Rabu, 31 Maret 2021

PENYAKIT HASAD

 



Penyakit hasad ini adalah cabang dari penyakit hati berupa sifat bakhil karena orang yang bakhil ialah orang yang tidak mau memberikan sesuatu yang ada di tangannya kepada orang lain. Orang bakhil tidak mau melihat karunia Allah tercurah kepada orang lain. Orang yang hasud ialah orang yang merasa keberatan jika Allah mencurahkan nikmat dan kurnia kepada salah seorang di antara hamba-hamba Allah, baik nikmat itu berupa ilmu, harta, kecintaan manusia atau apa saja yang diberikan Allah sampai-sampai orang yang hasad ini berharap lenyaplah nikmat Allah itu hilang dari orang lain. Meskipun ia tidak mendapat apa-apa keuntungan dari hilangnya nikmat tersebut. Maka sifat hasad ini adalah kejahatan yang luar biasa karena itu Rasulullah S.A. W. pernah bersabda :"Sifat hasad itu memakan pahala kebaikan seperti api memakan kayu bakar."

Dan orang yang hasad ini sebenarnya senantiasa jauh dari kasih sayang dan senantiasa berada di dalam siksaan di dunia dan di akhirat nanti. Berikut bahayanya hasad bila menghinggapi hati seseorang, sebagai berikut:

  1. Selalu keberatan dan tidak ridha dengan ketetapan dan takdir Allah. Orang yang hasad membenci nikmat yang Allah berikan kepada orang yang dihasadinya.
  2. Selalu merasa gelisah, terbakar dan jengkel, setiap kali melihat nikmat orang lain timbullah hasad pada dirinya dan membenci nikmat tersebut. Sehingga ia senantiasa berada dalam kegalauan.
  3. Orang yang hasad membenci orang yang di-hasad-i. Terkadang berusaha menghilangkan nikmat tersebut. Maka terkumpullah rasa hasad dan permusuhan.
  4. Orang hasad menyerupai kebiasaan yahudi yang merasa hasad dengan pemberian kutamaan Allah kepada orang lain.
  5. Orang hasad termasuk orang yang kufur nikmat, karena telah menyepelekan nikmat Allah kepada dirinya sendiri. Ia merasa nikmat Allah kepada orang lain lebih sempurna dan lebih utama sehingga ia menganggap kecil nikmat Allah pada dirinya lalu iapun tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat tersebut.
  6. Orang hasad tergolong orang yang rendahan karena tidak memandang sesuatu kecuali kepada dunia.

 Menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, obat hasad ada dua, yakni :

  • Berpaling dari perkara yang memicu hasad secara total, melupakannya serta menyibukkan diri dengan urusan yang penting bagi dirinya.
  • Memperhatikan dan mengingat-ingat bahaya hasad. Karena dengan berfikir merenung bahaya suatu perbuatan maka iapun bersegera untuk berlari dan menjauhinya. Hendaknya ia mempraktekkannya.

Hasad yang Dibolehkan dalam ajaran Islam, hasad hanya dibolehkan dalam dua hal: terhadap yang orang dianugerahi harta oleh Allah kemudian ia menafkahkannya dengan benar, dan terhadap orang yang dianugerahi ilmu kemudian ia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Rasulullah saw bersabda:

 عن ابنِ مسعودٍ رضيَ اللهُ عنه قال: سمعتُ النبيِّ صلى الله عليه وسلم يقول «لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٍ آتاهُ اللهُ مالاً فَسَلَّطَهُ عَلىَ هَلَكتهِ في الحَقِّ، ورَجُلٍ آتاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقضِي بِهَا ويُعلِّمها»

Dari Ibnu Mas’ud r.a, Rasulullah saw bersabda: Tidak dibenarkan hasad kecuali dalam dua hal; terhadap seseorang yang diberi anugerah oleh Allah berupa harta lalu dia menafkahkannya di jalan yang benar, dan terhadap seseorang yang diberi anugerah ilmu oleh Allah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi memberi arah kepada kita bahwa yang boleh diirikan oleh kita dari orang lain adalah amal salehnya, bukan kebendaannya. Kita boleh iri kepada orang kaya, tetapi bukan kekayaannya melainkan perbuatannya menafkahkan kekayaannya itu di jalan yang benar. Demikian pula dengan ilmu, kita diperbolehkan iri kepada orang yang berilmu, bukan karena ilmunya, melainkan karena perbuatannya dalam mengamalkan dan mengajarkan ilmunya itu.

Sabtu, 06 Maret 2021

PENGARUS UTAMAAN MODERASI BERAGAMA

 

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Bentuk ektremisme terjewantahkan dalam dua bentuk yang berlebihan: 1) Pada kutub kanan yang sangat kaku, yakni memahami ajaran agama dengan membuang jauh-jauh penggunaan akal; 2) Pada kutub kiri, sangat longgar dan bebas dalam memahami sumber ajaran Islam. Kebebasan tersebut tampak pada penggunaan akal yang sangat berlebihan, sehingga menempatkan akal sebagai tolak ukur kebenaran sebuah ajaran.

Retaknya hubungan antarpemeluk agama di Indonesia saat ini, dilatarbelakangi paling tidak oleh dua faktor dominan: 1) Kelompok agama yang dihadirkan ke ruang publik yang dibumbui dengan nada kebencian terhadap pemeluk agama, ras, dan suku tertentu; 2) Kelompok agama yang menjustifikasi atas kebenaran, merasa paling benar dan tidak bisa menerima ada pendapat yang berbeda.

Dampak buruk yang kita rasakan sekarang adalah aksi-aksi kebencian ini menjalar dari dunia maya ke dunia nyata. Maka peran sejumlah kelompok civil society seperti ormas Islam NU dan Muhammadiyah sebagai ormas terbesar yang sedari awal berdiri sudah berwatak moderat, harus bisa berperan sebagai teladan.

Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama, bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan, bukan berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya. Melainkan memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem.

Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, dan bahkan menyalahkan sikap moderat. Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS), moderasi beragama adalah sebuah jalan tengah dalam keberagaman agama yang berjalan seiring, dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wisdom).

Moderasi beragama mengharuskan kita: 1) Merangkul bukan memerangi kelompok ekstrem; 2) Mengayomi dan menemani. Maka prinsip dalam mengembangkan moderasi yang dipegang adalah dakwah kita, yakni menyampaikan dakwah dengan bil khikmah wal mauidhah hasanah, dengan atau dengan cara-cara yang baik, yang memanusiakan manusia dengan cara yang persuasif.

Pentingnya keberagamaan yang moderat, maka menjadi penting menyebarluaskannya. Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, merasa paling benar sendiri, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat seagama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi maju.

Membangun kerukunan lebih didasarkan pada kesadaran doktrinal dan kultural, yaitu selain karena doktrin setiap agama yang mengajarkan pada nilai-nilai toleransi, juga atas keinginan yang sama untuk hidup dalam perdamaian.

Cara memperlakukan pesan penting moderasi beragama ini tidak cukup bila hanya dipromosikan, melainkan perlu diimplementasikan sebagai aksi bersama seluruh komponen bangsa baik pemerintah maupun kelompok agama agar ekstremisme dan kekerasan atas dasar kebencian kepada agama dan suku yang berbeda bisa ditekan dan dihilangkan.

Menteri Agama, Yaqut Cholis Qoumas ingin mengelola Kementerian Agama dengan semangat “Kemenag Baru”. Semangat tersebut diimplementasikan dalam tiga kunci: 1) Manajemen pelayanan dan tata birokrasi yang semakin baik; 2) Penguatan moderasi beragama yang menekankan literasi kegamaan, budaya toleransi, dan nilai-nilai kebangsaaan; 3) Persaudaraan, yang meliputi merawat persaudaraan umat seagama, memelihara persaudaraan sebangsa dan setanah air dan mengembangkan persaudaraan kemanusiaan.

Guna mensukseskan Indonesia rukun, maka peran strategis para tokoh agama, yakni antara lain penyuluh agama Islam, harus dimainkan. Peran strategis untuk menyampaikan misi keagamaan dan misi pembangunan. Sebagai perpanjangan tangan dan ujung tombak Kementerian Agama, penyuluh harus mempunyai wawasan yang luas tentang moderasi beragama, kerukunan umat, dan wawasan kebangsaan. Di masyarakat, penyuluh itu dianggap sebagai tokoh agama, tokoh masyarakat dan teladan.

Selasa, 02 Maret 2021

MENJAGA KAKI



Syeikh Nawawi Al Bantani berpesan: Pilihlah amal yang baik ketika kaki harus bergerak. Hindari melangkahkan kaki untuk kezaliman yang menyebabkan diri Anda disentuh api neraka. Menjaga langkah adalah dengan hanya menggunakan kaki untuk melangkah menuju ke tempat yang mendatangkan pahala dari Allah Swt. Jika dalam langkah kaki seorang hamba tidak didapatkan tambahan atas pahala, tentu saja duduk itu jauh lebih baik baginya. Setiap hal yang dibolehkan dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya sehingga setiap langkah kaki menjadi ibadah. Yang sebelumnya berupa kebiasaan dan perkara yang dibolehkan bisa berubah menjadi ibadah.

Jagalah kedua kakimu dari berjalan menuju tempat haram, seperti berjalan untuk ghibah (menggunjing), mencari-cari aib (kejelekan) orang lain, menuju tempat pejabat yang zalim dan meridhoi kezalimannya. Karena berjalan menemui mereka tanpa ada keperluan yang mendesak dan merasa senang dengan perbuatan mereka termasuk kemaksiatan yang besar, demikianlah pesan Imam Ghozali. (Bidayatul Hidayah)

Segala sesuatu yang ada di dalam diri kita adalah nikmat dan karunia Allah SWT, salah satunya adalah kaki. Gerakkan lah kaki itu untuk mensyukuri nikmat dan karunia-Nya. Tidak sebaliknya, malah menggerakkan kaki untuk mendurhakahi nikmat dan karunia-Nya. Maka gunakanlah kaki, dan langkahkan lah kaki itu untuk taat dan berbakti kepada Allah.

Ali bin Abi Thalib berkata: “Barang siapa menyangka bisa masuk surga tanpa jerih payah maka ia berangan-angan, dan barang siapa menyangka bisa masuk surga dengan mencurahkan dengan segala jerih payahnya, ia juga berangan-angan.” Syeikh Nawawi Al Bantani mengomentari perkataan Ali ini, maka janganlah Engkau tinggalkan amal sholeh. Beramal sholeh lah dan jangan hanya berangan-angan kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang cerdas adalah orang yang mengendalikan nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang dungu adalah orang yang nafsunya mengikuti keinginannya dan berangan-angan terhadap Allah.”

وَلَا تَرْكَنُوْٓا اِلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُۙ وَمَا لَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ مِنْ اَوْلِيَاۤءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُوْنَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, sedangkan kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain Allah, sehingga kamu tidak akan diberi pertolongan  (QS 11: Hud, 113)

Revitalization of intellectual consciousness HMI-Wati dalam Membangun Eksistensi KOHATI Komisariat IAIN Kediri yang Progresif

Pendahuluan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), didirikan di Yogyakarta oleh Lafran Pane bersama 14 orang temannya pada tanggal 14 Februari 19...