Sabtu, 22 Juli 2023

Revitalization of intellectual consciousness HMI-Wati dalam Membangun Eksistensi KOHATI Komisariat IAIN Kediri yang Progresif




Pendahuluan

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), didirikan di Yogyakarta oleh Lafran Pane bersama 14 orang temannya pada tanggal 14 Februari 1947. HMI didirikan memiliki tujuan: 1) Mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia; 2) Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam; 3) Mengesahkan anggaran dasar Himpunan Mahasiswa Islam; 4) Membentuk Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam [1]

HMI Wati (KOHATI) didirikan pada 17 September 1966 M pada Kongers VIII di Solo. KOHATI merupakan badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan di HMI setingkat. KOHATI berfungsi sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI dalam wacana dan dinamika keperempuanan. Pada tingkat internal HMI, KOHATI berfungsi sebagai bidang keperempuanan, sedangkan pada tingkat eksternal HMI, berfungsi sebagai organisasi perempuan.

KOHATI merumuskan tujuannya sebagai berikut : “Terbinanya Muslimah yang berkualitas Insan Cita” dan “Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah swt”. Dengan rumusan tujuan ini KOHATI memposisikan dirinya sebagai bagian yang ingin mencapai tujuan HMI (mencapai 5 kualitas insan cita) tetapi berspesialisasi pada pembinaan anggota HMI-Wati untuk menjadi muslimah yang berkualitas insan cita.

Sesuai dengan ide dasar pembentukannya, maka proses pembinaan di KOHATI ditujukan untuk peningkatan kualitas dan peranannya dalam wacana keperempuanan. Ini dimaksudkan bahwa aktifitas HMI-Wati tidak saja di KOHATI dan HMI, tetapi juga dalam masyarakat luas, terutama dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan. Dengan demikian, maka jelas bahwa tugas KOHATI adalah melakukan akselerasi pada pencapaian tujuan HMI [2].

Berdasarkan latar belakang pendirian HMI dan KOHATI di atas, maka KOHATI harus membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota KOHATI memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan intelektual, kemampuan profesional serta kemandirian dalam merespon, mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan yang berkembang dalam masyarakat. Untuk itu tradisi intelektual yang ada pada HMI-Wati (KOHATI) harus direvitalisasi atau dihidupkan dan digiatkan kembali. 

Ketika tradisi intelektual hidup dan bangkit kembali insaallah ke arah maka kemajuan, kebangkitan dan kenaikkan derajat akan dimiliki oleh HMI-Wati. Pajak kendaraan bermotor saja bertambah apalagi para perempuan yang memiliki tradisi intelektual.

"Waktu zaman abang HMI dulu, HMI punya tradisi intelektual yang tidak diragukan, rebutan baca buku, berlomba mengeluarkan referensi, kajian yang berlimpah. Waktu zaman abang dulu, HMI itu kuat. Waktu zaman abang dulu, HMI itu memasyarakat. Waktu zaman abang dulu, HMI itu kritis. Waktu zaman abang dulu, HMI itu idealis," dst. Kata-kata itu selalu terlontar setiap kali KAHMI berdialog dengan kader, dialog yang terjadi hampir selalu sama, lagi-lagi romantisme sejarah. Sejarah "emas" HMI sepertinya hanya pada zaman mereka, dan kader HMI terkungkung di "ketiak" sejarah keemasan itu [3].

Demikianlah kalimat yang sering kita dengar dari Kakak-kakak kita. Kalimat ini menunjukkan rasa sayangnya Kakak-kakak kita kepada HMI saat ini. Mereka yang mengingatkan untuk menuju kepada kebaikkan hal ini menunjukkan mereka sayang kepada kita. Maka, marilah mulai saat ini kita berikhtiar untuk mengembalikan adat/tradisi intelektual HMI agar kita dapat memperoleh kembali masa keemasan. Yakni HMI yang memiliki visi ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an. Tri komitmen HMI yakni; Keindonesiaan, Keislaman dan Kemahasiswaan. Namun patut diakui bila menurunnya tradisi intelektual disebabkan beberapa faktor, antara lain: sistem pendidikan tinggi yang terjebak pada formalitas ijazah dan orientasi nilai; situasi nasional yang mendorong mahasiswa terlibat dalam politik praktis; serta rekrutmen kader yang masih berorientasi pada kuantitas bukan kualitas. Beberapa faktor munculnya persoalan menurunnya tradisi intelektual ini perlu diselesaikan.

Pembahasan

Revitasilasi adalah proses, cara dan perbuatan yang dilakukan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali suatu program atau kegiatan. Dengan revitalisasi, kualitas suatu program dapat ditingkatkan dan dimanfaatkan dengan lebih baik [4]. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa revitalisasi adalah suatu proses atau cara yang dilakukan guna menggiatkan kembali program yang belum maksimal agar dapat memberikan hasil dan manfaat yang optimal.

HMI bercita-cita mewujudkan terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudknya masyarakat adil makmur yang diridloi Allah SWT. HMI perlu mereview agar tetap istiqomah dengan khittahnya sebagai organisasi sosial dan gerakan intelektual; yang populis (Paham yang mengakui dan menjunjung tinggi hak, kearifan, dan keutamaan rakyat kecil)  bukan organisasi pragmatis (bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan/kemanfaatan) dan terlalu elitis (kelompok yang terpandang). Responsif terhadap keadaan bangsa, merupakan tanggungjawab kita semua yakni mahasiswa sebagai penyambung aspirasi masyarakat.

Dengan demikian HMI-Wati harus senantiasa berikhtiar menjadi mahasiswa yang memiliki khittah sosial dan tradisi intelektual. Tradisi intelektual memang mudah diucapkan namun tidak mudah untuk dilaksanakan. Tetapi awal bisa adalah biasa. HMI-Wati yang intelek memiliki kebiasaan para intelektual. Kebiasaan yang dimiliki para intelektual. Apa yang membuat KAHMI menjadi orang sukses? Salah satu yang membuatnya sukses dan berhasil, tiada lain adalah kegemaran membaca buku, rajin berdiskusi dan melakukan kajian, dan produktif membuat karya tulisan. Manfaat dari tradisi intelektual tersebut, mampu mengubah kehidupan KAHMI yang dulu berbeda dengan kader HMI saat ini.

Tradisi yang telah dimiliki oleh Abang-abang HMI saat itu  sangat penting untuk dilestarikan. Contoh ikhtiar tradisi intelektual: 1) Kajian bersama KAHMI; 2) Menerbitkan buku; 3) Menulis di blog; 4) Menjadikan komisariat sebagai bengkel intelektual; 5) Menginfaqkan uang jajannya untuk terselenggaranya kajian.

Kajian, terdapat beberapa aspek yakni membaca, berdiskusi, meneliti dan menulis. Membaca merupakan gerbang pengetahuan. Setelah membaca perlu dikomunikasikan dengan orang lain, perlu didialogkan dengan buku yang lain, sehingga akan memperoleh pengetahuan yang baru dengan tingkat yang lebih tinggi. Berdiskusi dapat memperluas pengetahuan, menembus batas-batas pengetahuan, semakin rajin mencari pengetahuan-pengetahuan yang baru. Meneliti malakukan observasi lapangan terkait dengan hal yang sudah dibaca dan yang terjadi di lapangan. Tulisan merupakan sebuah bentuk ikatan dari pengetahuan yang kita miliki. “Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya” demikianlah ucapan dari Ali Bin Abi Thalib.  Tulisan akan dibaca oleh banyak orang dan menjadi jariyah bagi penulisnya.  

Kajian adalah ruh intelektualisme. Tokoh-tokoh yang dikenal sebagai intelektual, semuanya terlibat, atau mellbatkan dm, dengan aktivitas kajian. Seperti Imam Syafi'i, Imam Bukhari, Ibnu Sina, dan lain sebagainya, mereka kesana-kemari mencari guru  dan belajar ilmu. Mereka membaca, berdiskusi dengan para intelektual, meneliti dan membangun pemikian dan kemudian menuliskannya sehingga dapat diwariskan bagi generasi setelahnya.

Menerbitkan buku, memiliki banyak manfaat terutama bagi diri sendiri. Antara lain sebagai bentuk apresiasi terhadap perjuangan dan jerih payah diri; dengan menulis buku akan lebih dikenal oleh banyak orang, minimal namanya; Buku lebih mudah dijual baik online maupun off line; membangun personal branding untuk masa depan; Daya dan upaya untuk berhasil menyelesaikan suatu karya dalam bentuk sebuah buku adalah hal luar biasa yang patut disyukuri dan dirayakan; Memberikan manfaat baik bagi diri maupun orang lain, terlebih jika ada income dari sana; Adanya kepuasan batin dari seorang penulis membuat dirinya semakin bersemangat untuk berkarya.

Menulis di Blog, beberapa orang mungkin beranggapan bahwa manfaat blog hanyalah sekadar media untuk menuliskan artikel. Tentu tidak selalu demikian. Nyatanya, ada begitu banyak keuntungan membuat blog bagi penulis dan juga pembacanya. Sebagian manfaat blog adalah Berbagi pengetahuan, Menghasilkan uang secara online; Membangun jaringan; Menjual produk; Menjadi portofolio online; Mengasah kemampuan menulis; Mengembangkan bisnis; Membangun kepercayaan; dan Mendapatkan lebih banyak calon pelanggan.

Menjadikan komisariat sebagai bengkel intelektual, emosional dan spiritual, menyampaikan materi secara bergantian, berdiskusi merupakan wadah candradimuka, wadah untuk unjuk gigi, wadah urun rembug berbagai persoalan yang ada. Dengan demikian HMI-Wati yang rajin memanfaatkan komisariat sebagai bengkel intelektual sehingga ia menjadi manusia yang matang pikiran, dewasa dalam penyikapan, dan tepat dalam bertindak. Pentingnya forum dialog atau diskusi sebagai media melatih untuk terbiasa dan mahir mengemukakan ide, pikiran dan pandangan sesuatu pada pihak lain. Karena banyak orang banyak isi dalam diri, tapi tidak bisa mengemukakan. Di samping diskusi juga menjadi media mengkaji dan menguji pikiran yang membandingkannya dengan pendapat orang lain. Forum diskusi menelaah apa yang dipikir benar, selanjutnya tidak perlu malu salah, karena itu meluruskan persoalan. Proses belajar membangun kedewasaan dan keterbukaan sikap dalam menghadapi perbedaan pendapat, juga menumbuhkan sikap mendengarkan bukan hanya ingin didengarkan.

Sinergisitas trilogi perkaderan HMI (dikader, berkader, mengkader) sangat di butuhkan dalam menjalankan tradisi intelektual sehingga terjadi komunikasi yang baik antara junior dan senior di tingkat komisariat.

Menginfaqkan uang jajan untuk terselenggaranya kajian. Infaq berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Infaq tidak harus diberikan kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan di jalan Allah, termasuk para pencari ilmu. Banyak keutamaan yang ada di dalam infaq bisa diraih oleh seorang muslim, terlebih lagi berinfaq di jalan Allah. Berikut 12 keutamaan berinfaq, yaitu:

  1. Infaq adalah wujud ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena sebagai perintah-Nya untuk melaksanakan infaq. Hal ini tercantum dalam QS. Al-Baqarah ayat 267
  2. Infaq dapat membersihkan dan mensucikan jiwa, (QS. At-Taubah ayat 103).
  3. Infaq bisa menjadi sebab seorang muslim dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang benar dalam melaksanakan agama (shiddiqin). (QS. Al-Hujurat ayat 15).
  4. Infaq adalah salah satu jalan Allah untuk melipatgandakan kebaikan seorang muslim. (QS. Al-Baqarah ayat 261).
  5. Infaq sebagai sarana untuk menghapus sebagian dosa-dosa yang telah lalu. Termaktub dalam QS. Al-Baqarah ayat 271.
  6. Infaq harus merupakan sesuatu yang terbaik, ini merupakan salah satu cara untuk meraih kebaikan (al-birr) di sisi Allah. Kebaikan dari Allah tentunya segala kebajikan dan segala ketaatan yang bisa mengantarkan diri masuk surga. (QS. Ali Imran ayat 92).
  7. Infaq, memberi peluang untuk diampuni segala dosa, dimasukan ke dalam surga dan digolongkan dengan orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran ayat 133-134).
  8. Infaq dapat menyelamatkan pelakunya dari azab Allah subhanahu wa ta’ala di akhirat kelak. (QS. Ash-Shaf ayat 11).
  9. Infaq bisa memudahkan rezeki datang kepada pelakunya, sehingga mendapatkan tambahan yang tidak disangka-sangka. Lihat QS. Saba ayat 39.
  10. Infaq merupakan amalan shalih yang bisa meningkatkan derajat pelakunya di sisi Allah. Lihat QS. Fathir ayat 10.
  11. Infaq adalah wujud amalan yang menandakan pelakunya bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas tambahan nikmat-Nya. Lihat QS. Ibrahim ayat 7.
  12. Infaq kembali ditegaskan Allah bisa memasukan pelakunya ke dalam surga. Lihat QS. ar-Radu ayat 22-23.     

 Kesimpulan

  1. HMI dan HMI-Wati memiliki tugas yang sama yakni “Terbinanya Muslim yang berkualitas Insan Cita” dan “Insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah swt”.
  2. Tri komitmen HMI yakni; Keindonesiaan, Keislaman dan Kemahasiswaan.
  3. Tradisi intelektual dapat dilakukan melalui: 1) Kajian bersama KAHMI; 2) Menerbitkan buku; 3) Menulis di blog; 4) Menjadikan komisariat sebagai bengkel intelektual; 5) Menginfaqkan uang jajannya untuk terselenggaranya kajian.


Referensi

[1]      PB HMI, “Sejarah lahirnya Himpunan Mahasiswa Islam,” PB HMI, 1947. https://himpunanmahasiswaislam.org/ (accessed Jul. 20, 2023).

[2]      Kowani, “KOHATI PB HMI,” https://kowani.or.id/kohati/, 2023. https://kowani.or.id/kohati/ (accessed Jul. 20, 2023).

[3]      K. dkk Hidayat, Menggugat HMI Mengembalikan Tradisi Intelektual. Ciputat: HMI Cabang Ciputat, 2004.

[4]      KBBI, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),” https://kbbi.web.id/, 2018.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...