Allah mengisaratkan pentingnya keseimbangan relasi
suami dan isteri ini dalam kehidupan berumah tangga dengan perumpamaan yang
menarik. Relasi ini dalam al-Quran diilustrasikan laksana pakaian (libas), satu
sama lain saling menyandang. Ibarat ini menunjukkan urgensi pakaian dalam
kehidupan. Selain sebagai pelindung tubuh, pakaian juga dapat memberikan
kehangatan, keindahan, serta menutup kerahasiaan dan kekurangan. Allah
berfirman:
أُحِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ
وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ
أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ…
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu,...” (al Baqarah: 187)
Selain itu, Allah juga membuat perumpamaan bahwa ikatan suami-isteri dalam perkawinan ibarat perjanjian yang kokoh (mitsaqan ghalizhan). Seperti tertera dalam al-Quran:
وَكَيْفَ
تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ
مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (al-Nisa’ ayat 21).
Sebuah perjanjian untuk sebuah kebaikan bersama, di mana satu sama lain tidak diperkenankan menciderai ikatan perjanjian tersebut. Ini adalah ikatan suci yang tak diperkenankan untuk dinodai satu sama lain. Untuk menjaga kesucian ikatan dan demi langgengnya sebuah bahtera rumah tangga, al-Quran menegaskan agar dua belah pihak yang berjanji, dalam hal ini suami dan istri, harus benar-benar saling memperlakukan pasangannya dengan tiga sikap:
Saling berbuat baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf)
Ini merupakan sikap dasar yang harus dipahami dan
dijalankan dalam relasi suami-isteri. Ketika ada kehendak negatif atau
kebohongan yang ditutup-tutupi dalam rumah tangga, lama-lama pasti akan
menyembul ke permukaan dan menjadi pemicu masalah. Hal inilah yang mesti
dihindari. Jadi, perbuatan baik yang disertai dengan niat baik pula adalah
kunci harmonis dalam menjalin relasi suami-isteri dalam agama Islam.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا
تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ
بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ
كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ
خَيْرًا كَثِيرًا
Ayat ini secara tegas menunjukkan cara bergaul yang baik dalam keluarga. Pada intinya, baik suami maupun isteri harus saling menghormati dan berbuat baik. Jangan sampai ada dusta dalam rumah tangga. Pada ayat di atas disebutkan larangan menikahi perempuan dengan jalan paksa atau tidak sepenuh hati dari kedua belah pihak, tidak saling menyusahkan, tidak mudah tersulut emosi, dan anjuran untuk selalu saling berbuat baik. Sikap ini adalah modal utama yang mesti dikantongi oleh pasangan suami-isteri dalam membangun sebuah rumah tangga.
Lalu bagaimana agar kita senantiasa terus dapat saling berbuat baik? yang pertama adalah memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Minta bantuan Allah untuk menjaga keluarga kita tetap kuat dan harmonis, saling mencintai karena Allah, hubungan yang baik dengan Allah akan memengaruhi hubungan yang baik juga dengan pasangan. Mencintai pasangan harus dibawah cinta kepada Allah! Jangan sampai kecintaan kepada keluarga menjadi ketergantungan yang membelenggu dan melumpuhkan. Saling mengasihi yang tidak dilandasi agama, suatu ketika bakal menjadi batu sandungan dakwah.
الْأَخِلَّاءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi
musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (Az-Zuhruf:
67)
(Teman-teman akrab) dalam hal maksiat sewaktu di
dunia (pada hari itu) pada hari kiamat itu lafal Yaumaidzin berta'alluq kepada
firman selanjutnya (sebagian dari mereka menjadi musuh bagi sebagian yang lain
kecuali orang-orang yang bertakwa) terkecuali orang-orang yang saling kasih
mengasihi di dalam ketaatan kepada Allah swt., mereka itulah yang sebenarnya
berteman, kemudian dikatakan kepada mereka yang bertakwa itu. Apabila pasangan
mencintai dengan sangat berlebihan, dan menomor dua kan Allah, hal ini
menunjukkan ketergantungan kepada selain Allah adalah indikasi kelemahan jiwa.
Apabila pasangan mencintai dengan sangat
berlebihan, dan menomor dua kan Allah, hal ini menunjukkan ketergantungan
kepada selain Allah adalah indikasi kelemahan jiwa.
Yang kedua adalah saling menjaga ibadah. Keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah tidak akan terwujud bila pasangan tidak menjaga ibadahnya dengan baik. Pasangan suami istri dapat meraih kebahagiaan jika mereka taat berada di jalan Allah SWT dan saling mengingatkan dalam hal beribadah dan mengingatkan juga kewajiban kita pada Allah SWT.
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.(Q.S. al Taubah:71)
Ayat tersebut mengisyaratkan untuk saling mengingatkan dalam hal beribadah dan mengingatkan juga kewajiban kita pada Allah SWT. Tujuan pernikahan bukan hanya untuk membentuk keluarga yang harmonis. Lebih dari itu, keharmonisan tersebut harus selalu berada dalam bingkai ketaatan kepada Allah SWT. Karena itulah menjaga ibadah adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Dan pasangan harus saling mengingatkan serta berlomba dalam kebaikan dalam rangka ibadah kepada Allah.
Yang ketiga adalah saling mencurahkan perhatian. Suami istri yang saling perhatian juga dapat membuat rumah tangga semakin harmonis dan bahagia. Bahkan sedikit perhatian kecil saja dapat membuat pasangan senang. Makna pakaian (libas) dalam ayat:
هُنَّ
لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ
"Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu
pun adalah pakaian bagi mereka" (al Baqarah: 187), sebagai sesuatu yang
menutupi, menjaga, dan mempercantik. Pakaian adalah sesuatu yang melekat dan
menempel pada tubuh. Maka suami istri pasti dan niscaya saling membutuhkan satu
sama lain." Jadi saling memberikan perhatian yang lebih harus menjadi
keniscayaan dalam sebuah rumah tangga. Tanpa semua ini kasih sayang yang
menjadi sendi dalam rumah tangga (QS. Ar-Rum: 21) tidak akan pernah terwujud.
وَمِنْ آيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)
Yang keempat, bersyukur kepada Allah. Pernikahan dan kehidupan rumah tangga antara suami dan istri yang merupakan salah satu dari sekian banyak kenikmatan Allah yang jika kita menghitungnya tidak akan mampu menghitungnya, karena banyak dan beragamnya, sebagaimana firman Allah:
وَإِن تَعُدُّواْ
نِعۡمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ
إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٞ
رَّحِيمٞ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nahl: 18)
Oleh karena itu nikmat pernikahan dan kehidupan bersama antara suami istri wajib kita syukuri. Dan salah satu bentuk syukur kepada Allah adalah dengan mempergunakan kenikmatan tersebut untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, banyak beribadah, dan berraqarub (mendekatkan diri) KepadaNya.
Keterbukaan dan kerelaan di antara kedua belak pihak (taradhin)
Untuk menciptkan kondisi taradhin yang pertama
adalah saling terbuka satu sama lain. Sikap saling terbuka atau mushorohah
merupakan sikap yang sangat penting dalam membangun rumah tangga yang harmonis.
Dimana yang sebelumnya haram akan menjadi halal ketika telah melakukan
pernikahan contohnya seperti halal dalam bersentuhan. Dengan menumbuhkan sikap
saling terbuka maka akan membuat timbulnya rasa saling percaya antara istri dan
suami. Dengan begitu maka suami ataupun istri akan mengetahui kepribadian,
kesenangan, kebiasaan dan juga hal yang tidak disukai oleh istri ataupun suami.
Yang kedua bersabar satu sama lain. Terkadang, ujian atau konflik dalam rumah tangga tak bisa kita hindari. Karenanya suami dan istri sebaiknya bisa saling jujur dan mempercayai satu sama lain. Bila salah satu pasangan berbuat kesalahan, pasangan lainnya harus bersabar menghadapinya.
Yang ketiga memaafkan kesalahan pasangan.
Manusia membuat kesalahan dari waktu ke waktu pada
manusia lain, termasuk keluarga mereka sendiri. Jika kita tidak ingin keluarga
tak terpisah, kita harus memaafkan mereka dengan hati yang besar.
ۖ وَلْيَعْفُوا
وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَحِيمٌ
“…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang" (QS. An-Nuur: 22).
Yang keempat, tidak mudah marah. Tidak hanya memaafkan kesalahan keluarga kita, kita juga harus menahan amarah kita terhadap mereka. sebagaimana disabdakan dalam riwayat berikut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ
الْغَضَبِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah r.a. bahwasannya Rasulullah
saw. bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang
yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Mengembangkan tradisi dialog atau musyawarah (tasyawurin)
Suami istri harus membangun komunikasi yang baik.
Komunikasi merupakan satu hal yang dapat mempengaruhi harmonis nya suatu rumah
tangga karena dengan salah komunikasi akan muncul kesalahpahaman yang nantinya
memicu adanya pertengkaran. Ketika suami sibuk bekerja jangan sampai lupa untuk
berkomunikasi dengan istri tetap jaga komunikasi dan berikan rasa perhatian
melalui komunikasi. Di era modern ini sudah banyak berkembang aplikasi untuk
mempermudah kita berkomunikasi sekalipun dalam jarak jauh. Suami dan isteri
harus menjaga keharmonisan keluarga, dan jika ada masalah, keduanya harus
membicarakannya dengan baik-baik. Kerelaan untuk duduk bersama dan dialog dari
hati-ke hati adalah jalan terbaik dalam menghadapi problem rumah tangga.
Al-Quran telah menyuratkan dengan jelas bahwa kebijakan-kebijakan dalam rumah tangga itu harus diputuskan dengan kerelaan dan atas dasar musyawarah. Misalnya, keputusan isteri untuk menyapih anak sebelum usia dua tahun, harus di dasarkan sikap di atas. Allah berfirman:
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ
بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ
ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama
dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban
ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.)Al-Baqarah ayat 233)
Dengan adanya ketiga sikap di atas, relasi suami dan isteri dalam keluarga akan berjalan secara adil dan tidak timpang. Berarti, tidak ada dominasi satu pihak, baik isteri maupun suami, dalam sebuah keluarga. Keduanya terlibat aktif dan dinamis dalam mengurus rumah tangga. Ada pembagian dan pembedaan tugas yang mesti diputuskan berdasarkan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Tentunya pembagian tugas itu atas dasar kesepakatan dan saling rela. Begitu pula saat menghadapi masalah, selalu dapat diselesaikan dengan lapang dada dan kepala dingin. Bahkan, semua perbedaan yang ada dalam keluarga menjadi sebuah sinergi yang menguntungkan dan menguatkan satu sama lain. Itulah cara mewujudkan keluarga harmonis menurut Islam. Semoga Allah SWT memberkati keluarga Moms dan mempersatukan lagi di Jannah. Amiin.
Bagus materinya bu, mohonmkoreksi ayat surat الزُخْرُوْفُ geh, saya yakin jenengan سَبْقُ الْقَلَمْ semangat menulis untuk keberkahan ilmu 🙏🙏🙏
BalasHapusTerima kasih Ustadz... dengan senang hati. Insaallah sudah saya revisi. Masukan, saran dan sekaligus kritik Panjenengan sangat saya harapkan
Hapus👍
BalasHapus