Rabu, 29 April 2020

Corona Bukan Pihak Ketiga


Corona Bukan Pihak Ketiga

Oleh: Alfiatus Sholihah, S.Ag., M.Pd.I.
Penyuluh Agama Ahli Madya
Kementerian Agama Kabupaten Kediir



Kemarin kita dikejutkan berita tentang seseorang yang tega mengakhiri hidupnya dengan membakar diri dan ada juga yang minum sebotol premium setelah dinyatakan sebagai ODP. Di sisi lain ketika ada info tetangga atau warga masyarakat yang terinfeksi, yang lain langsung mengucilkan bahkan menjauhi.  Mereka yang terinfeksi sudah barang tentu susah. Hal ini bisa kita balik, andai kita yang terinfeksi kemudian dijauhi dan dikucilkan oleh orang di sekitar kita, bagaimana perasaan kita ?  Maka jaga jarak aman itu harus. Sepanjang wabah corona kita tidak jabat tangan bukan berarti putus kasih sayang dan persaudaraan, tetapi sebaliknya. Kita hindari jabat tangan karena kita saling menjaga kasih sayang.

Masyarakat telah dicerdaskan secara komprehensif bahwa langkah terpenting yang bisa dilakukan untuk menjaga diri dari infeksi corona tidak semata dengan melindungi diri dengan masker atau alat perlengkapan kesehatan sejenis, tetapi juga bagaimana menunjukkan etika sosial yang tepat kepada sesama di tengah ancaman virus corona yang telah menjangkiti Indonesia.

Virus corona yang telah menjangkiti Indonesia berdampak pada sikap masyarakat yang menjadi lebih over-protektif terhadap lingkungan sekitarnya. Ketakutan terhadap virus corona akan memberikan pengaruh terhadap sikap sosial masing-masing individu. Kita akan lebih mudah menaruh curiga pada orang yang batuk, bersin, atau terlihat pucat di sekitar lingkungan kita. Kita akan lebih cenderung memutuskan menjauh ketimbang menanyakan kabar atau sekadar menunjukkan bentuk kepedulian kecil lainnya. Asumsi-asumsi ini sifatnya memang masih spekulatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ancaman virus corona ini tidak hanya akan merenggut kesehatan seseorang tetapi juga merenggut rasa sosial kita terhadap sesama.

Ketidakmampuan kita dalam mengelola rasa curiga, takut, sikap over-protektif dalam merespons isu corona ini memiliki potensi untuk merusak hubungan sosial dengan individu lain. Apalagi, jika kita hidup dan aktif dalam lingkungan pergaulan di kantor, sekolah, masyarakat, bahkan keluarga. Adalah hal yang manusiawi ketika kita mulai memberikan respons antisipatif dalam melihat situasi. Namun, ada etika sosial yang perlu dijunjung tinggi dan dipelihara agar hubungan dengan sesama tetap terjaga.

Sebagai contoh, jika kita tengah mengalami kondisi badan yang kurang fit segera berobat ke dokter. Segera gunakan alat proteksi diri seperti masker jika hendak bersosialisasi kendati dokter tidak memberi diagnosis positif corona atau penyakit parah lainnya. Selain itu, kita juga perlu memiliki inisiatif untuk mengurangi interaksi bersentuhan dengan orang lain seperti berjabat tangan dan berpelukan. Hal ini dilakukan sebagai upaya "sadar diri" dan memastikan orang lain aman dan nyaman bersama kita. Lain halnya jika kita dalam kondisi sehat dan menemukan orang di sekitar kita yang terlihat tidak baik-baik saja. Etika sosial kita terhadap mereka bisa ditunjukkan dengan membujuk mereka untuk pergi ke klinik atau rumah sakit terdekat untuk periksa, atau sekadar bertanya kabar dan memberikan nasihat secara baik untuk menjaga kesehatan.

Tindakan-tindakan sederhana tersebut kita lakukan dengan tetap menjaga kehati-hatian. Hal ini dilakukan sebagai wujud antisipasi kolektif, tindakan melindungi diri dengan memastikan orang-orang di sekitar kita juga terlindungi. Sikap seperti ini adalah cermin dari etika sosial kita terhadap sesama, bahkan dalam kondisi genting sekalipun.

Wabah corona menjadi ketakutan kita bersama. Namun, jangan sampai wabah ini menjadi pihak ketiga yang merenggut cara kita memanusiakan sesama. Selain mengedepankan aspek materiil seperti menjaga perilaku hidup sehat, mengenakan masker, berolahraga rutin, dan asupan bergizi, aspek non materiil juga perlu dipelihara seperti etika sosial kita terhadap sesama yang tercermin dari sikap peduli, saling pengertian, dan aware dengan lingkungan sosial kita. Corona mungkin bisa merenggut nyawa manusia, tetapi ada satu hal yang tidak bisa direnggut olehnya, yakni kemanusiaan.

Minggu, 26 April 2020

FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) Dalam Bahasa Agama



FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)

Dalam Bahasa Agama


Oleh:


ALFIATUS SHOLIHAH. S.Ag., M.Pd.I.

Penyuluh Agama Ahli Madya

Kementerian Agama Kabupaten Kediri


 
Sebagai penyuluh agama Islam yang sekaligus juga sebagai kader Posbindu Institusi, penulis merasa memiliki kewajiban menyampaikan faktor resiko penyakit tidak menular (PTM).  Korban covid-19  ini yang telah menelan kurban ribuan orang. Mereka yang rawan terinveksi adalah mereka memiliki penyakit komorbid (penyakit penyerta) seperti diabetes melitus, hipertensi, kanker,asma dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), stroke, diabetes melitus, kanker dan sebagainya (penyakit tidak menular / PMT). Untuk itu idealnya kita tidak menyepelekan PTM.  


Faktor risiko dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah (umur, jenis kelamin dan keturunan/genetik)
2. Faktor risiko yang dapat diubah:
a)    Faktor risiko perilaku: merokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih, kurang aktivitas fisik, konsumsi alcohol, stress
b)      Faktor risiko lingkungan: polusi udara, jalan raya, kendaraan yang tidak layak jalan
c)   Faktor risiko fisiologis: antara lain: obesitas, gangguan metabolism kolesterol dan tekanan darah tinggi

Jika faktor risiko PTM yang dapat dirubah tidak dikendalikan, maka secara alami penyakit akan berjalan menjadi fase akhir PTM seperti penyakit jantung coroner, stroke, diabetes mellitus, kanker, asma dan lain sebagainya. Sebelum menjadi fase akhir, PTM dapat dideteksi secara dini dengan menemukan adanya factor fisiologis seperti obesitas, gangguan metabolism kolesterol dan tekanan darah tinggi, lemak darah tinggi, benjolan payudara, lesi prakanker, dan lain-lain. (Sumber: Modul Pengendalian Faktor Risiko PTM bagi Kader Posbindu Institusi)

Beberapa penyakit tersebut tidak akan menjangkiti kita, jika kita mengikuti pola hidup Rosulullah saw. Pola ibadah, pola makan dan juga pola hidup lainnya.
Nabi Muhammad SAW adalah suri tauladan bagi umat islam dan segala perilakunya menjadi pedoman hidup bagi seluruh manusia. Tidak hanya akhlak yang mulia dan tuntunannya dalam beribadah (baca cara meningkatkan akhlak terpuji), Rasul juga mencontohkan pada umatnya bagaimana cara melakukan sesuatu dengan baik dan benar seperti halnya saat makan. Berikut ini adalah beberapa anjuran dan cara makan rasulullah (baca juga: makan dengan gizi seimbang, klik di sini):
1.   Makan secukupnya dan tidak berlebihan: “Hendaklah kamu makan, minum,berpakaian, dan bersedekah dengan tidak berlebihan dan sombong” (HR Ahmad dan Abu Daud). Adapun sebenarnya kekenyangan dapat mengeraskan hati, memberatkan tubuh, mengurangi kecerdasan, menyebabkan ngantuk dan tidur lebih banyak serta melemahkan seseorang untuk beribadah.
2.      Makan dengan tangan kanan: “Hendaklah kamu sekalian makan dengan tangan kanan. Sebab setan makan dan minum dengan tangan kirinya” (HR Muslim)
3.  Membaca Basmalah: Jika lupa membaca Bismillah, bacalah “Bismillahi Awwa-lahu wa Akhirahu”  (Dengan nama Allah dari mula hingga akhir) (HR Abu Dawud dan Attirmidzi)
4.   Duduk saat makan dan tidak bersandar atau berdiri: “Seorang muslim Hendaknya tidak makan atau minum sambil berdiri maupun menyandar dan makan maupun minum sambil duduk lebih utama  dan sebaiknya makanan yang dimakan diletakkan di atas tanah untuk menjaga kerendahan diri (HR Muslim)
5.   Tidak mencela makanan: “Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan; Jika ia suka dimakannya, jika tidak suka ditinggalkannya”  (HR Al Bukhari dan Muslim)
6.   Dianjurkan untuk makan bersama: “Makanan dua orang cukup untuk tiga orang, makanan untuk tiga orang cukup untuk empat orang” (HR Al Bukhari dan Muslim)
7. Tidak meniup makanan: Rasulullah SAW melarang orang untuk meniup-niup minuman/makanan (HR Abu Dawud)
8.     Makan dari tepian piring: “Berkat itu turun di tengah-tengah makanan, maka makanlah dari tepi-tepinya dan jangan makan dari tengah-tengahnya” (HR Abu Dawud,Attirmidzi)
9.  Mengunyah secara perlahan dan mengecilkan suapan: “Kecilkan suapan dan baguskan Mengunyahnya” “Janganlah mengulurkan tangan pada suapan yang lain sebelum menelan suapan pertama”
10. Tidak menggunakan perkakas makan yang terbuat dari emas dan perak: Rasulullah SAW melarang kami minum dan makan dengan perkakas makan dan minum dari emas dan perak (Mutafaq ‘alaih)
11. Minum dari gelas dan tidak minum sekali teguk: Jangan minum sekaligus, ambillah jeda (ambil nafas) dua sampai tiga kali . Rasulullah jika minum bernafas sampai tiga kali  (HR Al Bukhari dan Muslim). Rasulullah SAW melarang orang yang minum dengan membalik mulut kendi langsung ke mulutnya  (HR Al Bukhari dan Muslim)
12. Menghabiskan makanan yang diambil: Kamu tidak mengetahui di bagian yang manakah makananmu yang berkat (HR Muslim)
13. Membaca hamdalah setelah selasai makan: Rasulullah SAW jika selesai makan dan mengangkat hidangannya membaca: alhamdulillahi hamdan katsiran thoyyiban mubaarokan fihi, ghoiro makfiyin wala mustaghnan ‘anhu rabbana (segala puji bagi Allah, pujian yang sebaik-baiknya, yang baik dan berkat. Tiada terbalas, dan tidak dapat tidak, tentu kami membutuhkan kepadanya, wahai Tuhan kami) (HR Al Bukhari)
14. Tidak memberikan makanan yang tidak disukai pada orang lain: Janganlah kamu memberi makanan yang kamu sendiri tidak suka memakannya (HR Ahmad)
Demikianlah cara makan Rasulullah yang semestinya dapat ditiru oleh umat Islam karena apa yang dicontohkan oleh Rasul pastilah memiliki sisi positif dan manfaat yang besar bagi manusia, sehingga kita terhindar dari segala macam penyakit.


Jumat, 24 April 2020

Antara Kebijakan LOCKDOWN dengan Tradisi TAHANNUTS Nabi SAW


Antara Kebijakan LOCKDOWN 
dengan Tradisi TAHANNUTS Nabi SAW

Oleh: Alfiatus Sholihah, S.Ag., M.Pd.I.
Penyuluh Agama Ahli Madya
Kementerian Agama Kabupaten Kediri



Lockdown, merupakan status yang ditetapkan pemerintah menanggapi kondisi terkini yang berkembang untuk pencegahan penyebaran wabah Covid-19.  Lockdown itu artinya karantina. Jadi lockdown itu  sebenarnya rujukannya pada undang-undang karantina kesehatan. Kebijakan untuk melakukan Lockdown ada di tangan pemerintah pusat.  Pemerintah RI sudah mengambil kebijakan lockdown sebulan yang lalu hingga kini Ramadlan tiba, yang belum tahu sampai kapan kebijakan lockdown ini selesai. Kebijakan lockdown ini memberikan konsekuensi bahwa kita diharuskan untuk mengkarantina diri, beraktifitas apapun hanya boleh dilakukan di rumah masing-masing. Mulai belajar, bekerja dan beribadah hanya dari rumah. Puasa, bekerja, buka puasa, tarawih, tadarus, dan makan sahur hanya dari rumah. Harapan dan tujuan yang didapat dari lockdown adalah seluruh keluarga selamat dari tertularnya covid-19.

Sedangkan dalam kehidupan Nabi saw sebelum diangkat sebagai Rosul, Beliau memiliki kebiasaan rutin pada bulan Rajab hingga Ramadlan melakukan tahannuts. Secara etimologi, tahannuts berarti menyendiri, menyepi ke suatu tempat yang sunyi, bertapa, atau menjauhkan diri dari keramaian untuk berkontemplasi;  beribadah dalam waktu beberapa malam untuk menjauhkan diri dari berbuat dosa. Pengertian tersebut mengacu dan didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra, “Nabi pergi ke Gua Hira’ setiap malam kemudian melakukan ibadah di dalam gua itu dalam jumlah yang tak terhitung,” (HR. Bukhari). (Ahmad bin Faris, Maqayis al-Lughat). Harapan dan tujuan yang didapat dari tahannuts Nabi saw adalah seluruh umat manusia selamat di dunia dan akhirat.

Dari definisi lockdown dan tahannuts di atas, tampaknya sejalan dengan peristiwa histori Nabi saw. Lockdown sebagai karantina yang bertujuan untuk menyelamatkan diri dan keluarga dari wabah sedangkan tahannuts sebagai kontemplasi yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Sang Kholiq untuk memperoleh petunjuk kebenaran beragama, agar seluruh umat manusia dari siksa api neraka. Kebijakan lockdown berlangsung dimulai bulan Rajab hingga sekarang dan belum tahu kapan selesai, sedangkan tradisi tahannuts Nabi saw berlangsung 7 tahun sebelum kenabian setiap bulan Rajab hingga Ramadlan. Aktivitas yang dilakukan ketika lockdown adalah belajar, bekerja dan beribadah hanya dilakukan di dalam rumah, sedangkan aktivitas yang dilakukan Nabi saw dalam tahannuts adalah meditasi, pencerahan batin dan beribadah sepanjang malam di dalam gua. Lockdown dilatarbelakangi adanya wabah covid-19 sebagai akibat kelompok manusia yang mengkonsumsi makanan yang diharamkan Allah swt sedangkan tahannuts dilatarbelakangi adanya ibadah yang diselewengkan dan dikotori oleh praktik-praktik kemusyrikan dengan cara menyembah berhala-berhala yang diletakan di sekitar Ka’bah. Tempat lockdown adalah di rumah masing-masing dengan harapan tidak terkontaminasi dengan manusia lain yang barangkali membawa wabah,  sedangkan tempat tahannuts adalah di dalam gua Hira’  dengan harapan tidak terkontaminasi dengan hiruk pikuk kota Makkah dan tradisi ibadah syirik di sekitar ka’bah. Bekal lockdown adalah seluruh kebutuhan  sehari-hari untuk diri dan keluarga demikian juga bekal tahannuts Nabi saw adalah kebutuhan diri dan juga kebutuhan orang miskin yang berada di sepanjang perjalanan menuju Gua Hira’.
Tabel antara Lockdown dan Tahannuts
Perihal
Lockdown
Tahannuts
Definisi
Karantina
Kontemplasi
Pelaksana
Masyarakat rawan wabah
Nabi saw
Latarbelakang
akibat kelompok manusia yang mengkonsumsi makanan yang diharamkan Allah swt hingga memunculkan wabah covid-19 (virus yang sudah mutasi dari hewan ke manusia)
adanya ibadah yang diselewengkan dan dikotori oleh praktik-praktik kemusyrikan dengan cara menyembah berhala-berhala yang diletakan di sekitar Ka’bah
Bekal
Kebutuhan diri dan keluarga
kebutuhan diri dan juga kebutuhan orang miskin yang berada di sepanjang perjalanan
Waktu
Sebulan jelang ramadlan hingga belum bisa dipastikan
Rajab dan Ramadlan (sejak 7 tahun sebelum menjadi Rosul)
Tempat
Rumah masing-masing
Gua Hira’
Tujuan
Menyelamatkan diri dan keluarga dari wabah covid-19
mendekatkan diri kepada Sang Kholiq untuk memperoleh petunjuk kebenaran beragama, agar seluruh umat manusia dari siksa api neraka
Aktivitas
Belajar, bekerja dan beribadah
Meditasi, pencerahan batin dan beribadah. Nabi serasa telah terhubung langsung dengan Tuhan yang Maha Meliputi seluruh jagad raya ini
Hasil
Insaallah selamat dari wabah
Nabi memperoleh konsepsi yang benar tentang Tuhan yang Maha Tinggi, satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. Nabi menerima wahyu pertama kali (surat al alaq ayat 1-5). Nabi diangkat menjadi Rosul


Nabi saw tahannuts membuahkan hasil konsepsi yang benar tentang Tuhan yang Maha Tinggi, satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, Nabi menerima wahyu pertama kali (surat al alaq ayat 1-5).
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ
1.  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
2.  Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.  Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia,
4.  Yang mengajar (manusia) dengan pena.
5.  Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-‘Alaq/ 96: 1-5).
Ayat-ayat itu begitu mengesankan dan membekas dalam jiwanya. Peristiwa itu terjadi pada hari Senin tanggal 17 Ramadhan (610 M). Itulah wahyu pertama kali yang diterima Nabi dari Allah melalui Malaikat Jibril. Dan peristiwa inilah yang menandai kerasulan Muhammad SAW.

Sedangkan  hasil dari lockdown adalah selamat dari wabah yang ternyata bisa juga dimungkinkan sudah lockdown ternyata tetap terkena wabah. Contohnya adalah yang terjadi di Cileungsi: anak ke 2 dan ke 4 kena wabah, keluarga sudah stay at home sedangkan ayah bekerja di luar rumah. Dugaan team medis sang anak terinveksi dari pakaian sang ayahnya yang pulang kerja. Meskipun hal ini merupakan sebuah kelalaian untuk selalu mandi dan ganti pakaian selepas dari luar rumah (Baca juga: Jaga Diri dan Keluarga dari Covid 19 dalam Bahasa Agama. Klik di sini). 

Berangkat dari peristiwa ini maka alangkah baiknya jika kita melaksanakan lockdown sekalian bertahannuts. Sebab pada dasarnya peristiwa covid-19 mengandung hikmah mengajak untuk kembali kepada ajaran agama (baca juga covid-19 mengajak untuk kembali kepada ajaran agama klik disini), maka alangkah baiknya jika lockdown yang kita lakukan bukan sekedar lockdown, melainkan tahannuts (yang dalam tradisi kaum sufi disebut khalwat). Kebiasaan Nabi melakukan tahannuts itu menjadi teladan yang sangat baik bagi kalangan sufi untuk melakukan pendekatan diri kepada Tuhan, melalui shalat, dzikir dan amaliah tertentu. Karena sebenarnya lockdown itu juga sudah menjadi ajaran Rosulullah saw dalam haditsnya yang berbunyi:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الطَّاعُونُ آيَةُ الرِّجْزِ ابْتَلَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ نَاسًا مِنْ عِبَادِهِ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فَلَا تَدْخُلُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَفِرُّوا مِنْهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُورِدَنَّ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Dengan demikian maka sebenarnya lockdown adalah juga sebuah ibadah, tatkala kita meniatkan dengan mentaati perintah Allah, Rosulullah dan juga ulil amri.

Lockdown yang juga dibarengi dengan tahannuts,  dengan tujuan mengikuti jejak Nabi saw seorang pencari kebenaran sejati (the seeker of truth). Nabi saw senantiasa memikirkan keadaan kaumnya yang sudah melupakan ajaran Nabi Ibrahim. Ketika tiba masanya, dalam tahannuts-nya di Gua Hira, Allah memberi wahyu kepada manusia yang ummi ini untuk menjadi rasul-Nya dalam memperbaiki kondisi moral kaum Quraisy yang sangat buruk. Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyeru umat manusia agar beriman kepada Allah. Di Gua Hira, beliau mulai diangkat menjadi utusan-Nya dengan wahyu pertamanya ayat 1 sampai ayat 5 dari surah Al-Alaq. Nabi Muhammad SAW pun memulai reformasi global, memperbaiki kehidupan akhlak manusia. Tak hanya Quraisy, melainkan juga seluruh manusia, baik keturunan Arab maupun ‘Ajam (non-Arab). Semua diserukan untuk menyembah Allah, mengerjakan perbuatan baik (makruf), dan menjauhi perbuatan mungkar.

Dari point hasil tahannuts Nabi memperoleh wahyu pertama dan akhirnya memulai reformasi global memperbaiki akhlak manusia, maka jika kita lockdown yang dibarengi dengan tahannuts insaallah kitapun juga akan siap menjadi keluarga-keluarga yang bereformasi dari kebiasaan yang tidak baik dan tidak agamis menuju keluarga-keluarga agamis. Sehingga kita semua sukses mewujudkan negeri yang baldatun thoyibatun wa robbun ghofur. Huwallahu a’lam.

Literatur:
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf
Rivay Siregar,  Tasawuf
News Analysis Isu-Isu Terkini Persepektif Republika

Rabu, 22 April 2020

JANGAN LUPA BERDOA


JAGA DIRI DAN KELUARGA DARI COVID 19 
MELALUI GERMAS DALAM BAHASA AGAMA

(Langkah Ke-10: Jangan Lupa Berdoa)

Oleh: Alfiatu Solikah, S. Ag., M.Pd.I.


Setelah kita berikhtiar untuk menjaga diri dan keluarga dari covid-19 mulai dari makan dengan gizi yang seimbang; rajin olah raga dan istirahat yang cukup; jaga kebersihan lingkungan; tidak merokok; cuci tangan pakai sabun; gunakan masker bila batuk atau tutup mulut dengan lengan atas bagian dalam; minum air mineral 8 gelas per hari; makan makanan yang dimasak sempurna dan hindari makan daging dari hewan yang berpotensi menularkan; bila demam dan sesak nafas, segera ke fasilitas kesehatan dan yang terakhir adalah jangan lupa berdoa.

Orang yang tengah dilanda penyakit biasanya tidak bisa banyak berbuat apa-apa maupun pergi ke mana-mana. Bahkan banyak dokter atau orangtua yang menyarankan untuk banyak beristirahat demi menjaga kesehatan. Dan jangan lupa memperbanyak doa meminta kesembuhan kepada Allah SWT. Karena, setiap apa yang terjadi di muka bumi adalah atas kehendak-Nya. Kita diserang penyakit merupakan keputusan Allah Ta’ala dan penyakit diangkat dari tubuh kita juga menjadi hal yang bisa dilakukan oleh-Nya.

Kita harus selalu berpikir positif dan tetap percaya bahwa apa yang diberikan Allah SWT bila bukan merupakan cobaan, maka adalah hal yang terbaik bagi kita. Tentu bila sakit parah dalam jangka waktu yang lama akan merepotkan orang lain, serta kita tidak bisa melakukan berbagai macam aktivitas seperti hari-hari biasa. Tidak selamanya penyakit buruk, ada beberapa berkah atau hikmah dibalik sakit yang kita derita. Beberapa diantaranya telah diriwayatkan oleh Imam Muslim.

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ شَوْكَةٍ فَمَا فَوْقَهَا إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً
Artinya: Tidak ada satupun musibah (cobaan) yang menimpa seorang muslim berupa duri atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahannya.”

Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa penyakit merupakan sebuah cobaan yang menimpa manusia. Namun setelah sakit, Allah  akan meninggikan orang-orang yang merenung dan berusaha memperbaiki diri.

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa penyakit bisa menjadi salah satu hal yang membuat dosa seorang manusia dihapus. Berikut adalah hadits penyakit merupakan penghapus dosa ooleh Imam Bukhari dan Muslim.
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللَّهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
Artinya: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.”

Benar bahwa penyakit adalah musibah yang dapat menggugurkan dosa, namun itu tidak serta merta apabila dalam hati seseorang tidak ikhlas dan sabar menerima penyakit. Sifat sabar tidak hanya diuji ketika orang sakit, namun juga saat telah sembuh. Apakah dia memperbanyak membaca doa saat sakit atau justru makin menjauh dan membenci Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Intinya kita harus sabar dan ikhlas menerima setiap keputusan dari Allah SWT. Yakinlah dan terus berpikir positif karena setiap penyakit pasti ada obatnya, sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Muslim berikut ini.

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فإذا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عز وجل
Artinya: “Setiap penyakit ada obatnya, jika obat itu sesuai dengan penyakitnya, akan sembuh dengan izin Allah Azza wajalla.”

Doa Ketika Sakit
Ini adalah doa yang biasa dibaca Rasulullah saat sakit, untuk keluarga, diri sendiri, orang tua, anak, istri, suami ataupun saudara dan teman.

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي لَا شَافِيَ إلَّا أَنْتَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقْمًا
Artinya: “Tuhanku, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit. Berikanlah kesembuhan karena Kau adalah penyembuh. Tiada yang dapat menyembuhkan penyakit kecuali Kau dengan kesembuhan yang tidak menyisakan rasa nyeri.” 

Adab Ketika Sakit Dalam Islam
Berikut adalah hal-hal sikap dan sifat yang perlu dijaga ketika sedang sakit menurut agama Islam:
  1. Selalu berprasangka baik bahwa Allah SWT menurunkan penyakit untuk cobaan, bukan azab atau bencana.
  2. Yakin bahwa tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan, selalu ada obat dan peluang bagi mereka yang terus berdoa menyebut nama Allah SWT.
  3. Ikhlas dan siap menerima apa saja keputusan dari Allah SWT, termasuk kemungkinan terburuknya.
  4. Merenung ketika sakit, mungkin ada perbuatan dosa yang pernah diperbuat atau janji yang belum ditebus.
  5. Selalu memposisikan diri diantara takut (khauf) dan harao (raja’).
  6. Sekalipun sakit bertambah parah, tetap tidak boleh mengharapkan kematian.
  7. Jika memiliki tanggungan, maka segeralah tunaikan dan lunasi.
  8. Orang-orang yang sakit sudah seharusnya cepat-cepat membuat wasiat (sumber: etika sakit dalam Islam).


Itulah beberapa penjelasan mengenai doa ketika sakit memohon kesembuhan kepada Allah SWT, semoga yang memperbanyak doa dapat segera diangkat penyakitnya dan dijauhkan dari kambuh atau penyakit menular lainnya.

Demikian seluruh prosedur ikhtiar menjaga diri dan keluarga dari covid-19 telah kami uraikan. Semoga ada guna dan manfaatnya. Aamiin. 

Kembali keawal, klik disini




BILA DEMAM & SESAK NAFAS, SEGERA KUNJUNGI FASILITAS KESEHATAN


JAGA DIRI DAN KELUARGA DARI COVID 19 
MELALUI GERMAS DALAM BAHASA AGAMA

(edisi Ke-9: Bila Demam & Sesak Nafas, Segera Kunjungi Fasilitas Kesehatan)

Oleh: Alfiatu Solikah, S. Ag., M.Pd.I.


Langkah ke-9 dari ikhtiar menjaga diri dan keluarga dari Covid-19 adalah bila demam dan sesak nafas, segera ke fasilitas kesehatan. Hal ini adalah sebuah kewajiban untuk menyelamatkan diri. Begitu cepatnya Covid-19 menular dan mengancam kelangsungan hidup manusia, maka demi kemaslahatan bersama, sebaiknya orang yang mengalami gejala di atas, sesegera mungkin memeriksakan diri ke dokter.
إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام
Artinya: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan kalian berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abu Darda)
إنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit kecuali diturunkan pula baginya obat.”

Dari kedua hadits di atas bisa diambil satu kesimpulan bahwa ketika Allah memberikan satu penyakit kepada hamba-Nya maka kepadanya pula akan diberikan obat yang bisa menyembuhkannya. Tentunya orang yang sakit dituntut untuk berusaha mendapatkan obat tersebut agar teraih kesembuhannya.

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh Novel Coronavirus (2019-nCoV), jenis baru coronavirus yang pada manusia menyebabkan penyakit mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Pada 11 Februari 2020, World Health Organization (WHO) mengumumkan nama penyakit yang disebabkan 2019-nCov, yaitu Coronavirus Disease (COVID-19).

Gejala umum berupa demam ≥38°C, batuk kering, dan sesak napas. Jika ada orang yang dalam 14 hari sebelum muncul gejala tersebut pernah melakukan perjalanan ke negara terjangkit, atau pernah merawat/kontak erat dengan penderita COVID-19, maka terhadap orang tersebut akan dilakukan pemeriksaan laboratorium lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya.

Penyebaran virus corona (Covid-19) masih terus meluas ke banyak negara, termasuk Indonesia. Penderita yang terjangkit virus corona jenis baru ini umumnya akan mengalami gejala seperti demam, flu, sesak nafas, batuk-batuk, sampai sakit pernafasan ringan hingga berat. Pada tahap yang lebih parah, infeksi ini dapat menyebabkan pneumonia, yakni sakit pernafasan parah yang dapat mengakibatkan kematian.

Ketika virus corona telah menjangkiti manusia, ia akan dapat dengan mudah menularkan kepada sesama manusia. Seseorang dapat terinfeksi dari penderita COVID-19. Penyakit ini dapat menyebar melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau mulut pada saat batuk atau bersin. Droplet tersebut kemudian jatuh pada benda di sekitarnya. Kemudian jika ada orang lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu orang itu menyentuh mata, hidung atau mulut (segitiga wajah), maka orang itu dapat terinfeksi COVID-19. Seseorang juga bisa terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita. Inilah sebabnya mengapa kita penting untuk menjaga jarak hingga kurang lebih satu meter dari orang yang sakit.

Virus corona (SARS-CoV-2) bisa mengancam siapa saja dan berbahaya, terutama pada orang tua, serta orang yang sedang sakit atau memiliki kekebalan tubuh lemah. Virus ini diperkirakan memiliki masa inkubasi mulai dari satu hingga 14 hari (Harvard Health Publishing).
Namun, banyak kasus yang menunjukkan masa inkubasi virus ini bisa lebih dari dua pekan. Jika Anda, kerabat, atau keluarga terdekat memiliki gejala yang mirip dengan penyakit tersebut, terutama flu, batuk, pilek, dan demam, dan tidak kunjung sembuh dalam beberapa hari, lebih baik untuk segera dibawa ke dokter atau rumah sakit guna mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hal itu juga untuk memastikan apakah gejala itu pertanda sakit biasa atau karena Covid-19.

Satu hal yang juga mesti dipahami dan diyakini oleh setiap orang yang sakit, bahwa ketika ia telah berusaha berobat dan mendapatkan kesembuhannya maka ia mesti berkeyakinan bahwa yang menyembuhkan penyakitnya adalah Allah semata, bukan obat yang diminumnya. Usaha berobat yang ia lakukan adalah ikhtiar seorang hamba untuk mendapatkan anugerah kesembuhan dari Tuhannya. Obat yang ia minum hanyalah sarana belaka. Sedangkan kesembuhan yang didapatkannya adalah semata karena kehendak dan anugerah Allah yang tanpa ikhtiar dan sarana sekalipun Allah berkuasa untuk melakukannya. Rasulullah bersabda:
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرِئَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: “Setiap penyakit memiliki obat. Bila cocok obat dengan penyakitnya maka akan sembuh dengan izin Allah Ta’ala.”
Karena kesembuhan mutlak kehendak dan anugerah Allah semata maka juga perlu dipahami bahwa obat yang hanya sebagai sarana bisa berbentuk apa saja. Obat medis, obat herbal, ramuan tradisional, air putih yang didoakan orang tua dan lain sebagainya adalah sarana-sarana yang bisa dijadikan obat. Dengan sarana yang mana seseorang yang sakit akan mendapatkan kesembuhannya hanya Allah yang tahu sesuai dengan kehendak-Nya.



selanjutnya langkah terakhir (langkah ke-10)
adalah Jangan lupa berdoa klik di sini

MAKANAN DIMASAK SEMPURNA & HINDARI DAGING YANG BERPOTENSI MENULARKAN

JAGA DIRI DAN KELUARGA DARI COVID 19 MELALUI GERMAS
DALAM BAHASA AGAMA

(Langkah Ke-8: Makan Makanan Yang Dimasak Sempurna Dan Jangan Makan Daging Dari Hewan Yang Berpotensi Menularkan)

Oleh: Alfiatu Solikah, S. Ag., M.Pd.I.



Langkah ke-8 dari upaya mencegah diri dan keluarga dari Covid-19 adalah makan makanan yang dimasak sempurna dan jangan makan daging hewan yang berpotensi menularkan. Sebagaimana pembahasan sebelumnya, tulisan tetap mengacu kepada aturan Kementerian Kesehatan dalam bahasa agama. Penulisan berikut berisi tentang tips memasak yang benar, tips menjaga kebersihan dapur, etika memasak di dalam Islam, agar masakan membawa berkah serta beberapa makanan yang dikhawatirkan berpotensi menularkan covid-19.

Memasak yang benar

WHO telah menyarankan setidaknya untuk mencuci dan memasak bahan makanan dengan benar. Meski makanan tidak termasuk dalam media penyebaran virus corona, namun mengikuti semua protokol keamanan pangan perlu dilakukan. Memasak dengan benar secara signifikan bisa mengurangi konsentrasi virus (Donald W. Schaffner, Director of the Food Science Graduate Program at Rutgers University, Today, Rabu 15/4/2020). Rekomendasi terbaik dalam memasak makanan sebenarnya berbeda-beda, tergantung jenis bahan pangan. Misalnya untuk unggas, para ahli menyarankan agar dimasak dalam panas 165º C. Sedangkan untuk daging sapi setidaknya dimasak 160º C.

Adapun cara desinfeksi makanan dan dapur untuk menjamin semuanya bersih dan steril. Hal ini perlu dipraktekkan di tengah pandemi virus corona seperti sekarang. Ritual makan bersama keluarga tetap perlu dilakukan di tengah wabah virus corona, sebab kebiasaan ini bisa menguatkan satu sama lain (Epidemiolog Aubree Gordon dari Universitas Michigan, Amerika Serikat).

Tips dari para pakar untuk menjaga kebersihan dapur selama pandemi virus corona:
  1. Bersihkan dapur lebih dari sekali sehari. Cara membersihkan dapur yang tepat akan berhasil menyingkirkan virus. Virus corona lebih menempel pada permukaan plastik dan stainless steel alih-alih di permukaan tembaga atau kertas karton. Virus ini bertahan sampai 72 jam di plastik dan stainless steel. Manfaatkan cairan pembersih dapur untuk melakukan hal ini (Brian Sansoni, American Cleaning Institute).
  2. Area yang perlu dibersihkan diantaranya permukaan meja dan lemari dapur, meja makan jika ada di dapur, pintu kulkas, talenan, dan tombol-tombol kompor. Lebih baik jika menggunakan campuran air dan sabun untuk membersihkan area tersebut. Gunakan spons agar lebih efektif. Terakhir, jangan lupa cuci spons sampai bersih (Ahli kimia William F. Carroll Jr. dari Indiana University).
  3. Desinfeksi dengan cairan pembersih. Di pasaran ada cairan pembersih dapur yang bisa dimanfaatkan. Pilih yang bersifat 'bleach', biasanya mengandung larutan natrium hipoklorit atau hidrogen peroksida yang memiliki fungsi mensterilkan.
  4. Pakai air sabun ketimbang cuka. Virus corona rentan terhadap air sabun. Karenanya pakai larutan ini dibanding cuka. Larutan cuka kurang efektif membunuh bakteri dan virus termasuk corona.
  5. Pakai sarung tangan tak masalah. Saat membersihkan dapur, tak masalah jika ingin pakai sarung tangan sekali pakai. Kalau tak ada, bisa pakai tangan telanjang. Hanya saja pastikan sering mencuci tangan dengan benar.
  6. Bersihkan wadah-wadah makanan. Wadah makanan seperti kotak penyimpanan juga perlu dilap dan dibersihkan. Wadah ini bisa dipakai untuk menyimpan bahan makanan kering seperti pasta atau sereal.
  7. Cuci buah dan sayur. Buah, sayur, dan bahan makanan segar lain tak perlu dicuci dengan larutan desinfeksi. Cukup dengan membilasnya menggunakan air atau merendamnya. Mulai dari sayuran hijau, sayuran akar, sampai sayuran dan buah yang teksturnya keras, berikut cara mencucinya.
  8. Sering cuci tangan, penting untuk selalu mencuci tangan dengan benar. Paling tidak selama 20 detik. Gunakan sabun cuci tangan. Setelah itu keringkan dengan handuk bersih. Jangan sampai mengelap tangan kotor di handuk bersih (Andi Annisa Dwi Rahmawati, Cara Desinfeksi Dapur dan Makanan dari Virus Corona)


Etika Memasak

dalam Islam segala sesuatu telah ada  tuntunannya. termasuk memasak. Bagaimana etika memasak ? antara lain dengan doa-doa berikut:

Doa Masuk Dapur:
رَبَّنَآ اٰتِنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً وَّهَيِّئْ لَنَا مِنْ اَمْرِنَا رَشَدًا
Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami.” (Q.S. Al Kahfi ayat 10)

Doa Waktu menimbang beras:
 الحَمدُ للهِ الَذي اطْعَمَنَا  مِنْ جُوعٍ
Segala puji bagi Allah yang telah memberi kami makan daripada kelaparan.

Doa membuka periuk:
 اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ
Ya Allah berkatilah kami daripadanya dan kurniakanlah kami makanan yang lebih baik darinya (At-Tarmizi 5/506. Sahih At-Tarmizi 3/158.)

Zikir Waktu Masak:
 لَيْسَ لَهَا مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ كَاشِفَةٌ ۗ
Tidak ada yang akan dapat mengungkapkan (terjadinya hari itu) selain Allah (Q.S. an Najm, ayat 58).


Doa Potong Sayur & Buah
 فَذَبَحُوْهَا وَمَا كَادُوْا يَفْعَلُوْنَ ࣖ
Lalu mereka menyembelihnya, dan nyaris mereka tidak melaksanakan (perintah) itu (Q.S. al Baqarah: 71)

Doa meletak periuk
 فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al Baqarah: 137)


Doa simpan beras
 وَتَرْزُقُ مَن تَشَاء بِغَيْرِ حِسَابٍ
Engkau jualah yang memberi rezeki kepada sesiapa yang Engkau kehendaki, dengan tiada hitungan hisabnya. (Q.S. Ali Imron: 27)

Demikianlah beberpa doa ketika di dapur, agar makanan yang dimasak berkah, rumahtangga kita bahagia, terhindar daripada perkara-perkara yang tak diingini dan sebagainya. Semoga rumahtangga kita sentiasa dibawah naungan keberkatan Allah jua.

Makanan yang dikhawatirkan 
Beberapa hewan yang berpotensi menularkan virus corona antara lain kera, kucing, ular, serta kelelawar. 
------------------------------------------------------------
Baca juga 
dan 
-------------------------------------------------------------
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Al Baqarah: 168)

Kita diperintah untuk makan makanan yang halal dan baik yang kita sukai dan tidak mengikuti jejak langkah setan yang merayu kita agar memakan yang haram atau menghalalkan yang haram. Makanan yang halal adalah makanan yang dibolehkan oleh agama dari segi hukumnya, baik halal dzatnya, dibolehkan oleh agama, misalnya telor, buah-buahan, sayur-mayur dan lain-lain. Makanan halal hakikatnya adalah makanan yang didapat dan diolah dengan cara yang benar menurut agama, misalnya makanan seperti contoh di atas yang diperoleh dengan usaha yang benar, sapi yang disembelih dengan menyebut nama Allah dan lain-lain. Adapun lawan dari halal adalah haram, yaitu makanan yang secara dzatnya dilarang oleh agama untuk dimakan, misalnya daging babi, daging anjing, darah, bangkai selain bangkai ikan, dan lain-lain. Sedangkan haram karena hakikatnya adalah haram untuk dimakan karena cara memperoleh atau cara mengolahnya, misalnya telor hasil mencuri, daging hasil menipu, dan lain sebagainya.

Adapun makanan yang baik yaitu makanan yang dapat dipertimbangkan dengan akal, dan ukurannya adalah kesehatan. Artinya makanan yang baik adalah yang berguna dan tidak membahayakan bagi tubuh manusia dilihat dari sudut kesehatan. Maka makanan yang baik lebih bersifat kondisional, tergantung situasi dan kondisi manusia yang bersangkutan, misalnya suatu jenis makanan sangat baik untuk si A, belum tentu baik pula untuk si B atau si C. Makanan yang baik belum tentu halal dan yang halal belum tentu baik.

Covid 19 yang semula muncul di Kota Wuhan China berdasar beberapa penelitian berasal dari kelelawar yang dikonsumsi. Sehingga dengan munculnya Covid 19 mengajak kita untuk kembali kepada ajaran agama dengan memakan makanan yang halal dan baik. 


Lanjut ke langkah ke Sembilan:
Bila demam dan sesak nafas, segera ke fasilitas kesehatan ! Klik disni


Revitalization of intellectual consciousness HMI-Wati dalam Membangun Eksistensi KOHATI Komisariat IAIN Kediri yang Progresif

Pendahuluan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), didirikan di Yogyakarta oleh Lafran Pane bersama 14 orang temannya pada tanggal 14 Februari 19...