Jumat, 26 Desember 2025

TALAK EMOSI

Kasus "Seorang suami mengucapkan kata cerai saat marah hebat dalam pertengkaran rumah tangga"
Pertanyaan: Apakah talak yang diucapkan dalam keadaan emosi tersebut sah menurut hukum Islam dan hukum negara?

Jawaban Konselor kepada Klien

Bapak/Ibu yang saya hormati, terima kasih telah menyampaikan persoalan ini. Saya memahami bahwa situasi pertengkaran yang disertai emosi hebat adalah kondisi yang sangat berat dan melelahkan secara batin. Karena itu, izinkan saya menjelaskan persoalan ini secara perlahan, agar Bapak/Ibu memperoleh ketenangan, kejelasan, dan jalan terbaik.

Pertama, dari sisi keagamaan (normatif-teologis)

Dalam Islam, perceraian bukanlah perkara ringan. Rasulullah saw bersabda:

حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْوَلِيدِ الْوَصَّافِيِّ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏"‏ أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ الطَّلاَقُ ‏"‏ ‏.‏

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa: Rasulullah saw bersabda: "Halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak." (Hadits Sunan Ibnu Majah No. 2018 - Kitab Kitab Talak)

Artinya, talak memang dibolehkan, tetapi bukan untuk diucapkan secara tergesa-gesa, apalagi dalam kondisi marah yang memuncak. Islam mengajarkan bahwa keputusan besar dalam rumah tangga harus lahir dari kesadaran, ketenangan, dan pertimbangan matang, bukan dari luapan emosi sesaat.

Para ulama menjelaskan bahwa marah itu bertingkat. Jika marah masih dalam kondisi sadar, mengetahui apa yang diucapkan, maka secara fiqh sebagian ulama menyatakan talak bisa jatuh. Namun apabila marah sudah sampai pada tingkat hilang kendali dan tidak sadar dengan ucapannya, maka banyak ulama berpendapat talak tidak sah, karena tidak terpenuhi unsur kesengajaan. Rasulullah saw bersabda:

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ الزُّهْرِيُّ، أَنَّ يَعْقُوبَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَهُمْ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ يَزِيدَ الْحِمْصِيِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ الَّذِي، كَانَ يَسْكُنُ إِيلْيَا قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عَدِيِّ بْنِ عَدِيٍّ الْكِنْدِيِّ حَتَّى قَدِمْنَا مَكَّةَ فَبَعَثَنِي إِلَى صَفِيَّةَ بِنْتِ شَيْبَةَ وَكَانَتْ قَدْ حَفِظَتْ مِنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ ‏"‏ لاَ طَلاَقَ وَلاَ عَتَاقَ فِي غَلاَقٍ ‏"‏ ‏.‏ قَالَ أَبُو دَاوُدَ الْغِلاَقُ أَظُنُّهُ فِي الْغَضَبِ ‏.‏

 Ubaidullah bin Sa'd az-Zuhri berkata: Yaqoub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Ibn Ishaq, dari Thaur bin Yazid al-Himsiy, dari Muhammad bin Ubaid bin Abu Salih yang tinggal di Ayliya, ia berkata: Aku pergi bersama Adi bin Adi al-Kindi hingga kami tiba di Mekah. Ia mengutusku kepada Safiyyah binti Shaybah yang telah mendengar dari Aisyah. Ia berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada talak dan tidak ada pembebasan dalam keadaan terpaksa (ghalaq)." Abu Dawud berkata: "Ghalaq itu aku kira dalam keadaan marah." (Hadits Sunan Abu Dawud No. 2193)

Dari sini kita belajar bahwa Islam sangat berhati-hati dalam memandang talak yang diucapkan saat emosi.

Kedua, dari sisi hukum (yuridis-formal)

Bapak/Ibu perlu saya sampaikan dengan tenang bahwa menurut hukum negara di Indonesia, ucapan cerai yang disampaikan saat marah di rumah tidak serta-merta memutuskan perkawinan.

Dalam:

  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Pasal 39 (1): Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
  • Kompilasi Hukum Islam (KHI): Pasal 115: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

Ditegaskan bahwa perceraian hanya sah apabila dilakukan di hadapan sidang Pengadilan Agama dan diputus oleh hakim. Artinya: Secara hukum negara, perkawinan Bapak dan Ibu masih sah, selama belum ada putusan Pengadilan Agama.

Ini adalah bentuk perlindungan negara agar keluarga tidak rusak hanya karena emosi sesaat.

Ketiga, dari sisi psikologis dan emosional

Marah adalah reaksi manusiawi, namun ucapan yang keluar saat marah sering kali tidak mencerminkan niat terdalam seseorang. Banyak pasangan yang setelah emosi reda justru menyesal atas kata-kata yang terlanjur diucapkan. Islam sendiri mengajarkan pengendalian emosi. Rasulullah saw bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ ‏"‏‏.‏

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah (semoga damai atasnya) bersabda: "Orang yang kuat bukanlah orang yang mengalahkan orang lain dengan kekuatannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mengendalikan dirinya saat marah." (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 6114)

Karena itu, yang paling penting saat ini adalah menenangkan diri, bukan menyalahkan diri sendiri atau pasangan. 

Keempat, dari sisi sosial dan kultural

Dalam masyarakat kita, sering berkembang anggapan bahwa sekali kata cerai terucap maka rumah tangga sudah berakhir. Padahal anggapan ini tidak sepenuhnya benar, baik menurut hukum Islam maupun hukum negara.

Pemahaman yang keliru ini sering memperbesar konflik, memperkeruh suasana keluarga besar, dan menambah tekanan sosial. Karena itu, penting bagi Bapak/Ibu untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum memahami duduk perkaranya secara benar. 

Kelima, dari sisi edukatif (pencerahan dan literasi)

Peristiwa ini dapat menjadi pembelajaran penting bahwa:

  • Talak bukan alat meluapkan emosi
  • Pertengkaran perlu diselesaikan dengan dialog, bukan ancaman
  • Rumah tangga memerlukan ilmu, kesabaran, dan komunikasi sehat

Allah SWT berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."(QS. Ar-Rum: 21) 

Ayat ini mengingatkan bahwa tujuan pernikahan adalah ketenangan, bukan pertengkaran berkepanjangan. 

Keenam, dari sisi preventif dan solutif

Langkah bijak yang bisa ditempuh adalah:

  1. Memberi waktu untuk menenangkan diri
  2. Membuka komunikasi yang jujur dan saling mendengar
  3. Melibatkan pihak ketiga yang bijak bila diperlukan
  4. Mengikuti konseling lanjutan
  5. Menjadikan perceraian sebagai jalan terakhir, bukan solusi utama

Allah SWT berfirman:

 

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa: 35) 

Ketujuh, dari sisi etika dan profesionalitas konselor

Sebagai konselor, tugas saya bukan memutuskan sah atau tidaknya talak, melainkan:

  • Membantu Bapak/Ibu memahami persoalan secara utuh
  • Menenangkan dan mencerahkan
  • Mengarahkan pada langkah yang paling maslahat

Keputusan hukum tetap berada pada lembaga yang berwenang, sementara konseling berfungsi mencegah penyesalan di kemudian hari

Kedelapan, dari sisi keteladanan dan dakwah bil hikmah

Jawaban ini adalah bagian dari dakwah dengan hikmah, sebagaimana firman Allah:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)

Islam mengajarkan bahwa setiap masalah selalu memiliki jalan keluar, selama dihadapi dengan kesabaran, ilmu, dan niat baik. 

Penutup Konselor

Bapak/Ibu yang saya hormati, berdasarkan penjelasan tadi dapat saya sampaikan bahwa ucapan cerai saat marah tidak serta-merta memutuskan perkawinan menurut hukum negara, dan dalam Islam pun dipandang dengan sangat hati-hati. Oleh karena itu, mari kita jadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk memperbaiki komunikasi, menata kembali niat, dan mengupayakan perdamaian.

InsyaAllah, dengan niat baik dan langkah yang tepat, selalu ada jalan menuju kebaikan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TALAK EMOSI

Kasus " Seorang suami mengucapkan kata cerai saat marah hebat dalam pertengkaran rumah tangga" Pertanyaan: Apakah talak yang diu...