sunanul huda (petunjuk Rasul) yang diperintahkan untuk dilaksanakan di masjid; Memakmurkan masjid termasuk amalan paling mulia dalam Islam; Memakmurkan masjid ada dua bentuk yaitu memperhatikan luarnya (seperti memakmurkan dan menjaga kebersihan masjid) dan memperhatikan ruh di dalamnya (seperti menjaga agar masjid digunakan untuk shalat, dzikir, amalan sunnah hingga diadakannya majelis ilmu); Ingatlah, iman itu sumber kebahagiaan. (Referensi: Bahjah An-Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, 1: 240; Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 13: 322-328). 

Kesadaran akan pentingnya memakmurkan masjid ini harus dimulai sejak dini. Masjid adalah rumah Allah yang seharusnya dipenuhi oleh jama’ah yang ingin dekat dengan Allah SWT. untuk menampung aktivitas umat, juga menyatukannya sebagai sebuah kekuatan Islam yang luar biasa. Memakmurkan masjid bagi kaum muslimin, tentunya tidak hanya di bulan Ramadhan dan Jum’at saja, namun mengusahakannya di setiap waktu, terutama sholat fardhu yang lima. Dengan begitu berarti kita juga melatih diri untuk sholat tepat waktu, dengan berjama’ah atau bersama saudara seagama, dan semakin mempererat ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan dengan sesama saudara muslim. Dalam shalat berjama’ah tidak akan ada lagi perbedaan pangkat dan jabatan, kaya ataupun miskin. Sudah sekarang saatnya umat Islam, baik anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua untuk memakmurkan masjid sebagai jalan menggapai surga dunia dan akhirat.

يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah (QS Luqman:17). 

Perlu mengingat kembali, masjid merupakan pusat “peradaban” bagi kita umat muslim. Masjid merupakan tempat yang mulia dan memuliakan. Ketika di masjid, serasa jiwa seperti dicharge kembali. Tempat yang nyaman untuk berserah kepada-Nya. Bertemu dengan saudara seiman yang akan semakin memperkuat ukhuwah dan akidah. Begitu meruginya bila kita tidak mengajak anak kesayangan kita menikmati semua ini. Jangan sampai anak-anak kita kelak menjadi tidak suka datang ke masjid dikarenakan trauma dengan teguran-teguran para jamaah yang jauh dari keramahan pada anak.

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (QS. Maryam:59).

Berikut beberapa tips yang mungkin bisa membantu mengurangi kegalauan para orang tua: 

Kenali karakter

Mengenali karakter ini mencakup mengenali karakter anak dan karakter masjid. Anak yang mempunyai karakter pasif biasanya tidak masalah ketika dibawa ke masjid manapun dan kapanpun. Karena anak dengan karakter ini, biasanya akan diam dan bersedia duduk di samping orang tuanya. Bahkan, akan mengikuti gerakan sholat hingga selesai. Beda persoalan ketika anak kita ternyata tergolong anak yang aktif. Anak yang aktif biasanya akan berlari- lari, berteriak-teriak, naik ke punggung orang tuanya dan sebagainya. Maka, disinilah pentingnya kita harus mengenal karakter Masjid. Setiap masjid mempunyai karakter yang berbeda-beda. Ada masjid yang membiarkan anak-anak bermain, berlarian, dan berteriak. Jamaah di masjid ini biasanya tidak akan marah bila para anak dan balita membuat ulah. Ada pula masjid yang sangat anti bila ada anak-anak dan balita datang ke sana. Hingga tidak jarang para orang tua ikut ditegur (baca:dimarahi) akan ulah anaknya. Dalam hal ini kita sebagai orang tua harus jeli mengamati dan memilih masjid mana yang ramah anak dan masjid mana yang belum ramah anak.

Sugesti yang konsisten

Sebelum berangkat ke masjid secara berulang-ulang memberikan sugesti pada anak. Bahwa bila di dalam masjid harus sopan, ikut sholat, tidak ramai, dan lain sebagainya. Sugesti itu harus konsisten diulangi tanpa bosan hingga anak dapat memahaminya dan tidak mengulangi kegaduhannya.

Membawa mainan

Kita bisa menyiapkan mainan untuk anak saat dibawa ke masjid, dengan catatan mainan yang dibawa membuat anak semakin kooperatif ketika orang tuanya sedang sholat. Sahabat nabi yang bernama Rabi’ menceritakan bahwa pada suatu pagi hari Asyura Rosululloh mengirim pesan ke kampung-kampung sekitar kota Madinah, yang bunyinya:

وعن الربيع بنت معوذ رضي الله عنها قالت: أرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار التي حول المدينة: “من كان أصبح صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح مفطراً فليتم بقية يومه” فكنا بعد ذلك نصومه ونصوم صبياننا الصغار منهم إن شاء الله، ونذهب إلى المسجد فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناها إياه عند الإفطار (رواه مسلم)،

“Barangsiapa yang memulai puasa dari pagi tadi, maka silahkan untuk menyelesaikan puasanya, dan bagi yang tidak puasa terus berbuka. Sejak saat itu kami senantiasa kami puasa Asyura, begitu juga anak-anak kecil kami banyak yang ikut puasa dengan kehendak Allah, dan kamipun pergi ke masjid bersama anak-anak. Di masjid kami menyiapkan khusus untuk anak-anak yang terbuat dari wool. Kalau ada dari anak-anak yang tidak ikut berpuasa dan menangis minta makan maka kamipun memberi makan. (H.R Muslim)

Memilih jadwal sholat

Bila anak memang tidak bisa dikondisikan, maka pilihlah jadwal sholat yang biasanya sepi jamaahnya. Misal: Dhuhur dan Ashar, karena kuantitas jamaah biasanya meledak saat magrib dan Isya.

