Minggu, 28 Desember 2025

NIKAH SIRI BERTAHUN-TAHUN

Kasus: Pasangan suami istri telah menikah siri selama 10 tahun dan memiliki dua anak.

Pertanyaan: Bagaimana status hukum pernikahan dan hak-hak anak menurut hukum keluarga Islam dan peraturan perundang-undangan?

Jawaban:

Bapak dan Ibu yang saya hormati, terima kasih telah datang dan menyampaikan persoalan ini dengan jujur. Saya memahami bahwa pernikahan yang telah dijalani selama bertahun-tahun, apalagi telah dikaruniai anak, tentu bukan hal yang ringan untuk dibicarakan. Karena itu, izinkan saya menjelaskan persoalan ini secara utuh dan perlahan, agar Bapak dan Ibu memperoleh kejelasan, ketenangan, dan jalan keluar yang maslahat. 

1. Sisi Keagamaan (Normatif–Teologis)

Dalam Islam, perkawinan adalah akad yang sakral dan mulia, yang bertujuan menjaga kehormatan, keturunan, dan ketenteraman hidup. Allah SWT berfirman:

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu …” (QS. An-Nur: 32) 

Secara fiqh, apabila pernikahan siri telah memenuhi rukun dan syarat nikah (ada calon suami-istri, wali, dua saksi, ijab kabul), maka akad nikahnya sah secara agama.

Namun Islam juga mengajarkan agar pernikahan tidak disembunyikan, melainkan diumumkan demi menghindari mudarat. Rasulullah saw bersabda:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ ـ رضى الله عنه ـ قَالَ رَأَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَثَرَ صُفْرَةٍ فَقَالَ ‏"‏ مَهْيَمْ ‏"‏‏.‏ أَوْ ‏"‏ مَهْ ‏"‏‏.‏ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ‏.‏ فَقَالَ ‏"‏ بَارَكَ اللَّهُ لَكَ أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ ‏"‏‏.‏

Diriwayatkan dari Anas: Nabi saw melihat tanda kuning (minyak wangi) di pakaian `Abdur-Rahman bin `Auf, lalu berkata, "Apa yang terjadi denganmu?" `Abdur-Rahman menjawab, "Saya telah menikahi seorang wanita dengan mahar emas seberat biji kurma." Nabi saw berkata, "Semoga Allah memberkahi kamu (dalam pernikahanmu). Adakanlah walimah, meskipun hanya dengan seekor domba." (Hadits Shahih Al-Bukhari No. 6386)

وَعَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «أَعْلِنُوا النِّكَاحَ». رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ.

Diceritakan hadis dari Amir bin Abdullāh bin Zubair dari bapaknya bahwa Rasulullah Saw. berkata: “Umumkanlah sebuah pernikahan”. (HR. Ahmad dan dianggap hadis sahih oleh imam Hākim)[i] 

Artinya, meskipun sah secara agama, menyembunyikan pernikahan dalam waktu lama bukanlah praktik yang dianjurkan, karena berpotensi menimbulkan ketidakadilan, terutama bagi perempuan dan anak.

قَاعِدَةٌ: دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ.

“Menolak kerusakan (mafasid) lebih diutamakan dari pada memperhitungkan kebaikan (maslahah)”

Kaidah fiqh ini merupakan prinsip dasar jurisprudensial yang konotasinya searah dengan aplikasi sadd aldzarī‘ah itu sendiri. al-Suyuthi mengatakan bila kebaikan dan kerusakan keduanya sama-sama bertentangan maka yang didahukuan adalah menolak kerusakan tersebut[ii] . Menolak hal negatif sebagai dampak dari adanya nikah bawah tangan hukumnya adalah wajib, status pernikahannya sah namun haram ketika terjadi hal mudharat. 

2. Sisi Hukum (Yuridis–Formal)

Menurut hukum negara di Indonesia, pernikahan yang tidak dicatatkan di KUA belum diakui secara administratif.

Merujuk:

  • UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada bagian Penjelasan Umum nomor 4

(b) Dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam Suratsurat keterangan, suatu akte resmi yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

 

  • Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pasal 4 Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 

·       Fatwa MUI No 10 Tahun 2008 tentang Nikah dibawah Tangan (Nikah Siri)

MUI mengeluarkan fatwa pernikahan bawah tangan adalah sah, dan wajib dicatatakan. Perkawinan siri dipandang tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan sering kali menimbulkan dampak negatif (madarat) terhadap istri atau anak yang dilahirkannya terkait dengan hak-hak mereka; seperti nafakah, hak waris, dan lain sebagainya. Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut manakala terjadi sengketa akan sulit dipenuhi, akibat tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah. Dalam Ketentuan Hukum Fatwa tersebut ditetapkan:

1)     Peserta ijtima’ sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak dampak negatif / madarat (saddan lidz-dzarī‘ah)

2)     Pernikahan di bawah tangan hukumnya sah karena telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat madarat.

Ketetapan tersebut melandaskan pada Dasar Hukum :

· Dan taatilah Rasul serta ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu

· وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ

· Tidak boleh menimbulkan bahaya dan tidak boleh saling membahayakan

Setiap perbuatan yang berpotensi menimbulkan mudarat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, harus dicegah.

·    لاَ ضَرَرَ وَلاَضِرَارَ   

·  Apabila imam (pemerintah) mewajibkan sesuatu yang memang wajib, maka kewajibannya menjadi semakin kuat. Apabila ia mewajibkan sesuatu yang sunnah, maka ia menjadi wajib. Dan apabila ia mewajibkan sesuatu yang asalnya mubah, maka hal itu menjadi wajib apabila di dalamnya terdapat kemaslahatan umum, seperti meninggalkan kebiasaan merokok.

Pernyataan ini menegaskan prinsip fikih siyasah bahwa kebijakan penguasa dapat menaikkan status hukum demi kemaslahatan umum.

·  إذا وجب الإمام بواجب تأكد وجوبه , وإذا وجب بمستحب وجب, و إذا وجب بجائز إن كانت فيه مصلحة عامة كترك شرب الدخان وجب (قول الشيخ نووي البنتني)

·  Umumkanlah pernikahan

Pernikahan harus bersifat terbuka dan diketahui masyarakat, sebagai pembeda yang tegas antara nikah yang sah dan perzinaan, serta untuk menjaga hak-hak sosial dan hukum.

·    أعلنوا النكاح

 

Konsekuensi Hukum Negara:

Tidak Ada Pengakuan Negara: Nikah siri tidak memiliki kekuatan hukum publik dan perdata.

Masalah Perlindungan dan Hak: Pihak perempuan dan anak kesulitan mendapatkan hak-hak seperti KTP, KK, warisan, dan status hukum anak.

Potensi Pidana: Pelaku bisa dijerat Pasal 279 KUHP (jika poligami tanpa izin)

Pasal 279:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:

1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;

2. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.

(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 280:

Barang siapa mengadakan perkawinan, padahal sengaja tidak memberitahu kepada pihak lain bahwa ada penghalang yang sah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun, apabila kemudian berdasarkan penghalang tersebut, perkawinan lalu dinyatakan tidak sah 

Pasal 284 KUHP (zina):

(1)   Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;

2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2)   Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

Pasal 411 UU 1/2023 (Perzinaan):

Ayat 1: “Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II”.

Terutama jika melibatkan pihak yang sudah menikah atau ada penghalang sah. 

Karena belum dicatatkan, maka terdapat beberapa bahaya:

  • Bahaya bagi istri, seperti tidak adanya perlindungan hukum terhadap nafkah, hak waris, dan status hukum ketika terjadi perceraian.
  • Bahaya bagi anak, terutama terkait status hukum, akta kelahiran, hak waris, dan perlindungan sosial.
  • Bahaya sosial, berupa konflik keluarga, stigma sosial, serta ketidakpastian tanggung jawab suami.
  • Bahaya hukum, karena tidak tercatatnya pernikahan menyulitkan negara dalam menjamin hak-hak warga.

Namun negara menyediakan solusi, yaitu melalui isbat nikah di Pengadilan Agama, agar pernikahan tersebut diakui secara hukum.

3. Sisi Psikologis dan Emosional

Hidup dalam pernikahan siri bertahun-tahun sering menimbulkan beban psikologis, terutama bagi istri dan anak:

  • Perasaan tidak aman
  • Kekhawatiran akan masa depan
  • Kecemasan terkait status hukum

Sebagai konselor, saya ingin menegaskan bahwa: Perasaan tidak tenang itu wajar, dan mencari kepastian hukum adalah bentuk tanggung jawab, bukan kesalahan.

4. Sisi Sosial dan Kultural

Dalam masyarakat kita, nikah siri sering dianggap cukup “secara agama”, namun dalam realitas sosial:

  • Istri sering mengalami stigma
  • Anak menghadapi kesulitan administrasi
  • Keluarga tidak memperoleh pengakuan sosial yang layak

Padahal Islam sangat menekankan perlindungan martabat perempuan dan anak. Rasulullah saw bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو بِشْرٍ، بَكْرُ بْنُ خَلَفٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ، عَنْ جَعْفَرِ بْنِ يَحْيَى بْنِ ثَوْبَانَ، عَنْ عَمِّهِ، عُمَارَةَ بْنِ ثَوْبَانَ عَنْ عَطَاءٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ قَالَ ‏"‏ خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي ‏"‏ ‏.‏

Diriwayatkan dari Ibn 'Abbas bahwa Nabi saw bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap istriku." (Hadits Sunan Ibnu Majah No. 1977)

Menjaga kehormatan keluarga bukan hanya urusan agama, tetapi juga tanggung jawab sosial.

5. Sisi Edukatif (Pencerahan dan Literasi)

Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa:

  • Nikah siri bukan solusi jangka panjang
  • Pencatatan nikah adalah bentuk ikhtiar syar’i dan legal
  • Hukum negara hadir untuk melindungi, bukan mempersulit

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kamu.”
(QS. An-Nisa: 59)

Mencatatkan pernikahan adalah bagian dari ketaatan pada aturan yang membawa kemaslahatan bersama.

6. Sisi Preventif dan Solutif

Langkah solusi yang dapat ditempuh:

  1. Membangun kesepahaman suami-istri
  2. Mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama
  3. Mendaftarkan pernikahan ke KUA setelah putusan
  4. Mengurus administrasi anak (akta lahir, KK, dsb.)

Langkah ini bukan membuka aib, tetapi menutup mudarat dan membuka kemaslahatan.

Kaidah fiqh menyebutkan:

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Menolak kerusakan harus didahulukan daripada menarik kemaslahatan.”

7. Sisi Etika dan Profesionalitas Konselor

Sebagai konselor, saya tidak menyalahkan pilihan masa lalu Bapak dan Ibu, tetapi:

  • Menghormati keputusan yang telah terjadi
  • Memberikan pemahaman yang objektif
  • Mengarahkan pada solusi yang sah dan aman

Konseling bukan untuk menghakimi, melainkan mendampingi menuju perbaikan.

8. Sisi Keteladanan dan Dakwah Bil Hikmah

Islam adalah agama yang solutif dan penuh kasih. Allah SWT berfirman:

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Mencatatkan pernikahan dan memperjuangkan hak anak adalah bagian dari dakwah bil hikmah, karena menjaga keturunan (hifz an-nasl) adalah tujuan utama syariat.

Penutup 

Bapak dan Ibu yang saya hormati, secara agama pernikahan Bapak dan Ibu sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun secara hukum negara, pernikahan tersebut belum memiliki kekuatan hukum. Anak-anak tetap harus dilindungi hak-haknya, dan negara menyediakan jalan yang sah melalui isbat nikah.

Langkah yang Bapak dan Ibu tempuh hari ini adalah langkah yang bertanggung jawab dan bermartabat. InsyaAllah, dengan niat baik dan ikhtiar yang benar, Allah akan membuka jalan kebaikan bagi keluarga ini.

 

 



[i] Ibn Hajar al-‘Asqalāni, Bulūgh al-Marām fī Adillat al-Aḥkām (Surabaya: Nurul Huda, t.t.), 211.

[ii] Jalāl al-Dīn Abd Rahmān bin Abī Bakar alSuyūthi, al-Asybah wa al-Nazhāir (Semarang: Pustaka Semarang, t.t., 120.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NIKAH SIRI BERTAHUN-TAHUN

Kasus: Pasangan suami istri telah menikah siri selama 10 tahun dan memiliki dua anak. Pertanyaan: Bagaimana status hukum pernikahan dan h...