Ibu yang saya hormati, terima kasih telah menyapaikan persoalan ini dengan keberanian dan kejujuran. Saya memahami bahwa hidup dalam kondisi tidak dinafkahi selama waktu yang lama tentu sangat berat, baik secara lahir maupun batin. Izinkan saya menjelaskan persoalan ini secara perlahan, agar Ibu memperoleh kejelasan, kekuatan, dan langkah yang tepat sesuai ajaran Islam dan hukum yang berlaku.
1. Sisi
Keagamaan (Normatif–Teologis)
Dalam Islam, memberi nafkah lahir adalah kewajiban suami yang bersifat
pasti (wājib), bukan kebaikan sukarela. Allah SWT berfirman:
اَلرِّجَالُ
قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ
وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka
menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
(QS. An-Nisa: 34)
Allah juga menegaskan:
وَعَلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang patut.”
(QS. Al-Baqarah: 233)
Rasulullah saw bersabda:
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا أَبُو إِسْحَاقَ، عَنْ
وَهْبِ بْنِ جَابِرٍ الْخَيْوَانِيِّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا
أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ " .
Abd Allah bin 'Amr melaporkan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Cukuplah dosa bagi seorang laki-laki jika ia mengabaikan orang yang ia nafkahi."( Hadits Sunan Abu Dawud No. 1692)
Dari dalil ini jelas bahwa tidak memberi nafkah tanpa alasan yang dibenarkan syariat adalah bentuk pelanggaran kewajiban agama, dan istri tidak berdosa atas kondisi tersebut.
2. Sisi
Hukum (Yuridis–Formal)
Dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI):
- Pasal 80 ayat (4): Suami wajib memberi nafkah,
tempat tinggal, dan kebutuhan rumah tangga sesuai kemampuannya.
- Pasal 84: Kelalaian suami dalam memberi nafkah
dapat menjadi dasar tuntutan istri.
Dalam praktik hukum keluarga Islam di Indonesia: Suami yang tidak
memberi nafkah lahir lebih dari satu tahun tanpa alasan yang sah dapat menjadi alasan
gugatan cerai (cerai gugat) di Pengadilan Agama. Selain itu, istri juga dapat
menuntut:
- Nafkah yang terutang
(nafkah madliyah)
- Hak-hak pasca
perceraian bila terjadi putusan cerai
Hukum negara hadir untuk melindungi hak istri, bukan untuk memecah belah rumah tangga.
3. Sisi
Psikologis dan Emosional
Tidak dinafkahi
dalam waktu lama sering berdampak pada:
- Rasa tidak dihargai
- Kelelahan emosional
- Hilangnya rasa aman
- Stres dan kecemasan
Saya ingin menegaskan: Apa yang Ibu rasakan adalah wajar, dan mencari keadilan bukan berarti melawan suami, melainkan menjaga martabat diri.
4. Sisi
Sosial dan Kultural
Dalam sebagian budaya, istri sering diminta “bersabar” tanpa batas, bahkan ketika hak dasarnya diabaikan. Kesabaran dalam Islam bukan berarti membiarkan kezaliman berlangsung. Allah SWT berfirman:
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ
الظَّالِمِينَ
“Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali ‘Imran: 57)
Menuntut nafkah atau perlindungan hukum bukan aib, tetapi bagian dari upaya menjaga keadilan dalam keluarga.
5. Sisi
Edukatif (Pencerahan dan Literasi)
Kasus ini
memberi pelajaran bahwa:
- Kepemimpinan suami diukur dari tanggung jawab,
bukan kekuasaan
- Nafkah adalah fondasi keutuhan rumah tangga
- Istri memiliki hak yang dilindungi agama dan negara
Allah SWT
berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ
الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
“Dan para istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
secara patut.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Pernikahan bukan hanya ikatan emosional, tetapi juga ikatan tanggung jawab hukum dan moral.
6. Sisi
Preventif dan Solutif
Langkah-langkah
yang dapat Ibu tempuh:
- Mengajak suami berdialog secara baik-baik dan
terbuka
- Melibatkan mediator keluarga atau tokoh yang
dipercaya
- Mengikuti konseling rumah tangga
- Mengajukan pengaduan dan gugatan ke Pengadilan
Agama bila tidak ada perubahan
- Menuntut nafkah yang terabaikan dan kejelasan
status hukum
Islam mengajarkan bahwa perdamaian diutamakan, namun kezaliman tidak boleh dibiarkan.
7. Sisi
Etika
Sebagai
konselor, saya:
- Tidak memihak, tetapi berpihak pada keadilan
- Tidak menyalahkan, tetapi meluruskan
- Menjaga kerahasiaan dan martabat klien
- Mengarahkan pada solusi yang paling maslahat
Konseling bertujuan memberdayakan Ibu untuk mengambil keputusan sadar, bukan memaksakan pilihan tertentu.
8. Sisi
Keteladanan dan Dakwah Bil Hikmah
Islam
mengajarkan bahwa rumah tangga dibangun atas amanah dan tanggung jawab,
bukan penelantaran. Rasulullah saw adalah teladan dalam menunaikan hak
keluarga.
Allah SWT
berfirman:
ادْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
“Serulah ke
jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Menegakkan hak nafkah adalah bagian dari dakwah bil hikmah, karena menjaga keadilan dalam keluarga adalah inti ajaran Islam.
Penutup
Konselor
Ibu yang saya hormati, dalam
Islam, memberi nafkah lahir adalah kewajiban suami yang tidak boleh diabaikan.
Ketika kewajiban itu ditelantarkan tanpa alasan yang dibenarkan, Ibu memiliki
hak penuh untuk menuntut keadilan, baik melalui dialog, konseling, maupun jalur
hukum. Apa pun langkah yang Ibu pilih, pastikan dilakukan dengan sadar,
bermartabat, dan demi kemaslahatan hidup ke depan.
InsyaAllah, setiap langkah yang
ditempuh untuk menegakkan keadilan akan bernilai ibadah.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar