Selasa, 30 Desember 2025

Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an

 



Pendahuluan

Dalam ilmu tafsir, metode paling utama, paling otoritatif, dan paling selamat dari kesalahan adalah tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an (tafsīr al-Qur’ān bi al-Qur’ān). Metode ini berarti bahwa penjelasan terbaik atas suatu ayat adalah ayat lain dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sendiri merupakan “kitab yang sempurna penjelasannya.” Allah Swt. berfirman:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ

“Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) sebagai penjelas bagi segala sesuatu...”
(QS. An-Na
l [16]: 89

Ayat ini menjadi fondasi filosofis bahwa Al-Qur’an telah mengandung sistem penjelasan internal. Karena itu, memahami ayat dengan ayat lain merupakan langkah ilmiah pertama yang harus ditempuh setiap mufasir.

Metode ini bukan sekadar teknik, tetapi merupakan cara membaca Al-Qur'an yang menghargai keutuhan pesan (unity of message) serta kesalingterkaitan ayat (intertextuality), sebagaimana diakui oleh para ulama klasik dan kontemporer.

 

1. Pengertian Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an

Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an adalah metode penafsiran yang menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai penjelas makna ayat lain yang masih samar, umum, atau membutuhkan detail.

Contoh mudah:

  • Ayat yang bersifat mujmal (global) dijelaskan oleh ayat yang mufashshal (terperinci).
  • Ayat yang ‘ām (umum) diperjelas oleh ayat yang khāṣ (spesifik).
  • Ayat yang mutlak dinisbahkan kepada ayat yang muqayyad (dibatasi).

Metode ini adalah metode pertama yang ditempuh oleh Rasulullah, para sahabat, dan para imam mufasir besar seperti Ibn ‘Abbās, al-abarī, Ibn Kathīr, dan al-Suyūī.

 

2. Dasar Filosofis dan Teologis

Metode ini memiliki landasan teologis yang sangat kuat; Al-Qur’an merupakan kalāmullah yang bersifat harmonis, konsisten, dan saling menjelaskan.

2.1 Al-Qur’an Tidak Mengandung Kontradiksi

Allah berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (QS. An-Nisā’ [4]: 82) 

Ayat ini menegaskan bahwa seluruh isi Al-Qur’an bersifat saling mendukung. Maka dari itu, tafsir ayat dengan ayat adalah wujud tadabbur mendalam terhadap kesatuan makna ilahi.

2.2 Nabi Menjelaskan Al-Qur’an Menggunakan Al-Qur’an

Dalam banyak hadis, Nabi menafsirkan ayat dengan membaca ayat lain. Misalnya ketika sahabat bertanya tentang “kegelapan yang saling menumpuk” (QS. Al-An‘ām [6]: 122), Nabi membaca ayat lain sebagai penjelas.

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan. 

 

3. Contoh-Contoh Klasik: Menguatkan Pemahaman Mahasiswa

Agar mahasiswa mudah memahami metode ini, beberapa contoh konkret berikut perlu dikaji satu per satu. 

3.1 Contoh 1 – Makna “ṣirā al-mustaqīm”

Dalam Al-Fātiah disebutkan:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukkanlah kami jalan yang lurus.”

Apa itu jalan yang lurus?

Jawabannya terdapat di ayat berikut:

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

“Jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat.” (QS. Al-Fātiah: 7)

 

Siapa mereka yang diberi nikmat?

Al-Qur’an menjawab lagi dalam QS. An-Nisā’ [4]: 69:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا

Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.

Maka ṣirā al-mustaqīm bukan lagi abstrak, tetapi jelas: jalan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.

 

3.2 Contoh 2 – Penjelasan tentang Takwa

Takwa disebutkan secara global di banyak ayat, tetapi Al-Qur’an sendiri menjelaskannya.

Makna global:

اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; (QS. Āli ‘Imrān: 102)

 

Penjelasan detail: 

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

 Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu (QS. At-Taghābun: 16) 

Allah menjelaskan bahwa takwa maksimal bersifat fleksibel sesuai kemampuan hamba.