Berada di shaf paling belakang

Keuntungan membawa anak dan berada di shaf paling belakang adalah lebih fleksibel. Bila anak sudah tidak bisa dikondisikan, kita bisa segera membatalkan sholat dan segera mengambil langkah seribu tanpa mengganggu jamaah lain.

Pastikan aman tidak ingin buang hajat

Hal tersebut sangatlah penting mengingat anak-anak balita belum pandai mengontrol tubuh bila hendak buang hajat.

Bergantian dengan pasangan

Bila ke masjid bersama pasangan, hendaknya dapat bergantian menjaga anak. Memang, akan ada yang berkorban tidak bisa berjamaah. Hal tersebut tidak jadi masalah, yang terpenting anak dapat dikondisikan dan orang tua tetap bisa ke masjid.

Bagaimana sikap kita yang sudah dewasa ketika menghadapi anak-anak kecil yang bermain-main di masjid? Sebenarnya kita tetap harus bisa memaklumi apa yang dilakukan mereka, tetapi tetap dengan memberikan nasihat yang lemah lembut. Sebab, hal tersebut dapat menanamkan cinta pada masjid sejak dini sedangkan jika anak kecil yang bermain kita bentak, justru dapat berakibat buruk seperti trauma dan enggan ke masjid.

Berikut adalah perilaku Rosulullah saw terhadap anak-anak di masjid:

وعن عبد الله بن بريدة عن أبيه رضي الله عنه قال: خطبنا رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأقبل الحسن والحسين رضي الله عنهما عليهما قميصان أحمران يعثران ويقومان، فنزل فأخذهما فصعد بهما المنبر، ثم قال: “صدق الله، إنما أموالكم وأولادكم فتنة، رأيت هذين فلم أصبر”، ثم أخذ في الخطبة (رواه أبو داود).

Dari Abdullah Bin Buraidah meriwayatkan dari ayahnya: Rasulullah sedang berkhutbah di mimbar masjid lalu kedua cucunya Hasan dan Husein datang bermain-main ke masjid dengan menggunakan kemeja kembar merah dan berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun karena memang masih bayi, lalu Rasulullah turun dari mimbar masjid dan mengambil kedua cucunya itu dan membawanya naik ke mimbar kembali, lalu Rasulullah berkata, “Maha Benar Allah, bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah, kalau sudah melihat kedua cucuku ini aku tidak bisa sabar.” Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya. (H.R Abu Daud)

Sementara dalam hadis lain disebutkan:

عن شداد رضي الله عنه قال: خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم في إحدى صلاتي العشي الظهر أو العصر وهو حامل حسناً أو حسيناً، فتقدم النبي صلى الله عليه وسلم فوضعه عند قدمه ثم كبر للصلاة، فصلى، فسجد سجدة أطالها!! قال: فرفعت رأسي من بين الناس، فإذا الصبي على ظهر رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ساجد! فرجعت إلى سجودي، فلما قضى رسول الله صلى الله عليه وسلم الصلاة، قال الناس: يا رسول الله إنك سجدت سجدة أطلتها حتى ظننا أنه قد حدث أمر أو أنه يوحى إليك؟ قال: “كل ذلك لم يكن، ولكن ابني ارتحلني، فكرهت أن أعجله حتى يقضي حاجته” (رواه النسائي والحاكم وصححه ووافقه الذهبي(

Dari Syaddad ra. Berkata: telah datang kepada kami Rasulullah di masjid untuk solat Isya atau Zuhur atau Asar sambil membawa salah satu cucunya Hasan atau Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami solat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memukai sholat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai solat, orang-orang sibuk bertanya: “Wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu.” Rasulullah menjawab, “Tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya”. (H.R. Nasa’i dan Hakim) 

وفي حديث آخر: كان الرسول صلى الله عليه وسلم يصلي، فإذا سجد وثب الحسن والحسين على ظهره، فإذا منعوهما أشار إليهم أن دعوهما، فلما قضى الصلاة وضعهما في حجره (رواه ابن خزيمة في صحيحه).

Dalam Hadis lain diceritakan, bahwa Rasulullah sholat, dan bila beliau sujud maka Hasan dan Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lalu, jika ada sahabat-sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya, dan apabila setelah selesai solat rasulullah memangku kedua cucunya itu. (H.R. Ibnu Khuzaimah) 

وقال أبو قتادة رضي الله عنه: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمامة بنت العاص -ابنة زينب بنت الرسول صلى الله عليه وسلم- على عاتقه، فإذا ركع وضعها وإذا رفع من السجود أعادها (رواه البخاري ومسلم).

Abu Qatadah ra. mengatakan: “Saya melihat Rasulullah saw memikul cucu perempuannya yang bernama Umamah putrinya Zainab di pundaknya, apabila beliau solat maka pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah.” (H.R. Bukhari Dan Muslim) 

وفي رواية أخرى عن أبي قتادة رضي الله عنه قال: بينما نحن جلوس في المسجد إذ خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم يحمل أمامة بنت أبي العاص بن الربيع -وأمها زينب بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم- وهي صبية يحملها، فصلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي على عاتقه يضعها إذا ركع ويعيدها إذا قام، حتى قضى صلاته يفعل ذلك بها (رواه النسائي).

Pada Riwayat Lain Dari Abu Qatadah, Mengatakan “……… pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah. Dan Rasulullah terus melakukan hal itu pada setiap rakaatnya sampai beliu selesai solat.” (H.R.Nasa’i) 

وفي حديث آخر: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إني لأدخل في الصلاة وأنا أريد إطالتها فأسمع بكاء الصبي فأتجوّز في صلاتي مما أعلم من شدة وجد أمه من بكائه” (رواه البخاري ومسلم).

Dalam hadis yang lain Rasulullah berkata, “Kalau sedang sholat, terkadang saya ingin sholatnya agak panjangan, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil yang dibawa ibunya ke masjid maka sayapun menyingkat sholat saya, karena saya tau betapa ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu.” (H.R. Bukhari Dan Muslim) 

وفي رواية أخرى: قال أنس رضي الله عنه: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسمع بكاء الصبي مع أمه وهو في الصلاة فيقرأ بالسورة الخفيفة أو بالسورة القصيرة (رواه مسلم).

Anas meriwayatkan, “Pernah Rasulullah solat, lalu beliau mendengar tangis bayi yang dibawa serta ibunya solat ke masjid, maka Rasulullah pun mempersingkat sholatnya dengan hanya membaca surat ringan atau surat pendek.” (H.R. Muslim)

وفي حديث آخر أن النبي صلى الله عليه وسلم: جوّز ذات يوم في الفجر -أي خفف- فقيل: يا رسول الله، لم جوزت؟! قال: “سمعت بكاء صبي فظننت أن أمه معنا تصلي فأردت أن أفرغ له أمه” (رواه أحمد بإسناد صحيح).

Pada hadis lain diriwayatkan bahwa Nabi memendekkan bacaannya pada saat sholat subuh (dimana biasanya selalu panjang), lalu sahabat bertanya: Ya Raslullah mengapa sholat kali ini singkat, tidak seperti biasanya? Rasulullah menjawab, “Saya mendengar suara tangis bayi, saya kira ibunya ikutan sholat bersama kita, saya kasihan dengan ibunya.” (H.R. Ahmad) 

Demikianlah betapa Rasulullah dan para sahabat memanjakan anak-anak di masjid meski lumayan seru karena yang namanya anak-anak pasti akan menimbulkan berbagai gangguan keributan dan tangisan yang menyebabkan solat atau ibadah jadi terganggu. Namun, ada saja oknum pengurus masjid yang tetap ngotot ingin mengusir anak-anak dan menjauhkan mereka dari masjid dengan berdalil kepada hadis lemah yang berbunyi: 

جنبوا مساجدكم صبيانكم ومجانينكم

Jauhkan masjid anda dari anak-anak dan orang gila 

Hadis diatas lemah dan tidak jelas asalnya dari mana, sehingga tidak bisa dijadikan dalil”. Begitu kata para ulama Hadis, seperti Al-Bazzar dan Abdul Haq Al-Asybili. Sebagaimana Ahli Hadis Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar dan Ibnu Al-Jauzi dan Al-Munziri dan Haitsami dan ulama-ulama lain juga melemahkan hadis tersebut (Sumber: Anak-anak diusir dari masjid dengan dalih mengganggu jamaah: Hussam Eddin Afana, Dikutip dari situs Syekh, semoga Allah melindunginya, Kategori: Fikih Sholat tanggal terbit/publikasi16 Syawal 1429 H). 

Banyak kalangan yang mengira bahwa hadis tersebut benar diriwayatkan dari Rasulullah sehingga membuat mereka senang benar mengusir anak-anak dari masjid dan sangat tidak suka kalau melihat anak-anak bermain di masjid. Ini adalah sikap dan tindakan yang tidak benar. 

Islam sangat peduli dengan anak-anak, dan memerintahkan para ayah dan orang tua kerabat yang bertanggungjawab pada anak-anak untuk menyuruh anak-anaknya sholat sejak umur 7 tahun. Dan tempat yang benar dalam mengajarkan anak-anak sholat dan membaca Al-Quran dan hukum-hukum tajwid dan materi-materi keislaman lainnya, adalah Masjid. 

Demikian petunjuk dan pedoman yang diajarkan Rasulullah pada ummatnya terkait interaksi kita kepada anak-anak di masjid. Sehingga siapapun tidak boleh mengusir anak-anak dari masjid, sebab mereka adalah pemuda-pemuda harapan masa depan. Allah memerintahkan kita agar meneladani Rasulullah pada segala hal, baik terkait urusan dunia maupun akhirat, sehingga sudah selayaknyalah kita mengikuti dan meladani Rasulullah dalam membiasakan anak-anak kita untuk mendatangi masjid dan bermain di masjid, serta tidak membiarkan mereka berkumpul tidak jelas di ujung gang atau jalan yang hanya akan menyebabkan akhlak mereka menjadi buruk karena pengaruh lingkungan dan teman-teman mereka yang tidak sehat. 

