PENGEMBANGAN
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI MODEL
oleh : alfiatu solikah
A.
|
Definisi
dan Persepsi Madrasah Model
“Madrasah Model”, dalam buku “Efektifitas Pemberdayaan Madrasah
melalui Madrasah Tsanawiyah Model, Studi Evaluasi terhadap 54 MTsN Model di
26 Propinsi (Depag, 1998), dikatakan bahwa:
“MTs Model merupakan salah satu strategi pembinaan yang diarahkan
untuk meningkatkan mutu madrasah bersangkutan sekaligus pembinaan Madrasah
Tsanawiyah di sekitarnya.[1]
Jadi, Madrasah Model merupakan salah satu lembaga pendidikan
Islam yang dibentuk sebagai satu strategi untuk meningkatkan mutu madrasah
dan pembinaan Madrasah Tsanawiyah sekitarnya di seluruh Indonesia. Menurut
Fuad Fachruddin, (Direktur Institude for Education Research – IER Jakarta
Tahun 1998), mengatakan bahwa: “Madrasah Model (bisa disebut sebagai
“madrasah unggulan”) ; merupakan respon terhadap tuntutan masyarakat akan
signifikansi mutu madrasah berhadapan dengan tantangan global di masa
mendatang.”[2]
Ada banyak persepsi kalangan ahli dan praktisi pendidikan
mengenai “Madrasah Model” yaitu persepsi tersebut sangat bergantung pada visi
dan misi yang diemban oleh madrasah model yang digariskan oleh individu
maupun lembaga dalam mengkreasi sekolah model.
|
B.
|
Sejarah Madrasah Model
Madrasah Model, tepatnya Madrasah Tsanawiyah (MTs) Model mulai
diselenggarakan sejak tahun 1993. Pada tahun itu, Departemen Agama memperoleh
pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) untuk peningkatakan kualitas
madrasah. Dengan dana talangan itu, di bawah proyek JSEP (Junior Secondary
Education Project), Depag mengembangkan 54 MTs Model yang tersebar di 26
propinsi di Indonesia. Secara resmi penetapan tentang MTs Model itu dilakukan
melalui SK Menteri Agama No. E/54/1998. Ketika proyek JSEP selesai pada tahun
1998, dari bank yang sama Depag memperoleh pinjaman di bawah proyek BEP
(Basic Education Project) sehingga pembinaan dan peningkatan kualiatas
madrasah melalui Madrasah Model dapat terus berlanjut.[3]
Strategi peningkatan kualitas madrasah melalui MTs Model
dilatarbelakangi oleh kondisi umum madrasah, khususnya madrasah swasta, yang
kualitasnya jauh di bawah standar. Kondisi ini sebenarnya merupakan akibat
dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap madrasah, terutama yang
berstatus swasta, karena dipandang sebagai sekolah agama yang berada di luar
sistem pendidikan nasional. Barulah ketika UUSPN 1993 ditetapkan, madrasah
mulai mendapatkan perhatian pemerintah. Hal itu karena dalam UUSPN, madrasah
dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.[4]
Dalam konteks itu pemerintah mengharapkan agar madrasah dapat
ikut berperan dan menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun dengan kualitas
yang sama dengan sekolah-sekolah umum lain. Melihat kenyataan itu, sementara
dari seluruh jumlah madrasah yang ada di negeri ini 90% (persen) lebih
diantaranya berstatus swasta, maka Depag dihadapkan pada tantangan
peningkatan kualitas dan perluasan akses sekaligus. Memberikan segala
fasilitas yang mendukung peningkatan kualitas kepada seluruh madrasah yang
berjumlah 9186 (data 1998) jelas tidak mungkin. Depag kemudian menetapkan
sekolah model sebagai strategi peningkatan kualitas madrasah.[5]
Jadi,
hal ini menjadi misi yang diemban oleh MTs Model adalah tidak hanya unggul
sendirian namun harus membantu madrasah lain dalam meningkatkan kualitas
pendidikan mereka, berperan sebagai lokomotif yang menarik madrasah-madrasah
swasta di sekitanya sehingga menjadi madrasah yang berkualitas.
|
C.
|
Karakteristik Madrasah
Tsanawiyah Negeri Model
|
|
1.
|
Madrasah
Model sering dikenal dengan madrasah unggul yang direpresentasikan dalam
madrasah yang memiliki :
a.
Fasilitas pembelajaran yang lengkap atau
mewah.
b.
Kurikulum plus, yaitu kurikulum yang standar
pemerintah plus muatan-muatan yang diturunkan dari visi dan misi lembaga.
c.
Laboratorium lengkap untuk mendukung
pembelajaran bahasa asing dan
pelajaran sains.
d.
Perpustakaan dengan koleksi lengkap untuk
mendukung pengembangan bahan pengembangan dan mendorong anak dalam memahami
konsep-konsep yang diajarkan untuk berbagai bidang studi.
e.
Guru-guru yang terseleksi secara distinctive
competencies (kompetensi khusus).
f.
Murid-murid yang diterima merupakan anak
terpilih berdasarkan saringan prestasi Akademik dari jenjang sebelumnya.
g.
Waktu pembelajaran ‘lebih panjang’ dari
sekolah biasanya karena ada “kurikulum misi”.
h.
Biaya sekolah cukup tinggi yang karenanya
hanya anak-anak dari orang tua yang berasal dari kelas sosial ekonomi
menengah ke atas yang dapat mengakses model persekolahan semacam ini.
i.
Tingkat kesejahteraan yang lebih baik
sehingga menjamin seorang guru untuk lebih betah mengajar.
j.
Menggunakan model asrama.[6]
|
|
2.
|
Madrasah Model merupakan hasil perubahan paradigma sebagai
lembaga pendidikan auditorium menjadi laboratorium (shifting paradigm).
Dalam paradigma lama, (auditorium) ; peserta didik diibaratkan
pengunjung suatu pertunjukan, menyaksikan langsung, mencatat, dan
mendiskusikannya. Sedangkan dalam paradigma (laboratorium) ; peserta didik di
dorong aktif untuk mengembangkan keingintahuannya, konsentrasi dan berdiskusi
dengan guru serta narasumber tentang materi-materi yang belum dipahami.
Siswa
membahas persoalan dan mencarikan jalan penyelesaiannya sedangkan guru
bertindah sebagai fasilitator. Para siswa secara mandiri atau bersama-sama
didorong untuk aktif menyelesaikan tugas dengan penuh kesadaran, kebebasan
dan tanggung jawab. Siswa memahami apa yang dipelajari, memiliki kemampuan
untuk mengalihkan apa yang dipahami dalam pendekatan pemecahan masalah,
memiliki kemandirian dan kemampuan bekerja sama, memiliki ketrampilan
berkomunikasi dan mengambil keputusan.[7]
|
|
3.
|
Pembahasan
tentang madrasah model tidak dapat dilepaskan dalam unsur suprastruktur
madrasah dalam lingkungan Departemen Agama.
Hal
ini menyangkut peran suprastuktur dalam memfasilitasi pengembangan madrasah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mayoritas madrasah berstatus swasta dengan
keragaman performansi dilihat dari unsur-unsur yang dipandang determinan
terhadap pembentukan mutu suatu madrasah ; guru, siswa, fasilitas
pembelajaran, dan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan guru (inservice
training). Kualifikasi guru pada umumnya belum sesuai standar kompetensi
formal. Pendekatan yang mendorong siswa aktif dalam pembelajaran belum banyak
dikembangkan. Fasilitas pembelajaran seperti buku dan alat bantu pembelajaran
masih belum sepadan dengan kebutuhan yang ada. Namun, semangat juang yang
diindikasikan antara lain dengan ketekunan dan keseriusan melakukan tugas
dengan gaji yang sangat rendah waktu itu, tampak menonjol dan merupakan modal
besar. Pendekatan pembinaan siswa yang dilakukan dalam madrasah terutama yang
terintegrasi dengan pondok pesantren merupakan keunggulan tersendiri.
Pendekatan ini telah dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah unggulan yang marak
akhir-akhir ini.
|
|
D.
|
Visi, Misi &
Tujuan Pengembangan MTsN Model
Visi dan Misi
Pengembangan MTsN Model, sebagaimana dikutip Abdullah dari makalah seminar
yang disampaikan Muhaimin di UIN Malang Tahun 1999 bahwa :
|
|
1.
|
Visi Pengembangan MTsN
Model adalah :
(1) Islami,
(2) Berkualitas,
(3) Populis.
|
|
2.
|
Misi Pengembangan MTsN Model adalah :
(1)
Mengembangkan pendidikan/pengajaran
dasar-dasar IPTEK yang kokoh dan berkualitas dalam rangka meningkatkan daya
saing produktivitas ;
(2)
Menyelenggarakan pendidikan agama Islam
sehingga terbina siswa yang memiliki wawasan keIslaman dan berakhlaq mulia ;
(3)
Membangun sinergi antar lembaga-lembaga
pendidikan yang ada dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas pendidikan
;
(4)
Memadukan keunggulan madrasah dengan
keunggulan-keunggulan yang dalam masyarakat ;
(5)
Menumbuhkan kesadaran orang tua dan
masyarakat tentang pentingnya pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas
dan partisipasi dalam pendidikan.[8]
|
|
3.
|
Tujuan umum pengembangan MTsN Model adalah mengacu pada tujuan
nasional yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” [9]
|
|
Adapun
strategi untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan tersebut, sebagaimana
dikutip oleh Abdullah dari pendapat Asmaun Sahlan, adalah :
1.
Menggunakan EBTANAS dan UMPTN se bagai mutu
acuan akademik
2.
Ketrampilan memproduksi sembako sebagai acuan
relevansi dengan kebutuhan akan tenaga kerja
trampil
3.
Praktik ibadah dan syariat Islam di Madrasah
sebagai acuan mutu dan moral agama.[10]
|
||
C.
|
Tugas dan Fungsi MTs Model
|
|
Tugas dan fungsi MTsN Model yang ditetapkan sebagai madrasah
model tidak hanya meningkatkan kualitasnya saja, yang antara lain tercermin
dalam NEM siswanya. Namun lebih dari pada itu, sebagaimana diungkap dalam
buku pedoman bahkan secara eksplisit dituangkan dalam piagam penunjukan MTsN
Model, tugas dan fungsinya meliputi beberapa poin.
Dalam piagam disebutkan bahwa tugas MTsN Model adalah
meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan madrasahnya dan melakukan
pembinaan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Madrasah Tsanawiyah di
wilayahnya.
Sedangkan fungsi-fungsi Madrasah Model antara lain adalah :
1. Fungsi Model, maksudnya, MTsN Model menjadi
standar semua aspek akademis MTs, mutu pendidikan, kualifikasi kepala
madrasah dan guru, fasilitas madrasah, operasional, dan manajemen madrasah.
2. Fungsi pelatihan, artinya kepala madrasah dan
guru master harus memberikan pelatihan berkala kepada kepala madrasah dan
guru-guru MTs di wilayah binaannya.
3. Fungsi kepemimpinan, yaitu MTsN Model
bertindak sebagai pemimpin atau pembina dalam berbagai aktifitas dari
madrasah-madrasah di wilayah binaannya.
4. Fungsi pelayanan sarana pendidikan, artinya
sarana-sarana pendidikan yang dimiliki MTsN Model digunakan sebagai sarana
penunjang pendidikan bagi madrasah-madrasah di bawah binaannya.
5. Fungsi pengawasan atau supervisi, yaitu
kepala sekolah dan guru master MTsN Model diwajibkan melakukan pengawasan dan
supervisi terhadap pelaksaan pendidikan pada madrasah binaannya.
6. Fungsi pelayanan profesional, yaitu melalui
MTsN Model para pimpinan madrasah dan seluruh staf madrasah setempat
mendapatkan kesempatan untuk tumbuh menjadi tenaga kependidikan yang
profesional.[11]
|
||
D.
|
Desain Operasional MTsN Model
Menurut Fuad Fachruddin, pandangan-pandangan tentang Madrasah
Model akan mewarnai wujud nyata tentang penyelenggaraan kegiatan pendidikan
di madrasah. Dalam mewujudkan Madrasah Model pertama-tama perlu dilakukan
perubahan cara pandang (paradigma) semua pihak yang terlibat secara langsung
seperti pimpinan madrasah dan guru-guru, maupun tidak langsung seperti para
pembina madrasah yang berada di bawah naungan Depag : pengawas, Kandep, Kanwil
dan pusat.[12]
Berikut ini beberapa poin penting yang harus dimiliki oleh para
pengelola madrasah menuju terwujdnya madrasah unggul :
|
|
1.
|
Kepala Madrasah
Kepala
madrasah dituntut untuk dapat menerjemahkan perananya sebagai professional
leader dalam tindakan dan perilaku yang mendorong dirinya, guru dan staf yang
ada menuju visi keunggulan. Pelibatan seluruh unsur yang ada dalam madrasah;
guru, staf dan bahkan siswa, dalam keseluruhan proses penentuan dan
penyelenggaraan program merupakan prasyarat terwujudnya sekolah unggul.
Kemampuan kepala madrasah dalam membangun tim kerja di kalangan guru dan
membangun jaringan dengan pihak-pihak lain merupakan faktor signifikansi
dalam perwujudan Madrasah Model. Selanjutnya, perannya sebagai supervisor
akademik, pimpinan madrasah harus memberikan pembinaan dan pengembangan
potensi yang dimiliki personel yakni guru dan staf.
Agar memiliki
kemampuan memahami visi madrasah unggul atau model (vision of excellence),
pimpinan madrasah menurut Headley Beare dkk, harus memiliki beberapa
kemampuan, yaitu:
a. Bekerja sama dengan guru-guru dan dengan
berbagai cara yang elegan pimpinan madrasah memperoleh informasi yang diperlukan
untuk meningkatkan mutu pembelajaran, merancang dan menyelenggarakan program
berdasarkan konsep “school based development”. Disamping itu juga dituntut
memiliki kemampuan mengusahakan kegiatankegiatan untuk meningkatkan kemampuan
profesional dari para guru dan staf merupakan manifestasi peranannya sebagai
supervisor.
b. Melakukan penilaian terhadap guru sebagai
bagian dari kebijakan madrasah secara keseluruhan. Penilaian itu didasarkan
pada ketentuan rasional dan obyektif yang telah disepakati oleh seluruh pihak
dalam masyarakat. Penilaian merupakan cara untuk mendapatkan masukan berupa
aspirasi, persoalan pribadi yang memberi pengaruh terhadap kinerja personel,
dan faktor-faktor yang menjadi kendala atau yang mendorong perwujudan
performansi unggul dalam melaksanakan tugas.
c. Merumuskan kebijakan dan pelaksanaannya untuk
mendukung proses pembelajaran dan menciptakan kondisi yang mendukung
terciptanya keunggulan. Ini merupakan dukungan bagi pengelolaan kegiatan
pendidikan yang perlu dibangun oleh kepala madrasah.
d. Pengelolaan sumber madrasah dapat
dipertanggung-jawabkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan dalam
hal pendayagunaan sumber dalam mewujudkan tujuan, memenuhi kebutuhan,
melaksanakan kebijakan dan untuk kegiatan perencanaan.
e. Evaluasi penyelenggaraan program pendidikan
yang berkesinambungan untuk mendapatkan informasi tentang sejauh mana,
tujuan, kebutuhan, prioritas dan standar mutu dapat dilaksanakan dan dicapai
merupakan fungsi kendali mutu.
f. Melakukan koordinasi pada tingkat horizontal
dan vertikal untuk memastikan efektifitas dan efisiensi penggunaan
sumber-sumber (personel, waktu, dana, kurikulum, kegiatan, dan lainnya).
g. Mengantisipasi resiko atau hambatan-hambatan
yang mempengaruhi kualitas pembelajaran.[13]
|
|
2.
|
Guru
Guru
merupakan pelaku kegiatan pembelajaran utama pendidikan (core activity) di
madrasah. Karena itu, pemahaman dan visi keunggulan dalam pembelajaran
(excellence teaching) menjadi prasyarat utama pengembangan Madrasah Model.
Untuk menciptakan keunggulan dalam pembelajaran, para guru juga diharapkan
bersikap terbuka dan bersedia melaksanakan usaha-usaha untuk meningkatkan
penguasaan konsep-konsep subject matter yang harus diajarkan kepada siswa
berdasarkan kebutuhan dan tuntutan standar penguasaan untuk masing-masing
tingkat di madrasah dengan tetap memperhatikan keragaman individual siswa.
Guru juga
harus siap untuk mengembangkan bahan-bahan pembelajaran, pendekatan,
alat-alat yang diperlukan untuk mendukung potensi siswa untuk berkembang.
Dalam konteks ini, menurut Beare dkk., guru diharapkan untuk meningkatkan
kemampuan dalam beberapa hal :
a. Kemampuan mendiagnosis kebutuhan siswa dan
memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan individual murid.
b. Kemampuan ini merupakan manifestasi dari
fungsi guru sebagai peneliti dan memberikan terapi terhadap siswa-siswa yang
mengalami kesulitan dalam pembelajaran melalui bimbingan dan konseling.
c. Pemilihan tujuan, pengalaman belajar dan
prosedur penilaian pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa
sebagai representasi dari kemampuan dalam melakukan perencanaan pembelajaran.
d. Keberhasilan dalam mengkomunikasikan misi
materi pembelajaran dan terpenuhinya harapan merupakan representasi dari
kemampuan profesioanal guru dalam menyelenggarakan pembelajaran.
e. Kemampuan guru dalam mempertahankan situasi
lingkungan yang kondusif, yakni mendorong siswa kreatif dan dinamis dalam
interaksi dengan guru. Hal ini merupakan representasi dari keberhasilan dalam
mengelola kelas.
f. Proses penilaian yang berkesinambungan dan
melaporkan kemajuan setiap individu siswa, memberikan informasi untuk bantuan
bimbingan dan konseling, perencanaan dan pelaksanaan pembejaran yang
merupakan misi monitoring pembelajaran.
g. Memberi perhatian kepada siswa direfleksikan
dalam perilaku guru seperti saling menghargai, mendukung dan memahami. Memuji
bagi anak yang berprestasi dengan misalnya dengan mengumumkan prestasi
individu untuk suatu subject matter dan memberikan semangat terhadap siswa
untuk maju dengan mengapresiasi prestasi dalam bidang lain.[14]
|
|
3.
|
Kurikulum
Kurikulum
merupakan pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Pandangan
para ahli kurikulum yang digunakan di Indonesia sama dengan muatan. Hal-hal
yang dianggap penting diperlukan untuk “pembangunan” selalu menjadi muatan
yang harus diemban oleh guru dan siswa. Kurikulum memberikan konsep-konsep
standar dari mata pelajaran yang perlu diajarkan kepada siswa berdasarkan
pertimbangan akademik dan perkembangan psikologi siswa.
Apa
yang akan diajarkan kepada siswa adalah apa yang sebenarnya diperlukan oleh
siswa dan menstimulasi siswa untuk mempelajari sendiri (rasa keingintahuan).
Karena itu, perlu dibangun suatu kesepakatan antara sekolah dan siswa dalam
atau masyarakat tentang apa yang diperlukan untuk mengembangkan potensi yang
ada pada siswa. Dengan demikian apa yang hendak dicapai madrasah adalah :
a. apa yang semestinya dan ingin diketahui
siswa,
b. apa yang semestinya diperlukan siswa untuk
dipahami,
c. apa yang semestinya yang menjadi nilai siswa,
d. apa yang dapat dilakukan oleh siswa.
|
|
4.
|
Pembelajaran
Pembelajaran
merupakan kegiatan inti dari sekolah atau madrasah. Pendekatan pembelajaran
lebih mendorong siswa dalam merasa tertantang untuk belajar dalam pengertian
tidak yang tidak sempit yakni mengembangkan keingintahuan individu siswa untuk
mendalami sesuatu.
Siswa
membangun pengetahuan dan kegunaan apa yang dipelajari dalam satu kesatuan.
Oleh karena itu pembelajaran merupakan proses interaksi antara berbagai
pengetahuan yang dipelajari dengan pengalaman diri yang diperoleh dari
lingkungan dimana siswa berada dalam siklus pemahaman aksi refleksi
(pendekatan konstruktif). Perbedaan kecepatan dan gaya belajar siswa sebagai
representasi perbedaan potensi individu merupakan dasar dalam
menyelenggarakan pembelajaran dan pemilihan metodenya.
Oleh karena
itu, interaksi siswa dengan pihak lain termasuk sumber belajar yang ada di
lingkungan madrasah merupakan bagian dari peran guru dalam membantu
terciptanya kondisi yang mendukung minat dan keasyikan siswa untuk
mempelajari sesuatu.
|
|
5.
|
Penilaian
Penilaian
pembelajaran bukan semata-mata untuk melihat daya serap yang dipelajari.
Lebih dari itu, juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadikan siswa
mengalami kesulitan dalam belajar, mengembangkan kemampuan siswa mengenai apa
yang ingin dicapai sejalan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing. Siswa
memahami apa yang dinilai, untuk apa dan bagaimana penilaian dilaksanakan.[15]
Dengan
demikian misi madrasah adalah fasilitas terhadap pengembangan apa yang
dimiliki dan apa yang menjadi kebutuhan siswa dalam kerangka mengembangkan
seluruh potensi yang ada pada diri siswa baik itu potensi intelektual,
emosional dan spiritualnya. Dengan demikian madrasah dapat melahirkan sosok
yang memiliki intelektualitas tinggi yang siap berpotensi, responsif terhadap
perkembangan dan mempunyai pandangan ke depan dan sikap kritis, jati diri
yang jelas, empati ditopang dengan iman dan takwa dalam konteks madrasah
model sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berciri khas Islam.
|
|
E.
|
Desain Pengembangan Madrasah Model
Pada hakikatnya ada tiga desain besar dalam pengembangan madrasah
yang digariskan oleh Depag yakni Madrasah Unggulan, Madrasah Model dan
Madrasah Kejuruan dan Reguler. Namun di sini subyek yang akan dijelaskan
hanyalah desain pengembangan Madrasah model.[16]
Madrasah Model dimaksudkan sebagai center for excellence yang
dikembangkan lebih dari satu buah dalam setiap propinsi. Madrasah Model
diproyeksikan sebagai wadah penampung putra-putri terbaik masing-masing
daerah untuk dididik secara maksimal tanpa harus pergi ke daerah lain.
Keberadaan Madrasah Model juga dapat mencegah terjadinya eksodus
(perngunsian) SDM terbaik suatu daerah ke daerah lain disamping juga
menstimulir tumbuhnya persaingan sehat antar daerah dalam menyiapkan Sumber
Daya Manusia (SDM).[17]
Karena menjadi center for excellence anak-anak terbaik, maka
kesempatan belajar di kedua jenis madrasah ini haruslah melalui proses
seleksi yang ketat dengan berbagai ketentuan lainnya. Madrasah model juga
diperkuat oleh Majelis Madrasah yang memiliki peran penting dalam membantu
meningkatkan kualitas pembelajaran di Madrasah Model.[18]
Secara rinci strategi pengembangan Madrasah Model sebagai berikut
:
|
|
1.
|
Aspek Administrasi atau Manajemen
a.
Maksimal 6 kelas untuk tiap tingkatan.
b.
Tiap kelas terdiri atas 30 siswa.
c.
Rasio guru kelas adalah 1: 25.
d.
Mendokumentasi perkembangan tiap siswa.
e.
Transparan dan akuntabel.
|
|
2.
|
Aspek Ketenagaan
a. Kepala Madrasah
1)
Minimal S2 untuk MA, S1 untuk MTs dan MI
2)
Pengalaman minimal 5 tahun menjadi kepala madrasah
3)
Mampu berbahasa Arab atau berbahasa Inggris
4)
Lulus tes (fit dan proper test)
5)
Sistem kontrak satu tahunan
6)
Siap tinggal di kompleks madrasah
b. Guru
1)
Minimal S1
2)
Spesialisasi sesuai mata pelajaran
3)
Pengalaman mengajar minimal 5 tahun
4)
Mampu berbahasa Arab atau bahasa Inggris
5)
Lulus test (fit and proper test)
6)
Sistem kontrak 1 tahun.
c. Tenaga lain
1)
Minimal S1.
2)
Spesialisasi sesuai dengan bidang tugas.
3)
Pengalaman mengelola minimal 3 tahun.
|
|
3.
|
Aspek Kesiswaan
a. Input
1) Sepuluh besar MTs (untuk MA).
2) Sepuluh besar MI (untuk MTs).
3) Lulus tes akademik (bahasa Arab dan Inggris).
b. Output
1) Menguasai berbagai disiplin ilmu.
2) Mampu berbahasa Arab maupun bahasa Inggris.
3) Terampil menulis dan berbicara (Indonesia) dengan baik.
4) Siap bersaing untuk memasuki jenjang lebih tinggi yakni
universitas atau institut bermutu di dalam negeri.
|
|
4.
|
Aspek Kultur Belajar
a.
Full day school
b.
Student centered learning
c.
Kurikulum dikembangkan dengan melibatkan
seluruh elemen madrasah termasuk siswa.
d.
Bahasa pengantar Arab dan Inggris.
e.
Sistem Droup Out.
f.
Pendekatan belajar dengan fleksibelitas
tinggi dengan mengikuti perkembangan metode-metode pembelajaran terbaru.
|
|
5.
|
Aspek Sarana dan Prasarana
a. Perpustakaan yang memadai.
b. Laboratorium (IPA, Bahasa dan Matematika).
c. Laboratorium alam yang memadai.
d. Mushalla.
e. Lapangan dan fasilitas olahraga lainnya.
|
|
F.
|
Mutu Pendidikan
Mutu dalam kamus populer memiliki arti: kualitas; derajat;
tingkat; manikam, mutiara.17 Dalam kamus Manajemen (Mutu), Mutu adalah
“Tingkat dimana sejumlah karakteristik yang melekat memenuhi
persyaratan-persyaratan.”18 Menurut Tom Peter dan Nancy Austin, dalam bukunya
“A passion for exellence”, mutu merupakan “sebuah hal yang berhubungan dengan
gairah dan harga diri”.[19]
Dalam definisi umum, mutu mengandung makna “derajat keunggulan
suatu produk atau hasil kerja, baik itu berupa barang atau jasa”.[20]
Barang dan jasa dalam pendidikan itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat
dilihat, tetapi dapat dirasakan.
Mutu
Masukan dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu:
1. Kondisi baik dan tidaknya sumber daya
manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboratorium, staf tata usaha, dan
siswa.
2. Memenuhi dan tidaknya kriteria masukan
material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana dan prasarana, dan
lain-lain.
3. Memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang
berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi
kerja.
4. Mutu masukan yang bersifat harapan dan
kebutuhan, seperti visi, misi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.[21]
Mutu
Proses :
yakni
terletak pada pembelajaran, mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya
sekolah mentranformasikan multijenis masukan dan situasi untuk mencapai
derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal-hal yang termasuk dalam
kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat kesehatan, keamanan,
disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan dan lain-lain dari subyek
selama member dan menerima jasa layanan. Oleh sebab itu, manajemen sekolah
dan manajemen kelas berperan penting dalam mensinkronkan berbagai masukan
tersebut atau menyinergikan semua komponen dalam interaksi belajar dan
mengajar.[22]
Mutu
Hasil :
yaitu hasil
pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan
ektrakurikuler pada perserta didik yang dinyatakan lulus untuk suatu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dimana
keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik.
Sedangkan keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis
ketrampilan yang diperoleh siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler.
Dan di luar kerangka itu mutu hasil juga dapat dilihat dari nilai-nilai hidup
yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain-lain yang diperoleh
anak didik selama menjalani pendidikan.[23]
Mutu
Administratif :
yaitu mutu
sebuah madrasah dapat dilihat dari tata tertib administrasinya. Salah satu
bentuk tertib administrasi adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan
efisien, baik secara vertical maupun horizontal. Jika ditinjau dari segi
manajemennya, madrasah dikatakan bermutu jika sumber daya manusianya bekerja
secara efektif dan efisien. Bekerja bukan karena ada beban atau karena
diawasi secara ketat. Dan proses pekerjaannya pun dilakukan dengan benar dari
awal, bukan mengatasi aneka masalah yang timbul secara rutin karena
kekeliruan yang tidak disengaja.
2. Dasar-dasar Program Mutu Pendidikan
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. untuk melaksanakan suatu
program mutu diperlukan dasar-dasar yang kuat, yakni sebagai berikut :
a.
Komitmen pada perubahan
Pemimpin atau
kelompok yang ingin menerapkan program mutu harus memiliki komitmen atau
tekad untuk berubah. Pada intinya, peningkatan mutu adalah melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berbobot. Lazimnya, perubahan
tersebut menimbulkan rasa takut, sedangkan komitmen dapat meng-hilangkan rasa
takut.
b.
Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada
Banyak
kegagalan dalam melaksanakan perubahan karena melakukan sesuatu sebelum itu
jelas.
c.
Mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan.
Perubahan
yang akan dilakukan hendaknya dilakukan berdasarkan visi tentang
perkembangan, tantangan, kebutuhan, masalah dan peluang yang akan dihadapi
oleh pimpinan atau seseorang innovator, kemudian dikenalkan kepada orang-orang
yang akan terlibat dalam perubahan tersebut. Visi dapat menjadi pedoman yang
akan membimbing tim dalam perjalanan pelaksanaan program mutu.
d.
Mempunyai rencana yang jelas.
Sebuah tim
menyusun rencana yang jelas dengan mengacu pada visi. Rencana menjadi pegangan
dalam proses pelaksanaan program mutu.
Pelaksanaan
program mutu dipengaruhi faktor eksternal dan internal.Faktor-faktor
eksternal dan internal tersebut selalu berubah. Rencana harus selalu updated
sesuai dengan perubahan-perubahan. Tidak ada program mutu yang terhenti
(stagnan) dan tidak ada dua program yang identik karena program mutu selalu
berdasarkan dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Program mutu merefleksikan
lingkungan pendidikan dimana pun ia berada.[24]
3. Prinsip-prinsip Mutu Pendidikan
Menurut
Nana Syaodih Sukmadinata dkk. ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam
menerapkan mutu pendidikan, antara lain sebagai berikut:
a. Peningkatan mutu pendidikan menuntuk
kepemimpinan professional dalam bidang pendidikan. Manajemen mutu pendidikan
merupakan alat yang dapat digunakan oleh para profesional pendidikan dalam
memperbaiki sistem pendidikan.
b. Kesulitan yang dihadapi para profesional
pendidikan adalah ketidakmampuan mereka dalam menghadapi kegagalan sistem
yang mencegah mereka dari pengembangan atau penerapan cara atau proses baru
untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada.
c. Pendidikan mutu pendidikan harus melakukan
loncatan-loncatan. Norma dan kepercayaan lama harus diubah. Madrasah harus
belajar bekerja sama dengan sumber-sumber terbatas. Para professional
pendidikan harus membantu para siswa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan
yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global. Uang bukan kunci utama dalam
usaha peningkatan mutu. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika administrator,
guru, staf, pengawas dan pimpinan kantor Depag mengembangkan sikap yang
terpusat pada kepemimpinan, team work, kerja sama, akuntabilitas, dan
regognisi.
d. Kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan
adalah komitmen pada perubahan. Jika semua guru, staf madrasah memiliki
komitmen dalam perubahan; pemimpin dapat dengan mudah mendorong mereka
menemukan cara baru untuk memperbaiki efisiensi, produktivitas, dan kualitas
layanan pendidikan.Ban yak profesional pendidikan yang kurang memiliki
pengetahuan dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja
yang bersifat global. Ketakutan terhadap perubahan akan menyebabkan
ketidaktahuan bagaimana menghadapi tuntutantuntutan baru.
e. Program peningkatan mutu dalam bidang
komersial tidak dapat dipakai secara langsung dalam pendidikan, tetapi
menumbuhkan penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan, karena budaya,
lingkungan dan proses kerja tiap organisasi berbeda. Para professional
pendidikan harus dibekali oleh program yang khusus dirancang untuk mendukung
pendidikan.
f. Salah-satu komponen kunci dalam program mutu
adalah pengukuran. Dengan menggunakan sistem ini, kemungkinan professional
pendidikan dapat memperlihatkan dan mendokumentasikan nilai tambah dari
pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan, baik terhadap siswa, orang
tua maupun masyarakat.
g. Masyarakat dan manajemen pendidikan harus
menjauhkan diri dari kebiasaan menggunakan “program singkat”, peningkatan
mutu dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan.[25]
4. Karakteristik Madrasah Bermutu
Menurut Jarome S. Arcaro, membuat model visualisasi dari sekolah
yang menerapkan mutu total. Sekolah yang menerapkan mutu total ditopang oleh
lima pilar, yaitu: berfokus pada pengguna, keterlibatan secara total,
melakukan pengukuran, komitmen pada perubahan, penyempurnaan secara terus
menerus. Pilar-pilar tersebut dibangun atas keyakinan dan nilai-nilai yang
menjadi pegangan dalam pendidikan. Keyakinan dan nilai-nilai tersebut sejalan
dengan visi dan misi pendidikan madrasah, tujuan jangka panjang dan jangka
pendek, serta kriteria keberhasilan yang kritis.[26]
Sedangkan menurut Edwar Sallis, madrasah yang bermutu memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Madrasah berfokus pada pelanggan.
b. Madrasah berfokus pada pada upaya untuk
mencegah masalah yang muncul dalam makna ada komitmen untuk bekerja secara
benar dari awal.
c. Madrasah memiliki investasi pada sumber daya
manusianya.
d. Madrasah memiliki strategi untuk mencapai
kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik maupun tenaga
administratif.
e. Madrasah mengelola atau memperlakukan keluhan
sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan
sebagai instrumen untuk berbuat benar pada peristiwa atau kejadian
berikutnya.
f. Madrasah memiliki kebijakan dalam perencanaan
untuk mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah,
maupun jangka panjang.
g. Madrasah mengupayakan proses perbaikan dengan
melibatkan semua orang dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
h. Madrasah mendorong orang yang dipandang
memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang agar lainnya
dapat bekerja secara berkualitas.
i.
Madrasah memperjelas peran dan tanggung jawab
setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal.
j.
Madrasah memiliki strategi dan evaluasi yang
jelas.
k. Madrasah memandang/menempatkan kualitas yang
telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
l.
Madrasah memandang kualitas sebagai bagian
integral dari budaya kerja.
m. Madrasah menempatkan peningkatakan kualitas
secara terus menerus sebagai suatu keharusan.[27]
Dalam rumusan madrasah ideal yang dikembangkan Depag, point
penting yang perlu dimiliki oleh madrasah adalah :
a. Memiliki kultur yang kuat. Kultur merupakan
jiwa madrasah yang memberi makna bagi setiap kegiatan kependidikan madrasah
dan menjadi jembatan antara aktivitas dan hasil yang dicapai. Kultur adalah
sebuah sebuah keadaan yang menghantarkan siswa madrasah melebihi batas-batas
kekurangan manusiawi menuju tingkatan kreativitas, seni dan intelek yang
tinggi. Kultur merupakan keadaan untuk mentransmisikan nilai-nilai
pendidikan. Karena itulah, kultur madrasah, dalam hal ini kultur belajar
dalam madrasah harus dibangun sejak awal agar semua elemen madrasah memiliki
komitmen untuk kemajuan madrasah.
b. Kepemimpinan korelatif dan belajar kolektif.
Kepemimpinan dalam madrasah haruslah didefinisikan sebagai sebuah sumber
proses belajar bersama (collective learning) yang saling menguntungkan yang
memungkinkan seluruh unsur madrasah turut ambil bagian dalam membangun
kesepakatan yang mengakomordinir berbagai kepentingan (kolektif dan
kolaboratif). Kolaborasi yang dimaksud bukan hanya sekedar berarti setiap
orang mampu menyelesaikan pekerjaannya, tapi yang terpenting adalah semuanya
dilakukan dalam suasana kebersamaan dan saling mendukung (collegiality and supportiveness).
Kolaborasi menjadi syarat jika menginginkan madrasah menjadi learning
organization karena kolaborasi berhubungan erat dengan norma dan kesempatan
bagi terjadinya proses belajar yang terus menerus. Hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa proses belajar umumnya merupakan aktivitas komunal; sebuah
proses tukar-menukar budaya antarindividu atau kelompok.
c. Membiasakan siswa menghadapi
perubahan/ketidakpastian Secara alami perubahan tidak bisa diprediksi. Agar
bisa memahami dan berbuat dalam kondisi yang tidak bisa diprediksi tersebut
sebuah upaya pendidikan yang terus menerus, seumur hidup (lifelong education)
menjadi sebuah kemestian. Dengan kata lain untuk menciptakan budaya belajar
yang terus menerus maka perubahan perlu diciptakan. Lebih jauh, perubahan
dalam bentuk ketidakpastian (uncertainty) dan keraguan (doubtfulness) perlu
sengaja diciptakan di madrasah untuk mendorong terciptanya kegiatan belajar
yang terus menerus.[28]
5. Pendekatan Prakarsa Mutu
Kebijakan
reformasi dalam suatu madrasah dipandang berhasil jika mampu mendongkrak mutu
proses dan keluaran pendidikan. Untuk mencapai suatu tujuan reformasi
pendidikan yang dikehendaki tersebut, perlu dipilih prakarsa-prakarsa yang
memungkinkan pencapaian tujuan.
Ada
beberapa hal yang perlu digariskan dalam kerangka pendekatan peningkatan mutu
pendidikan yang dimaksud, antara lain :
a. Pendektakan “anak sebagai pusat” (the
child-centred-approach). Filosofi pembelajaran berpusat pada anak adalah
penekanan lebih pada proses pembelajaran secara signifikan ketimbang produk
(outcomes) pembelajaran. Titik tekannya pada aspek kualitatif, perolehan yang
tidak terukur dan terukur. Pendekatan ini tampak dengan ciri tindakan sebagai
berikut :
1.
Potensi dasar peserta pendidikan harus
diakses.
2.
Kebutuhan belajar perserta didik harus
terpenuhi.
3.
Peserta pendidikan harus dipandang sebagai
manusia dewasa atau dalam proses menuju kedewasaan.
4.
Peserta pendidikan harus diposisikan sebagai
pribadi yang utuh.
5.
Tidak ada diskriminasi layanan pada peserta
pendidikan.
6.
Peserta pendidikan adalah sentral pelaksanaan
pembelajaran.
7.
Pembelajaran berfokus pada anak secara
totalitas.
8.
Guru memberi peluang bagi anak usia untuk
secara alami mengembangkan diri hingga ke tingkat lanjut.
9.
Sentral perubahan ada pada anak, meski tidak
selalu dapat diobservasi.
10. Perubahan hanya dipahami pada konteks diri
siswa secara menyeluruh.
11. Perubahan dan motivasi anak bersifat
internal, sedangkan guru sebatas memberi dorongan dan fasilitas.
b. Pembentukan Asosiasi Guru untuk Peningkatan
Mutu Pendidikan (AGPMP). Pengalaman seperti ini pernah dikembangkan di Kanada
yang dikenal dengan sebutan The Educator’s Association Quality Education
(EAQE). Program ini beranggotakan guru-guru sebidang atau antarbidang. Dimana
mereka merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi program-program yang
berkaitan dengan upaya peningkatan mutu dan efektifitas pendidikan. Tujuan
dari adalah :
1. Untuk merangsang semua guru dapat menunjukkan
profesionalitas dan kepemimpinan dalam kerangka menciptakan sistem pendidikan
yang berkualitas, efektif dan akuntabel.
2. Untuk mengembangkan sistem assessment bagi
efektifitas pengujian agar sistem dapat mengukur kerja guru, siswa,
administrator dan birokrat.
3. Untuk mendorong pemapanan kurikulum yang
riil.
4. Untuk menjamin bahwa siswa memperoleh tingkat
standar profisiensi sebelum mereka dipromosikan ke level berikutnya.
5. Untuk membantu implementasi sistem pelaporan
kepada orang tua secara akurat mengenai perkembangan kemajuan siswa pada
tingkat yang diharapkan menurut kinerja minimum pada kelas tertentu.
c.
Pembentukan jaringan kualitas pendidikan.
Kualitas yang dikendaki adalah :
1.
Kualitas dan standar lebih tinggi dari
capaian umum
2.
Setiap peserta pendidikan diberi peluang
mengembangkan potensinya untuk meraih capaian tertinggi di bidang pendidikan.
3.
Keyakinan masyarakat terhadap sistem
pendidikan dimapankan ulang.
4.
Sistem kerja menekankan pada keefisienan
biaya, dengan tetap mempertahankan keunngulan capaian pendidikan.
5.
Sistem bersifat responsif terhadap kemauan
publik.
d. Pembentukan Koalisi Sekolah-Sekolah Esensial (KSE). Hal ini
sebagai salah satu bentuk reformasi pendidikan dengan memiliki 9 prinsip umum
yakni :
1) Fokus intelektual (intellectual focus)Pendidikan harus
memfokuskan diri untuk membantu generasi muda mengembangkan kebiasaan
menggunakan otak intelektualnya dengan baik.
2) Tujuan sederhana (simple goals)Tujuan akademik madrasah harus
dirumuskan sesederhana mungkin bagi siswa secara materi menguasai ketrampilan
dan area-area pengetahuan.
3) Semua anak dapat belajar (all children can learn). Tujuan
sekolah harus menggamit kepada seluruh siswa, sementara cara-cara untuk
mencapai tujuan ini harus beragam selayaknya siswa yang beragam potensi dan
kemampuan. Guru yang mengetahui siswanya dengan baik dapat
mengindividualisasikan pembelajaran tanpa membatasi harapannya pada siswa.
Penguatan atas kebiasaan berpikir harus menyentuh semua anak.
4) Personalisasi Pengajaran dan pembelajaran harus
dipersonalisasikan untuk memaksimalkan potensi anak didik. Untuk
mengkoordinasikan kepentingan personalisasi ini, penentuan mengenai detail
materi bahan ajar, penggunaan waktu guru dan siswa dan pemilihan materi
pembelajaran dan pedagogis khusus, untuk sebagian besar ditumpukkan kepada
kepala madrasah dan guru.
5) Siswa sebagai pembelajar aktif (student as active learner)
Penyelenggaraan metafora praktis dalam setiap pembelajaran harus lebih
menjadikan siswa sebagai pekerja (student-asworker) dan guru sebagai pelatih
(teacher-as-coach) dari pada guru sebagai “pelayan toko” dalam konteks
layanan pembelajaran, dan siswa sebagai pembelajar pasif
(student-aspassive-learner). Sejalan dengan itu, praktis pembelajaran harus
memberikan fasilitas dan memandu siswa untuk mengerti bagaimana mereka
belajar. Dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran
harus menjadi komunitas pembelajar.
6) Assestment autentik. Pengajaran dan pembelajaran harus
didokumentasikan dan diakses dengan seperngkat alat berbasis kinerja siswa
pada tugas-tugas riil (student performance of real task). Multiformat untuk
mencari bukti-bukti tentang tampilan siswa menentang dari observasi atas
pelajar menyelesaikan proyek-proyek khusus sampai dengan pemahaman yang baik
mengenai kekuatan dan kebutuhan siswa, untuk kemudian merencanakan asistensi
lanjut.
7) Sifat (tone). Terkait dengan hubungan antara keluarga yang
merupakan anggota penting komunitas madrasah (school community).Kolaborasi
yang pada antara rumah dan madrasah melahirkan respek dan pengertian, sifat
sekolah harus secara ekplisit dan dengan kesadaran diri menekankan
nilai-nilai tanpa ketakutan. Termasuk dalam kerangka ini, adalah harapan
besar kepada siswa, keyakinan dan nilai-nilai yang fair, keterusterangan dan
toleransi.
8) Staf sebagai generalis. Kepala madrasah dan guru utamanya
harus mempersepsikan diri mereka agar mampu menjadi generalis, selayaknya
guru dan kaum terpelajarnya pada sekolah umum. Kemampuan spesialis untuk satu
bidang keahlian atau keterampilan memang sangat diperlukan. Kepala sekolah
dan guru diharapkan dapat memainkan multiperan, seperti manajer, konselor,
dan rasa komitmen tinggi terhadap pendidikan.
9) Waktu dan anggaran. Tujuan akhir administrasi dan target
anggaran harus mencakup subtransi waktu bagi perencanaan kolektif oleh guru,
gaji dan kompetitif bagi staf, dan biaya yang ditanggung oleh siswa tidak
lebih dari 10 persen dari yang ditanggung oleh anak-anak yang bersekolah pada
madrasah tradisional. Untuk mencapai target ini, rencana-rencana
administrative hanya memerhatikan pula hal-hal yang berkaitan dengan
program-program yang diprioritaskan dan mungkin diplih secara selektif.
Dalam pespektif Islam mutu pendidikan di indikasikan melalui
kinerja yang baik. Ada sebuah hadits yang menganjurkan sekaligus mewajibkan
setiap manusia untuk selalu meningkatkan diri dalam bekerja dan berbuat
sesuatu dengan sebaik mungkin. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah
menyukai seseorang diantara kalian, apabila ia bekerja maka ia bekerja dengan
baik” (HR. Baihaqi).[29]
Hadits tersebut secara kontekstual menjelaskan agar setiap
manusia selalu meningkatkan kinerja diri apabila kita berkerja. Bekerja disini
memiliki arti luas, bisa dikonotasikan kepada setiap profesi yang dijalani
atau ditekuni oleh seseorang atau bisa juga perkejaan baik lainnya.
Hubungannya dengan mutu pendidikan adalah apabila seseorang tersebut
mengemban sebuah pekerjaan dan jabatan yang diembannya dalam lingkungan
pendidikan, tentu semestinya perkejaan tersebut dilakukan dengan sebaik
mungkin. Termasuk di dalamnya meningkatkan mutu suatu lembaga pendidikan
Islam seperti madrasah. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan harus
melakukan dan mengupayakan yang terbaik terhadap madrasah yang dipimpinnya.
Begitu pula dengan guru sebagai salah satu sumber ilmu bagi siswa, ia
memiliki tugas mengajar dan mengupayakan pembelajaran yang terbaik bagi
siswanya.
Dalam hadits lain Rasulullah berwasiat dalam sebuah hadits. Dari
Syadad bin Aus Rasulullah Saw., Beliau bersabda:
إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.
“Sesungguhnya Allah tabaroka wa ta’ala, telah mewajibkan berbuat
kebaikan dalam segala hal” (HR. Muslim).[30]
Secara lahiriyah, hadits ini menjelaskan diwajibkannya setiap
makhluk untuk berbuat baik dan melakukan yang terbaik. Sehingga, segala
sesuatu atau segala makhluk dibebankan kewajiban ini, yakni berbuat baik.
Ada pendapat lain yang menyatakan “Maknanya ialah Allah telah
mewajibkan berbuat baik kepada segala hal atau dalam segala hal. Atau
diwajibkan berbuat baik dalam mengurusi segala hal.[31]
(salah satunya adalah mengurusi lembaga pendidikan Islam). Sementara yang
diwajibkan tidak disebutkan (dalam hadits).
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan,memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji,kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agarkamu
dapat mengambil pelajaran”. (Qs. An-Nahl: 90).
Ayat dan hadits ini menunjukkan hukum wajibnya berbuat baik dalam
segala amalan. Namun demikian, baiknya segala sesuatu itu sesuai dengan
ukurannnya. Oleh sebab itu, wajib bagi setiap manusia berbuat baik dalam
segala hal, baik itu urusan agama maupun urusan dunia. baik itu urusan dunia
maupun agama.
Dari Abu Hurairah Ra., berkata bahwa Rasullullah Saw. bersabda:
إِنَّ اللهَ طَیِّبٌ لاَ یَقبَلُ إِلاَّ طَیِّباً وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِیْنَ، فقال (یاَاَیُّھَا الرَّسُولُ كُلُوْامِنَ الطَّیِّبَاتِ وَاعْمَلوُا صَالِحاً) وقال تعالى: (یَااَیُّھَا الَّذِینَ آمَنُوا كُلوُا مِنْطَیِّبَاتِ مَا رَزَقنَاكُمْ)...(رواه المسلم(
“Sesungguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang
baik.Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum Mukminin sepertiyang
dia perintahkan kepada Rasul, ‘Hai rasul-rasul, makanlah danminumlah kamu
yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih.’ (Al-Mu’minun:51).
Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman,
makanlahdiantara rizeki yang baik-baik yang kami berikan kepada kaliah
(Al-Baqarah:172).
Kemudian Rasulullah menyebutkan orang-orang yang lama bepergian
;rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke
langit,“Tuhanku. Tuhanku, “padahal makanannya haram, minumannya
haram,pakaiannya haram, dan diberi makan dengan haram, bagaimana
doanyadikabulkan?“ (HR. Muslim).[32]
Dalam hadits lain juga disebutkan dari hadits Sa’ad bin Abu
Waqqash Ra., dari Nabi Sallallahu’alaihi wasallam yang bersabda:
إِنَّ اللهَ طَیِّبٌ یُحِبُّ الطَّیِّبَ، نَظِیْفٌ یُحِبُّ النَظَافَةَ، جَوَادٌ یُحِبُّ الجُوْدَ.
“Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih yang
menyukaikebersihan, dan dermawan yang menyukai kedermawanan.” (HR.
At-Tirmidzi).[33]
Hadits tersebut menjelaskan maksud bahwa Allah itu bebas dari aib
dan kekurangan. Allah menyukai segala sesuatu yang baik-baik. Secara luas
Allah tidak menerima kecuali yang baik; maksudnya yaitu Allah tidakmenerima
amal perbuatan kecuali amal perbuatan yang baik dan bersih dari semua hal
yang merusaknya seperti sifat ujub dan riya’. Allah juga tidak menerima harta
kecuali harta yang baik dan halal. Jadi kata “baik/suci” itu disifatkan pada
amal perbuatan, perkataan dan keyakinan. Ketiga hal tersebut terbagi dalam
dua bagian; baik dan buruk.[34]
Dalam hal ini kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan dalam
mengelola sebuah lembaga pendidikan. Dimana di dalam sistem tersebut terdapat
pemimpin yang mengelola dan mengatur lembaga. Seorang pemimpin memikul
tanggungjawab yang berat dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan. Inti
manajerial suatu lembaga terletak pada seorang pemimpin, apabila pemimpin
tersebut memiliki profesionalitas tinggi dan rasa tanggungjawab yang tinggi
maka kemungkinan besar lembaga yang dipimpinnya itu akan baik dan maju.
Hakikatnya setiap manusia memikul tanggung jawabnya masingmasing.
Termasuk profesi yang dilakukan dan jabatan yang dipegang oleh setiap
manusia. Allah Swt berfirman: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang
dilakukannya”. (QS. Al-Mudatstsir: 38).
Hadits Ibnnu Umar Ra. diriwayatkan dari Nabi Saw., Sesungguhnya
Rasulullah Saw. bersabda:
حدیث إبن عمر رضي الله عنھما: عن النبي صلى الله علیھ وسلم أنھ قال: اَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٍ عَنْ رَعِیَّتِھِ فَالأَمِیْرُ الَّذِيْ عَلَي النَّاسِ رَاعٍ وَھُوَ مَسْؤُلٍ عَنْ رَعِیَّتِھِ، وَالَّرجُلُ رَاعٍ عَلَى أَھْلِ بَیْتِھِ وَھُوَ مَسْؤُلٍ عَنْھُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِیَّة عَلىَ بَیْتِ بَعْلِھَا وَوَلَدِهِ وَھِيَ مَسْؤُلَة عَنْھُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلىَ مَالِ سَیِّدِهِ وَھُوَ مَسْؤُلٌ عَنْھُ, اَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٍ عَنْ رَعِیَّتِھِ.) رواه متفق علتھ(
“Kamu semua
pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawabannya.Pemerintah harus
bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Suami adalahpemimpin keluarganya dan
wajib bertanggungjawab atas keluarga yangdipimpinnya. Isteri adalah pemimpin
rumah tangga bagi suami dan anaknya,ia wajib bertanggungjawab terhadap
mereka. Seorang hamba adalah penjagaharta tuannya, ia wajib bertanggung jawab
atas harta yang dijaga. Ingatlah,kamu semua pemimpin dan akan
bertanggungjawab kepemimpinan tersebut.(HR. Bukhari dan Muslim No. 1084).[35]
Ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa setiap manusia akan
diminta pertanggung jawaban atas amal perbuatan yang dilakukannya di dunia
dalam lingkungan, profesi, jabatan dan kekuasaan yang dipegang. Oleh sebab
itulah, segala kebaikan harus diusahakan oleh setiap manusia baik itu di
lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan khususnya dalam pendidikan.
Sikap mau berintrospeksi diri dan berubah menjadi lebih baik itu
perlu dan harus dimiliki oleh setiap manusia khususnya umat Islam karena
sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga ia mau merubah
nasib mereka sendiri.
|
[1]
Depag. Efektifitas Pemberdayaan Madrasah Melalui Madrasah Tsanawiyah Model,
Studi Evaluasi terhadap 54 MTsN Model di 26 Propinsi. (Jakarta: Depag RI,
1998). 49.
[2] Fuad Fachruddin. Madrasah
Model: Indikator obyektif dan Operasionalnya, Jurnal Madrasah. (PPIM) IAIN
(Jakarta. No. 3 Vol. 3, 1998). 15.
[3]
Dian
Interfidei. MTs Model: Lokomotif Peningkatan Kualitas Madrasah, Jurnal
Madrasah (PPIM) IAIN (Jakarta, No. 3 Vol. 3, 1998), 5.
[4] Ibid, 5.
[5] Ibid.5.
[6] Muhammad
Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, (STAIN
Kediri Press, 2009), 32
[8] Muhammad
Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, 30-31.
[9] UU Sistem
Pendidikan Nasional No. 2/1989.
[10] Muhammad
Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, 31.
[11]
Dian Interfidei. MTs Model: Lokomotif Peningkatan Kualitas Madrasah,
Jurnal Madrasah (PPIM) (IAIN Jakarta, No. 3 Vol. 3, 1998), 6-7.
[12]
Fuad
Fachruddin. Madrasah Model: Indikator Obyektif dan Operasionalnya.
Jurnal Madrasah. (PPIM) IAIN (Jakarta. No. 3 Vol. 3, 1998), 17-20.
[13]
Fuad
Fachruddin dari Headlye Beare, dkk. Creating An Exellence School. (London
:Routtledge, 1991), 15-155
[14] Ibid. Hlm-155-157
[15]
Fuad
Fachruddin. Op.Cit, Hlm. 20
[16]
Ahmad
Zayadi. Desain Pengembangan Madrasah, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan
Pendidikan Islam Depag, 2005), 57.
[17] Ibid, 58
[18] Ibid.29
[19]
Edwar Sallis. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu
Pendidikan,
(Yogyakarta:
IRCiSoD, 2006), 29
[20]
Sudarmawan Danim. Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2006), 53.
[21] Ibid.54
[22] Ibid.55
[23] Ibid,
53-54
[24] Nana Syaodih Sukmadinata, dkk., Pengendalian Mutu
Pendidikan Sekolah Menengah,(Bandung: PT Revika Aditama, 2006), 8-9.
[25] Ibid.15
[26] Ibid, 13
[27]
Sudarmawan
Danim. Op.Cit, 54-55
[28] Ahmad Zayadi. Op.Cit,
Hlm. 63-65
[29]
Diriwayatkan
Baihaqi dalam “Syu’ab al-Iman” dari Aisyah, Shahih Al-Jami’
Ash-Shaghir” 1880. & Yusuf Qardawy. As-Sunnah sebagai Sumber IPTEK
dan Peradaban, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), 217.
[30] HR. Muslim,
dishahihkan Al-Albani dalam Miisykatul Masyabih. (4073)
[31] Ibid. Hlm.
262
[32] HR.
Muslim hadits No. 1015, At-Tirmidzi hadist No. 2989, Imam Ahmad 2/328, dan
Ad-Darimi 2/300.
[33]
Diriwayatkan dari At-Tirmidzi hadits No. 2799. Disanadnya terdapat perawi
Khalid bin Ilyas yang dianggap perawi dhaif oleh ulama37 57
[34]
Ibnu Rajab. Panduan Ilmu dan Hikmah, (Jakarta: Darul Falah, 2002),
211-212.
[35] Muhammad Mudjab Mahalli dan Ahmad Radli Hasbullah. Hadits-Hadits
Muttafaqun‘Alaihi”, (Jakarta: Kencana, 2004), 254.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar