Sabtu, 06 Maret 2021

PENGARUS UTAMAAN MODERASI BERAGAMA

 

Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech), hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.

Bentuk ektremisme terjewantahkan dalam dua bentuk yang berlebihan: 1) Pada kutub kanan yang sangat kaku, yakni memahami ajaran agama dengan membuang jauh-jauh penggunaan akal; 2) Pada kutub kiri, sangat longgar dan bebas dalam memahami sumber ajaran Islam. Kebebasan tersebut tampak pada penggunaan akal yang sangat berlebihan, sehingga menempatkan akal sebagai tolak ukur kebenaran sebuah ajaran.

Retaknya hubungan antarpemeluk agama di Indonesia saat ini, dilatarbelakangi paling tidak oleh dua faktor dominan: 1) Kelompok agama yang dihadirkan ke ruang publik yang dibumbui dengan nada kebencian terhadap pemeluk agama, ras, dan suku tertentu; 2) Kelompok agama yang menjustifikasi atas kebenaran, merasa paling benar dan tidak bisa menerima ada pendapat yang berbeda.

Dampak buruk yang kita rasakan sekarang adalah aksi-aksi kebencian ini menjalar dari dunia maya ke dunia nyata. Maka peran sejumlah kelompok civil society seperti ormas Islam NU dan Muhammadiyah sebagai ormas terbesar yang sedari awal berdiri sudah berwatak moderat, harus bisa berperan sebagai teladan.

Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama, bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan, bukan berarti tidak memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan ajaran agamanya. Melainkan memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem.

Kesalahpahaman terkait makna moderat dalam beragama ini berimplikasi pada munculnya sikap antipati masyarakat yang cenderung enggan disebut sebagai seorang moderat, dan bahkan menyalahkan sikap moderat. Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (LHS), moderasi beragama adalah sebuah jalan tengah dalam keberagaman agama yang berjalan seiring, dan tidak saling menegasikan antara agama dan kearifan lokal (local wisdom).

Moderasi beragama mengharuskan kita: 1) Merangkul bukan memerangi kelompok ekstrem; 2) Mengayomi dan menemani. Maka prinsip dalam mengembangkan moderasi yang dipegang adalah dakwah kita, yakni menyampaikan dakwah dengan bil khikmah wal mauidhah hasanah, dengan atau dengan cara-cara yang baik, yang memanusiakan manusia dengan cara yang persuasif.

Pentingnya keberagamaan yang moderat, maka menjadi penting menyebarluaskannya. Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh dengan permusuhan, kebencian, merasa paling benar sendiri, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat seagama maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi maju.

Membangun kerukunan lebih didasarkan pada kesadaran doktrinal dan kultural, yaitu selain karena doktrin setiap agama yang mengajarkan pada nilai-nilai toleransi, juga atas keinginan yang sama untuk hidup dalam perdamaian.

Cara memperlakukan pesan penting moderasi beragama ini tidak cukup bila hanya dipromosikan, melainkan perlu diimplementasikan sebagai aksi bersama seluruh komponen bangsa baik pemerintah maupun kelompok agama agar ekstremisme dan kekerasan atas dasar kebencian kepada agama dan suku yang berbeda bisa ditekan dan dihilangkan.

Menteri Agama, Yaqut Cholis Qoumas ingin mengelola Kementerian Agama dengan semangat “Kemenag Baru”. Semangat tersebut diimplementasikan dalam tiga kunci: 1) Manajemen pelayanan dan tata birokrasi yang semakin baik; 2) Penguatan moderasi beragama yang menekankan literasi kegamaan, budaya toleransi, dan nilai-nilai kebangsaaan; 3) Persaudaraan, yang meliputi merawat persaudaraan umat seagama, memelihara persaudaraan sebangsa dan setanah air dan mengembangkan persaudaraan kemanusiaan.

Guna mensukseskan Indonesia rukun, maka peran strategis para tokoh agama, yakni antara lain penyuluh agama Islam, harus dimainkan. Peran strategis untuk menyampaikan misi keagamaan dan misi pembangunan. Sebagai perpanjangan tangan dan ujung tombak Kementerian Agama, penyuluh harus mempunyai wawasan yang luas tentang moderasi beragama, kerukunan umat, dan wawasan kebangsaan. Di masyarakat, penyuluh itu dianggap sebagai tokoh agama, tokoh masyarakat dan teladan.

3 komentar:

  1. Bersama boleh beda, perbedaan merupakan kaniscayaan dan sunnatulloh yg wajib Kita Syukuri, Jelas Alloh menyatakan dalam al qur'an bahwa manusia di ciptakan dari jenis laki laki dan perempuan, dan menjadikan kita bersuku dan berbangsa dengan tujuan saling mengenal, bukan saling memusuhi.
    peran penyuluh agama sangat strategis,sebagai ujung tombak fan tahu persis kondisi masyarakat di wilayahnya.

    BalasHapus
  2. Bersama boleh beda, perbedaan merupakan kaniscayaan dan sunnatulloh yg wajib Kita Syukuri, Jelas Alloh menyatakan dalam al qur'an bahwa manusia di ciptakan dari jenis laki laki dan perempuan, dan menjadikan kita bersuku dan berbangsa dengan tujuan saling mengenal, bukan saling memusuhi.
    peran penyuluh agama sangat strategis,sebagai ujung tombak dan tahu persis kondisi masyarakat di wilayahnya.

    BalasHapus
  3. Pemikiran secara moderat sangatlah penting, apalagi kita hidup di Negara yang majmuk masyarakatnya yang terbentuk bermacam ras, suku dan budaya. Maka dalam penyampaian Kebaikannya yang melalui bahasa agama , maka diperlukannya nilai-nilai sosial dan toreransi yang tinggi di masyarakatya. sampaikanlah kebaikan itu dengan arif dan hikmah artinya kebaikan itu jangan sampai dalam penyampaiannya menyinggung komunity lain. Paparkan kebaikan menurut kita yang terbaik, insya Allah akan terbangun Komunitas dan masyarakat yang baik pula.

    BalasHapus

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...