Dan andainya pun sebahagian anak-anak yang datang ke masjid sering menjadi gangguan bagi orang-orang yang sedang sholat, baik karena suara tangisan mereka, jeritan dan lengkingan suara, namun jamaah masjid tidak boleh meresponnya dengan kasar atau memarah-marahi anak-anak tersebut atau orang tua anak-anak, yang hanya akan menambah-menambah keributan baru saja. Dan yang perlu diingat dan dicatat dan diamalkan adalah sikap lemah lembut dalam menyelesaikan masalah anak-anak di masjid.

إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه ولا ينزع من شيء إلا شانه (رواه مسلم).

Rasulullah pernah bersabda, “Segalanya sesuatu yang dibarengi dengan kelembutan niscaya akan membuatnya menjadi lebih cantik dan indah. Jika kelembutan terenggut, segalannya akan menjadi rusak dan jelek.” (H.R. Muslim) 

Rasulullah adalah teladan terbaik bagi kita.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قام أعرابي فبال في المسجد!! فتناوله الناس، فقال لهم النبي صلى الله عليه وسلم: “دعوه، وهريقوا على بوله سجلاً من ماء أو ذنوباً من ماء فإنما بعثتم ميسرين ولم تبعثوا معسرين” (رواه البخاري ومسلم).

Pernah terjadi seorang arab badui masuk ke dapam masjid nabawi, lalu si badui buang air kecil di dalam masjid itu. Melihat si badui pipis di masjid maka para sahabat nabi ngamuk. Menanggapi hal ini Nabi pun menyelesaikannya dengan bijak dan lembut dan berkata, “Biarkanlah badui itu, nanti jika pipisnya sudah selesai mohon cuci dan siram kencingnya itu dengan air. Kalian -umat islam- ini diutus bukan untuk bikin repot, melainkan untuk mempermudah.” (H.R. Bukhari Dan Muslim) 

Demikianlah sebaiknya kita dapat meneladani akhlak Nabi Muhammad saw dalam menyikapi anak kecil yang bermain-main di dalam masjid dengan cara arif dan bijaksana. Semoga dengan ini dapat membantu menjaga konsistensi kita untuk membawa anak ke masjid. Bukan hal yang tidak mungkin bila sedini mungkin diajarkan ke masjid kelak anak akan menjadi generasi yang mencintai dan senantiasa memakmurkan masjid. Semoga anak-anak kita tumbuh menjadi anak yang berkualitas, yang kelak menjadikan masjid sebagai peraduannya, dan selalu menjaga sholatnya.

Kamis, 29 Juli 2021

IMUNISASI (dalam bahasa agama)

 

Mempersiapkan Generasi Berkualitas: IMUNISASI (dalam bahasa agama)

Pengertian Imunisasi dan Vaksin:

Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi sebagai upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Imunisasi biasanya diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun).

Sedangkan vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidupn tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid, protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu. Misal cacar yang sudah dilemahkan, digunakan untuk vaksinasi. Pemberian vaksin dapat merangsang imunitas  dari sistem imun di dalam tubuh, semacam memberi “infeksi ringan” (sumber: Buku Pintar Imunisasi , KemenKes, 2015).

Jenis Imunisasi dan Sasarannya:

Imunisasi memiliki beberapa jenis, di antaranya Imunisasi BCG, Imunisasi DPT, Imunisasi DT, Imunisasi TT, imunisasi Campak, Imunisasi MMR, Imunisasi Hib, Imunisasi Varicella, Imunisasi HBV, Imunisasi Pneumokokus Konjugata. Intinya jenis imunisasi sesuai dengan penyakit yang perlu dihindari.  Masing-masing akan diberikan pada jadwal sebagai berikut:

Jenis Imunisasi

Usia Pemberian

Jumlah Pemberian

Interval Pemberian

Hepatitis B

0-7 hari

1

-

BCG

1 bulan

1

-

Polio/IPV

1,2,3,4 bulan

4

4 minggu

DPT-HB-Hib

2,3,4 bulan

3

4 minggu

Campak

9 bulan

1

-

DPT-HB-Hib

18 bulan

1

 

Campak

24 bulan

1

 

Campak

Kelas 1 SD/MI

Bulan Agustus

 

DT

Kelas 1 SD/MI

Bulan November

 

Td

Kelas 2 & 3 SD

Bulan November

 

(Sumber: Dirjen PP dan PL Depkes RI, 2013)

Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan. Jadi, imunisasi merupakan penemuan kedokteran yang sangat bagus dan manfaatnya besar sekali dalam membentengi diri dari berbagai penyakit kronis, padahal biayanya relatif murah.

Telaah Imunisasi dalam Islam

Menjaga kesehatan, dalam prakteknya dapat dilakukan melalui upaya preventif (al-Wiqoyah), dimana salah satu ikhitiarnya dapat dilakukam dengan cara imunisasi termasuk perbuatan yang dibenarkan dalam Islam. Dalam kaidah fikih disebutkan, “Bahaya (al-Dharar) harus dicegah sedapat mungkin”.

Tentang pentingnya menjaga kesehatan dari serangan penyakit dapat kita lihat dari beberapa dalil sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu,.. (QS. al-Nisa:71)

Pendapat Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Tafsir Marah Labib, (1/223-224): Bersiapsiagalah kalian. Jagalah diri kalian dari musuh sesuai kemampuan supaya mereka tidak menyerangmu. Ayat ini menunjukkan kewajiban menjaga dari seluruh dugaan bahaya. Dengan demikian, terapi pengobatan, menjaga dari penyakit serta tidak duduk dibawah tembok yang akan roboh adalah wajib.

وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ ۗ

dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…. (QS. Al-Nisa: 102).

“…Dan tidak mengapa kamu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat suatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit.. (al-Nisaa:102). Di dalam ayat ini adanya keringanan untuk meletakkan senjata saat para pasukan terbebani dengan bawaan, seperti dalam keadaan basah kuyup kehujanan atau karena sakit. Meskipun demikian mereka tetap harus waspada terhadap musuh. Ayat tersebut juga menunjukkan wajibnya menjaga kewaspadaan dari segala bahaya yang akan datang. Dari sinilah difahami bahwa berobat dengan obat dan menjaga diri dari penyakit serta menghindari dari duduk-duduk di bawah dinding yang miring adalah wajib”.

Allah swt melarang umatnya menjatuhkan diri dalam kebinasaan.

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ

dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,... (QS Al-Baqarah: 195)

Rasulullah saw mengajarkan kita agar senantiasa menjaga imunitas atau kekebalan tubuh kita dengan cara mengkonsumi kurma ajwah.

مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً، لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ

Barangsiapa mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir” (HR. al-Bukhari & Muslim).

Dalam hadis juga disebutkan,

قَالَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Rasulullah saw, beliau bersabda: “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk suatu penyakit, akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah ‘azza wajalla.” (HR Muslim)

Perihal kebolehanya mengkonsumi obat yang bertujuan untuk menguatkan stamina dapat kita lihat penjelasanya dalam kitab I’anah Ath-Tholibin (3/316):

ويندب التقوي له بأدوية مباحة مع رعاية القوانين الطبية ومع قصد صالح، كعفة ونسل، لأنه وسيلة لمحبوب فليكن محبوبا

“Disunnahkan meningkatkan imunitas tubuh/daya tahan tubuh dengan menggunakan obat-obatan yang boleh dikonsumsi dengan tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan medis dan disertahi dengan tujuan yang baik, seperti menjaga kehormatan dari perbuatan hina (iffah), dan memperbaiki keturunan. Karena meningkatkan imunitas tubuh/daya tahan tubuh (al-Taqawwi) menjadi sarana (wasilah) untuk tercapainya hal-hal yang terpuji, maka hukum meningkatkan daya tahan tubuh (taqawwi) termasuk perbuata yang terpuji”.

Dari penjelasan diatas dapat kita pahami, bahwa mengikuti program imunisasi yang bertujuan untuk menjaga kekebalan tubuh termasuk perbuatan yang dibenarkan dalam Islam.

Taat Terhadap Kebijakan

Berdasarkan surat Menteri Kesehatan RI Nomor: 1192/MENKES/IX/2002, tanggal 24 September 2002, serta penjelasan Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan, Direktur Bio Farma, Badan POM, LP POM-MUI, pada rapat Komisi Fatwa, Selasa, 1 Sya’ban 1423 / 8 Oktober 2002; dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  • Pemerintah telah berupaya melakukan pembasmian penyakit polio dari masyarakat secara serentak dengan cara pemberian dua tetes vaksin Polio oral (melalui saluran pencernaan).
  • Penyakit (virus) Polio, jika tidak ditanggulangi, akan menyebabkan cacat fisik (kaki pincang) pada mereka yang menderitanya.
  • Terdapat sejumlah anak balita yang menderita immunocompromise (kelainan sistem kekebalan tubuh) yang memerlukan vaksin khusus yang diberikan secara injeksi (vaksin jenis suntik).
  • Jika anak-anak yang menderita immunocompromise tersebut tidak diimunisasi maka mereka akan menderita penyakit polio serta sangat dikhawatirkan pula mereka akan menjadi sumber penyebaran virus.
  • Vaksin khusus tersebut (IPV) hasil akhir tidak terdeteksi unsur babi.
  • Perlu diketahui juga bahwa di Saudi Arabia sendiri untuk pendaftaran haji melalui hamlah (travel) diwajibkan bagi setiap penduduk asli maupun pendatang untuk memenuhi syarat tath’im (vaksinasi) karena banyaknya wabah yang tersebar saat haji nantinya. Syarat inilah yang harus dipenuhi sebelum calon haji dari Saudi mendapatkan tashrih atau izin berhaji yang keluar lima tahun sekali. (Sumber: Makrus Munajat, Komisi Fatwa MUI Yogyakarta)

Kewajiban taat terhadap pemerintah/waliyul ‘amr

Hal ini berkaitan dengan program “wajib” pemerintah berkaitan dengan imunisasi. Berikut kami sampaikan dalil-dalil yang ringkas saja. Allah  berfirman

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” [An Nisa’: 59]

Kita wajib taat kepada pemerintah baik dalam hal yang sesuai dengan syari’at maupun yang mubah, misalnya taat terhadap lampu lalu lintas dan aturan di jalan raya. Jika tidak, maka kita berdosa.

Rabu, 28 Juli 2021

Cegah Stunting (dalam bahasa agama)

 Menyiapkan Generasi Berkualitas: Cegah Stunting



Anak merupakan sebuah amanat yang diberikan oleh Allah swt kepada orangtua (ibu dan bapak). Kelak amanat itu akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah dihari kiamat. Setiap diri kita akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang kita terima.  Rasulullah saw bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar)

Anak adalah amanah dari Allah swt yang mesti kita jaga dan rawat, agar tumbuh menjadi anak-anak yang berkualitas.  Anak yang berkualitas baik jasmani maupun rohaninya. Berkualitas jasmani antara lain memiliki pertumbuhan yang optomal bukan stunting (al-taqazzum). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah. Stunting dapat menghambat pertumbuhan anak baik motorik (gerakan) maupun kognitif (pengetahuan). Akibat dari stunting membuat generasi kita ke depan tidak kuat, tidak sehat baik fisik maupun rohaninya. Maka upaya pencegahan stunting adalah wajib dilakukan. Allah berfirman:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (Q.S. An Nisa’: 9)

Untuk menindaklanjuti upaya, agar jangan sampai lahir anak yang memiliki pertumbuhan yang tidak optimal (stunting) maka sebagai orang tua hendaklah melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang tertuang dalam firmanNya:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.(Q.S. al Baqarah: 233)

Banyak sekali hal-hal yang mendukung terjadinya stunting, seperti pola gizi yang tidak tepat dari awal masa kehamilan, kemudian pemberian ASI eksklusif yang tidak dilakukan, pola makanan yang tidak baik, dan rumah tangga yang tidak nyaman. Ini hal-hal yang mempengaruhi daripada munculnya stunting pada anak-anak. Penyebab stunting yang lain adalah adanya perkawinan yang hubungannya terlalu dekat persaudaraan, seperti yang terjadi di Kampung Ediot di Jatim.

Pada tulisan ini, saya mengambil contoh yang dilakukan  MUI Aceh yang telah memberikan rekomendasi beberapa upaya yang maksimal dalam pencegahan stunting, sebagai berikut:

  • Upaya masif dari pemerintah untuk pencegahan stunting
  • Pemerintah menjaga dan memelihara distribusi makanan, obat-obatan, dan kosmetik yang halal serta lingkungan yang sehat.
  • Pemerintah dapat meluncurkan Kampong (desa) zero stunting sebagai percontohan.
  • Orang tua mengoptimalkan penyusuan ASI kepada bayi selama dua tahun.
  • Semua pihak menghindari perbuatan yang berpotensi menimbulkan stunting pada balita.
  • Semua pihak untuk melestarikan kearifan lokal dalam rangka pencegahan stunting.
  • Masyarakat untuk menggalakkan warung hidup di pekarangan rumah masing-masing (Sumber: Rekomendasi MUI Aceh).

Dalam Al-Qur’an telah banyak disebutkan aturan makan, yang tentunya ini adalah sebagai upaya menuju sehat. Ketika kita makan sebagaimana yang digariskan al Qur’an, maka insallah stunting tidak akan terjadi. Ayat-ayat tersebut antara lain :

Manusia dianjurkan untuk mengkonsumsi  makanan yang halal dan thayyib:

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah (QS An-Nahl:114).

Melarang makanan tertentu yang dianggap haram

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al Maidah:3)

Tidak boleh makan berlebihan

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan  (QS Al-A'raf:31).

Memperhatikan makanannya

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَىٰ طَعَامِهِ

Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya (QS 'Abasa:24).

Ketika kita makan diharuskan melihat apa yang akan kita makan apakah bermanfaat atau tidak tubuh (halal dan toyyib).

1000 hari pertama kehidupan sangat penting untuk mengatasi stunting. Sejak program hamil harus dipersiapkan kecukupan gizi, karena sangat mempengaruhi anak yang dilahirkan mengalami stunting atau tidak. 1000 HPK adalah masa awal kehidupan yang dimulai sejak anak berada di dalam kandungan. Pengaruh dari beberapa faktor menjadi penyebab langsung stunting mempengaruhi status gizi anak. Kenapa 1000 hari sangat penting karena merupakan masa pertumbuhan yang paling optimal sebagi anak. Kalau ibu-ibu mengalami kekurangan gizi dan kekurangan energi saat kehamilan atau KEK (Kekurangan Energi Kronis), dikhawatirkan akan menimbulkan stunting pada anak yang dilahirkan. Berat badan bayi lahir tidak kurang dari 2,5 kg. Jika anak lahir dengan berat kurang maka bisa dikatakan terkena stunting .

Ibu hamil membutuhkan zat gizi yang sangat banyak karena ada target kenaikan berat badan. Ada patokan berat badan yang direkomendasikan bagi ibu hamil yaitu 11 – 16 Kg. kalau kenaikan berat badan kurang maka harus dikejar agar kenaikannya tercukupi.  Kebutuhan gizi dengan patokan Angka Kecukupan Gizi (AKG) terutama harus ada kenaikan dan ada tambahan tergantung usia kehamilannya karena akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan janinnya. Protein juga harus tinggi untuk pembentukan organ janin. (sumber: Agil Dhiemitra Aulia Dewi, Pemenuhan Kebutuhan Gizi dan Sanitasi, 2019).

 

 

 

Minggu, 18 Juli 2021

Membangun Relasi Harmonis

 



Allah mengisaratkan pentingnya keseimbangan relasi suami dan isteri ini dalam kehidupan berumah tangga dengan perumpamaan yang menarik. Relasi ini dalam al-Quran diilustrasikan laksana pakaian (libas), satu sama lain saling menyandang. Ibarat ini menunjukkan urgensi pakaian dalam kehidupan. Selain sebagai pelindung tubuh, pakaian juga dapat memberikan kehangatan, keindahan, serta menutup kerahasiaan dan kekurangan. Allah berfirman:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu,...” (al Baqarah: 187)

Selain itu, Allah juga membuat perumpamaan bahwa ikatan suami-isteri dalam perkawinan ibarat perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizhan). Seperti tertera dalam al-Quran:

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (al-Nisa’ ayat 21).

Sebuah perjanjian untuk sebuah kebaikan bersama, di mana satu sama lain tidak diperkenankan menciderai ikatan perjanjian tersebut. Ini adalah ikatan suci yang tak diperkenankan untuk dinodai satu sama lain. Untuk menjaga kesucian ikatan dan demi langgengnya sebuah bahtera rumah tangga, al-Quran menegaskan agar dua belah pihak yang berjanji, dalam hal ini suami dan istri, harus benar-benar saling memperlakukan pasangannya dengan tiga sikap:

Saling berbuat baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf)

Ini merupakan sikap dasar yang harus dipahami dan dijalankan dalam relasi suami-isteri. Ketika ada kehendak negatif atau kebohongan yang ditutup-tutupi dalam rumah tangga, lama-lama pasti akan menyembul ke permukaan dan menjadi pemicu masalah. Hal inilah yang mesti dihindari. Jadi, perbuatan baik yang disertai dengan niat baik pula adalah kunci harmonis dalam menjalin relasi suami-isteri dalam agama Islam.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

 Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.(al-Nisa ayat 19)

Ayat ini secara tegas menunjukkan cara bergaul yang baik dalam keluarga. Pada intinya, baik suami maupun isteri harus saling menghormati dan berbuat baik. Jangan sampai ada dusta dalam rumah tangga. Pada ayat di atas disebutkan larangan menikahi perempuan dengan jalan paksa atau tidak sepenuh hati dari kedua belah pihak, tidak saling menyusahkan, tidak mudah tersulut emosi, dan anjuran untuk selalu saling berbuat baik. Sikap ini adalah modal utama yang mesti dikantongi oleh pasangan suami-isteri dalam membangun sebuah rumah tangga.

Lalu bagaimana agar kita senantiasa terus dapat saling berbuat baik? yang pertama adalah memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Minta bantuan Allah untuk menjaga keluarga kita tetap kuat dan harmonis, saling mencintai karena Allah, hubungan yang baik dengan Allah akan memengaruhi hubungan yang baik juga dengan pasangan. Mencintai pasangan harus dibawah cinta kepada Allah! Jangan sampai kecintaan kepada keluarga menjadi ketergantungan yang membelenggu dan melumpuhkan. Saling mengasihi yang tidak dilandasi agama, suatu ketika bakal menjadi batu sandungan dakwah.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (Az-Zuhruf: 67)

(Teman-teman akrab) dalam hal maksiat sewaktu di dunia (pada hari itu) pada hari kiamat itu lafal Yaumaidzin berta'alluq kepada firman selanjutnya (sebagian dari mereka menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa) terkecuali orang-orang yang saling kasih mengasihi di dalam ketaatan kepada Allah swt., mereka itulah yang sebenarnya berteman, kemudian dikatakan kepada mereka yang bertakwa itu. Apabila pasangan mencintai dengan sangat berlebihan, dan menomor dua kan Allah, hal ini menunjukkan ketergantungan kepada selain Allah adalah indikasi kelemahan jiwa.

Apabila pasangan mencintai dengan sangat berlebihan, dan menomor dua kan Allah, hal ini menunjukkan ketergantungan kepada selain Allah adalah indikasi kelemahan jiwa.

Yang kedua adalah saling menjaga ibadah. Keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah tidak akan terwujud bila pasangan tidak menjaga ibadahnya dengan baik. Pasangan suami istri dapat meraih kebahagiaan jika mereka taat berada di jalan Allah SWT dan saling mengingatkan dalam hal beribadah dan mengingatkan juga kewajiban kita pada Allah SWT.

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al Taubah:71)

Ayat tersebut mengisyaratkan untuk saling mengingatkan dalam hal beribadah dan mengingatkan juga kewajiban kita pada Allah SWT. Tujuan pernikahan bukan hanya untuk membentuk keluarga yang harmonis. Lebih dari itu, keharmonisan tersebut harus selalu berada dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT. Karena itulah menjaga ibadah adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Dan pasangan harus saling mengingatkan serta berlomba dalam kebaikan dalam rangka ibadah kepada Allah.

Yang ketiga adalah saling mencurahkan perhatian. Suami istri yang saling perhatian juga dapat membuat rumah tangga semakin harmonis dan bahagia. Bahkan sedikit perhatian kecil saja dapat membuat pasangan senang. Makna pakaian (libas) dalam ayat:

هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

"Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka" (al Baqarah: 187), sebagai sesuatu yang menutupi, menjaga, dan mempercantik. Pakaian adalah sesuatu yang melekat dan menempel pada tubuh. Maka suami istri pasti dan niscaya saling membutuhkan satu sama lain." Jadi saling memberikan perhatian yang lebih harus menjadi keniscayaan dalam sebuah rumah tangga. Tanpa semua ini kasih sayang yang menjadi sendi dalam rumah tangga (QS. Ar-Rum: 21) tidak akan pernah terwujud.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)  

Yang keempat, bersyukur kepada Allah. Pernikahan dan kehidupan rumah tangga antara suami dan istri yang merupakan salah satu dari sekian banyak kenikmatan Allah yang jika kita menghitungnya tidak akan mampu menghitungnya, karena banyak dan beragamnya, sebagaimana firman Allah:

وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ رَّحِيمٞ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nahl: 18)

Oleh karena itu nikmat pernikahan dan kehidupan bersama antara suami istri wajib kita syukuri. Dan salah satu bentuk syukur kepada Allah adalah dengan mempergunakan kenikmatan tersebut untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, banyak beribadah, dan berraqarub (mendekatkan diri) KepadaNya.

Keterbukaan dan kerelaan di antara kedua belak pihak (taradhin)

Untuk menciptkan kondisi taradhin yang pertama adalah saling terbuka satu sama lain. Sikap saling terbuka atau mushorohah merupakan sikap yang sangat penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis. Dimana yang sebelumnya haram akan menjadi halal ketika telah melakukan pernikahan contohnya seperti halal dalam bersentuhan. Dengan menumbuhkan sikap saling terbuka maka akan membuat timbulnya rasa saling percaya antara istri dan suami. Dengan begitu maka suami ataupun istri akan mengetahui kepribadian, kesenangan, kebiasaan dan juga hal yang tidak disukai oleh istri ataupun suami.

Yang kedua bersabar satu sama lain. Terkadang, ujian atau konflik dalam rumah tangga tak bisa kita hindari. Karenanya suami dan istri sebaiknya bisa saling jujur dan mempercayai satu sama lain. Bila salah satu pasangan berbuat kesalahan, pasangan lainnya harus bersabar menghadapinya.

Yang ketiga memaafkan kesalahan pasangan.

Manusia membuat kesalahan dari waktu ke waktu pada manusia lain, termasuk keluarga mereka sendiri. Jika kita tidak ingin keluarga tak terpisah, kita harus memaafkan mereka dengan hati yang besar.

ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. An-Nuur: 22).

Yang keempat, tidak mudah marah. Tidak hanya memaafkan kesalahan keluarga kita, kita juga harus menahan amarah kita terhadap mereka. sebagaimana disabdakan dalam riwayat berikut.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ (رواه البخاري ومسلم)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengembangkan tradisi dialog atau musyawarah (tasyawurin)

Suami istri harus membangun komunikasi yang baik. Komunikasi merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi harmonis nya suatu rumah tangga karena dengan salah komunikasi akan muncul kesalahpahaman yang nantinya memicu adanya pertengkaran. Ketika suami sibuk bekerja jangan sampai lupa untuk berkomunikasi dengan istri tetap jaga komunikasi dan berikan rasa perhatian melalui komunikasi. Di era modern ini sudah banyak berkembang aplikasi untuk mempermudah kita berkomunikasi sekalipun dalam jarak jauh. Suami dan isteri harus menjaga keharmonisan keluarga, dan jika ada masalah, keduanya harus membicarakannya dengan baik-baik. Kerelaan untuk duduk bersama dan dialog dari hati-ke hati adalah jalan terbaik dalam menghadapi problem rumah tangga.

Al-Quran telah menyuratkan dengan jelas bahwa kebijakan-kebijakan dalam rumah tangga itu harus diputuskan dengan kerelaan dan atas dasar musyawarah. Misalnya, keputusan isteri untuk menyapih anak sebelum usia dua tahun, harus di dasarkan sikap di atas. Allah berfirman:

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.)Al-Baqarah ayat 233)

Dengan adanya ketiga sikap di atas, relasi suami dan isteri dalam keluarga akan berjalan secara adil dan tidak timpang. Berarti, tidak ada dominasi satu pihak, baik isteri maupun suami, dalam sebuah keluarga. Keduanya terlibat aktif dan dinamis dalam mengurus rumah tangga. Ada pembagian dan pembedaan tugas yang mesti diputuskan berdasarkan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Tentunya pembagian tugas itu atas dasar kesepakatan dan saling rela. Begitu pula saat menghadapi masalah, selalu dapat diselesaikan dengan lapang dada dan kepala dingin. Bahkan, semua perbedaan yang ada dalam keluarga menjadi sebuah sinergi yang menguntungkan dan  menguatkan satu sama lain. Itulah cara mewujudkan keluarga harmonis menurut Islam. Semoga Allah SWT memberkati keluarga Moms dan mempersatukan lagi di Jannah. Amiin.

Revitalization of intellectual consciousness HMI-Wati dalam Membangun Eksistensi KOHATI Komisariat IAIN Kediri yang Progresif

Pendahuluan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), didirikan di Yogyakarta oleh Lafran Pane bersama 14 orang temannya pada tanggal 14 Februari 19...