Senin, 29 Desember 2025

ISTRI MENOLAK NAFKAH BATIN KARENA TRAUMA MASA LALU

 


Bapak dan Ibu yang saya hormati, terima kasih telah datang dan menyampaikan persoalan ini dengan terbuka. Saya memahami bahwa persoalan hubungan suami istri adalah perkara yang sangat pribadi, sensitif, dan menyentuh sisi terdalam kemanusiaan. Karena itu, izinkan saya menjelaskan persoalan ini secara perlahan, dengan penuh empati, agar kita menemukan jalan yang adil, manusiawi, dan sesuai tuntunan agama. 

1. Sisi Keagamaan (Normatif–Teologis)

Dalam Islam, hubungan suami istri adalah bagian dari ibadah dan amanah pernikahan. Allah SWT berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ

“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut.”
(QS. Al-Baqarah: 228)

Hubungan batin merupakan hak suami sekaligus hak istri, bukan kewajiban sepihak. Islam menempatkan relasi suami-istri dalam prinsip mu‘āsyarah bil ma‘rūf (perlakuan yang baik dan beradab).

Allah SWT berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ

“Dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang patut.” (QS. An-Nisa: 19)

Rasulullah saw juga bersabda:

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ، مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلاَءِ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو، حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا ‏"‏ ‏.‏ قَالَ وَفِي الْبَابِ عَنْ عَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ ‏.‏ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ ‏

Abu Hurairah melaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda: 'Orang yang paling sempurna imannya di antara orang-orang beriman adalah yang paling baik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik kepada wanita-wanita kalian.' (Hadits Jami' At-Tirmidzi No. 1162) 

Artinya, pemenuhan nafkah batin tidak boleh dilakukan dengan paksaan, apalagi jika istri mengalami trauma. Islam tidak membenarkan relasi suami istri yang melukai jiwa dan raga. 

2. Sisi Hukum (Yuridis–Formal)

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI):

  • Pasal 80 menyebutkan kewajiban suami adalah memberi nafkah lahir dan batin
  • Pasal 83 menyebutkan kewajiban istri adalah berbakti lahir dan batin kepada suami

Namun dalam hukum keluarga Islam dan hukum positif: Kewajiban tersebut bersifat timbal balik dan proporsional, tidak dapat dipaksakan jika terdapat kondisi khusus seperti:

  • Gangguan psikologis
  • Trauma
  • Kekerasan masa lalu

Apabila pemaksaan terjadi, hal itu dapat masuk kategori kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, termasuk kekerasan seksual dan psikis. 

3. Sisi Psikologis dan Emosional

Trauma masa lalu baik akibat kekerasan, pelecehan, maupun pengalaman buruk sebelumnya dapat menyebabkan:

  • Ketakutan
  • Penolakan terhadap sentuhan
  • Gangguan rasa aman dalam relasi intim

Penolakan istri dalam kondisi ini bukan bentuk pembangkangan, melainkan mekanisme perlindungan diri.

حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي حَيْوَةُ، حَدَّثَنِي ابْنُ الْهَادِ، عَنْ أَبِي بَكْرِ بْنِ حَزْمٍ، عَنْ عَمْرَةَ، - يَعْنِي بِنْتَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ - عَنْ عَائِشَةَ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏"‏ يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ ‏"‏ ‏.‏

'A'isha, istri Rasulullah saw, melaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda: 'A'isha, sesungguhnya Allah itu Maha Lemah Lembut dan Dia mencintai kelemahlembutan dan memberikan kepada kelemahlembutan apa yang tidak Dia berikan kepada kekerasan dan tidak memberikan kepada yang lainnya (selain kelemahlembutan). (Hadits Shahih Muslim No. 2593) 

4. Sisi Sosial dan Kultural

Dalam sebagian budaya, masih ada anggapan bahwa:

  • Istri harus selalu siap kapan pun
  • Penolakan istri dianggap dosa mutlak

Pemahaman ini perlu diluruskan, karena Islam tidak membenarkan relasi yang menindas. Budaya patriarki yang tidak seimbang sering membuat perempuan memendam luka tanpa berani bicara.

Konseling menjadi ruang aman untuk memulihkan martabat dan keadilan relasi suami istri. 

5. Sisi Edukatif (Pencerahan dan Literasi)

Kasus ini mengajarkan bahwa:

  • Hubungan intim adalah komunikasi, bukan paksaan
  • Hak suami tidak menghapus hak istri atas rasa aman
  • Pernikahan membutuhkan ilmu, empati, dan kesabaran

Allah SWT berfirman:

لَا یُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ؕ

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Baqarah: 286)

Jika istri belum sanggup secara psikologis, maka pendekatan yang tepat adalah pemulihan, bukan penekanan. 

6. Sisi Preventif dan Solutif

Langkah solutif yang dapat ditempuh:

  1. Membangun komunikasi terbuka tanpa saling menyalahkan
  2. Mengakui trauma sebagai masalah bersama, bukan kesalahan istri
  3. Mengikuti konseling pernikahan dan konseling trauma
  4. Memberi waktu dan rasa aman bagi istri
  5. Menguatkan hubungan emosional sebelum hubungan fisik

Prinsip Islam: al-‘ajalah minasy-syaithān (tergesa-gesa itu dari setan), sedangkan kesabaran mendatangkan kebaikan.

 7. Sisi Etika dan Profesionalitas Konselor

Sebagai konselor:

  • Saya tidak membenarkan pemaksaan
  • Tidak pula menyalahkan pihak mana pun
  • Menjaga kerahasiaan dan martabat klien
  • Mengarahkan pada solusi yang paling maslahat

Konselor bukan hakim, tetapi pendamping menuju pemulihan dan kedewasaan relasi. 

8. Sisi Keteladanan dan Dakwah Bil Hikmah

Rasulullah saw adalah teladan utama dalam memperlakukan istri dengan kasih sayang, bukan dominasi. Dakwah keluarga bukan dengan tekanan, tetapi dengan keteladanan.

Allah SWT berfirman:

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ

“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.”
(QS. An-Nahl: 125)

Menjaga perasaan pasangan, menyembuhkan luka batin, dan membangun kembali kepercayaan adalah bagian dari dakwah bil hikmah dalam keluarga. 

Penutup

Bapak dan Ibu yang saya hormati, dalam Islam kewajiban suami dan istri bersifat timbal balik dan dilandasi kasih sayang. Penolakan istri karena trauma bukanlah pembangkangan, melainkan sinyal bahwa ada luka yang perlu disembuhkan. Jalan terbaik bukan paksaan, tetapi kesabaran, pendampingan, dan ikhtiar bersama.

InsyaAllah, dengan niat baik, empati, dan usaha yang benar, hubungan suami istri tidak hanya pulih, tetapi menjadi lebih dewasa dan bermakna.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH LAHIR

  Ibu yang saya hormati, terima kasih telah menyapaikan persoalan ini dengan keberanian dan kejujuran. Saya memahami bahwa hidup dalam kondi...