Sabtu, 27 Februari 2021

MENJAGA KEDUA TANGAN


Pesan indah dari Imam al Ghozali tentang menjaga tangan kita, Beliau mengatakan: Maka hendaklah engkau menjaga kedua tanganmu daripada memukul seseorang muslim dan daripada mencapai sesuatu yang diharamkan atau menyakiti sembarang makhluk Allah dan engkau jaga pula tanganmu daripada mengkhianati amanah atau simpanan orang dan daripada menulis sesuatu yang tidak boleh dituturkan, kerana tulisan adalah salah satu di antara dua lidahmu maka hendaklah engkau jagakan qalammu (tulisanmu) daripada menulis sesuatu yang diharamkan memperkatakannya (Bidayatul Hidayah).

Kelak di Padang Mahsyar anggota badan manusia akan bersaksi atas apa saja yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia. Karena itu, manusia harus menjaga anggota badannya agar tidak berbuat maksiat. 

ٱلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَىٰٓ أَفْوَٰهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan." (QS Yasin: 65).

يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

"Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS  An Nur: 24).  

 

Jumat, 26 Februari 2021

MENJAGA KEMALUAN

 


Imam al Ghzali berpesan: Maka hendaklah engkau menjaga kemaluan daripada apa-apa yang diharamkan oleh Allah Taala dan hendaklah engkau menjadikan dirimu seperti golongan yang disifatkan oleh Allah Taala di dalam firmannya :

وَالَّذِيْنَ هُمْ لِفُرُوْجِهِمْ حٰفِظُوْنَ ۙ

اِلَّا عَلٰٓى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ فَاِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُوْمِيْنَۚ

 dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. (Q.S 23: Al-Mu'minun, 5-6).

Dan engkau tidak dapat menjaga kemaluanmu kecuali apabila engkau menjaga matamu (daripada melihat yang haram) dan menjaga hatimu supaya ia jangan berfikir yang bukan-bukan dan menjaga perut daripada makanan yang syubhat atau berlebihan (dalam memakan yang halal) kerana semuanya itu adalah penggerak bagi syahwat dan merupakan punca bermulanya syahwat

Rabu, 24 Februari 2021

MENJAGA PERUT



Hidup ini sesungguhnya bukan hanya soal perut. Seorang Muslim, seperti dicontohkan Khalifah Umar, tidak boleh teperdaya oleh kenikmatan sesaat yang bersifat duniawi, tetapi ia harus selalu ingat tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Dalam sebuah kisah diceritakan bahwa pada suatu hari, Khalid bin Walid menyuguhkan makanan kepada Khalifah Umar bin Khattab. ''Makanan ini untukku?'' tanya Umar. ''Mana makanan untuk orang-orang miskin dan kaum Muhajirin yang acap kali mati kelaparan,'' tanya Umar lagi. ''Mereka mendapat surga tuan,'' jawab Khalid. "Kalau mereka mendapat surga, sedangkan kita hanya mendapat makanan ini, mereka sungguh lebih beruntung daripada kita,'' tegas Umar.

dalam hadits dijelaskan bahwa perut adalah “wadah terburuk” yang diisi.

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk yaitu perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas” [HR At-Tirmidzi (2380), Ibnu Majah (3349), Ahmad (4/132), dan lain-lain. Dan hadits ini di-shahih-kan olehAl-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah (2265)]

Imam Na-Nawawi rahimahullah berkata,

مع أن قلة الأكل من محاسن أخلاق الرجل ، وكثرة الأكل بضده

Sedikit makan merupakan kemuliaan akhlak seseorang dan banyak makan adalah lawannya.” [Syarh Muslim lin Nawawi 14/25]

Untuk mencapai kemuliaan, seorang Muslim, seperti ditunjukkan Umar tadi, harus mampu menjaga dan mengendalikan perutnya, karena secara rohani perut merupakan salah satu organ tubuh yang paling sulit dikendalikan. Ia paling banyak menuntut, memakan biaya besar, dan sangat berbahaya karena ia merupakan sumber lahirnya keinginan-keinginan buruk (syahwat).

Dalam kitab Minhaj al-'Abidin, Imam Ghazali mengingatkan agar seorang Muslim mampu menjaga perutnya, terutama dari dua hal ini. Pertama, dari semua perkara yang haram dan syubhat. Kedua, dari berfoya-foya atau berpuas-puas diri meskipun dari perkara yang halal.

Larangan pertama harus dijauhi, Dalam Islam pemakan barang haram diancam dua keburukan besar. Pertama, siksa api neraka. Firman Allah:

اِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ اَمْوَالَ الْيَتٰمٰى ظُلْمًا اِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِيْ بُطُوْنِهِمْ نَارًا ۗ وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيْرًا ࣖ

Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (Q.S. 4:An-Nisa’, 10)

Kedua, ibadah dan kebaikannya tertolak (mathrud). Pemakan barang haram, karena kotor tak mungkin mendapat ridha Tuhan, meski ia beribadah siang dan malam. Sabda Rasulullah SAW, ''Siapa makan barang haram, maka Allah tidak akan menerima semua ibadahnya, wajib maupun sunat.'' (RH Dailami).

Larangan kedua, berfoya-foya atau berpuas-puas diri harus pula dijauhi karena hal ini mengandung keburukan-keburukan yang amat banyak. Ibarat tanaman, kalau terendam banjir, ia pasti mati. Imam Ghazali menyebutkan sepuluh keburukan. Di antaranya: hati menjadi keras dan mati; Cenderung melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah; Cenderung malas beribadah, karena terlalu kenyang, ia menjadi berat hati dan malas melakukan kebaikan-kebaikan;  Ia bakal tercekal dalam pemeriksaan amal di akhirat, lantaran semua harta yang dimiliki harus diregistrasi ulang dan diaudit secara transparan. Jadi, ia tidak akan bisa lari dari hisab dan azab.

Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

لان الشبع يثقل البدن، ويقسي القلب، ويزيل الفطنة، ويجلب النوم، ويضعف عن العبادة

Karena kekenyangan (memuaskan nafsu perut dan mulut) membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur dan lemah untuk beribadah.”

[ Siyar A’lam An-Nubala 8/248, Darul hadits, Koiro, 1427 H, syamilah]

 

 

Selasa, 23 Februari 2021

MENJAGA LISAN

 


Allah swt menciptakan lidah untuk berdzikir, membaca al Qur’an, membimbing kepada kebenaran, mengatakan sesuai kebutuhan, demikianlah pesan Imam al Ghazali. Ketika manusia menggunakan lisan bukan untuk taat kepada Allah swt maka berarti sama halnya dengan mengkufuri nikmat Allah.

لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا

Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar  (Q.S. an-Nisaa'[4]: 114).

Rasulullah SAW juga bersabda:

سلامة الإنسان في حفظ اللسان

"Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan." (H.R. al-Bukhari).

Diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah SAW juga bersabda:

عليك بطول الصمت فإنه مطردة الشيطان وعون لك علي أمردينك

"Hendaklah engkau lebih banyak diam, sebab diam dapat menyingkirkan setan dan menolongmu terhadap urusan agamamu." (H.R. Ahmad).

Allah memperingatkan bahwa terdapat malaikat yang mencatat setiap ucapan manusia, yang baik maupun yang buruk

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ

Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat((QS. Qaaf [50]: 18)

وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُوْنَ اَنْ يَّشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَآ اَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُوْدُكُمْ وَلٰكِنْ ظَنَنْتُمْ اَنَّ اللّٰهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيْرًا مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ

Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu ) bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan (QS. Fushshilat [41]: 22)."

Hukuman untuk manusia yang tidak menjaga lisannya juga sudah dituliskan.

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat." (HR. Muslim no. 2988).

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no. 6474 dari Sahl bin Sa'id bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ

"Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga".

Yang dimaksud dengan apa yang ada di antara dua janggutnya adalah mulut. Sedangkan apa yang ada di antara kedua kakinya adalah kemaluan.


Jumat, 19 Februari 2021

MENJAGA TELINGA

 


Telinga merupakan organ tubuh yang amat vital. Ilmu dan kabar dapat kita peroleh dengan mudah bila telinga normal. Maka hendaklah bersyukur atasnya dengan senantiasa menjaga dan merawatnya. Menjaga kesehatan mata secara ruhiyah, berdasarkan pesan Imam al Ghazali: “Hendaknya engkau menjaga telinga. Jangan dengarkan perkara bid’ah (fitnah), pembahasan hal ikhwal orang lain yang negatif, kata-kata jelek, perbincangan batil, atau bahasan tentang kejelekan-kejelekan orang lain.”

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا

Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (Q.S. 17: al Isra’, 36).

Ayat ini, memerintahkan kepada kita untuk menjaga keadaan telinga agar tetap mampu menjalankan fungsinya dengan sempurna, dengan baik, hingga tutup usia.


MENJAGA MATA



Imam al Ghazali berpesan: Mata diciptakan Allah untuk dapat  melihat segala sesuatu sehingga engkau dapat menggunakannya dalam menunaikan segala keinginanmu dan engkau dapat melihat dengan matamu akan keajaiban dan keindahan ciptaan langit dan bumi, sehingga engkau dapat mengambil iktibar dari padanya. Maka peliharalah matamu dari empat perkara:

  1. Melihat perempuan yang bukan mahram
  2. Melihat gambar-gambar yang menghadirkan syahwat
  3. Melihat orang lain dengan sinis
  4. Melihat aib orang lain

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (Q.S. 29: An Nur, 30)

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ 

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung (Q.S. 29: An Nur, 31)

Islam mengharamkan umatnya mengumbar pandangan. Apalagi jika hal ini berkait dengan pandangan seorang laki-laki kepada perempuan dan seorang perempuan memandang laki-laki. Mata adalah kuncinya hati, dan pandangan adalah jalan membawa fitnah dan sampai kepada perbuatan zina. Ini sesuai dengan syair kuno: ''Semua peristiwa, asalnya karena pandangan. Kebanyakan orang masuk neraka adalah karena dosa kecil. Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas beri salam, kemudian berbicara, lalu berjanji, dan sesudah itu bertemu.

Oleh karena itulah, Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan supaya menundukkan pandangannya, diiringi dengan perintah untuk memelihara kemaluannya. Yang dimaksud menundukkan pandangan itu bukan berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah.

Menundukkan pandangan ialah menjaga pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali. Pada suatu kesempatan Rasulullah SAW berpesan kepada Ali bin Abi Thalib:

يَا عَلِيُّ لا تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ

''Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh''. (HR Ahmad, Abu Daud dan Turmidzi).

Rasulullah SAW menganggap pandangan liar dan menjurus kepada lain jenis, sebagai suatu perbuatan zina. Sabda beliau:

العينان تزنيان وزناهما النظر

''Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat.'' (HR Al-Bukhari)

Tindakan seperti itu merupakan salah satu bentuk bersenang-senang dan memuaskan gharizah (naluri) seksual yang tidak dibenarkan oleh syara'. Pandangan 'lezat' ini bukan saja membahayakan kemurnian budi, tapi bisa merusak kestabilan berpikir dan ketenteraman hati. Mari kita jaga mata kita. Semoga Allah SWT akan membersihkan dari hal-hal yang buruk. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui apa yang kita perbuat.

Selasa, 16 Februari 2021

CARA MENINGGALKAN MAKSIAT ZAHIR (MAKSIAT ANGGOTA TUBUH)

Imam al Ghozali berpesan: Ketahuilah bahwasannya jika engkau melakukan sesuatu maksiat, maka sebenarnya engkau melakukan maksiat itu dengan menggunakan anggota badanmu yang merupakan nikmat Allah swt yang dianugerahkan kepadamu. Jadi ketika engkau menggunakan anggota tubuhmu untuk melakukan maksiat bermakna engkau menyalahgunakan nikmat yang dianugerahkan dan mengkhianati terhadap amanah yang diberikan. Dan anggota tubuhmu adalah rakyatmu maka hendaklah engkau berpikir baik-baik bagaimana sepatutnya engkau menjaganya.

Rosulullah saw bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ

Dari Abdullah, Nabi bersabda: Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya (Hadits Sahih Riwayat al-Bukhari: 4789)

Lebih lanjut Imam al Ghozali berpesan: Dan ketahuilah olehmu bahwasanya semua anggotamu akan bersaksi di atas segala perbuatanmu di padang mahsyar kelak dengan menuturkan perkataan yang lancar dan terang. Anggotamu akan menunjukkan segala rahasiamu di hadapan perhimpunan agung di Padang Mahsyar. Dalam hal ini Allah berfirman:

يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (Q.S. 24: An Nur, 24).

اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (Q.S. 36: Yasin, 65).

Maka jagalah baik-baik seluruh anggotamu. Khususnya anggotamu yang tujuh karena pintu neraka itu tujuh pula dan telah ditentukan setiap pintu itu untuk dimasuki oleh kumpulan yang telah melakukan perbuatan maksiat dengan salah satu di antara tuuh anggota badan, yaitu mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan dan kaki

Minggu, 14 Februari 2021

AGAMA ITU, MENINGGALKAN MAKSIAT & MENGERJAKAN TAAT

 Agama Itu, Meninggalkan Maksiat & Mengerjakan Taat

Meninggalkan maksiat adalah lebih berat daripada mengerjakan taat, karana mengerjakan taat senang dilihat oleh banyak orang tetapi meninggalkan syahwat (maksiat) adalah berat dan hanya dapat Dirasakan oleh diri sendiri. Meninggalkan maksiat dilaksanakan oleh mereka yang melangkah pada jalan yang benar.

Maka kerana itu Rasulullah saw bersabda: "Orang yang berhijrah dengan sebenarnya ialah orang yang berhijrah daripada kejahatan (meninggalkan kejelekan).

"Dan mujahid yang sebenarnya ialah orang yang memerangi hawa nafsunya."

أفضلُ الْمُؤْمِنينَ إسْلاماً مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسانِهِ وَيَدِه وأفْضَلُ المُؤْمِنينَ إيمَاناً أحْسَنُهُمْ خُلُقاً وأفْضَلُ المُهاجِرِينَ مَنْ هَجَرَ مَا نَهى اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ وأفضلُ الجهادِ منْ جاهَدَ نَفْسَهُ فِي ذاتِ اللَّهِ عزّ وجَل

Mukmin yang paling utama keislamannya adalah umat Islam yang selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Mukmin paling utama keimanannya adalah yang paling baik perilakunya. Muhajirin paling utama adalah orang yang meninggalkan larangan Allah. Jihad paling utama adalah jihad melawan nafsu sendiri karena Allah. (Hadits ini diriwayatkan dalam Musnad Ahmad, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abi dawud, dan Shahih Ibn Hibban)

Setiap orang memiliki nafsu dan nafsu itu ternyata menjadi bagian dari diri seseorang. Oleh karena itu perang melawan hawa nafsu menjadi benar-benar amat sulit dan berat, oleh karena musuh itu tidak kelihatan, tidak tampak, dan bahkan tidak dirasakan.

Nafsu yang dimaksudkan itu adalah dorongan dari dalam diri seseorang. Dorongan itu bermacam-macam, misalnya dorongan agar semakin dihargai oleh orang lain, semakin kaya raya, semakin berpangkat atau memiliki jabatan tinggi, semakin menang dari orang lain, atau semakin hebat dalam berbagai halnya. Dorongan itu kadang tidak terkendali. Bahkan, keputusan akalnya sendiri saja tidak diikuti. Akalnya mengatakan tidak, tetapi nafsunya mendorong terus hingga apa yang diinginkan itu tercapai.

Seseorang yang terlalu mengikuti hawa nafsu akan berakhir dengan merugi dan bahkan celaka. Artinya, tatkala hawa nafsu sudah menjadi sesuatu yang harus diikuti, maka yang bersangkutan telah mengalami kekalahan. Tentu mereka tidak merasakan bahwa dirinya sedang kalah perang, yaitu perang dengan dirinya sendiri. Akalnya berusaha untuk memberikan pertimbangan, tetapi nafsunya tidak berhasil dikendalikan.

Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri itu bisa kita temukan pada setiap saat, dan bahkan juga termasuk ada pada diri kita sendiri. Seseorang sudah dikaruniai jabatan, kekayaan, kehormatan dan lain-lain, namun ternyata masih bernafsu menambah yang lebih tinggi. Berbagai usaha tanpa mengenal lelah diusahakan hingga menempuh jalan yang tidak seharusnya dilalui. Untuk memenuhi dorongan nafsu yang terlalu kuat itu, seseorang berani menempuh cara-caya yang tidak patut. Na'udzu billahi min dzalika

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...