Menyiapkan Generasi Berkualitas: MENGAJAK ANAK RAJIN KE MASJID
Menjaga konsistensi kita untuk membawa anak ke masjid. Bukan hal yang tidak mungkin bila sedini mungkin diajarkan ke masjid kelak anak akan menjadi generasi yang mencintai dan senantiasa memakmurkan masjid. Generasi yang tumbuh menjadi anak yang berkualitas, yang kelak menjadikan masjid sebagai peraduannya, dan selalu menjaga sholatnya. Masjid sebagai rumah Allah swt, tempat yang sangat mulia dan sangat utama untuk kegiatan ibadah dan menuntut ilmu serta mengadu semua permasalahan kepada Allah swt. Karena itulah, Allah swt, begitu sangat mencintai masjid dan orang-orang yang berjalan menuju masjid untuk beribadah. Allah swt berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ
آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ ۖ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ
الْمُهْتَدِينَ
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.S. at Taubah: 18).
Selain itu,
Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ
الْمَسَاجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى (إِنَّمَا
يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ) الآيَةَ
“Apabila kalian melihat seseorang biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia beriman. Allah Ta’ala berfirman, Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah adalah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS. At-Taubah: 18). (HR. Ibnu Majah, no. 802; Tirmidzi, no. 3093)
Kesimpulan hadits tersebut: Siapa saja yang memakmurkan masjid dengan dzikir, shalat dan membaca Al-Qur’an, merekalah orang yang beriman (ahli iman); Hadits ini menunjukkan perintah shalat berjama’ah. Melaksanakan shalat berjamaah itu termasuk sunanul huda (petunjuk Rasul) yang diperintahkan untuk dilaksanakan di masjid; Memakmurkan masjid termasuk amalan paling mulia dalam Islam; Memakmurkan masjid ada dua bentuk yaitu memperhatikan luarnya (seperti memakmurkan dan menjaga kebersihan masjid) dan memperhatikan ruh di dalamnya (seperti menjaga agar masjid digunakan untuk shalat, dzikir, amalan sunnah hingga diadakannya majelis ilmu); Ingatlah, iman itu sumber kebahagiaan. (Referensi: Bahjah An-Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, 1: 240; Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 13: 322-328).
Kesadaran akan pentingnya memakmurkan masjid ini harus
dimulai sejak dini. Masjid
adalah rumah Allah yang seharusnya dipenuhi oleh jama’ah yang ingin
dekat dengan Allah SWT. untuk menampung aktivitas umat, juga menyatukannya
sebagai sebuah kekuatan Islam yang luar biasa. Memakmurkan masjid bagi kaum
muslimin, tentunya tidak hanya di bulan Ramadhan dan Jum’at saja, namun
mengusahakannya di setiap waktu, terutama sholat fardhu yang lima. Dengan
begitu berarti kita juga melatih diri untuk sholat tepat waktu, dengan
berjama’ah atau bersama saudara seagama, dan semakin mempererat ukhuwah Islamiyah
atau persaudaraan dengan sesama saudara muslim. Dalam shalat berjama’ah tidak
akan ada lagi perbedaan pangkat dan jabatan, kaya ataupun miskin. Sudah
sekarang saatnya umat Islam, baik anak-anak, remaja, pemuda dan orang tua untuk
memakmurkan masjid sebagai jalan menggapai surga dunia dan akhirat.
يَا بُنَيَّ أَقِمِ
الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا
أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah (QS Luqman:17).
Perlu mengingat
kembali, masjid merupakan pusat “peradaban” bagi kita umat muslim. Masjid
merupakan tempat yang mulia dan memuliakan. Ketika di masjid, serasa jiwa
seperti dicharge kembali. Tempat yang nyaman untuk berserah kepada-Nya. Bertemu
dengan saudara seiman yang akan semakin memperkuat ukhuwah dan akidah. Begitu
meruginya bila kita tidak mengajak anak kesayangan kita menikmati semua ini.
Jangan sampai anak-anak kita kelak menjadi tidak suka datang ke masjid
dikarenakan trauma dengan teguran-teguran para jamaah yang jauh dari keramahan
pada anak.
فَخَلَفَ مِنْ
بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ
غَيًّا
Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, (QS. Maryam:59).
Berikut beberapa tips yang mungkin bisa membantu mengurangi kegalauan para orang tua:
Kenali karakter
Mengenali karakter
ini mencakup mengenali karakter anak dan karakter masjid. Anak yang mempunyai
karakter pasif biasanya tidak masalah ketika dibawa ke masjid manapun dan
kapanpun. Karena anak dengan karakter ini, biasanya akan diam dan bersedia
duduk di samping orang tuanya. Bahkan, akan mengikuti gerakan sholat hingga
selesai. Beda persoalan ketika anak kita ternyata tergolong anak yang aktif.
Anak yang aktif biasanya akan berlari- lari, berteriak-teriak, naik ke punggung
orang tuanya dan sebagainya. Maka, disinilah pentingnya kita harus mengenal
karakter Masjid. Setiap masjid mempunyai karakter yang berbeda-beda. Ada masjid
yang membiarkan anak-anak bermain, berlarian, dan berteriak. Jamaah di masjid ini
biasanya tidak akan marah bila para anak dan balita membuat ulah. Ada pula
masjid yang sangat anti bila ada anak-anak dan balita datang ke sana. Hingga
tidak jarang para orang tua ikut ditegur (baca:dimarahi) akan ulah anaknya.
Dalam hal ini kita sebagai orang tua harus jeli mengamati dan memilih masjid
mana yang ramah anak dan masjid mana yang belum ramah anak.
Sugesti
yang konsisten
Sebelum berangkat ke
masjid secara berulang-ulang memberikan sugesti pada anak. Bahwa bila di dalam
masjid harus sopan, ikut sholat, tidak ramai, dan lain sebagainya. Sugesti itu
harus konsisten diulangi tanpa bosan hingga anak dapat memahaminya dan tidak
mengulangi kegaduhannya.
Membawa
mainan
Kita bisa menyiapkan
mainan untuk anak saat dibawa ke masjid, dengan catatan mainan yang dibawa
membuat anak semakin kooperatif ketika orang tuanya sedang sholat. Sahabat nabi
yang bernama Rabi’ menceritakan bahwa pada suatu pagi hari Asyura Rosululloh
mengirim pesan ke kampung-kampung sekitar kota Madinah, yang bunyinya:
وعن الربيع بنت
معوذ رضي الله عنها قالت: أرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى
الأنصار التي حول المدينة: “من كان أصبح صائماً فليتم صومه، ومن كان أصبح مفطراً فليتم
بقية يومه” فكنا بعد ذلك نصومه ونصوم صبياننا الصغار منهم إن شاء الله، ونذهب إلى المسجد
فنجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناها إياه عند الإفطار
(رواه مسلم)،
“Barangsiapa
yang memulai puasa dari pagi tadi, maka silahkan untuk menyelesaikan puasanya,
dan bagi yang tidak puasa terus berbuka. Sejak saat itu kami senantiasa kami
puasa Asyura, begitu juga anak-anak kecil kami banyak yang ikut puasa dengan
kehendak Allah, dan kamipun pergi ke masjid bersama anak-anak. Di masjid kami
menyiapkan khusus untuk anak-anak yang terbuat dari wool. Kalau ada dari
anak-anak yang tidak ikut berpuasa dan menangis minta makan maka kamipun
memberi makan. (H.R Muslim)
Memilih jadwal sholat
Bila anak memang
tidak bisa dikondisikan, maka pilihlah jadwal sholat yang biasanya sepi
jamaahnya. Misal: Dhuhur dan Ashar, karena kuantitas jamaah biasanya meledak
saat magrib dan Isya.
Berada di
shaf paling belakang
Keuntungan membawa
anak dan berada di shaf paling belakang adalah lebih fleksibel. Bila anak sudah
tidak bisa dikondisikan, kita bisa segera membatalkan sholat dan segera
mengambil langkah seribu tanpa mengganggu jamaah lain.
Pastikan
aman tidak ingin buang hajat
Hal tersebut
sangatlah penting mengingat anak-anak balita belum pandai mengontrol tubuh bila
hendak buang hajat.
Bergantian
dengan pasangan
Bila ke masjid
bersama pasangan, hendaknya dapat bergantian menjaga anak. Memang, akan ada
yang berkorban tidak bisa berjamaah. Hal tersebut tidak jadi masalah, yang
terpenting anak dapat dikondisikan dan orang tua tetap bisa ke masjid.
Bagaimana sikap kita yang sudah dewasa ketika menghadapi anak-anak kecil yang bermain-main di masjid? Sebenarnya kita tetap harus bisa memaklumi apa yang dilakukan mereka, tetapi tetap dengan memberikan nasihat yang lemah lembut. Sebab, hal tersebut dapat menanamkan cinta pada masjid sejak dini sedangkan jika anak kecil yang bermain kita bentak, justru dapat berakibat buruk seperti trauma dan enggan ke masjid.
Berikut adalah perilaku Rosulullah saw terhadap anak-anak di masjid:
وعن عبد الله بن بريدة عن أبيه رضي الله عنه قال: خطبنا رسول الله
صلى الله عليه وسلم، فأقبل الحسن والحسين رضي الله عنهما عليهما قميصان أحمران يعثران
ويقومان، فنزل فأخذهما فصعد بهما المنبر، ثم قال: “صدق الله، إنما أموالكم وأولادكم
فتنة، رأيت هذين فلم أصبر”، ثم أخذ في الخطبة (رواه أبو داود).
Dari Abdullah Bin Buraidah meriwayatkan dari ayahnya:
Rasulullah sedang berkhutbah di mimbar masjid lalu kedua cucunya Hasan dan
Husein datang bermain-main ke masjid dengan menggunakan kemeja kembar merah dan
berjalan dengan sempoyongan jatuh bangun karena memang masih bayi, lalu
Rasulullah turun dari mimbar masjid dan mengambil kedua cucunya itu dan
membawanya naik ke mimbar kembali, lalu Rasulullah berkata, “Maha Benar Allah,
bahwa harta dan anak-anak itu adalah fitnah, kalau sudah melihat kedua cucuku
ini aku tidak bisa sabar.” Lalu Rasulullah kembali melanjutkan khutbahnya. (H.R
Abu Daud)
Sementara dalam
hadis lain disebutkan:
عن شداد رضي الله
عنه قال: خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم في إحدى صلاتي العشي الظهر أو العصر
وهو حامل حسناً أو حسيناً، فتقدم النبي صلى الله عليه وسلم فوضعه عند قدمه ثم كبر للصلاة،
فصلى، فسجد سجدة أطالها!! قال: فرفعت رأسي من بين الناس، فإذا الصبي على ظهر رسول الله
صلى الله عليه وسلم وهو ساجد! فرجعت إلى سجودي، فلما قضى رسول الله صلى الله عليه وسلم
الصلاة، قال الناس: يا رسول الله إنك سجدت سجدة أطلتها حتى ظننا أنه قد حدث أمر أو
أنه يوحى إليك؟ قال: “كل ذلك لم يكن، ولكن ابني ارتحلني، فكرهت أن أعجله حتى يقضي حاجته”
(رواه النسائي والحاكم وصححه ووافقه الذهبي(
Dari Syaddad ra. Berkata: telah datang kepada kami Rasulullah di masjid untuk solat Isya atau Zuhur atau Asar sambil membawa salah satu cucunya Hasan atau Husein, lalu Nabi maju kedepan untuk mengimami solat dan meletakkan cucunya di sampingnya, kemudian nabi mengangkat takbiratul ihram memukai sholat. Pada saat sujud, Nabi sujudnya sangat lama dan tidak biasanya, maka saya diam-diam mengangkat kepala saya untuk melihat apa gerangan yang terjadi, dan benar saja, saya melihat cucu nabi sedang menunggangi belakang nabi yang sedang bersujud, setelah melihat kejadian itu saya kembali sujud bersama makmum lainnya. Ketika selesai solat, orang-orang sibuk bertanya: “Wahai Rasulullah, baginda sujud sangat lama sekali tadi, sehingga kami sempat mengira telah terjadi apa-apa atau baginda sedang menerima wahyu.” Rasulullah menjawab, “Tidak, tidak, tidak terjadi apa-apa, cuma tadi cucuku mengendaraiku, dan saya tidak mau memburu-burunya sampai dia menyelesaikan mainnya dengan sendirinya”. (H.R. Nasa’i dan Hakim)
وفي حديث آخر:
كان الرسول صلى الله عليه وسلم يصلي، فإذا سجد وثب الحسن والحسين على ظهره، فإذا منعوهما
أشار إليهم أن دعوهما، فلما قضى الصلاة وضعهما في حجره (رواه ابن خزيمة في صحيحه).
Dalam Hadis lain diceritakan, bahwa Rasulullah sholat, dan bila beliau sujud maka Hasan dan Husein bermain menaiki belakang Rasulullah. Lalu, jika ada sahabat-sahabat yang ingin melarang Hasan-Husein maka Rasulullah memberi isyarat untuk membiarkannya, dan apabila setelah selesai solat rasulullah memangku kedua cucunya itu. (H.R. Ibnu Khuzaimah)
وقال أبو قتادة
رضي الله عنه: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وأمامة بنت العاص -ابنة زينب بنت
الرسول صلى الله عليه وسلم- على عاتقه، فإذا ركع وضعها وإذا رفع من السجود أعادها
(رواه البخاري ومسلم).
Abu Qatadah ra. mengatakan: “Saya melihat Rasulullah saw memikul cucu perempuannya yang bernama Umamah putrinya Zainab di pundaknya, apabila beliau solat maka pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah.” (H.R. Bukhari Dan Muslim)
وفي رواية أخرى
عن أبي قتادة رضي الله عنه قال: بينما نحن جلوس في المسجد إذ خرج علينا رسول الله صلى
الله عليه وسلم يحمل أمامة بنت أبي العاص بن الربيع -وأمها زينب بنت رسول الله صلى
الله عليه وسلم- وهي صبية يحملها، فصلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وهي على عاتقه
يضعها إذا ركع ويعيدها إذا قام، حتى قضى صلاته يفعل ذلك بها (رواه النسائي).
Pada Riwayat Lain Dari Abu Qatadah, Mengatakan “……… pada saat rukuk Rasulullah meletakkan Umamah di lantai dan apabila sudah kembali berdiri dari sujud maka Rasulullah kembali memikul Umamah. Dan Rasulullah terus melakukan hal itu pada setiap rakaatnya sampai beliu selesai solat.” (H.R.Nasa’i)
وفي حديث آخر:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “إني لأدخل في الصلاة وأنا أريد إطالتها فأسمع بكاء
الصبي فأتجوّز في صلاتي مما أعلم من شدة وجد أمه من بكائه” (رواه البخاري ومسلم).
Dalam hadis yang lain Rasulullah berkata, “Kalau sedang sholat, terkadang saya ingin sholatnya agak panjangan, tapi kalau sudah mendengarkan tangis anak kecil yang dibawa ibunya ke masjid maka sayapun menyingkat sholat saya, karena saya tau betapa ibunya tidak enak hati dengan tangisan anaknya itu.” (H.R. Bukhari Dan Muslim)
وفي رواية أخرى:
قال أنس رضي الله عنه: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يسمع بكاء الصبي مع أمه وهو
في الصلاة فيقرأ بالسورة الخفيفة أو بالسورة القصيرة (رواه مسلم).
Anas meriwayatkan, “Pernah
Rasulullah solat, lalu beliau mendengar tangis bayi yang dibawa serta ibunya
solat ke masjid, maka Rasulullah pun mempersingkat sholatnya dengan hanya
membaca surat ringan atau surat pendek.” (H.R. Muslim)
وفي حديث آخر
أن النبي صلى الله عليه وسلم: جوّز ذات يوم في الفجر -أي خفف- فقيل: يا رسول الله،
لم جوزت؟! قال: “سمعت بكاء صبي فظننت أن أمه معنا تصلي فأردت أن أفرغ له أمه” (رواه
أحمد بإسناد صحيح).
Pada hadis lain diriwayatkan bahwa Nabi memendekkan bacaannya pada saat sholat subuh (dimana biasanya selalu panjang), lalu sahabat bertanya: Ya Raslullah mengapa sholat kali ini singkat, tidak seperti biasanya? Rasulullah menjawab, “Saya mendengar suara tangis bayi, saya kira ibunya ikutan sholat bersama kita, saya kasihan dengan ibunya.” (H.R. Ahmad)
Demikianlah betapa Rasulullah dan para sahabat memanjakan anak-anak di masjid meski lumayan seru karena yang namanya anak-anak pasti akan menimbulkan berbagai gangguan keributan dan tangisan yang menyebabkan solat atau ibadah jadi terganggu. Namun, ada saja oknum pengurus masjid yang tetap ngotot ingin mengusir anak-anak dan menjauhkan mereka dari masjid dengan berdalil kepada hadis lemah yang berbunyi:
“جنبوا مساجدكم
صبيانكم ومجانينكم”
“Jauhkan masjid anda dari anak-anak dan orang gila”
Hadis diatas lemah dan tidak jelas asalnya dari mana, sehingga tidak bisa dijadikan dalil”. Begitu kata para ulama Hadis, seperti Al-Bazzar dan Abdul Haq Al-Asybili. Sebagaimana Ahli Hadis Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar dan Ibnu Al-Jauzi dan Al-Munziri dan Haitsami dan ulama-ulama lain juga melemahkan hadis tersebut (Sumber: Anak-anak diusir dari masjid dengan dalih mengganggu jamaah: Hussam Eddin Afana, Dikutip dari situs Syekh, semoga Allah melindunginya, Kategori: Fikih Sholat tanggal terbit/publikasi16 Syawal 1429 H).
Banyak kalangan yang mengira bahwa hadis tersebut benar diriwayatkan dari Rasulullah sehingga membuat mereka senang benar mengusir anak-anak dari masjid dan sangat tidak suka kalau melihat anak-anak bermain di masjid. Ini adalah sikap dan tindakan yang tidak benar.
Islam sangat peduli dengan anak-anak, dan memerintahkan para ayah dan orang tua kerabat yang bertanggungjawab pada anak-anak untuk menyuruh anak-anaknya sholat sejak umur 7 tahun. Dan tempat yang benar dalam mengajarkan anak-anak sholat dan membaca Al-Quran dan hukum-hukum tajwid dan materi-materi keislaman lainnya, adalah Masjid.
Demikian petunjuk dan pedoman yang diajarkan Rasulullah pada ummatnya terkait interaksi kita kepada anak-anak di masjid. Sehingga siapapun tidak boleh mengusir anak-anak dari masjid, sebab mereka adalah pemuda-pemuda harapan masa depan. Allah memerintahkan kita agar meneladani Rasulullah pada segala hal, baik terkait urusan dunia maupun akhirat, sehingga sudah selayaknyalah kita mengikuti dan meladani Rasulullah dalam membiasakan anak-anak kita untuk mendatangi masjid dan bermain di masjid, serta tidak membiarkan mereka berkumpul tidak jelas di ujung gang atau jalan yang hanya akan menyebabkan akhlak mereka menjadi buruk karena pengaruh lingkungan dan teman-teman mereka yang tidak sehat.
Dan andainya pun
sebahagian anak-anak yang datang ke masjid sering menjadi gangguan bagi
orang-orang yang sedang sholat, baik karena suara tangisan mereka, jeritan dan
lengkingan suara, namun jamaah masjid tidak boleh meresponnya dengan kasar atau
memarah-marahi anak-anak tersebut atau orang tua anak-anak, yang hanya akan
menambah-menambah keributan baru saja. Dan yang perlu diingat dan dicatat dan
diamalkan adalah sikap lemah lembut dalam menyelesaikan masalah anak-anak di
masjid.
إن الرفق لا يكون
في شيء إلا زانه ولا ينزع من شيء إلا شانه (رواه مسلم).
Rasulullah pernah bersabda, “Segalanya sesuatu yang dibarengi dengan kelembutan niscaya akan membuatnya menjadi lebih cantik dan indah. Jika kelembutan terenggut, segalannya akan menjadi rusak dan jelek.” (H.R. Muslim)
Rasulullah adalah
teladan terbaik bagi kita.
عن أبي هريرة
رضي الله عنه قال: قام أعرابي فبال في المسجد!! فتناوله الناس، فقال لهم النبي صلى
الله عليه وسلم: “دعوه، وهريقوا على بوله سجلاً من ماء أو ذنوباً من ماء فإنما بعثتم
ميسرين ولم تبعثوا معسرين” (رواه البخاري ومسلم).
Pernah terjadi seorang arab badui masuk ke dapam masjid nabawi, lalu si badui buang air kecil di dalam masjid itu. Melihat si badui pipis di masjid maka para sahabat nabi ngamuk. Menanggapi hal ini Nabi pun menyelesaikannya dengan bijak dan lembut dan berkata, “Biarkanlah badui itu, nanti jika pipisnya sudah selesai mohon cuci dan siram kencingnya itu dengan air. Kalian -umat islam- ini diutus bukan untuk bikin repot, melainkan untuk mempermudah.” (H.R. Bukhari Dan Muslim)
Demikianlah
sebaiknya kita dapat meneladani akhlak Nabi Muhammad saw dalam menyikapi anak
kecil yang bermain-main di dalam masjid dengan cara arif dan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar