Rabu, 29 April 2020

Corona Bukan Pihak Ketiga


Corona Bukan Pihak Ketiga

Oleh: Alfiatus Sholihah, S.Ag., M.Pd.I.
Penyuluh Agama Ahli Madya
Kementerian Agama Kabupaten Kediir



Kemarin kita dikejutkan berita tentang seseorang yang tega mengakhiri hidupnya dengan membakar diri dan ada juga yang minum sebotol premium setelah dinyatakan sebagai ODP. Di sisi lain ketika ada info tetangga atau warga masyarakat yang terinfeksi, yang lain langsung mengucilkan bahkan menjauhi.  Mereka yang terinfeksi sudah barang tentu susah. Hal ini bisa kita balik, andai kita yang terinfeksi kemudian dijauhi dan dikucilkan oleh orang di sekitar kita, bagaimana perasaan kita ?  Maka jaga jarak aman itu harus. Sepanjang wabah corona kita tidak jabat tangan bukan berarti putus kasih sayang dan persaudaraan, tetapi sebaliknya. Kita hindari jabat tangan karena kita saling menjaga kasih sayang.

Masyarakat telah dicerdaskan secara komprehensif bahwa langkah terpenting yang bisa dilakukan untuk menjaga diri dari infeksi corona tidak semata dengan melindungi diri dengan masker atau alat perlengkapan kesehatan sejenis, tetapi juga bagaimana menunjukkan etika sosial yang tepat kepada sesama di tengah ancaman virus corona yang telah menjangkiti Indonesia.

Virus corona yang telah menjangkiti Indonesia berdampak pada sikap masyarakat yang menjadi lebih over-protektif terhadap lingkungan sekitarnya. Ketakutan terhadap virus corona akan memberikan pengaruh terhadap sikap sosial masing-masing individu. Kita akan lebih mudah menaruh curiga pada orang yang batuk, bersin, atau terlihat pucat di sekitar lingkungan kita. Kita akan lebih cenderung memutuskan menjauh ketimbang menanyakan kabar atau sekadar menunjukkan bentuk kepedulian kecil lainnya. Asumsi-asumsi ini sifatnya memang masih spekulatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa ancaman virus corona ini tidak hanya akan merenggut kesehatan seseorang tetapi juga merenggut rasa sosial kita terhadap sesama.

Ketidakmampuan kita dalam mengelola rasa curiga, takut, sikap over-protektif dalam merespons isu corona ini memiliki potensi untuk merusak hubungan sosial dengan individu lain. Apalagi, jika kita hidup dan aktif dalam lingkungan pergaulan di kantor, sekolah, masyarakat, bahkan keluarga. Adalah hal yang manusiawi ketika kita mulai memberikan respons antisipatif dalam melihat situasi. Namun, ada etika sosial yang perlu dijunjung tinggi dan dipelihara agar hubungan dengan sesama tetap terjaga.

Sebagai contoh, jika kita tengah mengalami kondisi badan yang kurang fit segera berobat ke dokter. Segera gunakan alat proteksi diri seperti masker jika hendak bersosialisasi kendati dokter tidak memberi diagnosis positif corona atau penyakit parah lainnya. Selain itu, kita juga perlu memiliki inisiatif untuk mengurangi interaksi bersentuhan dengan orang lain seperti berjabat tangan dan berpelukan. Hal ini dilakukan sebagai upaya "sadar diri" dan memastikan orang lain aman dan nyaman bersama kita. Lain halnya jika kita dalam kondisi sehat dan menemukan orang di sekitar kita yang terlihat tidak baik-baik saja. Etika sosial kita terhadap mereka bisa ditunjukkan dengan membujuk mereka untuk pergi ke klinik atau rumah sakit terdekat untuk periksa, atau sekadar bertanya kabar dan memberikan nasihat secara baik untuk menjaga kesehatan.

Tindakan-tindakan sederhana tersebut kita lakukan dengan tetap menjaga kehati-hatian. Hal ini dilakukan sebagai wujud antisipasi kolektif, tindakan melindungi diri dengan memastikan orang-orang di sekitar kita juga terlindungi. Sikap seperti ini adalah cermin dari etika sosial kita terhadap sesama, bahkan dalam kondisi genting sekalipun.

Wabah corona menjadi ketakutan kita bersama. Namun, jangan sampai wabah ini menjadi pihak ketiga yang merenggut cara kita memanusiakan sesama. Selain mengedepankan aspek materiil seperti menjaga perilaku hidup sehat, mengenakan masker, berolahraga rutin, dan asupan bergizi, aspek non materiil juga perlu dipelihara seperti etika sosial kita terhadap sesama yang tercermin dari sikap peduli, saling pengertian, dan aware dengan lingkungan sosial kita. Corona mungkin bisa merenggut nyawa manusia, tetapi ada satu hal yang tidak bisa direnggut olehnya, yakni kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...