Kamis, 21 Oktober 2021

Menyusukan Anak kepada Orang Lain

 



Terdapat beberapa kondisi ketika seorang ibu justru tidak boleh menyusui anaknya secara langsung, baik kondisi tersebut bersifat sementara atau bersifat permanen. Misalnya, sang ibu sedang menjalani perawatan sehingga harus rutin meminum obat-obatan tertentu (semacam obat-obat kemoterapi); seorang ibu yang dalam kondisi sakit infeksi berat (sepsis); atau payudara ibu mengalami infeksi aktif oleh virus tertentu; kelainan (penyakit) tertentu pada bayi; dan kondisi-kondisi lainnya yang menurut para dokter ahli di bidang ini merupakan kontra indikasi pemberian ASI. Karena itu, tidak masalah jika anak diberi susu selain ASI ibunya. Islam membolehkan seseorang menyusukan anaknya kepada orang lain, dengan kesepakatan upah tertentu. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa orang tua boleh menyusukan anaknya ke orang lain:

وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلادَكُمْ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ

“Jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang layak…” (QS. Al-Baqarah: 233).

وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى

Jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya…” (QS. At-Thalaq: 6)

Adanya istilah ibu susu

والقول بأن الرضاعة لا تحرم بعد الحولين مروي عن علي، وابن عباس، وابن مسعود، وجابر، وأبي هريرة، وابن عمر، وأم سلمة، وسعيد بن المسيب، وعطاء، والجمهور

“Pendapat yang menegaskan bahwa persusuan tidak menyebabkan mahram jika diberikan setelah dua tahun merupakan riwayat dari Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Jabir, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhum. Kemudian Said bin Musayib, Atha, dan mayoritas ulama.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:634)

Ini semua menunjukkan syariat membolehkan si anak untuk disusui orang lain di masa anak itu masih membutuhkan asi ibunya, yaitu sebelum menginjak usia dua tahun.

Pada keterangan di atas, seorang ibu diizinkan tidak menyusui anaknya, dengan disusukan kepada wanita lain atau diberi susu formula. Namun tentu saja kebolehan ini tidak berlaku mutlak. Ada beberapa syarat dan ketentuan yang wajib diperhatikan, diantaranya:

Suami tidak mewajibkan sang istri untuk menyusui anaknya

Ketentuan ini kembali pada aturan bahwa istri berkewajiban mentaati perintah suaminya. Terlebih jika perintah itu demi kemaslahatan anaknya atau keluagnya. Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:

وَقَالَ شَيْخُ الْإِسْلَامْ اِبْنُ تَيْمِيَة : بَلْ إِذَا كَانَتْ فِيْ عصمة الزوج فَيَجِب عَلَيْهَا أن ترضعه، وما قاله الشيخ أصح، إلا إذا تراضت هي والوالد بأن يرضعه غيرها فلا حرج، أما إذا قال الزوج: لا يرضعه إلا أنت فإنه يلزمها، حتى وإن وجدنا من يرضعه، أو وجدنا له لبنا صناعيا يمكنه أن يتغذى به، وقال الزوج : لا بد أن ترضعيه فإنه يلزمها ؛ لأن الزوج متكفل بالنفقة ، والنفقة كما ذكرنا في مقابل الزوجية والرضاع .

Dan Syaikhul Islam Ibnu taimiyah menegaskan, Bahkan jika si ibu masih menjadi istri dari suaminya, si ibu wajib menyusui anaknya dan apa yang disampaikan oleh Syaikhul islam adalah pendapat yang benar. Kecuali jika si ibu dan si bapak merelakan untuk disusukan orang lain, hukumnya boleh. Namun jika suami menyuruh: “Tidak boleh ada yang menyusuinya kecuali kamu”, maka wajib bagi istri untuk menyusuinya. Meskipun ada orang lain yang mau menyusuinya atau meskipun si bayi mau mengkonsumsi susu formula. Selama suami menyuruh, “Kamu harus menyusui anak ini” maka hukumnya wajib bagi istri. Karena suami berkewajiban menanggung nafkah, dan status nafkah - seperti yang telah kami jelaskan - merupakan timbal balik dari ikatan suami istri dan persusuan.” (asy-Syarhul Mumthi’, 13/517)

Anak mau mengkonsumsi susu selain air susu ibunya

Kewajiban orang tua adalah memberikan makanan bagi anaknya. Karena itu, jika ada anak yang tidak mau minum susu kecuali asi ibunya, maka wajib bagi ibu untuk menyusuinya. Jika si ibu tetap tidak bersedia, maka dia berdosa karena dianggap menelantarkan anaknya. Al-Buhuti mengatakan:

ويلزم حرة إرضاع ولدها مع خوف تلفه بأن لم يقبل ثدي غيرها ونحوه، حفظاً له عن الهلاك، كما لو لم يوجد غيرها , ولها أجرة مثلها, فإن لم يخف تلفه لم تجبر، لقوله تعالى: (وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى)

Wajib bagi wanita merdeka untuk menyusui anaknya ketika dikhawatirkan anaknya terlantar karena tidak mau minum asi wanita lain atau susu lainnya. Dalam rangka menjaga anak ini dari kematian. Sebagaimana juga ketika tidak dijumpai wanita lain yang bersedia menyusuinya. Dan si istri berhak mendapatkan upah yang sewajarnya. Namun jika tidak dikhawatirkan si anak terlantar (karena masih mau minum susu lainnya) maka si istri tidak boleh dipaksa. Berdasarkan firman Allah (yang artinya): “jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya..” (Syarh Muntaha al-Iradat, 3:243)

Bahkan sebaliknya, jika ada anak yang justru muntah dengan asi ibunya, sang suami tidak berhak memaksa istrinya untuk menyusui anaknya.

Kami sangat menyarankan agar para orang tua berusaha untuk memberikan ASI kepada anaknya karena itu merupakan asupan terbaik bagi si anak, sebagaimana yang direkomendasikan ahli medis. Syariat mengajarkan agar setiap kebijakan atasan diarahkan untuk kemaslahatan bawahannya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...