Kamis, 29 April 2021

Pembinaan dan Terapi Keluarga & Pasien ODGJ (dalam bahasa agama)

 


 

Kehidupan sehari-hari, tidak lepas dari berbagai masalah yang timbul. Bahkan tidak jarang hingga mengakibatkan beban pikiran seseorang. Beban yang ringan, sedang, berat, hingga beban yang tak kunjung terurai, yang lambat laun akan bertumpuk dan menjadi masalah bagi jiwa dan mental. Sedangkan masalah kejiwaan ini, pada masyarakat kita masih terdapat stigma yang tidak baik. Tak jarang, orang yang mengalami masalah dalam kejiwaannya dianggap negatif, bahkan dikucilkan. Lantas, bagaimanakah pandangan Islam terhadap gangguan jiwa dan masalah kesehatan mental?

Dr. Jalaluddin dalam buku Psikologi Agama menyebut, "Kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan  tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan  batin  dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri  secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)".

 

Imam al-Ghazali meyakini manusia sebagai makhluk jasmani-ruhani. Sedangkan aspek ruhiyah merupakan sebuah hakekat nyata. Terkait upaya menciptakan ketenangan jiwa, beliau menyebut jiwa terdiri dari empat elemen pokok, yakni al-qalb, al-ruh, al-nafs, dan al-aql. Empat elemen ini, secara esensi bermakna sama.


Al-qalb dan al-nafs merupakan istilah yang kerap digunakan dalam Alquran sebagai representasi. Nafs ada dua makna:

Pertama, nafs adalah nafsu-nafsu rendah yang kaitannya dengan raga dan kejiwaan, seperti dorongan agresif (al-ghadlab) dan dorongan erotik (al-syahwat). Kedua nafsu ini dimiliki oleh hewan dan manusia.

Kedua, nafs adalah nafsu muthmainnah. Yang dimaksud nafsu muthmainnah adalah lembut, halus, suci dan tenang yang dapat mengantarkan untuk masuk ke dalam syurga-Nya.

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ

ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Hai jiwa yang tenang.

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (QS al-Fajr ayat 27-28).

Dalam kehidupan sosial manusia, agama tak bisa dipisahkan. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT berarti mempunyai naluri beragama. Dalam QS Al-Ra'ad ayat 28 disebutkan:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Dalam jurnal yang ditulis oleh Purmansyah Ariadi, praktisi Universitas Muhammadiyah Palembang, menyebut tuntunan Islam mewajibkan manusia mengadakan hubungan yang baik dengan Allah SWT, sesama manusia, serta alam dan lingkungan. Peranan agama Islam dapat membantu manusia mengobati jiwa dan mencegah dari gangguan kejiwaan maupun membina kondisi kesehatan mental.

Penyelesaian masalah kejiwaan bisa dilakukan dengan dua hal, menemui praktisi kesehatan jiwa maupun melalui pendekatan agama. Dalam hal agama, Alquran bisa berfungsi sebagai asy-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani.

Dalam kitab suci Alquran, terdapat banyak surah yang menjelaskan  tentang  kesehatan. Ketenangan jiwa juga dapat dicapai dengan dzikir kepada Allah. Rasa takwa dan perbuatan baik merupakan metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.


Pembinaan dan Terapi Keluarga & Pasien ODGJ

Beri kesibukan dengan membuat jadwal

Berdasarkan pengalaman yang tertuang dalam jurnal penelitian yang ditulis oleh Aty Nurillawaty Rahayu berjudul: Pengalaman Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Paska Pasung dalam melakukan Rehabilitasi Psikososial, Kemampuan ODGJ dalam melakukan aktivitas sehari-hari selama mengikuti kegiatan rehabilitasi psikososial, diungkapkan sebagai berikut: “ Sebelumnya saya tidak bisa apa-apa, setelah disini, selama di rehab, saya bantu sapu-sapu, ikut kegiatan bimbingan rohani dan kegiatan ketrampilan mengerjakan keset, itu bisa menghibur saya supaya jangan pikir ingat dikampung” (P1) “ disini saya ikut pengajian, bantu memasak, bikin sumpia, telor asin dan keset, banyak ikut kegiatan biar bisa menenangkan hati dan menghilangkan kangen”

 

Berikan tugas sesuai kemampuan penderita dan bertahap sesuai perkembangan

Memberikan  tugas/kesibukan disesuaikan dengan kemampuan penderita, dengan harapan pasien dapat mengalihkan perhatiannya tidak fokus pada pangkal permasalahan yang menyebabkan dia sakit. Ketika ia sakit karena dicerai oleh suami/istrinya, maka kesibukan adalah untuk mengalihkan perhatiannya dari mengingat suami/istrinya.  Namun kesibukan yang diberikan harus sesuai kemampuan dan tarap perkembangannya, agar ia tidak tambah sakit.

Menemani & tidak mengucilkan

Misalnya makan bersama, bekerjasama, rekreasi bersama. Tetap memberikan perhatian, penghargaan dan tidak mengucilkan dapat mengurangi tingkat stress penderita, bahkan bisa mengembalikan menuju sehat. Apalagi mereka yang penyebab sakitnya adalah putus asa atau tiada memperoleh penghargaan dari lingkungannya.

Menyapa penderita ODGJ

Minta Keluarga dan teman untuk menyapa penderita ODGJ. tentunya kita pribadi juga harus bisa memberikan contoh.

Mengajak/mengikut sertakan penderita dalam kegiatan bermasyarakat

ODGJ bisa disertakan dalam pengajian, kerja bhakti dan sebagainya.

ODGJ bisa diajak mendekatkan diri kepada Allah dalam dzikir kepada-Nya agar hatinya menjadi tenang, sebab Allah sudah menjanjikan:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram (Q.S. Ar Ra’du, 28).

Berikan pujian

Memberikan pujian yang realistis terhadap keberhasilan penderita, yang tulus dan tidak berpura-pura serta tanpa pamrih akan bisa menjadi cara yang pasti untuk membawa keadaan sekeliling kita menjadi lebih baik. Inilah 5 alasan mengapa kita seharusnya memberikan pujian kepada seseorang:

  • Memotivasi: menunjukkan bahwa dia sedang dikagumi. Hal itu akan memberikan motivasi kepada orang yang bersangkutan untuk melakukan sesuatu lebih baik dari sebelumnya.
  • Menciptakan atmosfir positif: fokus dengan apa yang baik dan kemudian mengekpresikannya akan mengirimkan efek positif baik kepada orang yang bersangkutan ataupun diri sendiri.
  • Menebarkan kasih: pujian membuat ikatan menjadi lebih kuat dan membuat kita menjadi pribadi yang lebih menyenangkan di mata orang lain.
  • Meningkatkan kepercayaan diri: ketika kita memiliki pandangan positif tentang orang lain, kitapun akan memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri.
  • Menghancurkan ego: sebuah pujian yang tulus dan tanpa pamrih akan membawa perubahan baik dalam diri seseorang atau sekeliling kita.

Hindari berbisik di depan penderita

إِنَّمَا النَّجْوى مِنَ الشَّيْطانِ لِيَحْزُنَ الَّذينَ آمَنُوا وَ لَيْسَ بِضارِّهِمْ شَيْئاً إِلاَّ بِإِذْنِ اللَّهِ وَ عَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُون

Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu adalah dari setan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita, sedang pembicaraan itu tiadalah memberi mudarat sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah dan kepada Allah-lah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal. (QS.Al-Mujadalah : 10) 

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا إِذا تَناجَيْتُمْ فَلا تَتَناجَوْا بِالْإِثْمِ وَ الْعُدْوانِ وَ مَعْصِيَةِ الرَّسُولِ وَ تَناجَوْا بِالْبِرِّ وَ التَّقْوى وَ اتَّقُوا اللَّهَ الَّذي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ

Wahai orang-orang yang beriman ! Apabila kamu berbisik rahasia , janganlah berbisik rahasia dengan dosa dan permusuhan dan mendurhaka Rasul, tetapi berbisik rahasialah dengan kebaji kan dan taqwa ; Dan taqwalah kepada Allah , Yang kamu sekalian akan dikumpulkan (QS.Al-Mujadalah : 9) 

وَعَنِ ابنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِِذََا كَانُوا ثَلَاثَةٌ فَلَايَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ الثَّالِث". متفق عليه

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Apabila berkumpul tiga orang maka janganlah dua orang di atara mereka itu berbisik-bisik tanpa menyertakan orang ke tiga”. (HR.Bukhari dan Muslim).

وَعَنِ ابنِ مَسعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ : إِذَاكُنْتُمْ ثَلَاثَة فَلَا يَتنََاجَى اثْنَانِ دُونَ الآخَرَحَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ، مِنْ أَجْلِ أَنَّ ذَلِكَ يُخْزِنُهُ. متفق عليه.

 Dari Ibnu Mas`ud Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, [[Apabila kalian bertiga maka janganlah dua orang berbisik-bisik tanpa menyertakan yang lain sehingga kalian berkumpul dengan orang banyak. Karena yang demikian bisa menyebabkan orang yang tidak terlibat menjadi sedih]. (HR.Bukhari dan Muslim).

Mengontrol & memberi obat secara rutin

Efek obat tidak bisa bekerja dalam sekejap untuk menghilangkan gejalanya. Minum obat setiap hari seperti yang diarahkan dokter dapat sangat membantu meningkatkan efektivitas obat. Untuk merasakan perbaikan dan perubahan yang positif dalam jangka panjang, biasanya pasien membutuhkan waktu paling cepat satu bulan setelah memulai pengobatan. Pada beberapa orang, efek obat ini baru akan terasa setelah empat atau enam bulan karena gaya hidup yang kurang mendukung penyembuhan.

Setelah itu pun pasien tidak dianjurkan untuk langsung menghentikan pengobatan. Pasien mungkin diminta untuk tetap meneruskan pengobatan selama satu hingga dua tahun, tergantung kondisi dan keparahan penyakitnya. Pasien juga tidak dianjurkan untuk meningkatkan atau menghentikan dosisnya tanpa sepengetahuan dokter karena ada risiko efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibatnya.

Mengenali tanda2 kekambuhan, segera berobat

Mengenali dan menyadari gejala awal kambuhnya gangguan jiwa seperti : sulit minum obat, sulit tidur, menyendiri, gelisah, tidak nafsu makan, mudah tersinggung dan perubahan perilaku di luar kebiasaan normal. Keluarga atau caregiver sebaiknya selalu memperhatikan gejala-gejala klinis yang timbul pada pasien ODGJ karena berita yang ada serta pembatasan dalam ruang gerak individu dapat meningkatkan gejala-gejala psikiatris pasien ODGJ. Apabila gejala psikiatrik semakin meningkat segera konsultasikan dengan penanggung jawab pelayanan kesehatan jiwa di layanan primer atau dokter yang merawat untuk melakukan tindakan lanjutan yang diperlukan sesuai kondisi klinis. Menceritakan berbagai kecemasan yang dialami tentang kondisi saat ini pada orang terdekat dan terpercaya. Hal ini dapat mengurangi dan mengalihkan pikiran negatif dan perasaan cemas berlebihan pada ODGJ. Diharapkan keluarga atau caregiver pasien dapat hadir dan mendengarkan dengan sepenuh hati.

Kontrol suasana lingkungan

Kontrol suasana lingkungan yang dapat memancing terjadinya marah. Berikut ini 5 kiat yang bisa kita gunakan untuk menahan amarah.

Membaca Ta'awudz

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 200)

Dari sahabat Sulaiman bin Surd ra, beliau menceritakan: Suatu hari saya duduk bersama Nabi saw. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah saw bersabda: 

إِني لأعلمُ كَلِمَةً لَوْ قالَهَا لذهبَ عنهُ ما يجدُ، لَوْ قالَ: أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ، ذهب عَنْهُ ما يَجدُ

Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang. (HR. Bukhari dan Muslim)

Doa yang sangat ringkas:

أعوذُ بالله مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجيمِ

Saya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

Bacaan ini sangat ringkas, dan hampir semua orang telah menghafalnya. Yang menjadi masalah, umumnya orang yang sedang marah sulit untuk mengendalikan dirinya , sehingga biasanya lupa dengan apa yang sudah dia pelajari. Semoga kita dimudahkan oleh Allah  untuk segera sadar ketika marah. Amin

Diam

Seperti dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah menyarankan untuk tetap diam. Sebab, saat seseorang marah dan membiarkan mulutnya terbuka, banyak sambatan, misuh-misuh, cacian, makian yang keluar sampai menyakiti orang lain. Ada hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,

وَ إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

 Jika salah seorang di antara kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad, 1: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan lighairihi).

Berganti Posisi: Berdiri ke Duduk, Duduk ke Berbaring

Berganti posisi saat merasakan kemarahan bisa meredakan dan menenangkan diri agar tidak berubah jadi kekerasan. Dari Abu Dzarr ra, Nabi saw bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ  وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ، وَإِلاَّ فَلْيَضْطَجِعْ

“Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Mengambil Air Wudhu

Air wudhu pun dapat menenangkan dan memadamkan api kemarahan di hati agar tidak meledak dan melukai diri sendiri maupun orang lain.

Dari Athiyyah as-Sa’di ra berkata, Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْغَضَبَ مِنْ الشَّيْطَانِ وَإِنَّ الشَّيْطَانَ خُلِقَ مِنْ النَّارِ وَإِنَّمَا تُطْفَأُ النَّارُ بِالْمَاءِ فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya berwudhu.” (HR. Abu Daud, no. 4784. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Mengingat Wasiat dan Janji Rasulullah SAW

Sebelum memuntahkan amarah kepada orang lain atau benda sekalipun, baiknya orang memperhatikan hadits berikut yang berisi pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seseorang yang meminta nasehat dari beliau.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ

Dari Abu Hurairah ra berkata, seorang lelaki berkata kepada Nabi saw, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi saw  (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhari, no. 6116)

Dari Mu’adz ra, Rasulullah saw bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظاً وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذهُ دَعَأهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ الْحُوْرِ مَا شَاءَ

“Barang siapa menahan amarahnya padahal mampu meluapkannya, Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari Kiamat untuk memberinya pilihan bidadari yang ia inginkan.” (HR. Abu Daud, no. 4777; Ibnu Majah, no. 4186. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sanadnya hasan)

Dari Abu Ad-Darda’ ra, ia berkata, “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkan dalam surga.” Rasulullah saw lantas,

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ

 Jangan engkau marah, maka bagimu surga.” (HR. Thabrani dalam Al-Kabir. Lihat Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, hadits ini shahih lighairihi)

Segera kontrol jika ada perilaku menyimpang atau obat habis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...