 

3.3 Contoh 3 – Makna “Zalim” Beragam

Ayat tentang keimanan:

وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
(QS. Al-An‘ām: 82)

Sahabat kebingungan: “Siapa di dunia ini yang tidak zalim?”

Nabi menjawab dengan membaca ayat lain:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
(QS. Luqmān: 13)

Artinya: zalim pada ayat sebelumnya adalah syirik, bukan sekadar maksiat.
Contoh ini memperlihatkan bagaimana Nabi menjelaskan ayat dengan ayat yang lain.

 

3.4 Contoh 4 – Ayat tentang Hari Kiamat

Ayat pertama:

فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun. (QS. Al-Ma‘ārij: 4)

 Ayat kedua:

فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ

dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun (QS. As-Sajdah: 5) 

Apakah kontradiksi? Tidak. Al-Qur’an menjelaskan realitas kiamat dari perspektif berbeda:

  • ayat pertama menggambarkan kepanikan dan panjangnya perhitungan,
  • ayat kedua menggambarkan kecepatan proses dalam perintah Allah,

Ini menunjukkan bahwa mahasiswa harus memahami ayat sebagai representasi multidimensi, bukan literal statis.

 

4. Jenis-Jenis Hubungan Antarayat dalam Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an

Agar kita memahami tekniknya secara sistematis, berikut struktur hubungan ayat yang paling sering digunakan: 

4.1 Ayat Mujmal dijelaskan Ayat Mufashshal

Contoh: tata cara wudhu, dijelaskan sangat detail dalam QS. Al-Māidah: 6. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

 

4.2 Ayat ‘Ām dijelaskan oleh Ayat Khāṣ

Contoh: perintah menafkahkan harta (umum) dijelaskan rinci dalam ayat zakat (spesifik). 

4.3 Ayat Mutlaq dijelaskan oleh Ayat Muqayyad

  • Contoh: Ayat memerdekakan budak secara mutlak (QS. Al-Mujādalah: 3) 

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

 

  • Dibatasi pada budak beriman dalam (QS. An-Nisā’: 92)

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

4.4 Ayat Musytarak dijelaskan oleh Ayat yang Lebih Spesifik

Seperti kata fitnah yang bisa berarti: ujian, siksaan, atau kekacauan, dijelaskan oleh konteks ayat lainnya.

 

4.5 Ayat yang Maknanya Abstrak dijelaskan Ayat Naratif

Misalnya konsep kemenangan, kebinasaan, rahmat, dan hikmah, sering dijelaskan oleh kisah-kisah para nabi.

 

5. Mengapa Tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur’an Dianggap Metode Terkuat?

Ulama sepakat bahwa metode ini paling kuat karena:

  1. Ayat Al-Qur’an saling menafsirkan secara langsung.
    Tidak ada sumber lain yang setara kedudukannya.
  2. Menjaga kemurnian makna dari subjektivitas mufasir.
  3. Mengikuti manhaj Rasulullah dan para sahabat.
  4. Menguatkan konsistensi teologis dan hukum dalam Al-Qur’an.

Al-Dzahabī menyebut metode ini sebagai:

“A‘amu anwā‘ al-tafsīr wa awthaqahā”
(Metode tafsir terbesar dan paling kuat.)

 

6. Praktik Interaktif di Kelas

Agar pembahasan tidak teoretis saja, berikut model interaksi yang dapat digunakan:

Aktivitas 1 (Kelompok):

Setiap kelompok diberi satu ayat yang masih global, lalu mereka mencari ayat penjelas lainnya.

Contoh ayat:

  • “wa aqīmūṣ-ṣalāh”
  • “atī‘ullāh wa atī‘urrasūl”

Mahasiswa diminta menemukan:

  • ayat perintah
  • ayat pengecualian
  • ayat penjelas
  • ayat yang setara secara tema

Aktivitas 2 (Diskusi Kelas):

Dosen menampilkan satu ayat yang berpotensi disalahpahami bila tidak dibaca dengan ayat lain.

Contoh:

“Allāhu nūru al-samāwāti wa al-ar.” (QS. An-Nūr: 35)

Mahasiswa diminta mencari:

  • ayat lain tentang cahaya (nuur)
  • hubungan eskatologis cahaya
  • makna metaforis cahaya dalam ayat lain (seperti QS. Hadid: 12)

Dengan cara ini, kelas menjadi aktif, hidup, dan mahasiswa merasa “melihat” hubungan ayat secara nyata.

 

7. Tantangan dan Keterbatasan Metode Ini

Walaupun paling utama, metode ini masih memiliki batasan tertentu:

7.1 Tidak Semua Ayat Punya Penjelas Langsung

Beberapa ayat hanya dapat dijelaskan dengan:

  • hadis,
  • riwayat sahabat,
  • konteks sejarah.

Contoh:

  • latar belakang turunnya ayat (asbāb al-nuzūl),
  • penjelasan ayat mutasyäbih.

7.2 Risiko Reduksi Makna

Membatasi makna hanya pada hubungan ayat tertentu dapat menyempitkan makna universal yang lebih luas.

7.3 Dibutuhkan Penguasaan Tema Al-Qur’an

Mahasiswa sering mengalami kesulitan menemukan ayat penjelas karena kurang memahami struktur tema Al-Qur’an. 


8. Aplikasi Kontemporer Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an

Metode klasik ini tetap relevan untuk menjawab isu kontemporer.

Contoh:

Isu: Moderasi Beragama

Ayat tentang umat pertengahan (QS. Al-Baqarah: 143) dijelaskan oleh ayat-ayat keadilan lain:

  • QS. An-Nahl: 90
  • QS. Al-Maidah: 8
  • QS. Al-Hujurat: 10–13

Dari keterangan berbagai ayat, kita dapat menyimpulkan bahwa moderasi adalah nilai Qur’ani, bukan sekadar wacana modern.

Isu: Lingkungan Hidup

Ayat larangan kerusakan (QS. Al-A‘raf: 56) dijelaskan oleh ayat tentang keadilan ekologis (QS. Ar-Rūm: 41).

Isu: Keadilan Sosial

Ayat zakat (QS. At-Taubah: 60) dijelaskan oleh ayat kesejahteraan (QS. Al-Hasyr: 7).

Dengan demikian, metode ini dapat membantu mahasiswa memetakan isu-isu modern dalam perspektif Qur’ani secara komprehensif.

9. Penutup

Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an merupakan metode paling otoritatif dan paling aman dalam memahami wahyu. Metode ini mengajarkan:

  1. Kesabaran ilmiah
  2. Ketelitian tekstual
  3. Kecintaan terhadap keutuhan Al-Qur’an
  4. Kemampuan analisis intertekstual
  5. Kearifan dalam menempatkan makna ayat

Dengan metode ini, mahasiswa tidak sekadar membaca ayat, tetapi diberi peluang untuk menghidupkan ruh wahyu dalam berbagai persoalan kontemporer umat manusia. Tafsir ayat dengan ayat melatih mahasiswa memahami kesatuan pesan ilahi sehingga lebih bijak, moderat, dan mendalam dalam memahami Al-Qur’an. 

Referensi Akademik

  • Ibn Kathīr. Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aīm
  • Al-abarī. Jāmi‘ al-Bayān
  • Al-Suyūī. Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān
  • Al-Zarkasyī. Al-Burhān fī ‘Ulūm al-Qur’ān
  • Al-Dzahabī. Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn
  • Mustaqim, Abdul. Epistemologi Tafsir Kontemporer
  • M. Quraish Shihab. Kaedah Tafsir
  • Fazlur Rahman. Major Themes of the Qur’an

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an

  Pendahuluan Dalam ilmu tafsir, metode paling utama, paling otoritatif, dan paling selamat dari kesalahan adalah tafsir al-Qur’an dengan ...