Hari raya Idul Adha telah tiba. Hari
ini merupakan hari yang special bagi umat Islam, sebab setelah selesai sholat
Idul Adha kemudian dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban. Hewan kurban
sapi, kerbau, kambing dan domba, yang merupakan daging yang sangat lezat untuk
dinikmati. Sehingga hari raya Idul Adha merupakan hari pesta umat Islam.
Sebagaimana Rosulullah saw bersabda:
سنن النسائي ٢٩٥٤: أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ
بْنُ فَضَالَةَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ وَهُوَ ابْنُ يَزِيدَ
الْمُقْرِئُ قَالَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ عَلِيٍّ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ يَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ
عِيدُنَا أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَهِيَ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
Sunan Nasa'i 2954: Telah mengabarkan
kepada kami Ubaidullah bin fadhalah bin Ibrahim mengatakan, telah mengabarkan
kami Abdullah yaitu Ibnu yazid Almuqri` mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Musa bin Ali mengatakan, aku mendengar ayahku menceritakan dari Uqbah bin
Amir, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Hari Arafah, hari idul adha, dan
hari tasyriq adalah hari raya kita, pemeluk Islam, ia hari makan-minum"
Berdasarkan hadits diatas dapat
dipahami bahwa idul adha dan tasyrik adalah hari makan-minum, hari pesta. Pesta
tentunya bukan untuk dinikmati sendiri melainkan juga harus ditasarufkan. Pada
pentasarufan zakat, terdapat 8 golongan yang berhak menerima: “Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah, 9:
60). Sedangkan dalam pembagian daging
kurban, tidak ada ayat Al-Qur’an yang khusus menetapkan kelompok atau golongan
masyarakat yang berhak menerimanya.
Daging kurban itu dapat dibagikan
dengan tiga kategori: Pertama, kepada kaum faqir miskin yang memang
berkekurangan dan membutuhkan bantuan; Kedua, kepada tetangga, yaitu
orang-orang yang bermukim di sekitar rumah kita; dan Ketiga, orang yang
berkurban itu sendiri. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ
اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
ۖ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Supaya mereka menyaksikan berbagai
manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang
ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir (Q.S. al Hajj:22).
Dari ketiga kelompok itu, terutama
kaum faqir-miskin dan tetangga, tidak ada ketentuan khusus yang menetapkan
bahwa mereka harus Muslim. Jadi kalau ada faqir-miskin atau tetangga yang
non-Muslim sekalipun di sekitaran rumah kita, maka mereka boleh saja diberi
atau menerima daging kurban. Bahkan ada pendapat yang menyatakan, tetangga yang
kaya sekalipun, maka ia boleh diberi bagian dari daging kurban. Allah swt
memberikan petunjuk di dalam Al-Quran surat al Mumtahanah ayat 8, sebagai
berikut:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS al-Mumtahanah: 8).
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ عُمَرَ رَأَى حُلَّةً سِيَرَاءَ تُبَاعُ عِنْدَ بَابِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ اشْتَرَيْتَهَا فَلَبِسْتَهَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلِلْوُفُودِ إِذَا قَدِمُوا عَلَيْكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا يَلْبَسُ هَذِهِ مَنْ لَا خَلَاقَ لَهُ فِي الْآخِرَةِ ثُمَّ جَاءَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا حُلَلٌ فَأَعْطَى عُمَرَ مِنْهَا حُلَّةً فَقَالَ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَوْتَنِيهَا وَقَدْ قُلْتَ فِيهَا مَا قُلْتَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَمْ أَكْسُكَهَا لَتَلْبَسَهَا إِنَّمَا كَسَوْتُكَهَا لِتَبِيعَهَا أَوْ لِتَكْسُوَهَا قَالَ فَكَسَاهَا عُمَرُ أَخًا لَهُ مُشْرِكًا مِنْ أُمِّهِ بِمَكَّةَ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ubaid telah menceritakan kepada
kami Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar, Umar melihat hullat saira dijual di
pintu Masjid. Dia berkata; "Wahai Rasulullah, ohh andaikan baginda mau
membelinya dan memakainya saat jumat, atau untuk dihadiahkan para utusan ketika
berkunjung menemui baginda." Rasulullah saw menjawab: " yang memakai
pakaian ini hanyalah mereka yang tidak mendapatkan bagian di akhirat."
Hari berikutnya datanglah hadiah-hadiah yang antaranya hulat saira'. Sebagian
Rasulullah saw berikan kepada Umar. Umar protes; "Wahai Rasulullah!
Baginda memberiku hulat saira` padahal baginda berujar tidak boleh."
Rasulullah saw bersabda: " Saya memberikan kepadamu bukan untuk dipakai,
tetapi agar kamu jual atau kamu berikan kepada orang lain." Ibnu Umar
berkata; Maka Umar memberikannya kepada saudaranya seibu yang masih musyrik di
Makkah (Kitab Ahmad: Hadist No – 5535).
Berdasarkan riwayat tersebut, maka
memberikan bagian hewan kurban kepada non-Muslim dibolehkan, karena status
hewan kurban sama dengan sedekah atau hadiah, dan diperbolehkan memberikan
sedekah maupun hadiah kepada non muslim.
Menyembelih hewan kurban itu, selain
bernilai ibadah bagi yang berkurban, juga mengandung hikmah untuk memperkuat
hubungan silaturahim secara sosial-kemasyarakatan. Sebagai wasilah dalam
membina hubungan ketetanggaan yang harmonis. Termasuk juga dengan tetangga yang
non-Muslim. Sehingga mereka, para tetangga itu, boleh juga diberi dan menerima
daging kurban. Hal ini juga dimaksudkan untuk menghindarkan kesenjangan sosial
dalam pergaulan ketetanggaan. Sebagai contoh, semua warga di lingkungan
ketetanggaan mendapat daging kurban. Lalu ada satu tetangga non-Muslim tidak
diberi daging kurban. Hal ini tentu akan membuatnya berkecil hati, merasa
sedih, dan berdampak mengurangi keharmonisan hubungan ketetanggaan. Hal ini
sekaligus juga sebagai wujud nyata ajaran Islam sebagai Rahmatan lil-‘alamin,
yang diisyaratkan dalam ayat al Qur’an:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiya, 21: 107).
Melalui perlakuan yang sama antar
tetangga muslim dan non muslim dapat terbina keakraban sosial dengan sesama.
Tentu dengan syarat harus untuk membawa kemaslahatan bagi umat di jalan yang
diridhoi Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar