Selasa, 01 Juni 2021

Dampak Buruk Pernikahan di Usia Anak: “KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA”

 


Sebelum membahas tentang kekerasan dalam rumah tangga, atau yang biasa disebut dengan KDRT, yang diakibatkan oleh adanya pernikahan di usia anak, terlebih dahulu, penulis uraikan psikologi anak remaja. Karena yang dimaksud dalam pernikahan usia anak disini sesungguhnya lebih tepatnya adalah pernikahan di usia remaja awal (berusia kurang dari 19 tahun). Masa remaja merupakan masa paling indah dalam diri seseorang, masa itu merupakan puncak semangat yang menggelora dari setiap individu, tetapi pada masa itulah juga seseorang mengalami yang namanya pencarian identitas diri serta memiliki rasa yang keingin tahuan yang sangat besar terhadap sesuatu.

Yang dimaksud dengan remaja, menurut Zakiah Darajat adalah sebagai suatu masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Masa transisi tersebut memiliki perubahan yang mencakup adanya perubahan kognitif, sosial-emosional, dan biologis.

Jenjang remaja adalah sebagai berikut:

Masa Pra-Pubertas

Masa yang pertama ini biasanya terjadi pada usia 12 sampai 13 tahun. Pada masa ini, akan terjadi perubahan yang besar pada remaja sebab hormon seksualitas dan perkembangan intelektualitas mereka sudah semakin meningkat.

Masa Pubertas

Masa yang kedua ini terjadi pada usia 14 sampai 16 tahun. Pada masa ini, remaja akan menjadi sangat labil sebab hormon seksualitas mereka berkembang dengan begitu pesat sehingga membuat emosi mereka menjadi tidak stabil.

Masa Akhir Pubertas

Masa yang ketiga terjadi ketika usia sudah mencapai 17 sampai 18 tahun. Pada masa yang satu ini, remaja sudah mulai bangga dengan perubahan yang dialaminya. Mereka pun juga sudah matang dalam sisi seksualitas dan fisiknya. Akan tetapi, dalam sisi psikologis mereka belum matang secara sepenuhnya.

Masa Adolesen

Periode ini dimulai ketika remaja menginjak usia 19 sampai 21 tahun. Pada periode ini, mereka akan mulai matang secara sempurna, baik itu dari segi emosi, psikis, maupun fisiknya. Sikapnya terhadap kehidupan pun semakin terlihat jelas sehingga mereka akan mampu menjalani kehidupan dewasa dengan matang.

 

Berikut beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:

Ketidakstabilan emosi

Emosi yang kurang stabil, cenderung berubah-ubah merupakan ciri yang paling utama terlihat pada anak anak yang akan memasuki masa remaja mereka. Pada umumnya remaja laki-laki memiliki perubahan emosi yang lebih stabil dari pada perempuan dan hanya berpengaruh terhadap ego dan tempramennya. Berbeda dengan perempuan yang sangat mengedepankan perasaan mereka.

Dalam hal ini, orang tua sangat berperan penting untuk menjaga emosi anak mereka. Orang tua yakni berperan sebagai pengawas sekaligus sahabat, yang bisa mengarahkan dan menenangkan emosi yang memuncak serta tidak stabil tadi.

Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup

Perombakan perasaan merupakan batu loncatan untuk berubah dari kehidupan sebelumnya, dari yang tadinya hanyalah anak-anak yang selalu diatur dan diurus orang tuanya lama kelamaan memiliki keinginan tersendiri. Dalam hal ini remaja akan mengosongkan diri dari didikan orang tuanya dan justru terbuka dengan pengaruh-pengaruh lain, baik pengaruh baik maupun buruk yang dapat mereka pilih sesuai kehendak emosi mereka. Mereka akan berusaha menunjukkan ketidak tergantungnya kepada orang tua maupun orang dewasa lainnya.

Para remaja yang mengikuti mode terkini, fashion, baik itu dari luar maupun dalam negeri. Meskipun banyak dari mereka terkesan hanya ikut-ikutan ataupun meniru gaya idola mereka, agar terlihat “kekinian” ataupun hanya untuk mendapatkan status sosial dalam pergaulan. Seperti cermin yang mengikuti apapun ang ada di depannya, baik ataupun buruk.

Adanya sikap menentang dan menantang orang tua

Remaja umumnya mengalami karakter yang suka berargumen. Mereka berani protes terhadap hal yang tidak disukainya atau tidak sependapat dengannya, termasuk nasihat orang tua. Sikap ini merupakan bentuk perubahan hormonal dan psikologi yang terjadi pada saat memasuki usia remaja dan mempengaruhi pola pikir mereka.

Contohnya, seperti bertanya seba, akibat, dan alasan kenapa ia harus berbuat demikian, serta logika logika yang masuk akal.

Kegelisahan

Kegelisahan, keadaan tidak tenang menguasai diri remaja, banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya. Banyak cita-cita dan angan-angan yang ingin dicapai setinggi langit. Baik itu rasional maupun irasional, keinginan yang tidak tercapai tersebut akan meninggalkan perasaan gelisah bagi diri remaja. Contoh yang paling umum pada saat ini adalah membludaknya permintaan barang sekunder dan tersier, seperti HP, tas, motor  dan lainnya.

Peran orang tua dalam hal ini ialah membatasi terkabulnya permintaan anak-anak mereka, hanya memberikan sesuai kebutuhan, dan memberikan penjelasan yang logis. Agar remaja tidak merasa tertekan atau merasa bahwa mereka tidak dianggap oleh oran tuanya.

Senang bereksperimentasi dan eksplorasi

Tidak bisa dipungkiri, remaja merupakan sosok yang sangat awam dan masih terus mencari siapa jati dirinya yang sebenarnya. Dalam perjalanannya menemukan jati diri, kemungkinan mereka akan senantiasa merasa haus akan pengalaman baru dan bosan dengan apa saja yang dia alami saat ini.

Dalam hal yang positif contohnya adalah kenginan untuk menjelajahi lingkungan yang disalurkan melalui penjelajahan gunung atau sekedar ke tempat wisata. Atau yang negatif berupa pergaulan yang tidak sehat, mulai mencoba rokok, narkoba atau barang haram lainnya.

Lingkungan yang turut serta menaungi mereka pun terkadang dapat memberi pengaruh yang buruk tentang pengalaman tersebut. Banyak remaja yang terjerumus obat-obatan berbahaya, seks, dan minuman keras yang justru bermula dari perasaan ingin memiliki pengalaman baru.

Peran agama sangat penting disini, untuk mencegah terjadinya penyimpangan baik berupa material ataupun moral. Agama dapat menjadi pengekang yang baik bukan hanya mengajarkan ibadah, tetapI juga mengajarkan bagaimana menjalani kehidupan dengan baik.

Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan

Berangan angan bahwa dirinya seseorang yang hebat misalnya, ataupun membayangkan dirinya sebagai karakter seperti serial kartun. Memiliki khayalan bahwa akan mendapat uang dari langit ataupun bualan lainnya. Remaja sangat suka berfantasi dalam pikiran mereka, membayangakn kehidupan apa yang mereka dapat selanjutnya ataupun memikirkan hal lain. Hal ini masih dapat ditoleransi jika hanya sebatas wajar. dan tidak mempengaruhi kejiwaan.

Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok

Kebersamaan serta kebanggaan yang besar menjadi ciri tersendiri pada setiap kelompok yang dibuat remaja pada umumnya. Tidak jarang kebersamaan yang berlebihan serta kebanggan tersebut menjadi penyebab munculnya perilaku negatif para remaja. Tawuran misalnya, hanya karena saling olok yang tidak jelas bisa menyebabkan bentrokan berbahaya antar kelompok remaja.

Jika hal ini dapat diarahkan dengan baik maka akan menciptakan dorongan moril pada sesama remaja. Remaja dapat memperoleh kekuatan dari keadaan bersama karena seperti pepatah yang mengatakan “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”.

Peningkatan sisi emosional terjadi dengan sangat cepat

Terdapat perubahan nilai dari yang sebelumnya mereka percayai. Nilai yang mereka anggap penting ketika masih kanak-kanak akan menjadi kurang penting di mata mereka sebab mereka akan menjadi orang dewasa

Perubahan fisik yang mencolok

Seperti menjadi lebih matang dalam hal seksual. Umumnya mereka akan mengubah kebiasaan dan kesukaannya, hal yang sebelumnya dia anggap menarik bisa ditinggalkan dan mereka pun akan berhubungan dengan orang lain.

Ketidakmampuan untuk melibatkan diri

Ketika remaja semakin tumbuh menjadi dewasa, pola pikir mereka pun juga semakin berubah. Terkadang, remaja akan merasa bahwa dia sudah menjadi pribadi yang mampu berpikir layaknya orang dewasa dalam hal intelektual dan juga dalam pola pikir secara ekonomis.

Hal tersebut tentu akan membuat remaja merasa bahwa lingkungan yang ada di sekitarnya tidak sesuai dengan pola pemikirannya yang sudah berubah. Sehingga, mereka akan kesulitan untuk melibatkan dirinya secara efektif maupun emosional dengan kehidupan di masyarakat. Terkadang, mereka pun juga akan merasa bahwa persahabatan bukanlah hal yang penting bagi mereka.

Kebutuhan akan figur teladan

Remaja merupakan sosok yang membutuhkan sesosok figur teladan yang bisa mereka tiru dan amati untuk kemudian diadaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka pun juga lebih jarang untuk mendengarkan nasihat yang hanya indah apabila diucapkan dalam kata-kata saja. Dibandingkan hal tersebut, mereka akan merasa lebih terkesan oleh teladan dan nilai-nilai yang dianut orang tua mereka.

Merasa rendah diri dan cemas

Ketika merasakan perubahan yang sangat signifikan dalam sisi fisik dan psikologis mereka, remaja cenderung akan merasa rendah diri. Hal ini biasanya terjadi ketika perubahan yang terjadi tidak sesuai dan jauh dari bayang-bayang yang mereka inginkan sebelumnya. Sehingga, mereka pun terkadang akan merasa frustrasi dan bisa berujung pada stres yang cukup berbahaya.

Stres yang berkelanjutan tentu akan memberikan dampak yang cukup buruk pada kesehatan mental para remaja. Terkadang, mereka pun juga akan menderita perasaan cemas yang berlebihan dan sebagai bentuk pelarian, mereka pun akan mencoba hal-hal terlarang agar bisa menghilangkan perasaan tersebut.

Bersikap apatis

Remaja pun juga terkadang akan bersikap apatis terhadap lingkungan sekitarnya. Mereka akan menolak dan tidak ingin melibatkan dirinya di dalam kehidupan masyarakat dan tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya.

Merasa tidak berdaya

Karena zaman yang semakin canggih, membuat remaja merasa cemas ketika memikirkan kehidupan masa depannya. Mereka pun terkadang akan mencari jalan alternatif yang berisiko hanya demi memastikan agar dia memiliki masa depan yang sudah terencana.

Demikianlah pembahasan mengenai masa remaja mulai dari ciri, fase pertumbuhan dan berbagai macam bentuk permasalahan yang akan dihadapi. Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress). Dengan mengetahui lebih awal kondisi psikologis remaja, dengan banyaknya permasalahan yang dihadapinya, maka ketika ia akhirnya harus mengakhiri masa remaja sebelum waktunya dengan alasan menikah, maka dalam hal ini yang terjadi adalah rentan munculnya permasalahan baru, antara lain tindakan kekerasan dalam rumah tangga biasa disingkat dengan KDRT.

Mengapa Pernikahan di usia kurang dari 19 hahun rentan terjadi KDRT? 

Karena masa remaja (kurang dari 19 tahun) merupakan masa storm dan stress, atau biasa disebut dengan masa badai dan tekanan. Mereka masih rentan dengan tawuran baik di sekolah maupun di jalan, maka rentan pula terjadinya tawuran dalam rumah tangga /KDRT. 

Apalagi ketika masa remaja yang seharusnya menjadi masa indah, ternyata ia harus terkena permasalahan ekonomi, permasalahan budaya patriarki, permasalahan campur tangan pihak ketiga, permasalahan  perbedaan prinsip dan sebagainya. Padahal pernikahan di usia anak (kurang dari 19 tahun) rentan dengan berbagai permasalahan ini. 

Penyebab Perilaku KDRT

Ada 2 kemungkinan yang menyebabkan terjadinya KDRT:

  1. Karena personality-nya. Orang seperti ini punya pribadi yang agresif, yang seperti ini mengakibatkan perilakunya melakukan KDRT.
  2. Karena kultur. Jika budayanya mengagungkan bahwa pria seakan-akan dewa dalam keluarganya atau raja, nah ini yang bahaya. Pria ini bisa menganggap istrinya boleh diapain aja yang akhirnya berujung pada perilaku abusive (Deny Hen MM CLC, founder Pembelajar Hidup, life coach & marriage coach).

Saran Solusi:

  1. Jika sudah kelihatan masalah personality dari awal pernikahan dan terus berulang, maka perlu bantuan profesional seperti psikolog untuk mengatasi masalah personality pasangan.
  2. Jika masalahnya adalah karena kultur, maka harus ada perubahan mindset atau pola pikir(Deny Hen MM CLC, founder Pembelajar Hidup, life coach & marriage coach).

Faktor Penyebab KDRT

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Sahabat Perempuan Magelang pada tahun 2005-2008 menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga adalah perselingkuhan, masalah ekonomi, budaya patriarki, campur tangan pihak ketiga, bermain judi, dan perbedaan prinsip.

Bentuk-bentuk KDRT

Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami adalah kekerasan fisik (ditampar, dijambak, ditempeleng, diinjak-injak), kekerasan psikis (caci maki, ancaman), dan penelantaran rumah tangga. Para korban mengambil sikap diam atas kekerasan yang dialaminya. Hal ini dikarenakan mereka tidak mau terjadi peristiwa yang lebih parah lagi dan tidak menghendaki permasalahan semakin berlarut-larut. Selain bersikap diam, beberapa korban bersikap melawan terhadap suami atas kekerasan yang menimpanya. Perlawanan tersebut sebagai upaya perlindungan atas serangan suami yang mengakibatkan luka fisik maupun nonfisik.

 

 

2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Mencegah terjadi nya pernikahan di usia remaja demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang sudah dijelaskan secara gamblang dalam tulisan ini, ataukah membiarkannya mengingat begitu maraknya pergaulan bebas yang mengarah pada tindakan seks bebas dikalangan remaja dewasa ini

    BalasHapus

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...