Dampak buruk pernikahan di usia anak, yang sering kita jumpai
pertama kali adalah suami yang tidak memberikan nafkah. Baik nafkah lahir
maupun nafkah batin, yaitu apa-apa yang dikeluarkan oleh seorang suami untuk keluarganya
berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya, juga mencakup
keperluan isteri sewaktu melahirkan, seperti pembiayaan bidan atau dokter yang
menolong persalinan, biaya obat serta rumah sakit. Termasuk juga didalamnya
adalah pemenuhan kebutuhan biologis isteri.
Setelah mereka menikah, hati mereka bukan bertambah bahagia, melainkan sebaliknya. Beberapa konsekuensi logis harus ditanggungnya, akhirnya mereka malah retak dan seakan waktu-demi waktu dilalui dalam rangka menunda perpisahan daripada upaya mempertahankan kokohnya pernikahan. Keburukan akibat pernikahan di usia ini merupakan hal yang sebaiknya tidak terjadi. Untuk itu, semoga penjelasan berikut menjadi dasar pertimbangan bagi mereka yang akan menikah di usia anak.
Pernikahan adalah
sunnah Rosulullah dan sunnah para Rosul kekasih Allah. Sunnah yang paling
membawa kenikmatan dan sekaligus bertabur pahala dan kemuliaan, betapa indah dan
bahagia sebuah pernikahan yang di bangun di atas pondasi keimanan, lebih dari
itu agama Islam memandang pernikahan merupakan suatu perbuatan yang bernilai
ibadah lebih-lebih ketika menunaikan hak dan kewajiban dalam suatu pernikahan. Kewajiban
seorang laki-laki pasca menikah, adalah memberikan nafkah kepada istrinya. Jabir
mengisahkan bahwa Nabi saw bersabda:
اتَّقُوْا اللهَ فِيْ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عوان عِندَكُمْ،
أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ
اللهِ ، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالمَعْرُوْفِ
“Bertaqwalah kalian dalam masalah
wanita. Sesungguhnya mereka ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian ambil mereka
dengan amanah Allah dan kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah.
Mereka memiliki hak untuk mendapatkan rezki dan pakaian dari kalian” [ HR
Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi].
Allah SWT berfirman:
وَعَلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah (suami) memberi makan dan
pakaian kepada para ibu (istri) dengan cara ma’ruf” (QS Al-Baqarah 233).
Selain itu,
rasulullah SAW pun menjelaskan dalam sebuah hadist shahih. Rasulullah SAW
bersabda: “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian
(nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR Muslim
2137). Dalam hadits lain Rosululullah saw bersabda:
خُذِي مَا يَكْفِيْكِ وَ وَلَدَكِ بِالْمَعْرُوْفِ
“Ambillah (dari harta suamimu)
apa yang mencukupimu dan anak-anakmu dengan cara yang baik” [HR Bukhari dan
Muslim]
Ayat dan hadist di
atas telah menerangkan dengan tegas bahwa seorang suami hukumnya wajib
memberikan nafkah kepada istri. Walaupun istri telah mempunyai pekerjaan layak
dan gaji besar, tetap saja suami harus memberikan nafkah untuk istrinya.
Jadi, hukum suami tidak memberi nafkah dalam Islam itu adalah haram dan berdosa besar. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami sebagai kepala keluarga. Jika suami tidak menjalankan kewajibannya kepada istri, hukum suami tidak memberi nafkah dalam Islam adalah haram dan berdosa. Terlebih lagi jika suami tidak mau bekerja dengan alasan malas. Apabila suami tidak memenuhi kewajibannya tersebut, maka ia pun berdosa. Rasulullah SAW bersabda:
كَفَى بِالمَرْءِ إِثْماً أنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوْتُ
“Cukuplah sebagai dosa bagi
suami yang menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud-Ibnu Hibban).
Seorang perempuan
boleh menggunakan hartanya untuk membantu suami, namun hal ini bukan berarti
menghapus tugas suami sebagai pemberi nafkah. Para ulama berpendapat bahwa
harta (penghasilan) istri adalah hak-nya istri. Suami tidak boleh
menggunakannya tanpa izin dan keridhaan dari istri.
Suami Nusyuz kepada Istri
Nusyuz suami
terhadap isteri, merupakan tindakan atau perkataan yang muncul dari pihak suami
kepada pihak isteri berupa ketidaktaatan atas kewajiban yang dipikul oleh suami
dalam rumah tangga atau keluarga. Dewasa ini seiring dengan perkembangan
kehidupan manusia, tidak jarang terjadi suatu permasalahan dalam suatu rumah
tangga, seperti halnya terjadinya ketidaktaatan (nusyuz) suami kepada isteri
dalam melaksanakan kewajibannya.
Misalnya dalam suatu keluarga tidak jarang ditemui para suami enggan bekerja untuk menafkahi keperluan keluarga, disamping itu malah si isteri yang pergi untuk mencari nafkah guna mencukupi keperluan hidup keluarga. Padahal apabila diperhatikan, bekerja atau mencari nafkah itu merupakan kewajiban seorang suami dalam rumah tangga. Contoh lain yakni pada saat seorang suami enggan menggauli atau tidak menghiraukan isterinya tanpa belas kasih sayang yang seharusnya seorang suami berikan agar rumah tangga tetap harmonis, dalam keadaan seperti demikian maka si suami juga dapat dikatakan telah nusyuz terhadap isteri.
Sesungguhnya dasar hukum nusyuz suami terhadap isteri diatur dalam Al-Quran surat An-Nissa’ ayat 128, pada dasarnya ayat tersebut mengatakan bahwa nusyuz suami terhadap isteri dapat terjadi ialah seperti kemungkinan suami berpaling meninggalkan atau menyia-nyiakan isterinya.
وَإِنِ
امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗ
وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِنْ تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ
اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Pada rumah tangga atau keluarga istri haruslah selalu taat pada suami, akan tetapi timbul pertanyaan bagaimana isteri harus bersikap manakala suami yang justru tidak taat terhadap kewajibannya. Suami yang tidak menghiraukan kewajibannya pada isteri ini maka ialah seorang suami yang nusyuz. Padahal fitrahnya kaum wanita adalah di bawah kepemimpinan kaum laki-laki sesuai dalam Al-Quran surat An-Nissa ayat 34:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ
لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ
أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا
كَبِيرًا
Kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Akibat hukum nusyuz suami terhadap isteri
Akiat hukum yang
ditimbulkan dari nusyuz suami meliputi:
- Terlantarnya isteri dan anak
- Retaknya hubungan suami isteri atau terjadinya ketegangan antara mereka karena isteri selalu merasa tertekan, isteri dapat mengajukan gugatan cerai
- Hilangnya hak suami untuk mendapatkan tebusan atau kompensasi, dalam hal ini ketika terjadi persoalan nusyuz suami kemudian pihak isteri mengajukan gugatan cerai yakni dengan cara khulu’, dimana dalam perceraian secara khulu’ pihak isteri harus memberikan suatu tebusan kepada suami sesuai kemampuannya, namun karena nusyuz suami itu maka hak suami itu gugur untuk mendapatkan tebusan atau kompensasi.
Upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh isteri apabila suami melakukan nusyuz
Secara bertahap
upaya penyelesaian yang dapat dilakukan oleh isteri apabila suami nusyuz
meliputi:
- Memberikan nasehat;
- Melakukan perdamaian;
- Membuat pengaduan kepada hakim.
Sikap Istri Jika Suami Tak Memberikan Nafkah
Setelah mengetahui hukum suami tidak memberi nafkah dalam Islam adalah haram, ada beberapa penjelasan mengenai nafkah yang harus diketahui oleh istri.
لِيُنْفِقْ ذُو
سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ
اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ
بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah
orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan
(Ath Thalaq/ 65:7).
Ikut nyimak
BalasHapushttp://penjagamahad.blogspot.com
Terima kasih... salam silaturahim
HapusBarakallah 🤲👍👍
BalasHapus