Bapak dan Ibu yang saya hormati, terima kasih telah datang dan menyampaikan persoalan ini dengan terbuka. Saya memahami bahwa persoalan hubungan suami istri adalah perkara yang sangat pribadi, sensitif, dan menyentuh sisi terdalam kemanusiaan. Karena itu, izinkan saya menjelaskan persoalan ini secara perlahan, dengan penuh empati, agar kita menemukan jalan yang adil, manusiawi, dan sesuai tuntunan agama.
1. Sisi Keagamaan (Normatif–Teologis)
Dalam Islam, hubungan suami istri adalah bagian dari ibadah dan amanah
pernikahan. Allah SWT berfirman:
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang patut.”
(QS. Al-Baqarah: 228)
Hubungan batin merupakan hak suami sekaligus hak istri, bukan
kewajiban sepihak. Islam menempatkan relasi suami-istri dalam prinsip mu‘āsyarah
bil ma‘rūf (perlakuan yang baik dan beradab).
Allah SWT berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ ۚ
“Dan
pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang patut.” (QS. An-Nisa: 19)
Rasulullah saw
juga bersabda:
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا " . قَالَ وَفِي الْبَابِ عَنْ عَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ . قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda: 'Orang yang paling sempurna imannya di antara orang-orang beriman adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada wanita-wanita kalian.' (Hadits Jami' At-Tirmidzi No. 1162)
Artinya, pemenuhan nafkah batin tidak boleh dilakukan dengan paksaan, apalagi jika istri mengalami trauma. Islam tidak membenarkan relasi suami istri yang melukai jiwa dan raga.
2. Sisi Hukum (Yuridis–Formal)
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI):
- Pasal 80 menyebutkan
kewajiban suami adalah memberi nafkah lahir dan batin
- Pasal 83 menyebutkan
kewajiban istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami
Namun dalam hukum keluarga Islam dan hukum positif: Kewajiban tersebut
bersifat timbal balik dan proporsional, tidak dapat dipaksakan jika terdapat
kondisi khusus seperti:
- Gangguan psikologis
- Trauma
- Kekerasan masa lalu
Apabila pemaksaan terjadi, hal itu dapat masuk kategori kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, termasuk kekerasan seksual dan psikis.
3. Sisi Psikologis dan Emosional
Trauma masa lalu baik akibat kekerasan, pelecehan, maupun pengalaman
buruk sebelumnya dapat menyebabkan:
- Ketakutan
- Penolakan terhadap
sentuhan
- Gangguan rasa aman
dalam relasi intim
Penolakan istri dalam kondisi ini bukan bentuk pembangkangan, melainkan
mekanisme perlindungan diri.
حَدَّثَنَا
حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ،
أَخْبَرَنِي حَيْوَةُ، حَدَّثَنِي ابْنُ الْهَادِ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ،
عَنْ عَمْرَةَ، - يَعْنِي بِنْتَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ - عَنْ عَائِشَةَ، زَوْجِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ
" يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى
الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
" .
'A'isha, istri Rasulullah saw, melaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda: 'A'isha, sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut dan Dia mencintai kelemahlembutan dan memberikan kepada kelemahlembutan apa yang tidak Dia berikan kepada kekerasan dan tidak memberikan kepada yang lainnya (selain kelemahlembutan). (Hadits Shahih Muslim No. 2593)
4. Sisi Sosial dan Kultural
Dalam sebagian budaya, masih ada anggapan bahwa:
- Istri harus selalu
siap kapan pun
- Penolakan istri
dianggap dosa mutlak
Pemahaman ini perlu diluruskan, karena Islam tidak membenarkan
relasi yang menindas. Budaya patriarki yang tidak seimbang sering membuat
perempuan memendam luka tanpa berani bicara.
Konseling menjadi ruang aman untuk memulihkan martabat dan keadilan relasi suami istri.
5. Sisi Edukatif (Pencerahan dan Literasi)
Kasus ini mengajarkan bahwa:
- Hubungan intim
adalah komunikasi, bukan paksaan
- Hak suami tidak
menghapus hak istri atas rasa aman
- Pernikahan
membutuhkan ilmu, empati, dan kesabaran
Allah SWT berfirman:
لَا یُكَلِّفُ اللّٰهُ
نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ؕ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)
Jika istri belum sanggup secara psikologis, maka pendekatan yang tepat adalah pemulihan, bukan penekanan.
6. Sisi Preventif dan Solutif
Langkah solutif yang dapat ditempuh:
- Membangun komunikasi
terbuka tanpa saling menyalahkan
- Mengakui trauma
sebagai masalah bersama, bukan kesalahan istri
- Mengikuti konseling
pernikahan dan konseling trauma
- Memberi waktu dan
rasa aman bagi istri
- Menguatkan hubungan
emosional sebelum hubungan fisik
Prinsip Islam: al-‘ajalah minasy-syaithān (tergesa-gesa itu dari
setan), sedangkan kesabaran mendatangkan kebaikan.
Sebagai konselor:
- Saya tidak
membenarkan pemaksaan
- Tidak pula
menyalahkan pihak mana pun
- Menjaga kerahasiaan
dan martabat klien
- Mengarahkan pada
solusi yang paling maslahat
Konselor bukan hakim, tetapi pendamping menuju pemulihan dan kedewasaan relasi.
8. Sisi Keteladanan dan Dakwah Bil Hikmah
Rasulullah saw adalah teladan utama dalam memperlakukan istri dengan
kasih sayang, bukan dominasi. Dakwah keluarga bukan dengan tekanan, tetapi
dengan keteladanan.
Allah SWT berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.”
(QS. An-Nahl: 125)
Menjaga perasaan pasangan, menyembuhkan luka batin, dan membangun kembali kepercayaan adalah bagian dari dakwah bil hikmah dalam keluarga.
Penutup
Bapak dan Ibu yang saya hormati, dalam Islam kewajiban suami dan
istri bersifat timbal balik dan dilandasi kasih sayang. Penolakan istri karena
trauma bukanlah pembangkangan, melainkan sinyal bahwa ada luka yang perlu
disembuhkan. Jalan terbaik bukan paksaan, tetapi kesabaran, pendampingan, dan
ikhtiar bersama.
InsyaAllah, dengan niat baik, empati, dan usaha yang benar, hubungan
suami istri tidak hanya pulih, tetapi menjadi lebih dewasa dan bermakna.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar