Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia, diliputi sakinah, mawaddah dan warahmah. Oleh karena itu, setiap suami dan isteri wajib menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syari’at Islam dan bergaul dengan cara yang baik. Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa. Karena hanya orang bertakwa sajalah yang sukses di dunia dan akhirat. Dengan ketaatan Kepada Allah swt, maka akan melahirkan rumah tangga yang penuh dengan kasih sayang. Allah swt berfirman :
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. ar Rum: 21)
Dengan ketaatan, upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang mendapat keridhaan Allah swt dapat menjadi kenyataan. Akan tetapi, mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tenteram dan bahagia mendadak dilanda kemelut, perselisihan, dan percekcokan (konflik). Berikut ini ada 5 tips mengatasi konflik dalam rumah tangga.
Melakukan tabayyun
Sebagai manusia biasa, bukan berarti rumah tangga
Rasulullah tanpa goncangan. Musibah datang ketika istrinya Aisyah difitnah
berselingkuh dengan sahabatnya. Langkah yang dilakukan Nabi, memohon petunjuk
kepada Allah dan klarifikasi (tabayyun). Turunlah wahyu yang membersihkan nama
baik Aisyah. Rasulullah berhasil menyelesaikan urusan rumah tangga sendiri
tanpa harus melibatkan banyak pihak. “Hal ini harusnya menjadi contoh bagi umat
islam, ketika ada konflik keluarga selesaikan seperti yang dilakukan Rasulullah,”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ
فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ
نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu (al Hujurat: 6).
Upaya tahkim/mediasi
mediasi merupakan
proses yang bukan hanya sekedar mencari penyelesaian dari masalah secara
segera, tetapi mencoba mencari solusi atau kesepakatan antara kedua belah pihak
secara mendalam, dengan harapan mampu mendamaikan. Adanya orang ketiga sebagai
mediator dalam mediasi, membantu memandu pasangan untuk bicara dan berpikir
mendalam tentang masalah yang mengganggu pernikahan mereka. Mediasi dapat
membantu menghilangkan pola-pola konflik, mengurangi pikiran negatif dan
mengolah ulang interpretasi tentang motif.
وَإِنْ خِفْتُمْ
شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا
إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيمًا خَبِيرًا
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. an Nisa’: 35)
Melakukan musyawarah / Syura
Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama menjelaskan, suami perlu menerapkan perilaku adil dalam bermusyawarah. Dengan begitu, semua keputusan penting yang diambil olehnya sejauh mungkin bukan merupakan keputusan sepihak, melainkan keputusan yang diambil bersama-sama. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.(Q.S. as-Syura
ayat 38)
Hal ini sebagaimana
yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW yang selalu menjunjung tinggi musyawarah
dalam lingkup sosial-kemasyarakatan dan keluarga. Sebab, Nabi SAW diperintahkan
langsung oleh Allah untuk bermusyarawah dan mengajarkan tentang itu kepada
umat. Perintah kepada Nabi untuk mengajarkan musyawarah terangkum dalam firman
Allah SWT:
فَبِمَا رَحْمَةٍ
مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali Imron: 159)
Secara lebih eksplisit dalam rumah tangga, sikap kesalingan antara suami dan istri dianjurkan untuk saling menolong, termasuk dalam merumuskan mufakat dari musyawarah. Secara lebih eksplisit dalam rumah tangga, sikap kesalingan antara suami dan istri dianjurkan untuk saling menolong, termasuk dalam merumuskan mufakat dari musyawarah.
Saling memaafkan /al af’wu
Apabila terjadi
perselisihan dalam rumah tangga, maka harus saling intropeksi, menyadari
kesalahan masing-masing, dan saling memaafkan, serta memohon kepada Allah agar
disatukan hati, dimudahkan urusan dalam ketaatan kepadaNya, dan diberikan
kedamaian dalam rumah tangganya. Jika cara tersebut gagal, maka harus ada juru
damai dari pihak keluarga suami maupun isteri untuk mendamaikan keduanya.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufik kepada pasangan suami isteri tersebut. Apabila
sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, surat
An-Nisaa’ ayat 34:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا
أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا
كَبِيرًا
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Apabila masalah antara suami isteri semakin memanas, hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya, berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain. “Apabila suami marah sementara isteri ikut emosi, hendaklah keduanya berlindung kepada Allah, berwudhu’ dan salat dua raka’at. Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk; apabila keduanya sedang duduk, hendaklah berbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya mencium, merangkul, dan menyatakan alasan kepada yang lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaknya yang lainnya segera memaafkannya karena mengharapkan wajah Allah semata.”
وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ
وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ
أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ
ۚ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (al Baqarah: 237)
Berdamai / al ishlah
Kunci dari penyelesaian konflik adalah tidak membahas konflik secara terus menerus. Sutri bisa menerima konflik dan belajar untuk menyelesaikannya bersama. Istri dapat menyampaikan segala isi hati kepada suami dengan cara yang lebih lembut dan menggunakan kata-kata membangun. Bisa diperhatikan reaksi suami saat sedang berbicara dengan cara yang lebih halus. Pasti suami ikut terbawa suasana dan lebih tenang. Sebenarnya saat berargumen tidak perlu diributkan, yakni bisa saling mendengarkan dan memberi kesempatan untuk menceritakan masalah. Jujuran dan saling terbuka satu sama lain, kejujuran merupakan salah satu kunci untuk membangun keluarga yang harmonis.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ
ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”
(al baqarah 208).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar