Pertanyaan: Apakah talak yang diucapkan dalam keadaan emosi tersebut sah menurut hukum Islam dan hukum negara?
Jawaban Konselor kepada Klien
Bapak/Ibu yang saya hormati, terima kasih telah menyampaikan
persoalan ini. Saya memahami bahwa situasi pertengkaran yang disertai emosi
hebat adalah kondisi yang sangat berat dan melelahkan secara batin. Karena itu,
izinkan saya menjelaskan persoalan ini secara perlahan, agar Bapak/Ibu
memperoleh ketenangan, kejelasan, dan jalan terbaik.
Pertama, dari sisi keagamaan (normatif-teologis)
Dalam Islam, perceraian bukanlah perkara ringan. Rasulullah saw
bersabda:
حَدَّثَنَا
كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ الْحِمْصِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ، عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْوَلِيدِ الْوَصَّافِيِّ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ،
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه
وسلم ـ " أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ الطَّلاَقُ " .
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa: Rasulullah saw bersabda: "Halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak." (Hadits Sunan Ibnu Majah No. 2018 - Kitab Kitab Talak)
Artinya, talak memang dibolehkan, tetapi bukan untuk diucapkan
secara tergesa-gesa, apalagi dalam kondisi marah yang memuncak. Islam
mengajarkan bahwa keputusan besar dalam rumah tangga harus lahir dari
kesadaran, ketenangan, dan pertimbangan matang, bukan dari luapan emosi
sesaat.
Para ulama menjelaskan bahwa marah itu bertingkat. Jika marah
masih dalam kondisi sadar, mengetahui apa yang diucapkan, maka secara fiqh
sebagian ulama menyatakan talak bisa jatuh. Namun apabila marah sudah sampai
pada tingkat hilang kendali dan tidak sadar dengan ucapannya, maka
banyak ulama berpendapat talak tidak sah, karena tidak terpenuhi unsur
kesengajaan. Rasulullah saw bersabda:
حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ الزُّهْرِيُّ، أَنَّ يَعْقُوبَ بْنَ إِبْرَاهِيمَ،
حَدَّثَهُمْ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، عَنْ ثَوْرِ بْنِ
يَزِيدَ الْحِمْصِيِّ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي صَالِحٍ
الَّذِي، كَانَ يَسْكُنُ إِيلْيَا قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عَدِيِّ بْنِ عَدِيٍّ
الْكِنْدِيِّ حَتَّى قَدِمْنَا مَكَّةَ فَبَعَثَنِي إِلَى صَفِيَّةَ بِنْتِ
شَيْبَةَ وَكَانَتْ قَدْ حَفِظَتْ مِنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ عَائِشَةَ
تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ " لاَ
طَلاَقَ وَلاَ عَتَاقَ فِي غَلاَقٍ " . قَالَ أَبُو دَاوُدَ الْغِلاَقُ
أَظُنُّهُ فِي الْغَضَبِ .
Dari sini kita belajar bahwa Islam sangat berhati-hati dalam memandang talak yang diucapkan saat emosi.
Kedua, dari sisi hukum (yuridis-formal)
Bapak/Ibu perlu saya sampaikan dengan tenang bahwa menurut hukum
negara di Indonesia, ucapan cerai yang disampaikan saat marah di rumah tidak
serta-merta memutuskan perkawinan.
Dalam:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: Pasal 39 (1): Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
- Kompilasi Hukum Islam (KHI): Pasal 115: Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Ditegaskan bahwa perceraian hanya sah apabila dilakukan di hadapan
sidang Pengadilan Agama dan diputus oleh hakim. Artinya: Secara hukum
negara, perkawinan Bapak dan Ibu masih sah, selama belum ada putusan
Pengadilan Agama.
Ini adalah bentuk perlindungan negara agar keluarga tidak rusak
hanya karena emosi sesaat.
Ketiga, dari sisi psikologis dan emosional
Marah adalah reaksi manusiawi, namun ucapan yang keluar saat marah
sering kali tidak mencerminkan niat terdalam seseorang. Banyak pasangan
yang setelah emosi reda justru menyesal atas kata-kata yang terlanjur
diucapkan. Islam
sendiri mengajarkan pengendalian emosi. Rasulullah saw bersabda:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ
سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ أَنَّ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ " لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ،
إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ ".
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah (semoga damai atasnya) bersabda:
"Orang yang kuat bukanlah orang yang mengalahkan orang lain dengan
kekuatannya, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mengendalikan dirinya
saat marah." (Hadits
Shahih Al-Bukhari No. 6114)
Karena itu, yang paling penting saat ini adalah menenangkan diri, bukan menyalahkan diri sendiri atau pasangan.
Keempat,
dari sisi sosial dan kultural
Dalam masyarakat kita, sering berkembang anggapan bahwa sekali kata
cerai terucap maka rumah tangga sudah berakhir. Padahal anggapan ini tidak
sepenuhnya benar, baik menurut hukum Islam maupun hukum negara.
Pemahaman yang keliru ini sering memperbesar konflik, memperkeruh suasana keluarga besar, dan menambah tekanan sosial. Karena itu, penting bagi Bapak/Ibu untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan sebelum memahami duduk perkaranya secara benar.
Kelima, dari
sisi edukatif (pencerahan dan literasi)
Peristiwa ini
dapat menjadi pembelajaran penting bahwa:
- Talak bukan alat meluapkan emosi
- Pertengkaran perlu diselesaikan dengan dialog,
bukan ancaman
- Rumah tangga memerlukan ilmu, kesabaran, dan
komunikasi sehat
Allah SWT
berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."(QS. Ar-Rum: 21)
Ayat ini mengingatkan bahwa tujuan pernikahan adalah ketenangan, bukan pertengkaran berkepanjangan.
Keenam, dari
sisi preventif dan solutif
Langkah bijak
yang bisa ditempuh adalah:
- Memberi waktu untuk menenangkan diri
- Membuka komunikasi yang jujur dan saling mendengar
- Melibatkan pihak ketiga yang bijak bila diperlukan
- Mengikuti konseling lanjutan
- Menjadikan perceraian sebagai jalan terakhir,
bukan solusi utama
Allah SWT
berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ
شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا
إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلِيمًا خَبِيرًا
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisa: 35)
Ketujuh,
dari sisi etika dan profesionalitas konselor
Sebagai
konselor, tugas saya bukan memutuskan sah atau tidaknya talak, melainkan:
- Membantu Bapak/Ibu memahami persoalan secara utuh
- Menenangkan dan mencerahkan
- Mengarahkan pada langkah yang paling maslahat
Keputusan hukum tetap berada pada lembaga yang berwenang, sementara konseling berfungsi mencegah penyesalan di kemudian hari.
Kedelapan,
dari sisi keteladanan dan dakwah bil hikmah
Jawaban ini
adalah bagian dari dakwah dengan hikmah, sebagaimana firman Allah:
ادْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ
سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.
An-Nahl: 125)
Islam mengajarkan bahwa setiap masalah selalu memiliki jalan keluar, selama dihadapi dengan kesabaran, ilmu, dan niat baik.
Penutup
Konselor
Bapak/Ibu yang saya hormati, berdasarkan penjelasan tadi dapat saya
sampaikan bahwa ucapan cerai saat marah tidak serta-merta memutuskan perkawinan
menurut hukum negara, dan dalam Islam pun dipandang dengan sangat hati-hati.
Oleh karena itu, mari kita jadikan peristiwa ini sebagai momentum untuk
memperbaiki komunikasi, menata kembali niat, dan mengupayakan perdamaian.
InsyaAllah, dengan niat baik dan langkah yang tepat, selalu ada
jalan menuju kebaikan.
%20(1).png)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar