Minggu, 05 Mei 2024

Keutamaan Haji Mabrur

 


Amalan Paling Utama

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ وَمُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Yunus dan Musa bin Isma'il keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab dari Sa'id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang Islam, manakah yang paling utama? Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya". Lalu ditanya lagi: "Lalu apa?" Beliau menjawab: "Al Jihad fi sabilillah (berperang di jalan Allah). Lalu ditanya lagi: "Kemudian apa lagi?" Jawab Beliau shallallahu 'alaihi wasallam: "haji mabrur". (Kitab Bukhari, Hadits No 25)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الْمُبَارَكِ حَدَّثَنَا خَالِدٌ أَخْبَرَنَا حَبِيبُ بْنُ أَبِي عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ طَلْحَةَ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلَا نُجَاهِدُ قَالَ لَا لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Al Mubarak telah menceritakan kepada kami Khalid telah mengabarkan kepada kami Habib bin Abu 'Amrah dari Aisyah binti Tholhah dari 'Aisyah Ummul Mukminin radliallahu 'anha ia berkata: "Wahai Rasulullah, kami memandang bahwa jihad adalah sebaik-baiknya amal, maka apakah kami tidak boleh berjihad?". Beliau bersabda: "Tidak, namun sebaik-baik jihad bagi kalian (para wanita) adalah haji mabrur".  (Kitab Bukhari, Hadist No – 1423)

Menjadi Penghapus Dosa & Beroleh Surga

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sumayya, maulana Abu Bakar bin 'Abdurrahman dari Abu Shalih As-Samman dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw berkata: "Umrah demi 'umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga".  (Kitab Bukhari: Hadist No – 1650)

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سُمَيٍّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ تُكَفِّرُ مَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Sumai dari Abu Shalih dari Abu Hurairah berkata; Nabi saw bersabda: "Umrah yang satu ke umrah yang lain menghapus dosa di antara keduanya dan balasan haji mabrur tiada lain kecuali surga". Abu 'Isa berkata; "Ini merupakan hadits hasan shahih." (Kitab Tirmidzi Hadits No. 855)

Menghilangkan Kemiskinan

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ قَالَا حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةُ قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ وَعَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ وَأُمِّ سَلَمَةَ وَجَابِرٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ ابْنِ مَسْعُودٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ مَسْعُودٍ

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah dan Abu Sa'id Al Asyajj berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar dari Amru bin Qais dari 'Ashim dari Syaqiq dari Abdullah bin Mas'ud berkata; Rasulullah saw bersabda: "Lakukanlah haji dan umrah dalam waktu yang berdekatan, karena keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan menghapus dosa sebagaimana al kir menghilangkan karat besi, emas dan perak. Tidak ada balasan haji mabrur kecuali syurga." Hadits semakna diriwayatkan dari Umar, Amir bin Rabi'ah, Abu Hurairah, Abdullah bin Hubsyi, Umu Salamah dan Jabir. Abu 'Isa berkata; "Hadits Ibnu Mas'ud merupakan hadits hasan gharib dari hadits Ibnu Mas'ud." (Kitab Tirmidzi Hadits No 738)

حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ قَالَ سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ قَيْسٍ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ دُونَ الْجَنَّةِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Khalid Al Ahmar berkata; Aku mendengar Amru bin Qais dari 'Ashim dari Syaqiq dari Abdullah ia berkata; Rasulullah saw bersabda: "Iringilah antara haji dan umrah, sebab keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana alat pandai besi menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur selain surga." (Kitab Ahmad: Hadits No 3487)

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبَانُ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ إِيمَانٌ لَا شَكَّ فِيهِ وَغَزْوٌ لَا غُلُولَ فِيهِ وَحَجٌّ مَبْرُورٌ وَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَقُولُ وَحَجَّةٌ مَبْرُورَةٌ تُكَفِّرُ خَطَايَا تِلْكَ السَّنَةِ

Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada kami Aban berkata; telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ja'far dari Abu Hurairah, dia berkata; beliau ditanya; "Wahai Rasulullah, amal apakah yang paling utama?" maka beliau menjawab: "keimanan yang tidak campuri dengan keraguan, perang yang tidak disertai dengan mencuri harta ghonimah, dan haji mabrur." Dan Abu Hurairah berkata; "Haji mabrur dapat menghapus dosa pada tahun tersebut." (Kitab Ahmad, Hadits No 8225)

حَدَّثَنَا مَرْوَانُ الْفَزَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنَا هِشَامٌ الدَّسْتُوَائِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي جَعْفَرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الْإِيمَانِ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِيمَانٌ لَا شَكَّ فِيهِ وَغَزْوٌ لَا غُلُولَ فِيهِ وَحَجٌّ مَبْرُورٌ قَالَ فَقَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ حَجٌّ مَبْرُورٌ يُكَفِّرُ خَطَايَا تِلْكَ السَّنَةِ قَالَ مَرْوَانُ لَا شَكَّ فِيهِ عَنْ الْحَجَّاجِ الصَّوَّافِ أَوْ عَنْ هِشَامٍ

Telah menceritakan kepada kami Marwan Al Fazari berkata; telah mengabarkan kepada kami Hisyam Ad Dastuwa`i dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Ja'far dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah saw bersabda: "Keimanan yang paling utama di sisi Allah Azza Wa Jalla adalah keimanan yang tidak ada keraguan di dalamnya, jihad yang tidak ada ghulul (mengambil harta ghanimah sebelum di bagikan) di dalamnya dan haji yang mabrur." (Abu Ja'far) berkata; Abu Hurairah berkata; "Haji mabrur dapat menghapuskan kesalahan pada tahun tersebut." Dan Marwan berkata; "Tidak diragukan bahwa haidts itu dari riwayat Al Hajjaj Ash Shawwaf atau dari Hisyam." (Kitab Ahmad Hadits No 9323)

Haji Mabrur

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ قَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا الْحَجُّ الْمَبْرُورُ قَالَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Telah bercerita kepada kami Abdushshamad telah bercerita kepada kami Muhammad bin Tsabit telah bercerita kepada kami Muhammad bin Al Munakdir dari Jabir berkata; Rasulullah saw bersabda: "Haji mabrur, tidak ada balasan baginya melainkan hanya syurga", Mereka bertanya, Wahai Nabiyulloh apa itu haji yang mabrur? (Rasulullah saw) bersabda: "Memberikan makanan dan menyebarkan salam".(Kitab Ahmad  Hadist No – 13958)

حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ ثَابِتٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَجٌّ مَبْرُورٌ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةَ قَالُوا يَا نَبِيَّ اللَّهِ مَا الْحَجُّ الْمَبْرُورُ قَالَ إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَإِفْشَاءُ السَّلَامِ

Telah bercerita kepada kami Abdusshamad telah bercerita kepada kami Muhammad bin Tsabit telah bercerita kepada kami Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir berkata; Rasulullah saw bersabda: "Haji mabrur, tidak ada balasan baginya melainkan hanya syurga", Mereka bertanya, Wahai Nabiyulloh apa itu haji yang mabrur? (Rasulullah saw) bersabda: "Memberikan makanan dan menyebarkan salam".(Kitab Ahmad, Hadits No - 14055)

Motivasi Ibadah Haji

 


Niat yang Murni: niat dalam beribadah haruslah murni hanya untuk mencari ridha Allah SWT semata. Hindari niat untuk mencari popularitas, pujian dari orang lain, atau keuntungan dunia lainnya, merusak tujuan utama ibadah.

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ...

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, (Q.S. 98: Al-Bayyinah, 5)

Mendekatkan Diri kepada Allah: Haji adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ingatkan bahwa setiap ritual haji memiliki makna mendalam yang mengajarkan kepatuhan dan ketundukan kepada-Nya.

Meningkatkan Kepatuhan terhadap Perintah Allah SWT: Menekankan bahwa haji adalah perintah Allah SWT yang wajib bagi yang mampu, sehingga melaksanakannya dengan sungguh-sungguh merupakan bentuk ketaatan yang tinggi kepada-Nya.

Keberkahan dalam Melaksanakan Ibadah Haji: Menekankan betapa besar keberkahan yang terkandung dalam ibadah haji, dan bagaimana ibadah ini dapat menjadi pembaharuan spiritual yang mendalam bagi seseorang.

Peluang untuk Menebus Dosa: Mengingatkan bahwa haji adalah salah satu cara untuk menebus dosa-dosa yang telah dilakukan di masa lalu, sehingga menjadi kesempatan emas untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, dosa-dosa tersebut akan tetap berlaku jika haji dilakukan dengan motif yang salah.

Kesempatan untuk Peningkatan Kualitas Iman dan Ilmu: Menyampaikan bahwa haji bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan spiritual dan intelektual. Dengan memperdalam ilmu dan memahami tata cara haji dengan baik, seseorang dapat menguatkan iman dan mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat. Tunjukkan bahwa ibadah haji dapat membawa perubahan positif dalam diri, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Mendapatkan Pemahaman yang Mendalam: ibadah haji juga harus mencakup usaha untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang makna dan hikmah dari setiap tindakan yang dilakukan. Dengan memahami secara mendalam, ibadah haji akan menjadi lebih bermakna dan berkesan.

Pentingnya Merasakan Persaudaraan Umat Islam: Mengajak untuk merasakan kebersamaan dan persaudaraan umat Islam dari berbagai belahan dunia yang berkumpul di tanah suci, sehingga dapat mempererat rasa persatuan dalam keberagaman.

Menyadari Kebersyukuran atas Nikmat Sehat dan Rezeki: Mengingatkan bahwa tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji, sehingga calon jama'ah haji seharusnya bersyukur atas nikmat sehat dan rezeki yang diberikan Allah SWT. Oleh karena itu, motivasi dalam ibadah haji seharusnya didorong oleh kesadaran akan keistimewaan dan kesempatan langka ini, serta kesungguhan untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.

Mengatasi Tantangan dengan Keteguhan: Ibadah haji tidaklah selalu mudah, terutama mengingat tantangan fisik, mental, dan emosional yang mungkin dihadapi selama perjalanan. Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan diri dengan keteguhan hati dan kekuatan iman untuk menghadapi semua rintangan dengan sabar dan kepasrahan kepada Allah SWT.

Dengan mempertegas motivasi ibadah haji berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan setiap langkah dalam perjalanan haji akan menjadi lebih bermakna dan berarti bagi setiap jama'ah yang melaksanakannya. Ibadah haji yang dilakukan akan lebih bermakna dan mendapatkan ridha Allah SWT. Dapat menjadi penyemangat bagi calon jama'ah haji untuk melaksanakan ibadah haji dengan penuh keikhlasan dan kecintaan kepada Allah SWT.

Sambutan Manasik Haji

 


وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam” (QS Ali ‘Imran: 97).

Yang terhormat para peserta manasik haji yang kami muliakan,

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas rahmat-Nya kita dapat berkumpul pada kesempatan yang berharga ini. Hari ini, kita hadir bersama untuk memperdalam pemahaman kita tentang rukun Islam yang kelima, yaitu ibadah haji. Semoga kita semua dapat menjalani manasik ini dengan penuh keikhlasan dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk perjalanan spiritual kita nanti.

Haji merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki banyak hikmah dan pelajaran berharga bagi kehidupan kita. Dalam perjalanan haji, kita belajar tentang kesabaran, ketabahan, keikhlasan, dan juga arti pentingnya persaudaraan sesama umat Muslim.

Meskipun saat ini kita belum memiliki kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji secara fisik, namun semangat kita untuk belajar dan memahami tata cara haji sebaik mungkin harus tetap berkobar. Manasik haji ini menjadi peluang berharga untuk memperdalam pemahaman kita tentang haji sehingga nantinya kita dapat melaksanakannya dengan lebih baik.

Saya mengajak kita semua untuk memanfaatkan waktu kita selama manasik ini dengan sebaik-baiknya. Mari kita bertanya, berdiskusi, dan bertukar pengalaman agar kita semua dapat merasakan keutamaan dan keistimewaan dari ibadah haji.

Saya berharap, setelah mengikuti manasik ini, kita semua dapat menjadi hamba yang lebih baik lagi, yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam segala aspek kehidupan. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua dalam perjalanan spiritual ini.

Akhir kata, marilah kita memperbanyak istighfar, doa, dan persiapkan diri kita sebaik mungkin untuk menjadi hamba yang lebih baik di hadapan-Nya. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai setiap langkah kita dalam menggapai ridha-Nya. Amin.


Sabtu, 04 Mei 2024

Menggali Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara


Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara.

Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka.

Soekarno juga menyebut dasar negara dengan istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia. Dapat diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau landasan tempat gedung Republik Indonesia itu didirikan.

Selain pengertian yang diungkapkan oleh Soekarno, “dasar negara” dapat disebut pula “ideologi negara” 

Mohammad Hatta: “Pembukaan UUD, memuat di dalamnya Pancasila sebagai ideologi negara, beserta dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeri seterusnya, dianggap sendi daripada hukum tata negara Indonesia. Undang-undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik negara dan perundang-undangan negara, supaya terdapat Indonesia merdeka seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.  

Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal tersebut, Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintah negara. Atau dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.

Dengan demikian, jelas kedudukan Pancasila itu sebagai dasar negara, Pancasila sebagai dasar negara dibentuk setelah menyerap berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari para anggota BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia.  

Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu sewaktu ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada 8 Agustus 1945.

Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 

 

Mahfud MD menyatakan bahwa berdasarkan penjelajahan historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI, yang kemudian disempurnakan dan disahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan.

Menggali Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara



Pancasila merupakan dasar negara sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia.

Melalui Undang-Undang Dasar 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif.

Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada:

  • Pembukaan: bahwa Pancasila ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. 
  • Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa).    
  • Ketetapan MPR tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara: meskipun status ketetapan MPR tersebut sudah masuk dalam kategori ketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final).
  • Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011: tentang Pembentukan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara

 

Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah norma dasar  (grundnorm), cita hukum (rechtsidee), cita negara (staatsidee), dasar filsafat negara  (philosophische grondslag). Banyaknya istilah Dasar Negara dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa dasar negara bersifat universal, yakni setiap negara memiliki dasar negara.

Secara terminologis atau secara istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.

Secara teoretik, istilah dasar negara merupakan norma tertinggi yang mendasari kesatuan-kesatuan sistem norma dalam masyarakat yang teratur dalam negara yang sifatnya tidak berubah.

Dengan demikian, kedudukan dasar negara berbeda dengan kedudukan peraturan perundang-undangan karena dasar negara merupakan sumber dari peraturan perundang-undangan. Implikasinya, maka dasar negara bersifat permanen, sedangkan peraturan perundang-undangan bersifat fleksibel, dapat diubah sesuai dengan tuntutan zaman.

Kesatuan tatanan hukum, terdapat suatu kaidah tertinggi, yang kedudukannya lebih tinggi daripada Undang-Undang Dasar, yang untuk Indonesia berupa Pancasila.

Pengembangan teori dasar negara dapat diambil dari pidato Mr.Soepomo, dalam rapat pleno Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 31 Mei 1945 beliau menerjemahkan “Staatsidee” dengan “dasar pengertian negara” atau “aliran pikiran negara”.

Plato berpendapat bahwa “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”. Aristoteles memberikan pandangannya, bahwa “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh konstitusi dan kedaulatan hukum”. Sebagai suatu ketentuan peraturan yang mengikat, norma hukum memiliki sifat yang berjenjang atau bertingkat.

Artinya, norma hukum akan berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan bersumber lagi pada norma hukum yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada norma dasar/norma yang tertinggi dalam suatu negara yang disebut dengan grundnorm.

Dengan demikian, dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara. Cita hukum ini akan mengarahkan hukum pada cita-cita bersama dari masyarakatnya. Cita-cita ini mencerminkan kesamaan kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat.

Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jumat, 03 Mei 2024

Menelusuri Konsep Tujuan Negara

 


Manusia pasti memiliki tujuan hidup. Demikian pula, suatu bangsa mendirikan negara, pasti ada tujuan untuk apa negara itu didirikan. Secara teoretik, ada beberapa tujuan negara diantaranya dapat digambarkan secara skematik sebagai berikut. 

Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama, yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan, tetapi cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda bahkan terkadang saling bertentangan. 

Tujuan negara

Kemerdekaan 

  • Herbert Spencer (1820-1903): Negara itu tak lain adalah alat bagi manusia untuk memperoleh lebih banyak kemerdekaan daripada yang dimilikinya sebelum adanya negara. Jadi, negara itu adalah alat untuk menegakkan kemerdekaan. 
  • Immanuel Kant (1724-1804): Kemerdekaan itu menjadi tujuan negara. Terjadinya negara itu adalah untuk membangun dan menyelenggarakan hukum, sedangkan hukum adalah untuk menjamin kemerdekaan manusia. Hukum dan kemerdekaan tidak dapat dipisahkan. 
  • Hegel (Refleksi absolut, 1770-1831): Negara adalah suatu kenyataan yang sempurna, yang merupakan keutuhan daripada perwujudan kemerdekaan manusia. Hanya dengan negara dan dalam negara manusia dapat benar-benar memperoleh kepribadian dan kemerdekaannya.

Keadilan 

  • Aristoteles (384-322 SM): Negara seharusnya menjamin kebaikan hidup para warga negaranya. Kebaikan hidup inilah tujuan luhur negara. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keadilan yang harus menjadi dasarnya setiap pemerintahan. Keadilan ini harus dinyatakan dengan undang-undang. 
  • Thomas Aquinas (1225-1274): Kekuasaan dan hukum negara itu hanya berlaku selama ia mewujudkan keadilan, untuk kebaikan bersama umat manusia, seperti yang dikehendaki Tuhan. 
  • Immanuel Kant (1724-1804): Terjadinya negara itu dari kenyataan bahwa manusia demi kepentingan sendiri telah membatasi dirinya dalam suatu kontrak sosial yang menumbuhkan hukum. Hukum adalah hasil daripada akal manusia untuk mempertemukan dan menyelenggarakan kepentingan bersama. Hukum keadilan semesta alam menghendaki agar manusia berbuat terhadap orang lain seperti yang ia harap orang lain berbuat terhadap dirinya. 

Kesejahteraan & kebahagiaan hidup 

  • Mohammad Hatta (1902-1980): “Bohonglah segala politik jika tidak menuju kepada kemakmuran rakyat”. 
  • Immanuel Kant (1724-1804): Tujuan politik ialah mengatur agar setiap orang dapat puas dengan keadaannya. Hal ini menyangkut terpenuhinya kebutuhan yang bersifat bendawi dan terwujudnya kebahagiaan yang bersifat kerohanian. 

Kepastian hidup, keamanan dan ketertiban 

  • Dante Alleghieri (Filsuf Italia, abad 13-14M): Manusia hanya dapat menjalankan kewajiban dengan baik serta mencapai tujuan yang tinggi di dalam keadaan damai. Oleh karena itu, perdamaian menjadi kepentingan setiap orang. Raja haruslah seorang yang paling baik kemauannya dan paling besar kemampuannya karena ia harus dapat mewujudkan keadilan di antara umat manusia. 
  • Thomas Hobbes (1588-1679): Perdamaian adalah unsur yang menjadi hakikat tujuan negara. Demi keamanan dan ketertiban, maka manusia melepaskan dan melebur kemerdekaannya ke dalam kemerdekaan umum, yaitu negara. 
  • Theodore Roosevelt (Presiden Amerika Serikat): In case of a choise between order and justice I will be on the side of order (apabila saya harus memilih antara ketertiban dan keadilan, maka saya akan memilih ketertiban). 

Kekuatan, kekuasaan, kebesaran dan keagungan 

  • Shan Yang (Pujangga Filsuf Cina,4-3 SM): Satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat negara kuat dan berkuasa. Hal ini hanya mungkin dicapai dengan memiliki tentara yang besar dan kuat. 
  • Nicollo Machiavelli (1469-1527): Raja harus tahu bahwa ia senantiasa dikelilingi oleh orang-orang yang selalu mengintai kelemahan dan menunggu kesempatan menerkam atau merebut kedudukannya, maka raja haruslah menyusun dan menambah kekuatan terus menerus. 
  • Fridriech Nietzsche ( 1844-1900) Tujuan hidup umat manusia ialah penjelmaan tokoh pilihan dari mereka yang paling sempurna atau maha manusia (ubermensch). Hidup itu adalah serba perkembangan, serba memenangkan dan menaklukan, serba meningkat terus ke atas  

Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan disederhanakan dalam 2 aliran, yaitu: 

Aliran liberal individualis: kesejahteraan dan kebahagiaan harus dicapai dengan politik dan sistem ekonomi liberal melalui persaingan bebas. 

Aliran kolektivis atau sosialis: kesejahteraan dan kebahagiaan manusia hanya dapat diwujudkan melalui politik dan sistem ekonomi terpimpin/totaliter. 

Pada umumnya, tujuan suatu negara termaktub dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara tersebut. Sebagai perbandingan, berikut ini adalah tujuan negara Amerika Serikat, Indonesia dan India. 

  • Amerika Serikat: “... In order to form a more perfect union, establish justice, insure domestic tranquillity, provide for the common defence, promote the welfare and secure the blessings of liberty to ourselves and to our posterity, …”
  • Indonesia Cita-cita negara (alinea ke-2): 1) merdeka, 2) bersatu, 3) berdaulat, 4) adil, dan 5)Makmur : Tujuan negara (alinea ke-4): 1) melindungi segenap bangsa, 2) melindungi segenap tumpah darah, 3) memajukan kesejahteraan umum, 4) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 5) ikut serta melaksanakan ketertiban dunia 
  • India: “… to constitute India into a sovereign democratic state and to secure to all its citizens: justice, social, economic and political; liberty of thought, expression, belief, faith and worship; equality of status and of opportunity, and to promote among them all fraternity assuring the dignity of the individual and unity of the nation,” 

Tujuan negara Republik Indonesia apabila disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu mewujudkan kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh wilayah negara. Oleh karena itu, pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu:

a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)

b. Pendekatan keamanan (security approach)

Rabu, 01 Mei 2024

Konsep Negara

 



Manusia adalah makhluk yang menggunakan teknologi  (Homo Faber), makhluk bermasyarakat (Homo Socius), makhluk ekonomi (Economicus Homo), dan makhluk politik (Zoon Politicon). Istilah-istilah tersebut merupakan predikat yang melekat pada eksistensi manusia.

Predikat-predikat tersebut mengisyaratkan bahwa interaksi antarmanusia dapat dimotivasi oleh sudut pandang, kebutuhan, atau kepentingan (interest) masing-masing. Akibatnya, pergaulan manusia dapat bersamaan (sejalan), berbeda, atau bertentangan satu sama lain, bahkan meminjam istilah Thomas Hobbes manusia yang satu dapat menjadi serigala bagi yang lain (homo homini lupus). Oleh karena itu, agar tercipta kondisi yang harmonis dan tertib dalam memenuhi kebutuhannya, dalam memperjuangkan kesejahteraannya, manusia membutuhkan negara.

Apakah negara itu?

Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu. Beberapa tokoh memberikan definisi negara sebagai berikut: 

  • Aristoteles: Negara (polis) ialah” persekutuan daripada keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya
  • Jean Bodin: Negara itu adalah “suatu persekutuan daripada keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat”.
  • Hugo de Groot/Grotius: Negara merupakan “suatu persekutuan yang sempurna daripada orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum”.
  • Bluntschli: mengartikan Negara sebagai “diri rakyat yang disusun dalam suatu organisasi politik di suatu daerah tertentu”.
  • Hansen Kelsen: Negara adalah suatu “susunan pergaulan hidup bersama dengan tata-paksa”.
  • Harrold Laski: Negara sebagai suatu organisasi paksaan (coercive instrument) 
  • Woodrow Wilson: Negara merupakan “rakyat yang terorganisasi untuk hukum

Unsur Negara

Unsur konstitutif yang menjadi syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:

  • Unsur tempat, daerah, wilayah, territoir
  • Unsur manusia, umat, masyarakat, rakyat atau bangsa
  • Unsur organisasi, tata kerjasama, tata pemerintahan

Unsur deklaratif: pengakuan dari negara lain.

Berdasarkan perspektif tata negara, negara minimal dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu:

  1. Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada bentuk dan struktur organisasi negara;
  2. Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama kepada mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di daerah. Pendekatan ini juga meliputi bentuk pemerintahan seperti apa yang dianggap paling tepat untuk sebuah negara.

Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin diwujudkan, serta bagaimana jalan/cara mewujudkan tujuan negara tersebut, akan ditentukan oleh dasar negara yang dianut oleh negara yang bersangkutan.

Dengan kata lain, dasar negara akan menentukan bentuk negara, bentuk dan sistem pemerintahan, dan tujuan negara yang ingin dicapai, serta jalan apa yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan suatu negara.

Agar pemahaman Anda lebih komprehensif, di bawah ini dikemukakan contoh pengaruh dasar negara terhadap bentuk negara.

Konsekuensi Pancasila sebagai dasar negara bagi negara Republik Indonesia, antara lain:

  • Pasal 1 ayat (1) UUD 1945: “Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik”. 
    • Pancasila sila ketiga: “Persatuan Indonesia”
      • Bentuk negara yang dianut oleh Indonesia, yaitu sebagai negara kesatuan bukan sebagai negara serikat.
      • Indonesia menganut bentuk negara republik bukan despot (tuan rumah) atau absolutisme (pemerintahan yang sewenang-wenang).
    • Pancasila sila keempat: “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”
      • Negara hukum yang demokratis

  • Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
    • Menegaskan bahwa negara Republik Indonesia menganut demokrasi konstitusional bukan demokrasi rakyat seperti yang terdapat pada konsep negara-negara komunis.

  • Pasal 1 ayat (3) UUD 1945: “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
    • Pancasila sila kedua: “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
      • Negera Indonesia negara hukum: “Konsep negara hukum Indonesia merupakan perpaduan 3 (tiga) unsur, yaitu Pancasila, hukum nasional, dan tujuan negara”.

 

Keutamaan Haji Mabrur

  Amalan Paling Utama حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ وَمُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَ...