Selasa, 01 Juni 2021

Dampak Buruk Pernikahan di Usia Anak: "SUAMI TIDAK MEMBERI NAFKAH"

 




 

Dampak buruk pernikahan di usia anak, yang sering kita jumpai pertama kali adalah suami yang tidak memberikan nafkah. Baik nafkah lahir maupun nafkah batin, yaitu apa-apa yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya, juga mencakup keperluan isteri sewaktu melahirkan, seperti pembiayaan bidan atau dokter yang menolong persalinan, biaya obat serta rumah sakit. Termasuk juga didalamnya adalah pemenuhan kebutuhan biologis isteri.

Setelah mereka menikah, hati mereka bukan bertambah bahagia, melainkan sebaliknya. Beberapa konsekuensi logis harus ditanggungnya, akhirnya mereka malah retak dan seakan waktu-demi waktu dilalui dalam rangka menunda perpisahan daripada upaya mempertahankan kokohnya pernikahan. Keburukan akibat pernikahan di usia ini merupakan hal yang sebaiknya tidak terjadi. Untuk itu, semoga penjelasan berikut menjadi dasar pertimbangan bagi mereka yang akan menikah di usia anak.

Pernikahan adalah sunnah Rosulullah dan sunnah para Rosul kekasih Allah. Sunnah yang paling membawa kenikmatan dan sekaligus bertabur pahala dan kemuliaan, betapa indah dan bahagia sebuah pernikahan yang di bangun di atas pondasi keimanan, lebih dari itu agama Islam memandang pernikahan merupakan suatu perbuatan yang bernilai ibadah lebih-lebih ketika menunaikan hak dan kewajiban dalam suatu pernikahan. Kewajiban seorang laki-laki pasca menikah, adalah memberikan nafkah kepada istrinya. Jabir mengisahkan bahwa Nabi saw bersabda:

اتَّقُوْا اللهَ فِيْ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عوان عِندَكُمْ، أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ ، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالمَعْرُوْفِ

“Bertaqwalah kalian dalam masalah wanita. Sesungguhnya mereka ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian ambil mereka dengan amanah Allah dan kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan rezki dan pakaian dari kalian” [ HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi].

Allah SWT berfirman:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

“Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan pakaian kepada para ibu (istri) dengan cara ma’ruf” (QS Al-Baqarah 233).

 

Selain itu, rasulullah SAW pun menjelaskan dalam sebuah hadist shahih. Rasulullah SAW bersabda: “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR Muslim 2137). Dalam hadits lain Rosululullah saw bersabda:

خُذِي مَا يَكْفِيْكِ وَ وَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ

“Ambillah (dari harta suamimu) apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik” [HR Bukhari dan Muslim]

Ayat dan hadist di atas telah menerangkan dengan tegas bahwa seorang suami hukumnya wajib memberikan nafkah kepada istri. Walaupun istri telah mempunyai pekerjaan layak dan gaji besar, tetap saja suami harus memberikan nafkah untuk istrinya.

Jadi, hukum suami tidak memberi nafkah dalam Islam itu adalah haram dan berdosa besar. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami sebagai kepala keluarga.  Jika suami tidak menjalankan kewajibannya kepada istri, hukum suami tidak memberi nafkah dalam Islam adalah haram dan berdosa. Terlebih lagi jika suami tidak mau bekerja dengan alasan malas. Apabila suami tidak memenuhi kewajibannya tersebut, maka ia pun berdosa. Rasulullah SAW bersabda:

كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ

“Cukuplah sebagai dosa bagi suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud-Ibnu Hibban).

Seorang perempuan boleh menggunakan hartanya untuk membantu suami, namun hal ini bukan berarti menghapus tugas suami sebagai pemberi nafkah. Para ulama berpendapat bahwa harta (penghasilan) istri adalah hak-nya istri. Suami tidak boleh menggunakannya tanpa izin dan keridhaan dari istri.

Suami Nusyuz kepada Istri

Nusyuz suami terhadap isteri, merupakan tindakan atau perkataan yang muncul dari pihak suami kepada pihak isteri berupa ketidaktaatan atas kewajiban yang dipikul oleh suami dalam rumah tangga atau keluarga. Dewasa ini seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, tidak jarang terjadi suatu permasalahan dalam suatu rumah tangga, seperti halnya terjadinya ketidaktaatan (nusyuz) suami kepada isteri dalam melaksanakan kewajibannya.

Misalnya dalam suatu keluarga tidak jarang ditemui para suami enggan bekerja untuk menafkahi keperluan keluarga, disamping itu malah si isteri yang pergi untuk mencari nafkah guna mencukupi keperluan hidup keluarga. Padahal apabila diperhatikan, bekerja atau mencari nafkah itu merupakan kewajiban seorang suami dalam rumah tangga. Contoh lain yakni pada saat seorang suami enggan menggauli atau tidak menghiraukan isterinya tanpa belas kasih sayang yang seharusnya seorang suami berikan agar rumah tangga tetap harmonis, dalam keadaan seperti demikian maka si suami juga dapat dikatakan telah nusyuz terhadap isteri.

Sesungguhnya dasar hukum nusyuz suami terhadap isteri diatur dalam Al-Quran surat An-Nissa’ ayat 128, pada dasarnya ayat tersebut mengatakan bahwa nusyuz suami terhadap isteri dapat terjadi ialah seperti kemungkinan suami berpaling meninggalkan atau menyia-nyiakan isterinya.

وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Pada rumah tangga atau keluarga istri haruslah selalu taat pada suami, akan tetapi timbul pertanyaan bagaimana isteri harus bersikap manakala suami yang justru tidak taat terhadap kewajibannya. Suami yang tidak menghiraukan kewajibannya pada isteri ini maka ialah seorang suami yang nusyuz. Padahal fitrahnya kaum wanita adalah di bawah kepemimpinan kaum laki-laki sesuai dalam Al-Quran surat An-Nissa ayat 34:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Akibat hukum nusyuz suami terhadap isteri

Akiat hukum yang ditimbulkan dari nusyuz suami meliputi:

  • Terlantarnya isteri dan anak
  • Retaknya hubungan suami isteri atau terjadinya ketegangan antara mereka karena isteri selalu merasa tertekan, isteri dapat mengajukan gugatan cerai
  • Hilangnya hak suami untuk mendapatkan tebusan atau kompensasi, dalam hal ini ketika terjadi persoalan nusyuz suami kemudian pihak isteri mengajukan gugatan cerai yakni dengan cara khulu’, dimana dalam perceraian secara khulu’ pihak isteri harus memberikan suatu tebusan kepada suami sesuai kemampuannya, namun karena nusyuz suami itu maka hak suami itu gugur untuk mendapatkan tebusan atau kompensasi.

Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh isteri apabila suami melakukan nusyuz

Secara bertahap upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh isteri apabila suami nusyuz meliputi:

  • Memberikan nasehat;
  • Melakukan perdamaian;
  • Membuat pengaduan kepada hakim.

Sikap Istri Jika Suami Tak Memberikan Nafkah

Setelah mengetahui hukum suami tidak memberi nafkah dalam Islam adalah haram, ada beberapa penjelasan mengenai nafkah yang harus diketahui oleh istri. 

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan  (Ath Thalaq/ 65:7).

 

3 komentar:

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...