Kamis, 29 April 2021

Pembinaan dan Terapi Keluarga & Pasien ODGJ (dalam bahasa agama)

 


 

Kehidupan sehari-hari, tidak lepas dari berbagai masalah yang timbul. Bahkan tidak jarang hingga mengakibatkan beban pikiran seseorang. Beban yang ringan, sedang, berat, hingga beban yang tak kunjung terurai, yang lambat laun akan bertumpuk dan menjadi masalah bagi jiwa dan mental. Sedangkan masalah kejiwaan ini, pada masyarakat kita masih terdapat stigma yang tidak baik. Tak jarang, orang yang mengalami masalah dalam kejiwaannya dianggap negatif, bahkan dikucilkan. Lantas, bagaimanakah pandangan Islam terhadap gangguan jiwa dan masalah kesehatan mental?

Dr. Jalaluddin dalam buku Psikologi Agama menyebut, "Kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan  tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan  batin  dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri  secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)".

 

Imam al-Ghazali meyakini manusia sebagai makhluk jasmani-ruhani. Sedangkan aspek ruhiyah merupakan sebuah hakekat nyata. Terkait upaya menciptakan ketenangan jiwa, beliau menyebut jiwa terdiri dari empat elemen pokok, yakni al-qalb, al-ruh, al-nafs, dan al-aql. Empat elemen ini, secara esensi bermakna sama.


Al-qalb dan al-nafs merupakan istilah yang kerap digunakan dalam Alquran sebagai representasi. Nafs ada dua makna:

Pertama, nafs adalah nafsu-nafsu rendah yang kaitannya dengan raga dan kejiwaan, seperti dorongan agresif (al-ghadlab) dan dorongan erotik (al-syahwat). Kedua nafsu ini dimiliki oleh hewan dan manusia.

Kedua, nafs adalah nafsu muthmainnah. Yang dimaksud nafsu muthmainnah adalah lembut, halus, suci dan tenang yang dapat mengantarkan untuk masuk ke dalam syurga-Nya.

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ

ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Hai jiwa yang tenang.

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS al-Fajr ayat 27-28).

Dalam kehidupan sosial manusia, agama tak bisa dipisahkan. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT berarti mempunyai naluri beragama. Dalam QS Al-Ra'ad ayat 28 disebutkan:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Purmansyah Ariadi, praktisi Universitas Muhammadiyah Palembang, menyebut tuntunan Islam mewajibkan manusia mengadakan hubungan yang baik dengan Allah SWT, sesama manusia, serta alam dan lingkungan. Peranan agama Islam dapat membantu manusia mengobati jiwa dan mencegah dari gangguan kejiwaan maupun membina kondisi kesehatan mental.

Penyelesaian masalah kejiwaan bisa dilakukan dengan dua hal, menemui praktisi kesehatan jiwa maupun melalui pendekatan agama. Dalam hal agama, Alquran bisa berfungsi sebagai asy-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani.

Dalam kitab suci Alquran, terdapat banyak surah yang menjelaskan  tentang  kesehatan. Ketenangan jiwa juga dapat dicapai dengan dzikir kepada Allah. Rasa takwa dan perbuatan baik merupakan metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.


Pembinaan dan Terapi Keluarga & Pasien ODGJ

Beri kesibukan dengan membuat jadwal

Berdasarkan pengalaman yang tertuang dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Aty Nurillawaty Rahayu berjudul: Pengalaman Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Paska Pasung dalam melakukan Rehabilitasi Psikososial, Kemampuan ODGJ dalam melakukan aktivitas sehari-hari selama mengikuti kegiatan rehabilitasi psikososial, diungkapkan sebagai berikut: “ Sebelumnya saya tidak bisa apa-apa, setelah disini, selama di rehab, saya bantu sapu-sapu, ikut kegiatan bimbingan rohani dan kegiatan ketrampilan mengerjakan keset, itu bisa menghibur saya supaya jangan pikir ingat dikampung” (P1) “ disini saya ikut pengajian, bantu memasak, bikin sumpia, telor asin dan keset, banyak ikut kegiatan biar bisa menenangkan hati dan menghilangkan kangen”

 

Berikan tugas sesuai kemampuan penderita dan bertahap sesuai perkembangan

Memberikan  tugas/kesibukan disesuaikan dengan kemampuan penderita, dengan harapan pasien dapat mengalihkan perhatiannya tidak fokus pada pangkal permasalahan yang menyebabkan dia sakit. Ketika ia sakit karena dicerai oleh suami/istrinya, maka kesibukan adalah untuk mengalihkan perhatiannya dari mengingat suami/istrinya.  Namun kesibukan yang diberikan harus sesuai kemampuan dan tarap perkembangannya, agar ia tidak tambah sakit.

Menemani & tidak mengucilkan

Misalnya makan bersama, bekerjasama, rekreasi bersama. Tetap memberikan perhatian, penghargaan dan tidak mengucilkan dapat mengurangi tingkat stress penderita, bahkan bisa mengembalikan menuju sehat. Apalagi mereka yang penyebab sakitnya adalah putus asa atau tiada memperoleh penghargaan dari lingkungannya.

Menyapa penderita ODGJ

Minta Keluarga dan teman untuk menyapa penderita ODGJ. tentunya kita pribadi juga harus bisa memberikan contoh.

Mengajak/mengikut sertakan penderita dalam kegiatan bermasyarakat

ODGJ bisa disertakan dalam pengajian, kerja bhakti dan sebagainya.

ODGJ bisa diajak mendekatkan diri kepada Allah dalam dzikir kepada-Nya agar hatinya menjadi tenang, sebab Allah sudah menjanjikan:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Q.S. Ar Ra’du, 28).

Berikan pujian

Memberikan pujian yang realistis terhadap keberhasilan penderita, yang tulus dan tidak berpura-pura serta tanpa pamrih akan bisa menjadi cara yang pasti untuk membawa keadaan sekeliling kita menjadi lebih baik. Inilah 5 alasan mengapa kita seharusnya memberikan pujian kepada seseorang:

  • Memotivasi: menunjukkan bahwa dia sedang dikagumi. Hal itu akan memberikan motivasi kepada orang yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu lebih baik dari sebelumnya.
  • Menciptakan atmosfir positif: fokus dengan apa yang baik dan kemudian mengekpresikannya akan mengirimkan efek positif baik kepada orang yang bersangkutan ataupun diri sendiri.
  • Menebarkan kasih: pujian membuat ikatan menjadi lebih kuat dan membuat kita menjadi pribadi yang lebih menyenangkan di mata orang lain.
  • Meningkatkan kepercayaan diri: ketika kita memiliki pandangan positif tentang orang lain, kitapun akan memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri.
  • Menghancurkan ego: sebuah pujian yang tulus dan tanpa pamrih akan membawa perubahan baik dalam diri seseorang atau sekeliling kita.

Hindari berbisik di depan penderita

إِنَّمَا النَّجْوى مِنَ الشَّيْطانِ لِيَحْزُنَ الَّذينَ آمَنُوا وَ لَيْسَ بِضارِّهِمْ شَيْئاً إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَ عَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُون

Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal. (QS.Al-Mujadalah : 10) 

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا إِذا تَناجَيْتُمْ فَلا تَتَناجَوْا بِالْإِثْمِ وَ الْعُدْوانِ وَ مَعْصِيَةِ الرَّسُولِ وَ تَناجَوْا بِالْبِرِّ وَ التَّقْوى وَ اتَّقُوا اللَّهَ الَّذي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman ! Apabila kamu berbisik rahasia , janganlah berbisik rahasia dengan dosa dan permusuhan dan mendurhaka Rasul, tetapi berbisik rahasialah dengan kebaji kan dan taqwa ; Dan taqwalah kepada Allah , Yang kamu sekalian akan dikumpulkan (QS.Al-Mujadalah : 9) 

وَعَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِِذََا كَانُوا ثَلَاثَةٌ فَلَايَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِث". متفق عليه

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di atara mereka itu berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga”. (HR.Bukhari dan Muslim).

وَعَنِ ابنِ مَسعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ : إِذَاكُنْتُمْ ثَلَاثَة فَلَا يَتنََاجَى اثْنَانِ دُونَ الآخَرَحَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ، مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُخْزِنُهُ. متفق عليه.

 Dari Ibnu Mas`ud Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, [[Apabila kalian bertiga maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan yang lain sehingga kalian berkumpul dengan orang banyak. Karena yang demikian bisa menyebabkan orang yang tidak terlibat menjadi sedih]. (HR.Bukhari dan Muslim).

Mengontrol & memberi obat secara rutin

Efek obat tidak bisa bekerja dalam sekejap untuk menghilangkan gejalanya. Minum obat setiap hari seperti yang diarahkan dokter dapat sangat membantu meningkatkan efektivitas obat. Untuk merasakan perbaikan dan perubahan yang positif dalam jangka panjang, biasanya pasien membutuhkan waktu paling cepat satu bulan setelah memulai pengobatan. Pada beberapa orang, efek obat ini baru akan terasa setelah empat atau enam bulan karena gaya hidup yang kurang mendukung penyembuhan.

Setelah itu pun pasien tidak dianjurkan untuk langsung menghentikan pengobatan. Pasien mungkin diminta untuk tetap meneruskan pengobatan selama satu hingga dua tahun, tergantung kondisi dan keparahan penyakitnya. Pasien juga tidak dianjurkan untuk meningkatkan atau menghentikan dosisnya tanpa sepengetahuan dokter karena ada risiko efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibatnya.

Mengenali tanda2 kekambuhan, segera berobat

Mengenali dan menyadari gejala awal kambuhnya gangguan jiwa seperti : sulit minum obat, sulit tidur, menyendiri, gelisah, tidak nafsu makan, mudah tersinggung dan perubahan perilaku di luar kebiasaan normal. Keluarga atau caregiver sebaiknya selalu memperhatikan gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien ODGJ karena berita yang ada serta pembatasan dalam ruang gerak individu dapat meningkatkan gejala-gejala psikiatris pasien ODGJ. Apabila gejala psikiatrik semakin meningkat segera konsultasikan dengan penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa di layanan primer atau dokter yang merawat untuk melakukan tindakan lanjutan yang diperlukan sesuai kondisi klinis. Menceritakan berbagai kecemasan yang dialami tentang kondisi saat ini pada orang terdekat dan terpercaya. Hal ini dapat mengurangi dan mengalihkan pikiran negatif dan perasaan cemas berlebihan pada ODGJ. Diharapkan keluarga atau caregiver pasien dapat hadir dan mendengarkan dengan sepenuh hati.

Kontrol suasana lingkungan

Kontrol suasana lingkungan yang dapat memancing terjadinya marah. Berikut ini 5 kiat yang bisa kita gunakan untuk menahan amarah.

Membaca Ta'awudz

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 200)

Dari sahabat Sulaiman bin Surd ra, beliau menceritakan: Suatu hari saya duduk bersama Nabi saw. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah saw bersabda: 

إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ

Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)

Doa yang sangat ringkas:

أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ

Saya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

Bacaan ini sangat ringkas, dan hampir semua orang telah menghafalnya. Yang menjadi masalah, umumnya orang yang sedang marah sulit untuk mengendalikan dirinya , sehingga biasanya lupa dengan apa yang sudah dia pelajari. Semoga kita dimudahkan oleh Allah  untuk segera sadar ketika marah. Amin

Diam

Seperti dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah menyarankan untuk tetap diam. Sebab, saat seseorang marah dan membiarkan mulutnya terbuka, banyak sambatan, misuh-misuh, cacian, makian yang keluar sampai menyakiti orang lain. Ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

 Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan lighairihi).

Berganti Posisi: Berdiri ke Duduk, Duduk ke Berbaring

Berganti posisi saat merasakan kemarahan bisa meredakan dan menenangkan diri agar tidak berubah jadi kekerasan. Dari Abu Dzarr ra, Nabi saw bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ  وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Mengambil Air Wudhu

Air wudhu pun dapat menenangkan dan memadamkan api kemarahan di hati agar tidak meledak dan melukai diri sendiri maupun orang lain.

Dari Athiyyah as-Sa’di ra berkata, Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Mengingat Wasiat dan Janji Rasulullah SAW

Sebelum memuntahkan amarah kepada orang lain atau benda sekalipun, baiknya orang memperhatikan hadits berikut yang berisi pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seseorang yang meminta nasehat dari beliau.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

Dari Abu Hurairah ra berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi saw, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi saw  (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari, no. 6116)

Dari Mu’adz ra, Rasulullah saw bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

“Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, no. 4777; Ibnu Majah, no. 4186. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sanadnya hasan)

Dari Abu Ad-Darda’ ra, ia berkata, “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan dalam surga.” Rasulullah saw lantas,

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

 Jangan engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, hadits ini shahih lighairihi)

Segera kontrol jika ada perilaku menyimpang atau obat habis

SHOLAT GHOIB & DOA UNTUK AWAK KRI NANGGALA 402



Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau umat beragama memanjatkan doa untuk seluruh awak kapal Nanggala 402. Secara khusus Menag juga mengajak umat muslim Indonesia menggelar sholat ghaib. "Mari kita lakukan sholat ghaib untuk mendoakan para pejuang bangsa. Semoga mereka mendapat ampunan dan rahmat dari Allah SWT," kata Yaqut, kemarin.

Berikut ini tata cara sholat ghaib beserta doa untuk Nanggala 402 yang bisa dilakukan umat muslim Indonesia di rumah.

Sholat ghaib dilakukan saat hendak mendoakan jenazah yang lokasinya berbeda dengan kita dengan hukum fardu kifayah. Artinya sholat ini wajib dilakukan, tetapi jika sudah dilakukan oleh muslim lain, kewajiban kita gugur dan hukumnya menjadi sunah.


Niat Sholat Ghaib

Jika sholat ghaib ditujukan pada jenazah yang diketahui dengan jelas identitasnya, niatnya adalah:

أصلى على ميت كرئ نناغالا ٤٠٢

الغائب اربع تكبيرات فرض الكفاية لله تعال

Artinya: "Saya niat sholat mayit atas mayit awak KRI Nanggala 402 empat kali takbir fardu kifayah karena Allah Ta'ala."

Apabila sholat gaib itu dilakukan tanpa mengenali identitas jenazahnya dengan tepat, sebagaimana yang sering dilaksanakan setelah salat Jumat, niatnya adalah:

أصلى على من صلى عليه اللإمام اربع تكبيرات فرض الكفاية مأموما لله تعالى

Artinya: "Saya niat sholat ghaib atas mayit yang disalati imam empat kali takbir fardu kifayah menjadi makmum karena Allah Ta'ala."

Takbir Pertama

Membaca surat Al-Fatihah setelah takbir pertama (takbiratul ihram) sebagai salah satu rukun salat.

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ . الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم . مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ . إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ . اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

Artinya : "Dengan nama Allah yang maha pengasih, maha penyayang. Segala puji bagi Allah, tuhan seluruh alam, yang maha pengasih, maha penyayang, pemilik hari pembalasan. Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Takbir Kedua

Bacaan sholawat saat sholat ghaib adalah yang dibacakan saat duduk tahiyat. Sholawat dibacakan atas Nabi Muhammad SAW

اللّـٰهُمَّ صَلَّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

 

Artinya: "Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah berkat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi berkat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia."

Takbir Ketiga

Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk awak KRI Nanggala 402

Membacakan doa untuk jenazah, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW pada hadist berikut:

اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُم، وَارْحَمْهُمْ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُمْ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُمْ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُمْ، وَاغْسِلْهُمْ باالْمَاءٍ وَالثَّلْجِ والْبَرَدِ، وَنَقِّهِمْ مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُمْ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِمْ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ أَهْلِهِمْ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِمْ، وَأَدْخِلْهُمُ اْلجَنَّةُ وَأَعِدْهُمْ مِنْ عَذَابِ اْلقَبْرِ وَعَذَابِ الناَّرِ

Ya Allah, ampunilah mereka, berilah rahmat kepada mereka, selamatkanlah mereka, maafkanlah mereka dan tempatkanlah mereka di tempat yang mulia, luaskanlah kuburan mereka, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkanlah mereka dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju putih dari kotoran. Berilah mereka rumah yang lebih baik dari rumah mereka (di dunia), berilah keluarga yang lebih baik daripada keluarga mereka di dunia, istri yang lebih baik dari istri mereka (atau suaminya) dan masukkan mereka ke surga, jagalah mereka dari siksa kubur dan neraka.

Takbir Keempat

Selesai takbir keempat, kemudian dilanjutkan membaca doa untuk keluarga yang ditinggalkan. Berikut doa yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW,

اللّـٰهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُمْ وَلاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُمْ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَ بِااْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فىِ قُلُوْبِنَا غِلاَّ لِّـلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُفٌ الرَّحِيْمٌ

Ya Allah, Janganlah kiranya pahala  mereka tidak sampai kepada kami, dan janganlah engkau memberi kami fitnah sepeninggal mereka. dan ampunilah kami dan mereka, dan bagi saudara-saudara kita yang mendahului kita, dengan iman, dan janganlah engkau menjadikan unek-unek atau gelisah dalam hati kami dan bagi orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami sesungguhnya Engkaulah maha pengampun lagi maha penyayang.

Salam

Kemudian (selesai) memberi salam, sambil memalingkan muka ke kanan dan ke kiri dengan ucapan sebagai berikut : 

السلام عليكم ورحمة الله وبركـــاته

Artinya : Keselamatan dan rahmat Allah swt, semoga tetap pada kamu sekalian

Selasa, 27 April 2021

Adab Memotong Kuku

 



Kuku merupakan bagian tubuh terluar yang sangat rentan bersinggungan dengan sesuatu yang kotor. Kuku yang berada pada ujung jari tangan dan kaki ini jika dibiarakan akan tumbung panjang bahkan hingga keriting. Membiarkannya panjang dalam Islam sama halnya dengan membiarkannya menjadi sarang kotoran.

Dalam Islam, kita tidak bisa memotong kuku secara sembarangan. Ada adab tertentu yang semestinya kita perhatikan sebelumnya. Misalnya, waktu yang dilarang untuk memotong kuku bagi yang hendak berkurban saat Idul Adha. Jadi, pahamilah hukum potong kuku sebelum kurban.

Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ

Ada lima macam fitrah , yaitu : khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 258)

Imam Nawawi rahimahullah berkata,

وأما التوقيت في تقليم الاظفار فهو معتبر بطولها: فمتى طالت قلمها ويختلف ذلك باختلاف الاشخاص والاحوال: وكذا الضابط في قص الشارب ونتف الابط وحلق العانة:

Adapun batasan waktu memotong kuku, maka dilihat dari panjangnya kuku tersebut. Ketika telah panjang, maka dipotong. Ini berbeda satu orang dan lainnya, juga dilihat dari kondisi. Hal ini jugalah yang jadi standar dalam menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencabut bulu kemaluan.” (Al Majmu’, 1: 158).

Cara Memotong Kuku

Sebelum mulai memotong kuku, persiapkan terlebih dahulu peralatannya yakni alat pemotong kuku atau gunting. Sebaiknya menggunakan alat pemotong kuku yang didesain khusus sehingga lebih aman dan mudah.

Sunnahnya dengan mengikuti cara yang terdapat dalam Kitab Almajmu, yaitu: 

ويستحب ان يبدأ باليد اليمني ثم اليسرى ثم الرجل اليمني ثم اليسرى

“Disunahkan untuk memulai dari tangan kanan kemudian tangan kiri, dari kaki kanan kemudian kaki kiri.”

Menurut Imam Nawawi, sunnah dalam memotong kuku dimulai dari tangan kanan yakni jari telunjuk, tengah, manis, kelingking dan jempol. Lalu dilanjutkan jari tangan kiri, mulai dari jari kelingking, manis, tengah, telunjuk dan jempol.

Berikutnya kuku jari kaki, sunnahnya dimulai dari jari kelingking sebelah kanan sampai ke jempol. Kemudian kuku jari kaki kiri dimulai dari jempol sampai jari kelingking.

Hal tersebut tertuang dalam Kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar mengatakan;

وَلَمْ يَثْبُتْ فِي تَرْتِيبِ الْأَصَابِعِ عِنْدَ الْقَصِّ شَيْءٌ مِنَ الْأَحَادِيثِ لَكِنْ جَزَمَ النَّوَوِيُّ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ بِأَنَّهُ يُسْتَحَبُّ الْبَدْاَءةُ بِمُسَبِّحَةِ الْيُمْنَي ثُمَّ بِالْوُسْطَى ثُمَّ الْبِنْصِرِ ثُمَّ الْخِنْصِرِ ثُمَّ الْإِبْهَامِ وَفِي الْيُسْرَى بِالْبَدْاَءةِ بِخِنْصِرِهَا ثُمَّ بِالْبِنْصِرِ إِلَى  الْإِبْهَامِ وَيُبْدَأُ فِي الرِّجْلَيْنِ بِخِنْصِرِ الْيُمْنَى إِلَى الْإِبْهَامِ وَفِي الْيُسْرَى بِإِبْهَامِهَا إِلَى الْخِنْصِرِ

“Tidak ada satu pun hadis yang menjelaskan tentang tertib memotong kuku. Akan tetapi Imam Nawawi menegaskan dalam kitab Syarh Muslim, bahwa disunahkan untuk memulai dari jari telunjuk tangan kanan, tengah, manis, kelingking, dan jempol. Untuk jari tangan sebelah kiri dimulai dari jari kelingking, manis, sampai jempol. Untuk kaki dimulai dari jari kelingking sebelah kanan sampai ke jempol, dan kaki sebelah kiri dimulai dari jempol sampai jari kelingking.”



Waktu Memotong Kuku

Hukum memelihara kuku panjang dalam Islam ialah tidak boleh lebih dari 40 hari. Sebagaimana yang terdapat dalam dalil di bawah ini.

Dari Anas bin Malik ra,

 وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketika, mencukur bulu kemaluan, yaitu itu semua tidak dibiarkan lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim no. 258).

Yang dimaksud hadits ini adalah jangan sampai kuku dan rambut-rambut atau bulu-bulu yang disebut dalam hadits dibiarkan panjang lebih dari 40 hari (Lihat Syarh Shahih Muslim, 3: 133).

Itulah beberapa adab memotong kuku dalam Islam. Semoga kita semua dapat mengamalkannya sesuai dengan ketentuan dalam Islam. Sehingga bertambah keimanan dalam diri karena menjaga keutamaan kebersihan dalam Islam. Aamiin

Senin, 26 April 2021

Adab Mandi

Sebelum membahas tata cara mandi, kita perlu mengetahui tentang rukun mandi, sebagai berikut:

  1. Niat, karena hadits Nabi: “Sesungguhnya amal itu dengan niat.” Hal ini untuk membedakannya dari kebiasaan, dan tidak disyaratkan melafalkannya, karena tempatnya ada di hati.
  2. Membasuh/mengguyur seluruh tubuh. firman Allah: “… (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa: 43). Dan hakekat mandi adalah meratakan air ke seluruh tubuh. Hadits ‘Aisyah ra yang menceritakan tata cara mandi Nabi saw

ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ

            Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i no. 247)

3. Madzhab Hanafi menambahkan rukun ketiga yaitu: berkumur, menghisap air ke hidung, yang keduanya sunnah menurut imam lainnya.

Untuk mengetahui  tata cara mandi yang disunnahkan saw, Kita perhatikanlah dua hadits berikut:

Hadits pertama:

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ

“Dari ‘Aisyah, isteri Nabi saw, bahwa jika Nabi saw mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan gayung kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)

Hadits kedua:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَتْ مَيْمُونَةُ وَضَعْتُ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَاءً يَغْتَسِلُ بِهِ ، فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ ، فَغَسَلَهُمَا مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ ، فَغَسَلَ مَذَاكِيرَهُ ، ثُمَّ دَلَكَ يَدَهُ بِالأَرْضِ ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ، ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ غَسَلَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى جَسَدِهِ ، ثُمَّ تَنَحَّى مِنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ قَدَمَيْهِ

Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah saw. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)

Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang disunnahkan sebagai berikut:

  1. Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
  2. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.
  3. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.
  4. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat.
  5. Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut.
  6. Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri.
  7. Menyela-nyela rambut. Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ ، وَتَوَضَّأَ وُضُوءَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اغْتَسَلَ ، ثُمَّ يُخَلِّلُ بِيَدِهِ شَعَرَهُ ، حَتَّى إِذَا ظَنَّ أَنْ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ ، أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)

        8. Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri. 

            ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, berkata:

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ فِى تَنَعُّلِهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُورِهِ وَفِى شَأْنِهِ كُلِّهِ

Nabi saw biasa mendahulukan yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara (yang baik-baik).”  (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268).

 

Wallahu a'lamu

Minggu, 25 April 2021

Adab Menjenguk Orang Sakit

 


Dalam Islam, terdapat hubungan antara manusia dan manusia yang disebut dengan hablum minannas. Hubungan ini harus dijaga karena manusia sejatinya adalah mahluk sosial yang tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Salah satu bentuk Hablum minannas yang baik adalah menjenguk orang sakit.

Dalam menjenguk orang sakit pun terdapat adab yang sebaiknya dilakukan dan dipatuhi agar hubungan menjadi semakin erat. Berikut ini adalah beberapa adab ketika menjenguk orang sakit dalam Islam:

Mendoakannya

Ketika kita menjenguk orang sakit, maka doakanlah kesembuhan baginya agar ia dapat segera kembali beraktivitas. Ini adalah adab yang paling utama ketika menjenguk orang yang sakit. Dari Abdul Aziz dia berkata: “Aku dan Tsabit pernah mengunjungi Anas bin Malik, lalu Tsabit berkata; “Wahai Abu Hamzah, aku sedang menderita suatu penyakit.” Maka Anas berkata; “Maukah kamu aku ruqyah dengan ruqyah Rasulullah saw?” dia menjawab; “Tentu.” Anas berkata; “Allahumma rabban naasi mudzhibil ba`sa isyfii anta syaafi laa syaafiya illa anta syifaa`an laa yughaadiru saqama (Ya Allah Rabb manusia, dzat yang menghilangkan rasa sakit, sembuhkanlah sesungguhnya Engkau Maha Penyembuh, tidak ada yang dapat menyembuhkan melainkan Engkau, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan rasa sakit).”(HR Bukhari no 5301)

Tetap menutup aurat

Islam tidak melarang seorang yang bukan mahram menjenguk saudara atau temannya. Namun hendaknya ketika menjenguk tetap menutup aurat, baik yang menjenguk maupun yang dijenguk. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah, Dari Ummu Al ‘Ala` ia berkata: Rasulullah saw menjengukku sementara aku sedang sakit. Kemudian beliau berkata: “Bergembiralah wahai Ummu Al ‘Ala`, karena sesungguhnya sakit seorang mukmin karena Allah menghilangkan dosa-dosanya sebagaimana api menghilangkan kotoran emas dan perak.”(HR Abu Daud no 2688)

Memberikan semangat

Hendaknya ketika kita menjenguk orang sakit, kita berikan semangat kepadanya. Dengan memberikan semangat maka ia akan selalu berpikir positif dan terus berusaha serta berdoa agar bisa sembuh. Dari Ibnu Abbas ra bahwa Nabi saw pernah menjenguk seorang Arab badui, Ibnu Abbas melanjutkan; “Setiap kali beliau menjenguk orang sakit, maka beliau akan mengatakan kepadanya: “Tidak apa-apa, Insya Allah baik-baik saja.” Ibnu Abbas berkata; lalu aku bertanya; “Baik?!, tidak mungkin, sebab penyakit yang di deritanya adalah demam yang sangat kritis, yang apabila diderita oleh orang tua akan menyebabkannya meninggal dunia.” Maka saw bersabda: “Kalau begitu, memang benar.”(HR Bukhari no 5224)

Menunjukkan kepedulian

Ketika menjenguk orang sakit, tunjukkan bahwa kita benar-benar peduli pada kondisinya. Tanyakan tentang perkembangan kesehatan dan hal lainnya untuk menunjukkan simpati kepadanya. Dari Ibn Sinni Rasulullah saw. bersabda:

مِنْ تَمَامِ الْعِيَادَةِ أَنْ تَضَعَ يَدَكَ عَلَى الْمَرِيْضِ، فَتَقُوْلُ: كَيْفَ أَصْبَحْتَ؟ أَوْ كَيْفَ أَمْسَيْتَ؟

Di antara kesempurnaan menjenguk adalah engkau meletakkkan tangannya pada bagian tubuh orang yang sakit sambil bertanya,  “Bagaimana keadaanmu pagi ini? Atau bagaimana keadaanmu sore ini?

Memberikan yang diinginkan

Hal ini pernah ditunjukkan oleh Rasulullah. Pada kitab Sunan Ibn Majah menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menjenguk seorang lelaki kemudian beliau bertanya, “Apakah engkau menginginkan sesuatu? Mau kue?” lelaki itu menjawab “Ya”. Rasul saw. pun mencarikan kue untuknya.

Melarangnya berharap kematian

Beberapa orang yang sakit biasanya akan lebih mudah mengalami putus asa sehingga lebih mengharapkan kematian datang menjemput. Namun sebaiknya kita berikan nasihat untuk tidak menyerah dan berharap pada kematian. Sebagaimana yang ditunjukkan Rasul ketiak mengunjungi pamannya,

“Wahai paman! Janganlah engkau mengharap kematian. Sebab bila selama ini engkau berbuat baik, kemudian (umurmu) ditangguhkan, maka itu adalah kebaikan yang ditambahkan kepada kebaikanmu dulu, dan itu baik bagimu. Bila selama ini engkau berbuat tidak baik, kemudian (umurmu) ditangguhkan, lalu engkau diberi kesempa- tan untuk bertaubat dari kesalahanmu, maka itu pun baik pula bagimu. Maka janganlah engkau mengharap kematian.” (HR. Ahmad dan Hakim)

Menasehatinya

Ketika menjenguk, tentu kita akan mendengar berbagai keluh kesah dari yang sakit. Namun hendaknya kita justru memberikan nasehat padanya bahwa seluruh rasa sakit yang ia rasakan sekarang akan menjadi penebus dosa yang ia lakukan di masa lalu.

Sesungguhnya kita milik Allah dan hanya kepada-Nya semata kita akan kembali. Ya Allah, berilah pahala dari musibah ini, dan gantikanlah bagiku dengan yang lebih baik darinya.” (HR. Muslim)

Membawa buah tangan

Tak hanya datang untuk menjenguk, sebaiknya kita bawakan juga hadiah atau buah tangan agar hatinya semakin senang. Sebagaimana sabda Rasul dimana kita sebaiknya sering memberikan hadiah untuk mempererat persaudaraan. Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda, tahaadu tahaabbu,

تَهَادَوْا تَحَابُّوا

Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrod, no. 594. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1601. Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam catatan kaki Fiqh Al-Akhlaq menyatakan bahwa sanad haditsnya hasan dengan syawahidnya)

Itulah 8 adab ketika menjenguk orang sakit yang perlu dilakukan. Menjenguk orang sakit bukan hanya mempererat tali silaturahmi, tapi juga menumbuhkan rasa simpati dan empati terhadap sesama. Semoga kita semua dapat  menimplementasikannya dalam kehidupan. Aamiin.

 

Rabu, 21 April 2021

ADAB JABAT TANGAN

 

Berjabat tangan dengan wajah yang berseri

Hadits Rasulullah SAW bersabda

لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Artinya : “Janganlah kamu meremehkan kebaikan apapun walaupun hanya menjumpai saudaramu dalam keadaan wajah berseri-seri.”

Berjabat tangan dengan satu tangan

Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan hadits Hudzauifah tentang manfaat berjabat tangan seraya berkata : “Seluruh hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah adalah berjabat tangan dengan memegang satu tangan. Sedangkan orang yang berjabat tangan dengan kedua tangan adalah hal yang menyelisihi sunnah.”

Tidak membungkuk saat berjabat tangan

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata :

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ أَوْ صَدِيقَهُ أَيَنْحَنِي لَهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ قَالَ لَا قَالَ أَفَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ قَالَ نَعَمْ

Seseorang bertanya, ”Wahai Rasulullah, ada seseorang dari kami berjumpa dengan temannya, apakah ia harus menundukkan punggung kepadanya?” Beliau menjawab, “Tidak”, “Apakah ia merangkul dan menciumnya?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Tidak”, “Apakah ia memegang tangannya kemudian ia berjabat tangan dengannya?”, Beliau menjawan, “Ya”.

Mengucapkan salam ketika berjabat tangan

Rasulullah SAW bersabda, “Dua orang Muslim yang bertemu hingga salah satu diantara mereka mengucapkan salam dan berjabat tangan semata-mata niat karena Allah, maka keduanya akan diampuni,” (HR Ahmad).

Tidak terburu-buru untuk melepaskan jabatan tangan

Yaqub bin Sufyan ra bahwa Rasulullah SAW saat berjabat tangan dengan orang lain, maka beliau tidak akan melepasnya kecuali orang tersebut yang melepaskan tangannya terlebih dahulu (HR At-Tirmidzi). 

Tidak memalingkan pandangan

Yaqub bin Sufyan ra bahwa Rasulullah SAW tidak memalingkan pandangan dari pihak yang berjabat tangan sampai ia berlalu meninggalkan Rasulullah (HR At-Tirmidzi).

Menampakkan rasa kecintaan ketika berjabat tangan

Ulama banyak berpendapat bahwa tangan yang digerakkan saat berjabat tangan dianjurkan karena akan menimbulkan kecintaan pihak yang berjabat tangan (Hasiyah Al-Adawi).

Mencium tangan dan dahi

Seorang laki-laki yang mencium tangan laki-laki yang dikenali sebagai seseorang yang sholeh dan bertaqwa, tangan orang  yang banyak ilmu dan mengamalkan ilmunya, tangan ibu dan bapak, nenek dan kakek ataupun saudara adalah sunnah.

Hal itu adalah sebagai bentuk penghargaan, penghormatan dan perasaan kasih sayang. Seseorang tersebut harus mencium pipi dan memeluk seseorang jika hal itu sebagai tanda cinta saat berpisah, menyambut seseorang yang datang atau orang yang sembuh dari penyakit dan selamat dari bahaya. Kemudian pula, diharuskan untuk mencium wajah mayat bagi keluarga dan kerabatnya.

Jangan mencium tangan orang fasik sebab ia sepatutnya dihina dan diremehkan. Juga jangan mencium tangan orang kaya karena kekayaanya, sebab ia akan lemah keyakinan dan keimannya kepada Allah SWT.

 

Selasa, 20 April 2021

ADAB BERKENDARA

 


 

 

Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah, memaparkan adab-adab berkendaraan yang perlu dipatuhi oleh seorang Muslim. 

Pertama, niat yang baik

Seorang Muslim ketika naik kendaraan atau menggunakan alat transportasi harus meniatkan diri untuk mencapai tujuan yang benar. ‘’Di antaranya untuk menyambung tali silaturahim, mencari nafkah, ziarah karena Allah. Selain itu, juga berniat akan berlaku baik terhadap kendaraan yang dinaiaki sesuai dengan syariat Allah SWT,’’ tutur Syek as-Sayyid Nada.

Kedua, mengakui nikmat Allah

Menurut ulama terkemuka itu, ketika sedang mengendarai kendaraan ataupun setelahnya hendaknya seorang hamba mengakui limpahan nikmat yang diberikan kepadanya. Sebab, berkat kendaraan yang dianugerahkan Allah SWT itu, seseorang bisa menghemat waktu dan tenaga untuk sampai di tujuan.

Ketiga, memilih kendaraan yang cocok untuk perjalanan

Ajaran Islam sangat memperhatikan keselamatan dan kenyamanan. Karena itu, menurut Syekh as-Sayyid Nada,  seorang Muslim hendaknya memilih kendaraan yang paling bermanfaat dan cocok untuk mencapai tujuan.

Keempat, mempersiapkan alat transportasi

Setiap Muslim yang hendak bepergian hendaknya mempersiapkan alat transportasi yang akan digunakannya, jika kendaraan tersebut milik pribadi. Syekh as-Sayyid Nada menganjurkan agar sebelum digunakan, kendaraan diperiksa mesinnya, bahan bakarnya, onderdil-onderdilnya. ‘’Jika kendaraan itu berupa hewan tunggangan, hendaknya diperiksa kesehatan dan kekuatannya,’’ tuturnya.

Kelima, doa berkendaraan

Saat akan menaiki kendaraan, seorang Muslim tak boleh lupa berdoa. ‘’Hendaknya seseorang berdoa dengan zikir yang sahih dari Nabi SAW ketika menaiki kendaraan,’’ ungkap Syekh Sayyid Nada. ‘’Segala puji bagi Allah, Maha Suci Zat yang telah menundukkan bagi kami kendaraan ini padahal sebelumnya kami tak dapat menguasainya. Sesungguhnya kepada Rabb-lah kami akan kembali….’’

Keenam, tak membebani kendaraan dengan beban yang melampaui kapasitas

Seringkali kita melihat, saat mudik lebaran begitu banyak orang yang mudik dengan sepeda motor membawa beban yang melampaui batas. Syekh as-Sayyid Nada menyarankan agar seseorang tak membebani kendaraannya melebihi kapasitas, karena bisa mengakibatkan kendaraan mogok atau bahkan kecelakaan.

Kendaraan adalah nikmat dari Allah, maka hendaklah kita merawatnya dengan baik dan bukan sekedar hanya memakainya sesuka hati. Sebagaimana binatang ternak yang kita miliki, kita tak boleh membebaninya lebih dari kemampuannya. Diantara wujud kesyukuran kita kepada Allah, kita harus menyayangi kendaraan –apakah berupa hewan atau bukan-, dan tidak membebaninya lebih kemampuannya.

Seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Ja’far -radhiyallahu ‘anhu- pernah berkata, “Beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta. Tatkala Nabi saw melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran air matanya. Lalu Nabi saw mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai Rasulullah”. Maka Nabi saw bersabda,

أَفَلَا تَتَّقِي اللهَ فِيْ هَذِهِ الْبَهِيْمَةِ الَّتِى مَلَكَّكَ اللهُ إِيَّاهَا فَإِنَّهُ شَكَى إِلَيَّ أَنَّكَ تُجِيْعُهُ وَتُدْئِبُهُ

Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR.Muslim dalam Shohih-nya (342),dan Abu Dawud dalam As-Sunan ( 2549 ).

Jadi, seorang muslim tidak boleh membebani kendaraan lebih dari kemampuannya, sehingga ia letih atau rusak. Kita juga harus memperhatikan bensinnya, dan olie-nya sebagaimana halnya jika kendaraan berupa hewan, maka kita harus memperhatikan makanan, dan perawatannya. Kendaraan yang kita miliki harus kita rawat dengan baik; jangan dibiarkan terparkir di bawah terik matahari, tapi carilah naungan baginya. Jangan kalian bebani melebihi kapasitas kemampuan yang telah ditetapkan baginya.

Memperlambat Laju Kendaraan ketika Berjalan di Jalan yang Sempit (Lorong) dan Mempercepat ketika Berjalan di Jalan yang Lapang

Nabi saw bersabda ketika menegur seorang sahabat yang cepat dan tergesa-gesa dalam menuntun perjalanan para wanita yang menyertai Nabi saw berhaji,

وَيْحَكَ يَا أَنْجَشَةُ رُوَيْدَكَ سَوْقَكَ بِالْقَوَارِيْرِ

"Wahai Anjasyah, celaka engkau ! Pelanlah engkau dalam menuntun para wanita". [HR. Al-Bukhoriy (6149, 6161, 6202, & 6209), dan Muslim (2323)]

Al Imam An-Nawawiy ra berkata saat menyebutkan penafsiran ulama tentang makna hadits ini, “Sesungguhnya yang dimaksudkan hadits ini adalah pelan dalam berjalan, karena jika onta mendengar al-hida’ (nyanyian hewan), maka ia akan cepat dalam berjalan; onta akan merasa senang, dan membuat penumpangnya kaget, dan penat. Maka Nabi saw melarangnya dari hal itu (al-hida’), karena para wanita akan lemah saat kerasnya gerakan, dan beliau khawatir tersakitinya para wanita dan jatuhnya mereka”. (Syarh Shohih Muslim 15/81)

Maka sepantasnya ketika berkendaraan, kita tenang dan tidak terburu-buru, karena terburu-buru itu datangnya dari setan. Boleh mempercepat kendaraan jika tidak melampaui batas sehingga ia dianggap terburu-buru, jika ada kemaslahatan, dan tidak menimbulkan kerugian dan bahaya.

Ketujuh,  zikir safar

Saat berkendaraan hendaknya seorang Muslim tetap ingat kepada Allah dengan cara berzikir. Saat kendaraan melaju, tutur Syekh as-Sayyid Nada menyarankan agar seorang Muslim membacakan doa yang diriwayatkan dari Nabi SAW. ‘’Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan dan takwa dalam perjalanan ini. Kami memohon kepada-Mu perbuatan yang membuat-Mu ridha. Ya, Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini dan jadikanlah perjalan yang jauh ini seolah-olah dekat. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang menjaga keluargaku. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perjalanan yang berat, pemandangan yang buruk, serta musibah yang menimpa harta dan keluarga.’’ (HR Muslim (1342) dari Ibnu Umar).

Kedelapan, memperhatikan rambu-rambu keselamatan

Keselamatan merupakan hal yang perlu diperhatikan. Saat berkendaraan penting untuk mengikuti aturan dan rambu-rambu keselamatan. Misalnya mengenakan sabuk pengaman, menggunakan helm bagi pengendara sepeda motor.

Wajib bagi kita untuk metaati semua peraturan yang berlaku ketika berkendaraan, seperti memakai helm pada tempat-tempat yang diwajibkan memakai helm, mempunyai surat-surat yang diperlukan ketika berkendaraan (SIM & STNK), berhenti ketika melihat lampu merah, dan lain-lain. Semua hal tersebut adalah kewajiban kita sebagai pengendara dan sebagai bentuk ketaatan kepada penguasa. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu”. (QS. An-Nisaa’: 56).

Jika penguasa memerintahkan pakai helm atau SIM dan STNK, maka wajib bagi seorang muslim untuk mentaatinya, walaupun memakai helm, membuat SIM, dan STNK pada asalnya adalah mubah. Namun ketika penguasa memerintahkannya, maka hukumnya berubah menjadi wajib. Jadi, memakai helm, atau SIM dan STNK saat berkendaraan adalah perkara yang wajib.

Seorang ulama kota Madinah dan mantan Rektor Islamic University of Madinah, Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullah dalam suatu majelisnya pernah menjelaskan bahwa mentaati lampu merah dan rambu-rambu yang dibuat oleh pemerintah di jalan-jalan adalah wajib, sekalipun hukum asalnya adalah mubah. Tapi hukumnya berubah karena ada perintah dari penguasa. Sedang jika penguasa memerintahkan sesuatu yang mubah atau sunnah, maka hukum perkara itu jadi wajib berdasarkan ayat dan hadits di atas !!

Kesembilan, memberi hak kendaraan untuk berisitirahat

Kendaraan baik dari hewan maupun kendaraan biasa membutuhkan waktu untuk beristirahat ketika menempuh perjalanan yang jauh.  Hewan tunggangan perlu istirahat untuk minum serta makan dan menambatkannya di tempat yang teduh. ‘’Bahkan mobil sekalipun, membutuhkan istirahat setiap beberapa jam untuk memeriksa bahan bakar, air, mendinginkan mesin dan lainnya. Sehingga, kendaraan bisa mengantarkan kita ke tempat tujuan,’’ papar Syekh as-Sayyid Nada.

Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

 Wajib Bagi seorang muslim untuk mendengar dan mentaati (penguasa) dalam perkara yang ia cintai dan ia benci selama ia tidak diperintahkan (melakukan) suatu maksiat. Jika ia diperintahkan bermaksiat, maka tak boleh mendengar dan taat (kepada penguasa)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Al-Ahkam (4/no. 6725) & Kitab Al-Jihad (107/no. 2796), Muslim (1839)]

Al-Imam Abul ‘Ula Al-Mubarokfuriy ra berkata, “Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa jika penguasa memerintahkan perkara yang mandub (sunnah), dan mubah (boleh), maka wajib (ditaati).

Al-Muthohhar berkata, “Maksudnya, mendengarkan dan mentaati ucapan penguasa adalah perkara wajib atas setiap muslim, sama saja apakah penguasa memerintahkannya untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya ataukah tidak. Tapi dengan syarat penguasa tidak memerintahkannya untuk berbuat maksiat. Jika ia diperintahkan berbuat maksiat, maka tidak boleh taat kepadanya ( Tuhfah Al-Ahwadziy 5/298).

Kesepuluh, berzikir ketika melewati jalan mendaki dan menurun

Diriwayatkan dari Jabir RA, ia berkata: ‘’Apabila melewati jalan mendaki, kami bertakbir dan apabila melewati jalan menurun, kami bertasbih.’’ (HR Bukhari).

Kesebelas, Memberi Hak kepada Jalanan

Jalanan juga mempunyai hak-hak untuk kita penuhi. Karena itu, Rasulullah saw berwasiat kepada para sahabatnya ketika seseorang duduk di pinggir jalan, “Waspadalah kalian ketika duduk di jalan-jalan”. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, kami harus berbicara di jalan-jalan. Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian enggan, kecuali harus duduk, maka berikanlah haknya jalan”. Mereka bertanya, “Apa haknya jalan?” Rasulullah saw bersabda:

غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْمُنْكَرِ

“(Haknya jalan adalah) menundukkan pandangan, menghilangkan gangguan, menjawab salam, memerintahkan yang ma’ruf, dan mencegah yang mugkar“. [HR. Al-Bukhoriy (6229), dan Muslim (2121)]

Jadi, haknya jalanan ada 5: menundukkan pandangan dari melihat perkara haram (seperti melihat kecantikan wanita yang bukan mahram), menghilangkan gangguan apa saja (misalnya, tidak buang sampah & kotoran di jalan, tidak menggoda wanita, tidak menyakiti orang lain, dan lainnya); demikian pula menjawab salam orang yang mengucapkan salam kepada kita dari kalangan kaum muslimin; memerintahkan yang ma’ruf (misalnya, mengingatkan waktu sholat, mengajak bersedekah, dan lainnya); mencegah yang mungkar (misalnya, melarang para pemuda balapan liar, melarang orang bermaksiat di jalan, dan lainnya). 

Wallahu a’lam

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...