Corona
Bukan Pihak Ketiga
Oleh: Alfiatus Sholihah, S.Ag.,
M.Pd.I.
Penyuluh Agama Ahli Madya
Kementerian Agama Kabupaten Kediir
Kemarin kita dikejutkan berita tentang seseorang
yang tega mengakhiri hidupnya dengan membakar diri dan ada juga yang minum
sebotol premium setelah dinyatakan sebagai ODP. Di sisi lain ketika ada info
tetangga atau warga masyarakat yang terinfeksi, yang lain langsung mengucilkan
bahkan menjauhi. Mereka yang terinfeksi
sudah barang tentu susah. Hal ini bisa kita balik, andai kita yang terinfeksi
kemudian dijauhi dan dikucilkan oleh orang di sekitar kita, bagaimana perasaan
kita ? Maka jaga jarak aman itu harus.
Sepanjang wabah corona kita tidak jabat tangan bukan berarti putus kasih sayang
dan persaudaraan, tetapi sebaliknya. Kita hindari jabat tangan karena kita
saling menjaga kasih sayang.
Masyarakat telah dicerdaskan secara komprehensif
bahwa langkah terpenting yang bisa dilakukan untuk menjaga diri dari infeksi
corona tidak semata dengan melindungi diri dengan masker atau alat perlengkapan
kesehatan sejenis, tetapi juga bagaimana menunjukkan etika sosial yang tepat
kepada sesama di tengah ancaman virus corona yang telah menjangkiti Indonesia.
Virus corona yang telah menjangkiti Indonesia
berdampak pada sikap masyarakat yang menjadi lebih over-protektif terhadap
lingkungan sekitarnya. Ketakutan terhadap virus corona akan memberikan pengaruh
terhadap sikap sosial masing-masing individu. Kita akan lebih mudah menaruh
curiga pada orang yang batuk, bersin, atau terlihat pucat di sekitar lingkungan
kita. Kita akan lebih cenderung memutuskan menjauh ketimbang menanyakan kabar
atau sekadar menunjukkan bentuk kepedulian kecil lainnya. Asumsi-asumsi ini
sifatnya memang masih spekulatif, tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
ancaman virus corona ini tidak hanya akan merenggut kesehatan seseorang tetapi
juga merenggut rasa sosial kita terhadap sesama.
Ketidakmampuan kita dalam mengelola rasa curiga,
takut, sikap over-protektif dalam merespons isu corona ini memiliki potensi
untuk merusak hubungan sosial dengan individu lain. Apalagi, jika kita hidup
dan aktif dalam lingkungan pergaulan di kantor, sekolah, masyarakat, bahkan
keluarga. Adalah hal yang manusiawi ketika kita mulai memberikan respons
antisipatif dalam melihat situasi. Namun, ada etika sosial yang perlu dijunjung
tinggi dan dipelihara agar hubungan dengan sesama tetap terjaga.
Sebagai contoh, jika kita tengah mengalami kondisi
badan yang kurang fit segera berobat ke dokter. Segera gunakan alat proteksi
diri seperti masker jika hendak bersosialisasi kendati dokter tidak memberi
diagnosis positif corona atau penyakit parah lainnya. Selain itu, kita juga
perlu memiliki inisiatif untuk mengurangi interaksi bersentuhan dengan orang
lain seperti berjabat tangan dan berpelukan. Hal ini dilakukan sebagai upaya
"sadar diri" dan memastikan orang lain aman dan nyaman bersama kita.
Lain halnya jika kita dalam kondisi sehat dan menemukan orang di sekitar kita
yang terlihat tidak baik-baik saja. Etika sosial kita terhadap mereka bisa
ditunjukkan dengan membujuk mereka untuk pergi ke klinik atau rumah sakit
terdekat untuk periksa, atau sekadar bertanya kabar dan memberikan nasihat
secara baik untuk menjaga kesehatan.
Tindakan-tindakan sederhana tersebut kita lakukan
dengan tetap menjaga kehati-hatian. Hal ini dilakukan sebagai wujud antisipasi
kolektif, tindakan melindungi diri dengan memastikan orang-orang di sekitar
kita juga terlindungi. Sikap seperti ini adalah cermin dari etika sosial kita
terhadap sesama, bahkan dalam kondisi genting sekalipun.
Wabah corona menjadi ketakutan kita bersama. Namun,
jangan sampai wabah ini menjadi pihak ketiga yang merenggut cara kita
memanusiakan sesama. Selain mengedepankan aspek materiil seperti menjaga
perilaku hidup sehat, mengenakan masker, berolahraga rutin, dan asupan bergizi,
aspek non materiil juga perlu dipelihara seperti etika sosial kita terhadap sesama
yang tercermin dari sikap peduli, saling pengertian, dan aware dengan
lingkungan sosial kita. Corona mungkin bisa merenggut nyawa manusia, tetapi ada
satu hal yang tidak bisa direnggut olehnya, yakni kemanusiaan.