Selasa, 22 Juni 2021

HAL YANG HARUS DIHINDARI ORANG TUA

 



Orangtua memiliki kewajiban yang harus dipenuhi kepada anaknya. Jika tidak, maka orangtua telah bersalah sebab  tidak melaksanakan tanggung jawabnya sebagai orang tua terhadap anak. Agar kita dapat menjadi orang tua yang baik, ada beberapa hal yang harus kita hindari, yakni:

Menelantarkan anak

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Pasal 1 dikatakan bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan  perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Lingkup rumah tangga ini, dalam pasal 2 UU PKDRT meliputi:

  1. Suami, istri, dan anak;
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Dengan demikian dapat kita pahami, apabila kita menelantarkan anak, adalah merupakan tindakan melanggar UU nomor 23 tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak taat kepada pemerintah kita. Kita sebagai orang tua memiliki anak bukan sekedar mengandung, melahirkan, dan menyusui saja. Banyak keperluan anak yang harus dipenuhi orangtuanya, terutama saat mereka masih kecil dan belum bisa menolong diri sendiri.

Selain melanggar hukum negara, kita juga melanggar syari’at Islam. Apa saja perbuatan yang dikatakan sebagai penelantaran anak? Misalnya tidak memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti memberi makan, pakaian, tempat tinggal, serta mengabaikan pendidikan anak.

قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلَادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِ ۚ قَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ

Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezeki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk (al An’am: 140).

وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَٰفًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا ٱللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar  (Q.S.an-Nisa’ [4]: 9).

As-Samarqandi dalam tafsirnya Bahr al-‘Ulum menjelaskan bahwa ada empat pendapat soal ayat ini, diantaranya beliau mengutip pendapat Abi Basyar Ad-Dailami:

أن من خشي على ذريته من بعده , وأحب أن يكف الله عنهم الأذى بعد موته , فليتقوا الله وليقولا قولاً سديداً

Bahwa orang yang mengkhawatirkan generasi yang lahir setelahnya, dan ingin Allah mencukupkan penderitaan bagi mereka setelah kepergiannya, hendaklah bertakwa dan mengatakan hal – hal yang baik

Sehingga bisa disimpulkan bahwa menjadi orang tua adalah tanggung jawab yang besar. Menyia- nyiakan anak adalah sebuah kerugian yang besar. Anak adalah investasi kita bersama, dunia dan akhirat. Barangsiapa berhasil mendidik anaknya, ia akan dianugerahi keberkahan di dunia dan akhirat.

Menghina, memaki  dan berkata kasar pada anak

Menghina, memaki dan berkata kasar pada anak adalah bentuk kejahatan yang seringkali orang dewasa dan orang tua lakukan. Niatnya mungkin ingin sang anak berubah, namun sering kali menghina, memaki dan berkata kasar pada anak malah membuat kepercayaan diri sang anak turun. Hal tersebut sudah termasuk dosa orangtua yang sangat merusak mental anak. Tak jarang dijumpai orangtua yang kerap menghina anak di depan teman-temannya. Hal ini bukan saja membuat anak menjadi berkecil hati, tapi juga mengeraskan hatinya yang akhirnya bisa menimbulkan sikap durhaka anak di masa mendatang.

Rosulullah saw bersabda:

حَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ

 Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim).

Seorang lelaki pernah datang kepada Umar bin Khattab seraya mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar lalu memanggil putra orang tua itu dan menghardiknya atas kedurhakaannya. Tidak lama kemudan anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sang anak memiliki hak atas orang tuanya?”  “Betul,” jawab Umar. “Apakah hak sang anak?” “Memilih calon ibu yang baik untuknya, memberinya nama yang baik, dan mengajarkannya Al-Qur’an,” jawab Umar. “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang engkau sebutkan. Adapun ibuku, ia adalah wanita berkulit hitam bekas hamba sahaya orang majusi; ia menamakanku Ju’lan (kumbang), dan tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an,” kata anak itu. Umar segera memandang orang tua itu dan berkata kepadanya, “Engkau datang untuk mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.”

Mendoakan Keburukan Bagi Anak

Doa adalah bentuk permintaan terindah yang bisa kita lakukan kepada Allah SWT, bukti kita membutuhkan pertolongan Allah SWT. Namun apa jadinya apabila orang tua mendoakan hal buruk menimpa anaknya, padahal sejatinya doa orang tua adalah doa yang dikabulkan oleh Allah SWT. Ini merupakan bentuk kejahatan lisan orang tua kepada anaknya.

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ

Tiga orang yang doanya pasti terkabulkan ; doa orang yang teraniyaya; doa seorang musafir dan doa orang tua terhadap anaknya”. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat bab Do’a bi Dhahril Ghaib 2/89. Sunan At-Tirmidzi, kitab Al-Bir bab Doaul Walidain 8/98-99. Sunan Ibnu Majah, kitab Doa 2/348 No. 3908. Musnad Ahmad 2/478. Dihasankan Al-Albani dalam Silsilah Shahihah No. 596]

Tidak mendidik anak dengan baik

Setiap orangtua wajib mendidik anak-anaknya dengan baik. Bukan hanya pendidikan formal saja, tapi juga pendidikan agama dan pengajaran akhlak-akhlak yang baik sesuai tuntunan agama Islam. Orangtua yang tidak peduli dengan pendidikan anak, bahkan mengabaikan nilai-nilai agama artinya ia sudah melakukan kesalahan fatal. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Al-Hakim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ

Tiada suatu pemberian yang lebih utama dari orangtua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al Hakim)

Pilih kasih pada anak

Setiap orangtua harus bisa bersikap adil dalam mengasihi anak-anaknya. Mereka tidak boleh membedakan perhatian dan kasih sayang antara satu sama lain. Penting sekali orangtua bersikap adil pada anak-anaknya. Jika tidak, hal ini akan menimbulkan permusuhan pada anak-anak hingga berdampak pada sikap tidak menghormati orangtua. Adil untuk semua anak baik laki-laki maupun perempuan harus ditunaikan oleh setiap orang tua, sebab adil adalah keteladanan orang tuanya yang akan diwariskan pada generasi setelahnya, maka barang siapa yang tidak adil bisa jadi rantai ini akan terus menyambung sampai keturunan berikutnya. Perkara adil ini sangat ditekankan oleh nabi Muhammad saw, sampai-sampai beliau menyebutnya 3 kali:

اِعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ ،اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ ،اعْدِلُوا بَيْنَ أَبْنَائِكُمْ

"Bersikap adillah diantara anak-anakmu, adillah diantara anak-anakmu, adillah diantara anak-anakmu" (HR. Ahmad 4/275,278,375)

Membandingkan anak dengan orang lain

Ini adalah dosa yang sering dilakukan orangtua terhadap anak, yaitu membandingkan anak dengan orang lain dengan harapan agar anaknya menjadi lebih baik. Namun bukannya membaik, hal ini justru dapat merusak harga diri, mengurangi motivasi, dan meningkatkan kecemasan pada anak.

Kebiasaan membanding-bandingkan itu juga akan menimbulkan anak stress, perasaan rendah diri, mengasingkan diri, acuh tak acuh, bakat yang dimiliki bisa menghilang, menilai diri rendah, menjauh dari orang tua karena ia merasa tidak pernah bisa memuaskan orangtua serta persaingan antar saudara (Kementerian Pendidikan Nasional, Dampak Buruk Membandingkan-bandingkan Anak). Padahal sejatinya, setiap anak lahir dengan keunikannya masing-masing. Maka dari itu, membandingkan anak dengan orang lain atau saudara kandungnya bukanlah hal yang tepat.

Terlalu mengekang kebebasan anak

Banyak yang salah beranggapan bahwa orangtua harus mengatur segalanya untuk anak. Alhasil, mereka pun menjadi orangtua yang otoriter dan terlalu mengekang anak. Contohnya, mengekang kebebasan anak untuk bermain atau berteman dengan orang yang dia sukai. Wajar jika orangtua tak ingin anaknya terjerumus ke pergaulan yang salah. Namun, bukan berarti dengan mengurungnya di rumah dan tidak boleh bermain dengan teman-temannya. Berdasarkan sebuah penelitian oleh dokter Mai Stafford dari University College London, terlihat orangtua yang mengekang anak dapat memengaruhi kesehatan mental anaknya. Dalam penelitian tersebut, diketahui orangtua yang mengutamakan kehangatan dan respons positif menghasilkan anak yang lebih bahagia dan sehat mentalnya. Sementara orangtua yang mengekang dan otoriter menghasilkan anak yang tidak bahagia dan tidak puas pada hidupnya.

Menuntut anak menjadi dewasa sebelum waktunya

Dosa orangtua terhadap anak yang sering tak disadari ialah memberikan tanggung jawab yang terlalu besar untuk anak seusianya. Hal seperti ini bisa memengaruhi perkembangan emosionalnya. Menurut seorang psikoterapis berlisensi di Miami, Whitney Goodman, LMFT, anak yang dewasa sebelum waktunya cenderung memiliki luka emosional yang dalam dan tersimpan hingga dewasa. Rasulullah menganjurkan kepada kita untuk selalu berlemah lembut. Memberikan kasih sayang penuh, memanjakan, merawat sepenuh hati, sekaligus membangun kedekatan dengan anak termasuk pola mendidik yang baik. Jadikan buah hati merasa aman, merasa dilindungi, dan nyaman bersama orangtua. Hindari sikap marah-marah dan memberi banyak larangan, berikanlah kesempatan pada anak supaya merasakan kebahagiaan yang berkualitas di masa kecil. Jika ingin anak bersikap dewasa, maka bimbing dia dengan perlahan. Ajari anak untuk memikul tanggung jawab dari hal terkecil, seperti membereskan mainan setelah digunakan. Anak akan lebih bertanggung jawab sejak dini jika orangtua terbiasa mengajarkannya. Berikut 3 tahapan mendidik anak secara Islami yang dipastikan berkahnya baik untuk sang anak maupun keluarganya.

Perlakukanlah anak usia 0 hingga 7 tahun layaknya seorang raja: Didiklah anak layaknya seorang raja dengan ketulusan dan kelembutan karena hal itu sangat berpengaruh pada perilaku mereka kelak ketika dewasa. Di usia ini perlu bagi sang ayah untuk memberikan waktu yang berkualitas dengan menunjukan kasih sayang, dan keteladanan.

Perlakukanlah anak usia 7 hingga 14 tahun layaknya seorang tahanan: Cara mendidik anak usia dini di rentang usia 7 hingga 14 tahun adalah menanamkan disiplin, kejujuran, kebiasaan baik dan yang terpenting adalah menanamkan Iman kepada Allah SWT.

قال جندب بن جنادة رضي الله عنه: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن فتيان حزاورة فتعلمنا الإيمان قبل أن نتعلم القرآن ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيمانا، وأنتم اليوم تعلمون القرآن قبل الإيمان. رواه ابن ماجه وصححه الألباني

Jundub bin Junadah ra berkata, “Kami telah bersama Nabi saw ketika kami masih sangat muda. Kami mempelajari iman sebelum belajar al-Quran, kemudian barulah kami mempelajari al-Quran hingga bertambahlah keimanan kami karenanya.” (HR. Ibn Majah dan disahihkan oleh al-Albani)

Perlakukanlah anak usia 14 hingga 21 tahun layaknya seorang kawan: Pada usia ini anak akan mengalami banyak perubahan, Usia ini adalah usia dimana anak tengah mengalami masa pubertas. Masa dimana mereka menginjak aqil baligh. Di usia ini sahabat Ali r.a mengajak orang tua untuk memperlakukan anak sebagai seorang sahabat. Ajarkan juga pada anak untuk berbakti kepada kedua orang tua, sebab berbakti pada orang tua adalah perintah pertama yang Allah perintahkan setelah kita mentauhidkan Nya, sebagaimana dalam surah Al-Luqman : 14. Dan wajib mengawasi, mengingatkan dan menasihati ketika mereka menyimpang sesuai dengan surat Al-ashr 1-3.

Demikian beberapa hal yang harus dihindari orangtua terhadap anak yang kadang jarang disadari. Semoga kita bisa menjadi orangtua yang lebih baik. Aamiin

1 komentar:

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...