Pendahuluan
Dalam ilmu tafsir,
metode paling utama, paling otoritatif, dan paling selamat dari kesalahan
adalah tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an (tafsīr al-Qur’ān bi al-Qur’ān).
Metode ini berarti bahwa penjelasan terbaik atas suatu ayat adalah ayat lain
dalam Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sendiri merupakan “kitab yang sempurna
penjelasannya.” Allah
Swt. berfirman:
وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
“Dan Kami
turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) sebagai penjelas bagi segala sesuatu...”
(QS. An-Naḥl
[16]: 89
Ayat ini menjadi
fondasi filosofis bahwa Al-Qur’an telah mengandung sistem penjelasan internal.
Karena itu, memahami ayat dengan ayat lain merupakan langkah ilmiah pertama
yang harus ditempuh setiap mufasir.
Metode ini bukan
sekadar teknik, tetapi merupakan cara membaca Al-Qur'an yang menghargai keutuhan
pesan (unity of message) serta kesalingterkaitan ayat (intertextuality),
sebagaimana diakui oleh para ulama klasik dan kontemporer.
1. Pengertian
Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an
Tafsir al-Qur’an
dengan al-Qur’an adalah metode penafsiran yang menjadikan ayat-ayat Al-Qur’an
sebagai penjelas makna ayat lain yang masih samar, umum, atau membutuhkan
detail.
Contoh mudah:
- Ayat yang bersifat mujmal
(global) dijelaskan oleh ayat yang mufashshal (terperinci).
- Ayat yang ‘ām (umum)
diperjelas oleh ayat yang khāṣ (spesifik).
- Ayat yang mutlak dinisbahkan
kepada ayat yang muqayyad (dibatasi).
Metode ini adalah
metode pertama yang ditempuh oleh Rasulullah, para sahabat, dan para imam
mufasir besar seperti Ibn ‘Abbās, al-Ṭabarī, Ibn Kathīr, dan al-Suyūṭī.
2. Dasar Filosofis
dan Teologis
Metode ini memiliki
landasan teologis yang sangat kuat; Al-Qur’an merupakan kalāmullah yang
bersifat harmonis, konsisten, dan saling menjelaskan.
2.1 Al-Qur’an
Tidak Mengandung Kontradiksi
Allah berfirman:
أَفَلَا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya (QS. An-Nisā’ [4]: 82)
Ayat ini menegaskan
bahwa seluruh isi Al-Qur’an bersifat saling mendukung. Maka dari itu, tafsir
ayat dengan ayat adalah wujud tadabbur mendalam terhadap kesatuan makna
ilahi.
2.2 Nabi
Menjelaskan Al-Qur’an Menggunakan Al-Qur’an
Dalam banyak hadis,
Nabi menafsirkan ayat dengan membaca ayat lain. Misalnya ketika sahabat
bertanya tentang “kegelapan yang saling menumpuk” (QS. Al-An‘ām [6]:
122), Nabi membaca ayat lain sebagai penjelas.
أَوَمَنْ كَانَ
مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ
كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ
لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.
3. Contoh-Contoh
Klasik: Menguatkan Pemahaman Mahasiswa
Agar mahasiswa mudah memahami metode ini, beberapa contoh konkret berikut perlu dikaji satu per satu.
3.1 Contoh 1 –
Makna “ṣirāṭ al-mustaqīm”
Dalam Al-Fātiḥah disebutkan:
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukkanlah
kami jalan yang lurus.”
Apa itu jalan yang
lurus?
Jawabannya terdapat
di ayat berikut:
صِرَاطَ
الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
Siapa mereka yang
diberi nikmat?
Al-Qur’an menjawab
lagi dalam QS. An-Nisā’ [4]: 69:
وَمَنْ يُطِعِ
اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ ۚ وَحَسُنَ
أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya),
mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh
Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan
orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.
Maka ṣirāṭ
al-mustaqīm bukan
lagi abstrak, tetapi jelas: jalan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin.
3.2 Contoh 2 –
Penjelasan tentang Takwa
Takwa disebutkan
secara global di banyak ayat, tetapi Al-Qur’an sendiri menjelaskannya.
Makna global:
اتَّقُوا
اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; (QS. Āli ‘Imrān: 102)
Penjelasan detail:
فَاتَّقُوا اللَّهَ
مَا اسْتَطَعْتُمْ
Allah menjelaskan
bahwa takwa maksimal bersifat fleksibel sesuai kemampuan hamba.
3.3 Contoh 3 –
Makna “Zalim” Beragam
Ayat tentang
keimanan:
وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ
(QS. Al-An‘ām:
82)
Sahabat kebingungan:
“Siapa di dunia ini yang tidak zalim?”
Nabi menjawab dengan
membaca ayat lain:
إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
(QS. Luqmān: 13)
Artinya: zalim pada
ayat sebelumnya adalah syirik, bukan sekadar maksiat.
Contoh ini memperlihatkan bagaimana Nabi menjelaskan ayat dengan ayat yang
lain.
3.4 Contoh 4 –
Ayat tentang Hari Kiamat
Ayat pertama:
فِي يَوْمٍ
كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
dalam sehari yang kadarnya
limapuluh ribu tahun.
(QS. Al-Ma‘ārij: 4)
Ayat kedua:
فِي يَوْمٍ
كَانَ مِقْدَارُهُ أَلْفَ سَنَةٍ
dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun (QS. As-Sajdah: 5)
Apakah kontradiksi?
Tidak. Al-Qur’an menjelaskan realitas kiamat dari perspektif berbeda:
- ayat pertama menggambarkan kepanikan
dan panjangnya perhitungan,
- ayat kedua menggambarkan kecepatan
proses dalam perintah Allah,
Ini menunjukkan bahwa
mahasiswa harus memahami ayat sebagai representasi multidimensi, bukan literal
statis.
4. Jenis-Jenis
Hubungan Antarayat dalam Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an
Agar kita memahami tekniknya secara sistematis, berikut struktur hubungan ayat yang paling sering digunakan:
4.1 Ayat Mujmal
dijelaskan Ayat Mufashshal
Contoh: tata cara wudhu, dijelaskan sangat detail dalam QS. Al-Māidah: 6.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِنْ كُنْتُمْ
مَرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ
لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ
عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَٰكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ
عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
4.2 Ayat ‘Ām
dijelaskan oleh Ayat Khāṣ
Contoh: perintah menafkahkan harta (umum) dijelaskan rinci dalam ayat zakat (spesifik).
4.3 Ayat Mutlaq
dijelaskan oleh Ayat Muqayyad
- Contoh: Ayat memerdekakan budak secara mutlak (QS. Al-Mujādalah: 3)
وَالَّذِينَ
يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ
رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ
بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
- Dibatasi pada budak beriman dalam
(QS. An-Nisā’: 92)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ
مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً ۚ وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا ۚ
فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ
مُؤْمِنَةٍ ۖ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ
مُسَلَّمَةٌ إِلَىٰ أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ ۖ فَمَنْ لَمْ
يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَكَانَ
اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan tidak layak bagi seorang mukmin
membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja),
dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga
terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada
perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh)
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya,
maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk
penerimaan taubat dari pada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
4.4 Ayat Musytarak
dijelaskan oleh Ayat yang Lebih Spesifik
Seperti kata fitnah
yang bisa berarti: ujian, siksaan, atau kekacauan, dijelaskan oleh konteks ayat
lainnya.
4.5 Ayat yang
Maknanya Abstrak dijelaskan Ayat Naratif
Misalnya konsep kemenangan,
kebinasaan, rahmat, dan hikmah, sering dijelaskan oleh
kisah-kisah para nabi.
5. Mengapa Tafsir
Al-Qur'an dengan Al-Qur’an Dianggap Metode Terkuat?
Ulama sepakat bahwa
metode ini paling kuat karena:
- Ayat
Al-Qur’an saling menafsirkan secara langsung.
Tidak ada sumber lain yang setara kedudukannya. - Menjaga
kemurnian makna dari subjektivitas mufasir.
- Mengikuti
manhaj Rasulullah dan para sahabat.
- Menguatkan
konsistensi teologis dan hukum dalam Al-Qur’an.
Al-Dzahabī menyebut
metode ini sebagai:
“A‘ẓamu
anwā‘ al-tafsīr wa awthaqahā”
(Metode tafsir terbesar dan paling kuat.)
6. Praktik
Interaktif di Kelas
Agar pembahasan tidak
teoretis saja, berikut model interaksi yang dapat digunakan:
Aktivitas 1
(Kelompok):
Setiap kelompok
diberi satu ayat yang masih global, lalu mereka mencari ayat penjelas lainnya.
Contoh ayat:
- “wa aqīmūṣ-ṣalāh”
- “atī‘ullāh wa atī‘urrasūl”
Mahasiswa diminta
menemukan:
- ayat perintah
- ayat pengecualian
- ayat penjelas
- ayat yang setara secara tema
Aktivitas 2
(Diskusi Kelas):
Dosen menampilkan
satu ayat yang berpotensi disalahpahami bila tidak dibaca dengan ayat lain.
Contoh:
“Allāhu nūru
al-samāwāti wa al-arḍ.” (QS. An-Nūr: 35)
Mahasiswa diminta
mencari:
- ayat lain tentang cahaya
(nuur)
- hubungan eskatologis cahaya
- makna metaforis cahaya dalam
ayat lain (seperti QS. Hadid: 12)
Dengan cara ini,
kelas menjadi aktif, hidup, dan mahasiswa merasa “melihat” hubungan ayat secara
nyata.
7. Tantangan dan
Keterbatasan Metode Ini
Walaupun paling
utama, metode ini masih memiliki batasan tertentu:
7.1 Tidak Semua
Ayat Punya Penjelas Langsung
Beberapa ayat hanya
dapat dijelaskan dengan:
- hadis,
- riwayat sahabat,
- konteks sejarah.
Contoh:
- latar belakang turunnya ayat
(asbāb al-nuzūl),
- penjelasan ayat mutasyäbih.
7.2 Risiko Reduksi
Makna
Membatasi makna hanya
pada hubungan ayat tertentu dapat menyempitkan makna universal yang lebih luas.
7.3 Dibutuhkan
Penguasaan Tema Al-Qur’an
Mahasiswa sering mengalami kesulitan menemukan ayat penjelas karena kurang memahami struktur tema Al-Qur’an.
8. Aplikasi
Kontemporer Tafsir al-Qur’an bi al-Qur’an
Metode klasik ini
tetap relevan untuk menjawab isu kontemporer.
Contoh:
Isu: Moderasi
Beragama
Ayat tentang umat
pertengahan (QS. Al-Baqarah: 143) dijelaskan oleh ayat-ayat keadilan lain:
- QS. An-Nahl: 90
- QS. Al-Maidah: 8
- QS. Al-Hujurat: 10–13
Dari keterangan
berbagai ayat, kita dapat menyimpulkan bahwa moderasi adalah nilai Qur’ani,
bukan sekadar wacana modern.
Isu: Lingkungan
Hidup
Ayat larangan
kerusakan (QS. Al-A‘raf: 56) dijelaskan oleh ayat tentang keadilan ekologis
(QS. Ar-Rūm: 41).
Isu: Keadilan
Sosial
Ayat zakat (QS.
At-Taubah: 60) dijelaskan oleh ayat kesejahteraan (QS. Al-Hasyr: 7).
Dengan demikian,
metode ini dapat membantu mahasiswa memetakan isu-isu modern dalam perspektif
Qur’ani secara komprehensif.
9. Penutup
Tafsir al-Qur’an
dengan al-Qur’an
merupakan metode paling otoritatif dan paling aman dalam memahami wahyu. Metode
ini mengajarkan:
- Kesabaran ilmiah
- Ketelitian tekstual
- Kecintaan terhadap keutuhan
Al-Qur’an
- Kemampuan analisis
intertekstual
- Kearifan dalam menempatkan
makna ayat
Dengan metode ini, mahasiswa tidak sekadar membaca ayat, tetapi diberi peluang untuk menghidupkan ruh wahyu dalam berbagai persoalan kontemporer umat manusia. Tafsir ayat dengan ayat melatih mahasiswa memahami kesatuan pesan ilahi sehingga lebih bijak, moderat, dan mendalam dalam memahami Al-Qur’an.
Referensi Akademik
- Ibn Kathīr. Tafsīr
al-Qur’ān al-‘Aẓīm
- Al-Ṭabarī.
Jāmi‘ al-Bayān
- Al-Suyūṭī.
Al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān
- Al-Zarkasyī. Al-Burhān fī
‘Ulūm al-Qur’ān
- Al-Dzahabī. Al-Tafsīr wa
al-Mufassirūn
- Mustaqim, Abdul. Epistemologi
Tafsir Kontemporer
- M. Quraish Shihab. Kaedah
Tafsir
- Fazlur Rahman. Major Themes
of the Qur’an

Tidak ada komentar:
Posting Komentar