Definisi Kenakalan Remaja:
- Kenakalan remaja ialah suatu perbuatan atau tingkah laku yang dilakukan oleh seseorang remaja baik secara sendirian maupun secara kelompok yang sifatnya melanggar ketentuan- ketentuan hukum, moral, dan sosial yang berlaku di lingkungan masyarakatnya (Singgih, 1978).
- Kenakalan remaja yaitu suatu perilaku menyimpang dari atau melanggar hukum (Sarwono, 2002:207
- Kenakalan remaja adalah perilaku melanggar hukum yang dilakukan oleh orang muda yang biasanya dibawah umur 16-18 tahun ( Musen,dkk, 1994:557).
- Kenakalan remaja merupakan gejala patologis pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian social (Kartono, ilmuaan sosiologi).
Tingkat Kenakalan Remaja:
Menurut bentuknya
kenakalan remaja terdapat tiga tingkatan sebagai berikut:
- Kenakalan biasa, misalnya suka berkelahi, keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit.
- kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan misalnya mengendarai sepeda motor tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa ijin.
- Kenakalan khusus misalnya penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dan lain sebagainya (Sunarwiyati, 1985).
Faktor Kenakalan
Remaja:
Faktor yang sangat
mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja yang berasal dari luar diri remaja
yaitu:
Orang tua
كُلُّ مَوْلُوْدٍ
يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَاَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَنِهِ اَوْ يُمَجِّسَنِهِ
Artinya: “Setiap
anak dilahirkan dalam keadaan suci, ayah dan ibunyalah yang menjadikan Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadits tersebut
menunjukkan bahwa akhlak anak bermula di rumah. Anak sejak kecil dan sebahagian
besar masanya berada dalam lingkungan keluarga/orang tua. Ini menunjukkan
perkembangan mental, fizikal dan sosial adalah di bawah kawalan ibu bapa atau
tertakluk kepada skrip hidup yang berlaku dalam sebuah rumahtangga. Dengan
demikian jika anak remaja menjadi nakal atau liar maka kemungkinan besar puncaknya
adalah berasal dari pembawaan keluarga itu sendiri. Isu pembawaan keluarga itu
ialah, antara lain:
- Status ekonomi orang tua yang rendah dan dhaif sehingga anak membesar dalam keadaan terbiar.
- Kehidupan orang tua yang bergelimang dengan maksiat.
- Orang tua lebih mementingkan pekerjaannya daripada menjaga kebajikan keluarga.
- Rumahtangga yang tidak kukuh atau bercerai berai.
- Syiar Islam tidak kukuh dalam rumahtangga.
Pendidikan Agama
Dari Ali ra. ia
berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
اَدِّبُوْا اَوْلَادَكُمْ
عَلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ : حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَحُبِّ اَهْلِ بَيْتِهِ وَ قِرَأَةُ الْقُرْأَنِ
فَإِنَّ حَمْلَةَ الْقُرْأَنُ فِيْ ظِلِّ اللهِ يَوْمَ لَا ظِلٌّ ظِلَّهُ مَعَ اَنْبِيَائِهِ
وَاَصْفِيَائِهِ
Artinya: “Didiklah
anak-anak kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan
keluarganya serta membaca Al-Qur’an, karena sesungguhnya orang yang menjunjung
tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada
lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya”. (HR.
Ad-Dailami)
Islam memerintahkan
agar anak diberikan pendidikan mencintai nabi, keluarganya dan membaca al Qur’an.
Hal tersebut menjadikan anak akan memperoleh perlindungan dirinya dari perilaku
negatif. Akan tetapi orang tua juga harus mencontohkan kepada anak-anaknya. Orang
tua harus mencintai nabi, keluarganya dan juga al Qur’an. Memang pembinaan
moral harus dimulai dari orang tua melalui teladan yang baik berupa hal-hal
yang mengarah kepada perbuatan positif, karena apa yang diperoleh dalam rumah
tangga remaja akan dibawa ke lingkungan masyarakat. Oleh karena itu pembinaan
moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan
mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk mempersiapkan hari depan
generasi yang akan datang, sebab kesalahan dalam pembinaan moral akan berakibat
negatif terhadap remaja itu sendiri. Pemahaman tentang agama sebaiknya
dilakukan semenjak kecil, yaitu melalui kedua orang tua dengan cara memberikan
pembinaan moral dan bimbingan tentang keagamaan, agar nantinya setelah mereka
remaja bisa memilah baik buruk perbuatan yang ingin mereka lakukan sesuatu di
setiap harinya. Kondisi masyarakat sekarang yang sudah begitu mengagungkan ilmu
pengetahuan mengakibatkan kaidah-kaidah moral dan tata susila yang dipegang
teguh oleh orang-orang dahulu menjadi tertinggal di belakang. Dalam masyarakat
yang telah terlalu jauh dari agama, kemerosotan moral orang dewasa sudah lumrah
terjadi. Kemerosotan moral, tingkah laku dan perbuatan-perbuatan orang dewasa
yang tidak baik menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anak dan remaja sehingga
berdampak timbulnya kenakalan remaja.
Lingkungan sekitar
Lingkungan adalah
faktor yang paling mempengaruhi perilaku dan watak remaja. Jika dia hidup dan
berkembang di lingkungan yang buruk, moralnya pun akan seperti itu adanya.
Sebaliknya jika ia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik
pula. Di dalam kehidupan bermasyarakat, remaja sering melakukan keonaran dan
mengganggu ketentraman masyarakat karena terpengaruh dengan budaya barat atau
pergaulan dengan teman sebayanya yang sering mempengaruhi untuk mencoba. Lingkungan
masyarakat, multi-media, dan pusat-pusat hiburan yang menyediakan berbagai
produk yang meningkatkan rangsangan seksual. Serta aktivitas lingkungan yang dapat
akhlak manusia seperti,
- Persembahan konsert musik (dangdut-rock)
- Pusat permainan video
- Rumah aborsi
- Pergaulan bebas lelaki dan perempuan
- Penyiaran gambar lucah
- Pusat hiburan yang berunsur seks
- Pertandingan ratu cantik dan pertunjukan fesyen wanita.
Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan
tempat memberi pengajaran dan pendidikan kedua kepada anak selepas orang tua.
Faktor sekolah yang dapat mempengaruhi kenakalan remaja di sekolah adalah:
- Disiplin sekolah yang longgar.
- Orang tua acuh terhadap kemajuan dan perkembangan anaknya di sekolah.
- Guru tidak mau tahu permasalahan yang dihadapi oleh siswanya.
Menurut Zarnuzi, Idealnya seorang guru memiliki sifat ‘alim wara’ dan lebih tua. Hal ini sejalan dengan ayat al-Quran :
لا تَقُمْ فِيهِ
أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ
فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Artinya: “Janganlah
kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya mesjid yang
didirikan atas dasar taqwa , sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat
di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih. (QS at-Taubah 108)
Dalam konteks sekarang, masjid adalah sekolah. Lingkungan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar, adalah sebagai lanjutan dari pendidikan lingkungan keluarga. Dalam perspektif Islam, fungsi sekolah sebagai media realisasi pendidikan berdasarkan tujuan pemikiran, aqidah dan syariah dalam upaya penghambaan diri terhadap Allah dan mentauhidkan-Nya sehingga manusia terhindar dari penyimpangan fitrahnya. Artinya, perilaku anak diarahkan agar tetap mempertahankan naluri keagamaan dan tidak keluar dari bingkai norma-norma Islam.
Dr. Kartini Kartono juga berpendapat bahwasannya faktor penyebab terjadinya kenakalan remaja antara lain:
- Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri.
- Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak men-dapatkan kompensasinya.
- Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan control diri yang baik. Maka dengan demikian perhatian dan kasih sayang dari orang tua merupakan suatu dorongan yang berpengaruh dalam kejiwaan seorang remaja dalam membentuk kepribadian serta sikap remaja sehari-hari.
Dengan melihat
beberapa faktor tersebut, mengajak kita untuk melihat kembali bahwa kenakalan
yang dibuat oleh remaja bukan tanpa sebab, ada beberapa alasan seperti halnya
ketidak mampuan orangtua dalam lebih mengawasi dan memberikan perhatian
terutama bagi anak remaja yang dalam masa pubertas dan masa ingin coba-coba.
Dua aspek yang selalu berkaitan dengan remaja adalah kemerdekaan (independence) dan identitas diri (self-identity). Seiring berjalannya waktu mereka terus-menerus melepaskan keterikatan emosional dari orang-tua. Hal yang turut mempengaruhi pola perubahan pada remaja maupun kebebasannya adalah situasi dan kondisi masyarakat tempat remaja itu tumbuh, misalnya budaya, pendidikan, atau teknologi. Sebagai contoh selera musik remaja tahun 1960-an sangat jauh berbeda dengan selera musik remaja tahun 2021.
Selain itu, remaja umumnya mampu memahami logika dan konsekuensi dari sebuah tindakan logis. Pola berpikir logis membuat mereka selalu menuntut alasan (reasoning) di balik sebuah tindakan. Itulah sebabnya, para remaja seringkali diberi label sebagai kelompok yang suka menentang (argumentative). Seringkali remaja memandang orangtua mereka terlalu lamban dan mereka lebih unggul dibandingkan orangtua. Meskipun tidak salah, namun pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Kebanyakan orangtua terlambat menyadari kondisi dan jalan pikiran anak remaja mereka sehingga menimbulkan konflik (Surbakti, 2008:4).
Para remaja juga sering mempertanyakan eksistensi orangtua mereka, “Apakah mereka jujur sebagai orangtua?” “Apakah perkataan mereka dapat dipercaya?” “Apakah mereka memiliki moral dan nilai-nilai?’’. Status remaja mendorong mereka menuntut diperlakukan sebagai orang dewasa dan berupaya melepaskan diri dari ikatan emosional dengan orangtua. Tidak sedikit orangtua bingung menghadapi sikap anak-anak remaja mereka yang mulai berani melancarkan protes atau penentangan, terutama menentang otoritas orangtua yang mereka anggap membelenggu kemerdekaan mereka.
Ciri perubahan dari anak menuju remaja:
Meskipun selalu
terdapat perbedaan tentang usia yang paling tepat untuk menggambarkan remaja,
namun secara umum perubahan masa kanak-kanak menjadi remaja dapat dikenali dari
dua sisi utama, yakni:
Perubahan
biologis/fisiologis
Secara biologis,
fisik mereka mengalami perubahan bentuk menuju arah kematangan dan kedewasaan.
Ada tiga ciri perubahan psikologis yaitu primer, sekunder dan tersier.
- Ciri perubahan primer pada remaja berhubungan dengan jenis kelamin yaitu kematangan alat kelamin yang ditandai dengan menstruasi pada remaja perempuan dan mimpi basah bagi remaja laki-laki.
- Ciri perubahan sekunder ditandai dengan pertumbuhan otot menjadi kekar, suara berubah menjadi besar, jakun membesar, bahu melebar, tumbuh bulu-bulu ditempat tertentu, seperti diketiak, disekitar penis dan di daerah pipi. Beberapa anak laki-laki disertai pertumbuhan kumis dan jenggot atau jambang yang lebat. Hal yang sama dialami oleh remaja perempuan, yakni tumbuh bulu diketiak, vagina, pinggul yang membesar, mendapat menstruasi, suara berubah, dan payudara yang membesar.
- Ciri perubahan tersier terlihat pada beberapa remaja yang sering mengalami gerak motorik yang tidak terkendali, bahkan ada beberapa remaja laki-laki seringkali mengalami perubahan suara yang kian membesar.
Perubahan
psikologis
Beberapa aspek yang
sering menjadi ciri khas mereka adalah:
- Prestasi belajar sering tidak stabil, bahkan cenderung menurun
- Kurang peduli dengan lingkungan
- Sering melakukan penentangan
- Cenderung mudah tersinggung dan menarik diri (isolasi)
- Sering gelisah dan murung
- Cenderung menghindari tanggung jawab
- Kurang menghargai tata aturan
Identitas remaja
Tugas penting
seorang remaja dalam mengembangkan identitas ialah konsepsi tentang siapa dia,
apa yang dia kerjakan, dan kemana dia pergi. Seperti diketahui, standar moral
dan nilai-nilai anak remaja sebagian besar berasal dari orangtua mereka.
Perasaan harga diri mereka mencerminkan pandangan orangtua mereka. Selain itu, nilai-nilai
yang diajarkan sekolah dan guru juga turut mempengaruhi mereka. Jika
nilai-nilai yang diajarkan sekolah sama dengan nilai-nilai yang ditanamkan
orangtua, mereka tidak akan menemukan kegusaran untuk mengadopsi nilai-nilai
tersebut menjadi bagian dari identitas mereka. Sebaliknya, jika nilai-nilai
dari orangtua bertentangan dengan nilai-nilai yang diperoleh dari luar, mereka
akan mengalami konflik akibat kesulitan mengadopsi sistem nilai yang berbeda
menjadi acuan tata nilai mereka.
Seorang anak akan
menjadi baik atau jahat tergantung dari pengalaman. Kalau anak mendapat
pengalaman baik dia akan menjadi anak yang baik, kalau pengalamannya tentang
kejahatan dia menjadi anak jahat. Secara fungsional struktural, masyarakat ikut
mempengaruhi terbentuknya sikap sosial para anggotanya melalui berbagai
pengalaman yang berulang kali (Ihsan, 2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar