Rabu, 17 Juli 2013

PENGEMBANGAN MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI MODEL



PENGEMBANGAN

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI MODEL 
oleh : alfiatu solikah



A.     
Definisi dan Persepsi Madrasah Model
“Madrasah Model”, dalam buku “Efektifitas Pemberdayaan Madrasah melalui Madrasah Tsanawiyah Model, Studi Evaluasi terhadap 54 MTsN Model di 26 Propinsi (Depag, 1998), dikatakan bahwa:  “MTs Model merupakan salah satu strategi pembinaan yang diarahkan untuk meningkatkan mutu madrasah bersangkutan sekaligus pembinaan Madrasah Tsanawiyah di sekitarnya.[1]
Jadi, Madrasah Model merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang dibentuk sebagai satu strategi untuk meningkatkan mutu madrasah dan pembinaan Madrasah Tsanawiyah sekitarnya di seluruh Indonesia. Menurut Fuad Fachruddin, (Direktur Institude for Education Research – IER Jakarta Tahun 1998), mengatakan bahwa: “Madrasah Model (bisa disebut sebagai “madrasah unggulan”) ; merupakan respon terhadap tuntutan masyarakat akan signifikansi mutu madrasah berhadapan dengan tantangan global di masa mendatang.”[2]
Ada banyak persepsi kalangan ahli dan praktisi pendidikan mengenai “Madrasah Model” yaitu persepsi tersebut sangat bergantung pada visi dan misi yang diemban oleh madrasah model yang digariskan oleh individu maupun lembaga dalam mengkreasi sekolah model.

B.

Sejarah Madrasah Model
Madrasah Model, tepatnya Madrasah Tsanawiyah (MTs) Model mulai diselenggarakan sejak tahun 1993. Pada tahun itu, Departemen Agama memperoleh pinjaman dari Asian Development Bank (ADB) untuk peningkatakan kualitas madrasah. Dengan dana talangan itu, di bawah proyek JSEP (Junior Secondary Education Project), Depag mengembangkan 54 MTs Model yang tersebar di 26 propinsi di Indonesia. Secara resmi penetapan tentang MTs Model itu dilakukan melalui SK Menteri Agama No. E/54/1998. Ketika proyek JSEP selesai pada tahun 1998, dari bank yang sama Depag memperoleh pinjaman di bawah proyek BEP (Basic Education Project) sehingga pembinaan dan peningkatan kualiatas madrasah melalui Madrasah Model dapat terus berlanjut.[3]
Strategi peningkatan kualitas madrasah melalui MTs Model dilatarbelakangi oleh kondisi umum madrasah, khususnya madrasah swasta, yang kualitasnya jauh di bawah standar. Kondisi ini sebenarnya merupakan akibat dari kurangnya perhatian pemerintah terhadap madrasah, terutama yang berstatus swasta, karena dipandang sebagai sekolah agama yang berada di luar sistem pendidikan nasional. Barulah ketika UUSPN 1993 ditetapkan, madrasah mulai mendapatkan perhatian pemerintah. Hal itu karena dalam UUSPN, madrasah dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.[4]
Dalam konteks itu pemerintah mengharapkan agar madrasah dapat ikut berperan dan menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun dengan kualitas yang sama dengan sekolah-sekolah umum lain. Melihat kenyataan itu, sementara dari seluruh jumlah madrasah yang ada di negeri ini 90% (persen) lebih diantaranya berstatus swasta, maka Depag dihadapkan pada tantangan peningkatan kualitas dan perluasan akses sekaligus. Memberikan segala fasilitas yang mendukung peningkatan kualitas kepada seluruh madrasah yang berjumlah 9186 (data 1998) jelas tidak mungkin. Depag kemudian menetapkan sekolah model sebagai strategi peningkatan kualitas madrasah.[5]
Jadi, hal ini menjadi misi yang diemban oleh MTs Model adalah tidak hanya unggul sendirian namun harus membantu madrasah lain dalam meningkatkan kualitas pendidikan mereka, berperan sebagai lokomotif yang menarik madrasah-madrasah swasta di sekitanya sehingga menjadi madrasah yang berkualitas.




C.
Karakteristik  Madrasah Tsanawiyah Negeri Model

1.
Madrasah Model sering dikenal dengan madrasah unggul yang direpresentasikan dalam madrasah yang memiliki :
a.    Fasilitas pembelajaran yang lengkap atau mewah.
b.   Kurikulum plus, yaitu kurikulum yang standar pemerintah plus muatan-muatan yang diturunkan dari visi dan misi lembaga.
c.    Laboratorium lengkap untuk mendukung pembelajaran bahasa asing  dan pelajaran sains.
d.   Perpustakaan dengan koleksi lengkap untuk mendukung pengembangan bahan pengembangan dan mendorong anak dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan untuk berbagai bidang studi.
e.    Guru-guru yang terseleksi secara distinctive competencies (kompetensi khusus).
f.    Murid-murid yang diterima merupakan anak terpilih berdasarkan saringan prestasi Akademik dari jenjang sebelumnya.
g.   Waktu pembelajaran ‘lebih panjang’ dari sekolah biasanya karena ada “kurikulum misi”.
h.   Biaya sekolah cukup tinggi yang karenanya hanya anak-anak dari orang tua yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah ke atas yang dapat mengakses model persekolahan semacam ini.
i.     Tingkat kesejahteraan yang lebih baik sehingga menjamin seorang guru untuk lebih betah mengajar.
j.     Menggunakan model asrama.[6]

2.
Madrasah Model merupakan hasil perubahan paradigma sebagai lembaga pendidikan auditorium menjadi laboratorium (shifting paradigm).
Dalam paradigma lama, (auditorium) ; peserta didik diibaratkan pengunjung suatu pertunjukan, menyaksikan langsung, mencatat, dan mendiskusikannya. Sedangkan dalam paradigma (laboratorium) ; peserta didik di dorong aktif untuk mengembangkan keingintahuannya, konsentrasi dan berdiskusi dengan guru serta narasumber tentang materi-materi yang belum dipahami.
Siswa membahas persoalan dan mencarikan jalan penyelesaiannya sedangkan guru bertindah sebagai fasilitator. Para siswa secara mandiri atau bersama-sama didorong untuk aktif menyelesaikan tugas dengan penuh kesadaran, kebebasan dan tanggung jawab. Siswa memahami apa yang dipelajari, memiliki kemampuan untuk mengalihkan apa yang dipahami dalam pendekatan pemecahan masalah, memiliki kemandirian dan kemampuan bekerja sama, memiliki ketrampilan berkomunikasi dan mengambil keputusan.[7]

3.
Pembahasan tentang madrasah model tidak dapat dilepaskan dalam unsur suprastruktur madrasah dalam lingkungan Departemen Agama.
Hal ini menyangkut peran suprastuktur dalam memfasilitasi pengembangan madrasah. Sebagaimana dimaklumi bahwa mayoritas madrasah berstatus swasta dengan keragaman performansi dilihat dari unsur-unsur yang dipandang determinan terhadap pembentukan mutu suatu madrasah ; guru, siswa, fasilitas pembelajaran, dan kegiatan untuk meningkatkan kemampuan guru (inservice training). Kualifikasi guru pada umumnya belum sesuai standar kompetensi formal. Pendekatan yang mendorong siswa aktif dalam pembelajaran belum banyak dikembangkan. Fasilitas pembelajaran seperti buku dan alat bantu pembelajaran masih belum sepadan dengan kebutuhan yang ada. Namun, semangat juang yang diindikasikan antara lain dengan ketekunan dan keseriusan melakukan tugas dengan gaji yang sangat rendah waktu itu, tampak menonjol dan merupakan modal besar. Pendekatan pembinaan siswa yang dilakukan dalam madrasah terutama yang terintegrasi dengan pondok pesantren merupakan keunggulan tersendiri. Pendekatan ini telah dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah unggulan yang marak akhir-akhir ini.
D.
Visi, Misi & Tujuan Pengembangan MTsN Model
Visi dan Misi Pengembangan MTsN Model, sebagaimana dikutip Abdullah dari makalah seminar yang disampaikan Muhaimin di UIN Malang Tahun 1999 bahwa :

1.
Visi  Pengembangan MTsN Model adalah :
(1)   Islami,
(2)   Berkualitas,
(3)   Populis.

2.
Misi Pengembangan MTsN Model adalah :
(1)    Mengembangkan pendidikan/pengajaran dasar-dasar IPTEK yang kokoh dan berkualitas dalam rangka meningkatkan daya saing produktivitas ;
(2)   Menyelenggarakan pendidikan agama Islam sehingga terbina siswa yang memiliki wawasan keIslaman dan berakhlaq mulia ;
(3)   Membangun sinergi antar lembaga-lembaga pendidikan yang ada dalam rangka mempercepat peningkatan kualitas pendidikan ;
(4)   Memadukan keunggulan madrasah dengan keunggulan-keunggulan yang dalam masyarakat ;
(5)   Menumbuhkan kesadaran orang tua dan masyarakat tentang pentingnya pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas dan partisipasi dalam pendidikan.[8]


3.
Tujuan umum pengembangan MTsN Model adalah mengacu pada tujuan nasional yaitu : “mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.” [9]


Adapun strategi untuk merealisasikan visi, misi dan tujuan tersebut, sebagaimana dikutip oleh Abdullah dari pendapat Asmaun Sahlan, adalah :
1.   Menggunakan EBTANAS dan UMPTN se bagai mutu acuan akademik
2.   Ketrampilan memproduksi sembako sebagai acuan relevansi dengan kebutuhan akan tenaga kerja  trampil
3.   Praktik ibadah dan syariat Islam di Madrasah sebagai acuan mutu dan moral agama.[10]
C.
Tugas dan Fungsi MTs Model


Tugas dan fungsi MTsN Model yang ditetapkan sebagai madrasah model tidak hanya meningkatkan kualitasnya saja, yang antara lain tercermin dalam NEM siswanya. Namun lebih dari pada itu, sebagaimana diungkap dalam buku pedoman bahkan secara eksplisit dituangkan dalam piagam penunjukan MTsN Model, tugas dan fungsinya meliputi beberapa poin.
Dalam piagam disebutkan bahwa tugas MTsN Model adalah meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan madrasahnya dan melakukan pembinaan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Madrasah Tsanawiyah di wilayahnya.
Sedangkan fungsi-fungsi Madrasah Model antara lain adalah :
1.   Fungsi Model, maksudnya, MTsN Model menjadi standar semua aspek akademis MTs, mutu pendidikan, kualifikasi kepala madrasah dan guru, fasilitas madrasah, operasional, dan manajemen madrasah.
2.   Fungsi pelatihan, artinya kepala madrasah dan guru master harus memberikan pelatihan berkala kepada kepala madrasah dan guru-guru MTs di wilayah binaannya.
3.   Fungsi kepemimpinan, yaitu MTsN Model bertindak sebagai pemimpin atau pembina dalam berbagai aktifitas dari madrasah-madrasah di wilayah binaannya.
4.   Fungsi pelayanan sarana pendidikan, artinya sarana-sarana pendidikan yang dimiliki MTsN Model digunakan sebagai sarana penunjang pendidikan bagi madrasah-madrasah di bawah binaannya.
5.   Fungsi pengawasan atau supervisi, yaitu kepala sekolah dan guru master MTsN Model diwajibkan melakukan pengawasan dan supervisi terhadap pelaksaan pendidikan pada madrasah binaannya.
6.   Fungsi pelayanan profesional, yaitu melalui MTsN Model para pimpinan madrasah dan seluruh staf madrasah setempat mendapatkan kesempatan untuk tumbuh menjadi tenaga kependidikan yang profesional.[11]

D.
Desain Operasional MTsN Model
Menurut Fuad Fachruddin, pandangan-pandangan tentang Madrasah Model akan mewarnai wujud nyata tentang penyelenggaraan kegiatan pendidikan di madrasah. Dalam mewujudkan Madrasah Model pertama-tama perlu dilakukan perubahan cara pandang (paradigma) semua pihak yang terlibat secara langsung seperti pimpinan madrasah dan guru-guru, maupun tidak langsung seperti para pembina madrasah yang berada di bawah naungan Depag : pengawas, Kandep, Kanwil dan pusat.[12]
Berikut ini beberapa poin penting yang harus dimiliki oleh para pengelola madrasah menuju terwujdnya madrasah unggul :

1.
Kepala Madrasah
Kepala madrasah dituntut untuk dapat menerjemahkan perananya sebagai professional leader dalam tindakan dan perilaku yang mendorong dirinya, guru dan staf yang ada menuju visi keunggulan. Pelibatan seluruh unsur yang ada dalam madrasah; guru, staf dan bahkan siswa, dalam keseluruhan proses penentuan dan penyelenggaraan program merupakan prasyarat terwujudnya sekolah unggul. Kemampuan kepala madrasah dalam membangun tim kerja di kalangan guru dan membangun jaringan dengan pihak-pihak lain merupakan faktor signifikansi dalam perwujudan Madrasah Model. Selanjutnya, perannya sebagai supervisor akademik, pimpinan madrasah harus memberikan pembinaan dan pengembangan potensi yang dimiliki personel yakni guru dan staf.
Agar memiliki kemampuan memahami visi madrasah unggul atau model (vision of excellence), pimpinan madrasah menurut Headley Beare dkk, harus memiliki beberapa kemampuan, yaitu:
a.    Bekerja sama dengan guru-guru dan dengan berbagai cara yang elegan pimpinan madrasah memperoleh informasi yang diperlukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, merancang dan menyelenggarakan program berdasarkan konsep “school based development”. Disamping itu juga dituntut memiliki kemampuan mengusahakan kegiatankegiatan untuk meningkatkan kemampuan profesional dari para guru dan staf merupakan manifestasi peranannya sebagai supervisor.
b.   Melakukan penilaian terhadap guru sebagai bagian dari kebijakan madrasah secara keseluruhan. Penilaian itu didasarkan pada ketentuan rasional dan obyektif yang telah disepakati oleh seluruh pihak dalam masyarakat. Penilaian merupakan cara untuk mendapatkan masukan berupa aspirasi, persoalan pribadi yang memberi pengaruh terhadap kinerja personel, dan faktor-faktor yang menjadi kendala atau yang mendorong perwujudan performansi unggul dalam melaksanakan tugas.
c.    Merumuskan kebijakan dan pelaksanaannya untuk mendukung proses pembelajaran dan menciptakan kondisi yang mendukung terciptanya keunggulan. Ini merupakan dukungan bagi pengelolaan kegiatan pendidikan yang perlu dibangun oleh kepala madrasah.
d.   Pengelolaan sumber madrasah dapat dipertanggung-jawabkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kepercayaan dalam hal pendayagunaan sumber dalam mewujudkan tujuan, memenuhi kebutuhan, melaksanakan kebijakan dan untuk kegiatan perencanaan.
e.    Evaluasi penyelenggaraan program pendidikan yang berkesinambungan untuk mendapatkan informasi tentang sejauh mana, tujuan, kebutuhan, prioritas dan standar mutu dapat dilaksanakan dan dicapai merupakan fungsi kendali mutu.
f.    Melakukan koordinasi pada tingkat horizontal dan vertikal untuk memastikan efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber-sumber (personel, waktu, dana, kurikulum, kegiatan, dan lainnya).
g.   Mengantisipasi resiko atau hambatan-hambatan yang mempengaruhi kualitas pembelajaran.[13]

2.
Guru
Guru merupakan pelaku kegiatan pembelajaran utama pendidikan (core activity) di madrasah. Karena itu, pemahaman dan visi keunggulan dalam pembelajaran (excellence teaching) menjadi prasyarat utama pengembangan Madrasah Model. Untuk menciptakan keunggulan dalam pembelajaran, para guru juga diharapkan bersikap terbuka dan bersedia melaksanakan usaha-usaha untuk meningkatkan penguasaan konsep-konsep subject matter yang harus diajarkan kepada siswa berdasarkan kebutuhan dan tuntutan standar penguasaan untuk masing-masing tingkat di madrasah dengan tetap memperhatikan keragaman individual siswa.
Guru juga harus siap untuk mengembangkan bahan-bahan pembelajaran, pendekatan, alat-alat yang diperlukan untuk mendukung potensi siswa untuk berkembang. Dalam konteks ini, menurut Beare dkk., guru diharapkan untuk meningkatkan kemampuan dalam beberapa hal :
a.    Kemampuan mendiagnosis kebutuhan siswa dan memberikan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan individual murid.
b.   Kemampuan ini merupakan manifestasi dari fungsi guru sebagai peneliti dan memberikan terapi terhadap siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran melalui bimbingan dan konseling.
c.    Pemilihan tujuan, pengalaman belajar dan prosedur penilaian pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa sebagai representasi dari kemampuan dalam melakukan perencanaan pembelajaran.
d.   Keberhasilan dalam mengkomunikasikan misi materi pembelajaran dan terpenuhinya harapan merupakan representasi dari kemampuan profesioanal guru dalam menyelenggarakan pembelajaran.
e.    Kemampuan guru dalam mempertahankan situasi lingkungan yang kondusif, yakni mendorong siswa kreatif dan dinamis dalam interaksi dengan guru. Hal ini merupakan representasi dari keberhasilan dalam mengelola kelas.
f.    Proses penilaian yang berkesinambungan dan melaporkan kemajuan setiap individu siswa, memberikan informasi untuk bantuan bimbingan dan konseling, perencanaan dan pelaksanaan pembejaran yang merupakan misi monitoring pembelajaran.
g.   Memberi perhatian kepada siswa direfleksikan dalam perilaku guru seperti saling menghargai, mendukung dan memahami. Memuji bagi anak yang berprestasi dengan misalnya dengan mengumumkan prestasi individu untuk suatu subject matter dan memberikan semangat terhadap siswa untuk maju dengan mengapresiasi prestasi dalam bidang lain.[14]

3.
Kurikulum
Kurikulum merupakan pedoman bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran. Pandangan para ahli kurikulum yang digunakan di Indonesia sama dengan muatan. Hal-hal yang dianggap penting diperlukan untuk “pembangunan” selalu menjadi muatan yang harus diemban oleh guru dan siswa. Kurikulum memberikan konsep-konsep standar dari mata pelajaran yang perlu diajarkan kepada siswa berdasarkan pertimbangan akademik dan perkembangan psikologi siswa.
Apa yang akan diajarkan kepada siswa adalah apa yang sebenarnya diperlukan oleh siswa dan menstimulasi siswa untuk mempelajari sendiri (rasa keingintahuan). Karena itu, perlu dibangun suatu kesepakatan antara sekolah dan siswa dalam atau masyarakat tentang apa yang diperlukan untuk mengembangkan potensi yang ada pada siswa. Dengan demikian apa yang hendak dicapai madrasah adalah :
a.  apa yang semestinya dan ingin diketahui siswa,
b. apa yang semestinya diperlukan siswa untuk dipahami,
c.  apa yang semestinya yang menjadi nilai siswa,
d. apa yang dapat dilakukan oleh siswa.

4.
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan kegiatan inti dari sekolah atau madrasah. Pendekatan pembelajaran lebih mendorong siswa dalam merasa tertantang untuk belajar dalam pengertian tidak yang tidak sempit yakni mengembangkan keingintahuan individu siswa untuk mendalami sesuatu.
Siswa membangun pengetahuan dan kegunaan apa yang dipelajari dalam satu kesatuan. Oleh karena itu pembelajaran merupakan proses interaksi antara berbagai pengetahuan yang dipelajari dengan pengalaman diri yang diperoleh dari lingkungan dimana siswa berada dalam siklus pemahaman aksi refleksi (pendekatan konstruktif). Perbedaan kecepatan dan gaya belajar siswa sebagai representasi perbedaan potensi individu merupakan dasar dalam menyelenggarakan pembelajaran dan pemilihan metodenya.
Oleh karena itu, interaksi siswa dengan pihak lain termasuk sumber belajar yang ada di lingkungan madrasah merupakan bagian dari peran guru dalam membantu terciptanya kondisi yang mendukung minat dan keasyikan siswa untuk mempelajari sesuatu.

5.
Penilaian
Penilaian pembelajaran bukan semata-mata untuk melihat daya serap yang dipelajari. Lebih dari itu, juga untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadikan siswa mengalami kesulitan dalam belajar, mengembangkan kemampuan siswa mengenai apa yang ingin dicapai sejalan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing. Siswa memahami apa yang dinilai, untuk apa dan bagaimana penilaian dilaksanakan.[15]
Dengan demikian misi madrasah adalah fasilitas terhadap pengembangan apa yang dimiliki dan apa yang menjadi kebutuhan siswa dalam kerangka mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa baik itu potensi intelektual, emosional dan spiritualnya. Dengan demikian madrasah dapat melahirkan sosok yang memiliki intelektualitas tinggi yang siap berpotensi, responsif terhadap perkembangan dan mempunyai pandangan ke depan dan sikap kritis, jati diri yang jelas, empati ditopang dengan iman dan takwa dalam konteks madrasah model sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berciri khas Islam.
E.
Desain Pengembangan Madrasah Model
Pada hakikatnya ada tiga desain besar dalam pengembangan madrasah yang digariskan oleh Depag yakni Madrasah Unggulan, Madrasah Model dan Madrasah Kejuruan dan Reguler. Namun di sini subyek yang akan dijelaskan hanyalah desain pengembangan Madrasah model.[16]
Madrasah Model dimaksudkan sebagai center for excellence yang dikembangkan lebih dari satu buah dalam setiap propinsi. Madrasah Model diproyeksikan sebagai wadah penampung putra-putri terbaik masing-masing daerah untuk dididik secara maksimal tanpa harus pergi ke daerah lain.
Keberadaan Madrasah Model juga dapat mencegah terjadinya eksodus (perngunsian) SDM terbaik suatu daerah ke daerah lain disamping juga menstimulir tumbuhnya persaingan sehat antar daerah dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM).[17]
Karena menjadi center for excellence anak-anak terbaik, maka kesempatan belajar di kedua jenis madrasah ini haruslah melalui proses seleksi yang ketat dengan berbagai ketentuan lainnya. Madrasah model juga diperkuat oleh Majelis Madrasah yang memiliki peran penting dalam membantu meningkatkan kualitas pembelajaran di Madrasah Model.[18]
Secara rinci strategi pengembangan Madrasah Model sebagai berikut :

1.
Aspek Administrasi atau Manajemen
a. Maksimal 6 kelas untuk tiap tingkatan.
b. Tiap kelas terdiri atas 30 siswa.
c. Rasio guru kelas adalah 1: 25.
d. Mendokumentasi perkembangan tiap siswa.
e. Transparan dan akuntabel.


2.
Aspek Ketenagaan
a. Kepala Madrasah
1) Minimal S2 untuk MA, S1 untuk MTs dan MI
2) Pengalaman minimal 5 tahun menjadi kepala madrasah
3) Mampu berbahasa Arab atau berbahasa Inggris
4) Lulus tes (fit dan proper test)
5) Sistem kontrak satu tahunan
6) Siap tinggal di kompleks madrasah
b. Guru
1) Minimal S1
2) Spesialisasi sesuai mata pelajaran
3) Pengalaman mengajar minimal 5 tahun
4) Mampu berbahasa Arab atau bahasa Inggris
5) Lulus test (fit and proper test)
6) Sistem kontrak 1 tahun.
c. Tenaga lain
1) Minimal S1.
2) Spesialisasi sesuai dengan bidang tugas.
3) Pengalaman mengelola minimal 3 tahun.


3.
Aspek Kesiswaan
a. Input
1) Sepuluh besar MTs (untuk MA).
2) Sepuluh besar MI (untuk MTs).
3) Lulus tes akademik (bahasa Arab dan Inggris).
b. Output
1) Menguasai berbagai disiplin ilmu.
2) Mampu berbahasa Arab maupun bahasa Inggris.
3) Terampil menulis dan berbicara (Indonesia) dengan baik.
4) Siap bersaing untuk memasuki jenjang lebih tinggi yakni universitas atau institut bermutu di dalam negeri.


4.
Aspek Kultur Belajar
a.    Full day school
b.   Student centered learning
c.    Kurikulum dikembangkan dengan melibatkan seluruh elemen madrasah termasuk siswa.
d.   Bahasa pengantar Arab dan Inggris.
e.    Sistem Droup Out.
f.    Pendekatan belajar dengan fleksibelitas tinggi dengan mengikuti perkembangan metode-metode pembelajaran terbaru.


5.
Aspek Sarana dan Prasarana
a. Perpustakaan yang memadai.
b. Laboratorium (IPA, Bahasa dan Matematika).
c. Laboratorium alam yang memadai.
d. Mushalla.
e. Lapangan dan fasilitas olahraga lainnya.

F.
Mutu Pendidikan
Mutu dalam kamus populer memiliki arti: kualitas; derajat; tingkat; manikam, mutiara.17 Dalam kamus Manajemen (Mutu), Mutu adalah “Tingkat dimana sejumlah karakteristik yang melekat memenuhi persyaratan-persyaratan.”18 Menurut Tom Peter dan Nancy Austin, dalam bukunya “A passion for exellence”, mutu merupakan “sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga diri”.[19]
Dalam definisi umum, mutu mengandung makna “derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik itu berupa barang atau jasa”.[20] Barang dan jasa dalam pendidikan itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan.
Mutu Masukan dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu:
1.   Kondisi baik dan tidaknya sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru, laboratorium, staf tata usaha, dan siswa.
2.   Memenuhi dan tidaknya kriteria masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana dan prasarana, dan lain-lain.
3.   Memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, dan deskripsi kerja.
4.   Mutu masukan yang bersifat harapan dan kebutuhan, seperti visi, misi, motivasi, ketekunan, dan cita-cita.[21]

Mutu Proses :
yakni terletak pada pembelajaran, mengandung makna bahwa kemampuan sumber daya sekolah mentranformasikan multijenis masukan dan situasi untuk mencapai derajat nilai tambah tertentu bagi peserta didik. Hal-hal yang termasuk dalam kerangka mutu proses pendidikan ini adalah derajat kesehatan, keamanan, disiplin, keakraban, saling menghormati, kepuasan dan lain-lain dari subyek selama member dan menerima jasa layanan. Oleh sebab itu, manajemen sekolah dan manajemen kelas berperan penting dalam mensinkronkan berbagai masukan tersebut atau menyinergikan semua komponen dalam interaksi belajar dan mengajar.[22]

Mutu Hasil :
yaitu hasil pendidikan dipandang bermutu jika mampu melahirkan keunggulan akademik dan ektrakurikuler pada perserta didik yang dinyatakan lulus untuk suatu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dimana keunggulan akademik dinyatakan dengan nilai yang dicapai oleh peserta didik. Sedangkan keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka jenis ketrampilan yang diperoleh siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler. Dan di luar kerangka itu mutu hasil juga dapat dilihat dari nilai-nilai hidup yang dianut, moralitas, dorongan untuk maju, dan lain-lain yang diperoleh anak didik selama menjalani pendidikan.[23]

Mutu Administratif :
yaitu mutu sebuah madrasah dapat dilihat dari tata tertib administrasinya. Salah satu bentuk tertib administrasi adalah adanya mekanisme kerja yang efektif dan efisien, baik secara vertical maupun horizontal. Jika ditinjau dari segi manajemennya, madrasah dikatakan bermutu jika sumber daya manusianya bekerja secara efektif dan efisien. Bekerja bukan karena ada beban atau karena diawasi secara ketat. Dan proses pekerjaannya pun dilakukan dengan benar dari awal, bukan mengatasi aneka masalah yang timbul secara rutin karena kekeliruan yang tidak disengaja.

2. Dasar-dasar Program Mutu Pendidikan
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, dkk. untuk melaksanakan suatu program mutu diperlukan dasar-dasar yang kuat, yakni sebagai berikut :
a. Komitmen pada perubahan
Pemimpin atau kelompok yang ingin menerapkan program mutu harus memiliki komitmen atau tekad untuk berubah. Pada intinya, peningkatan mutu adalah melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih berbobot. Lazimnya, perubahan tersebut menimbulkan rasa takut, sedangkan komitmen dapat meng-hilangkan rasa takut.
b. Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada
Banyak kegagalan dalam melaksanakan perubahan karena melakukan sesuatu sebelum itu jelas.
c. Mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan.
Perubahan yang akan dilakukan hendaknya dilakukan berdasarkan visi tentang perkembangan, tantangan, kebutuhan, masalah dan peluang yang akan dihadapi oleh pimpinan atau seseorang innovator, kemudian dikenalkan kepada orang-orang yang akan terlibat dalam perubahan tersebut. Visi dapat menjadi pedoman yang akan membimbing tim dalam perjalanan pelaksanaan program mutu.
d. Mempunyai rencana yang jelas.
Sebuah tim menyusun rencana yang jelas dengan mengacu pada visi. Rencana menjadi pegangan dalam proses pelaksanaan program mutu.
Pelaksanaan program mutu dipengaruhi faktor eksternal dan internal.Faktor-faktor eksternal dan internal tersebut selalu berubah. Rencana harus selalu updated sesuai dengan perubahan-perubahan. Tidak ada program mutu yang terhenti (stagnan) dan tidak ada dua program yang identik karena program mutu selalu berdasarkan dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Program mutu merefleksikan lingkungan pendidikan dimana pun ia berada.[24]

3. Prinsip-prinsip Mutu Pendidikan
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata dkk. ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan mutu pendidikan, antara lain sebagai berikut:
a.       Peningkatan mutu pendidikan menuntuk kepemimpinan professional dalam bidang pendidikan. Manajemen mutu pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan oleh para profesional pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan.
b.      Kesulitan yang dihadapi para profesional pendidikan adalah ketidakmampuan mereka dalam menghadapi kegagalan sistem yang mencegah mereka dari pengembangan atau penerapan cara atau proses baru untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada.
c.       Pendidikan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. Norma dan kepercayaan lama harus diubah. Madrasah harus belajar bekerja sama dengan sumber-sumber terbatas. Para professional pendidikan harus membantu para siswa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global. Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika administrator, guru, staf, pengawas dan pimpinan kantor Depag mengembangkan sikap yang terpusat pada kepemimpinan, team work, kerja sama, akuntabilitas, dan regognisi.
d.      Kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan. Jika semua guru, staf madrasah memiliki komitmen dalam perubahan; pemimpin dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk memperbaiki efisiensi, produktivitas, dan kualitas layanan pendidikan.Ban yak profesional pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global. Ketakutan terhadap perubahan akan menyebabkan ketidaktahuan bagaimana menghadapi tuntutantuntutan baru.
e.       Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara langsung dalam pendidikan, tetapi menumbuhkan penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan, karena budaya, lingkungan dan proses kerja tiap organisasi berbeda. Para professional pendidikan harus dibekali oleh program yang khusus dirancang untuk mendukung pendidikan.
f.       Salah-satu komponen kunci dalam program mutu adalah pengukuran. Dengan menggunakan sistem ini, kemungkinan professional pendidikan dapat memperlihatkan dan mendokumentasikan nilai tambah dari pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan, baik terhadap siswa, orang tua maupun masyarakat.
g.      Masyarakat dan manajemen pendidikan harus menjauhkan diri dari kebiasaan menggunakan “program singkat”, peningkatan mutu dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan.[25]
4. Karakteristik Madrasah Bermutu
Menurut Jarome S. Arcaro, membuat model visualisasi dari sekolah yang menerapkan mutu total. Sekolah yang menerapkan mutu total ditopang oleh lima pilar, yaitu: berfokus pada pengguna, keterlibatan secara total, melakukan pengukuran, komitmen pada perubahan, penyempurnaan secara terus menerus. Pilar-pilar tersebut dibangun atas keyakinan dan nilai-nilai yang menjadi pegangan dalam pendidikan. Keyakinan dan nilai-nilai tersebut sejalan dengan visi dan misi pendidikan madrasah, tujuan jangka panjang dan jangka pendek, serta kriteria keberhasilan yang kritis.[26]
Sedangkan menurut Edwar Sallis, madrasah yang bermutu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Madrasah berfokus pada pelanggan.
b.      Madrasah berfokus pada pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul dalam makna ada komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
c.       Madrasah memiliki investasi pada sumber daya manusianya.
d.      Madrasah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik maupun tenaga administratif.
e.       Madrasah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada peristiwa atau kejadian berikutnya.
f.       Madrasah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik perencanaan jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
g.      Madrasah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
h.      Madrasah mendorong orang yang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang agar lainnya dapat bekerja secara berkualitas.
i.        Madrasah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horizontal.
j.        Madrasah memiliki strategi dan evaluasi yang jelas.
k.      Madrasah memandang/menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
l.        Madrasah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
m.    Madrasah menempatkan peningkatakan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan.[27]

Dalam rumusan madrasah ideal yang dikembangkan Depag, point penting yang perlu dimiliki oleh madrasah adalah :
a.       Memiliki kultur yang kuat. Kultur merupakan jiwa madrasah yang memberi makna bagi setiap kegiatan kependidikan madrasah dan menjadi jembatan antara aktivitas dan hasil yang dicapai. Kultur adalah sebuah sebuah keadaan yang menghantarkan siswa madrasah melebihi batas-batas kekurangan manusiawi menuju tingkatan kreativitas, seni dan intelek yang tinggi. Kultur merupakan keadaan untuk mentransmisikan nilai-nilai pendidikan. Karena itulah, kultur madrasah, dalam hal ini kultur belajar dalam madrasah harus dibangun sejak awal agar semua elemen madrasah memiliki komitmen untuk kemajuan madrasah.
b.      Kepemimpinan korelatif dan belajar kolektif. Kepemimpinan dalam madrasah haruslah didefinisikan sebagai sebuah sumber proses belajar bersama (collective learning) yang saling menguntungkan yang memungkinkan seluruh unsur madrasah turut ambil bagian dalam membangun kesepakatan yang mengakomordinir berbagai kepentingan (kolektif dan kolaboratif). Kolaborasi yang dimaksud bukan hanya sekedar berarti setiap orang mampu menyelesaikan pekerjaannya, tapi yang terpenting adalah semuanya dilakukan dalam suasana kebersamaan dan saling mendukung (collegiality and supportiveness). Kolaborasi menjadi syarat jika menginginkan madrasah menjadi learning organization karena kolaborasi berhubungan erat dengan norma dan kesempatan bagi terjadinya proses belajar yang terus menerus. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa proses belajar umumnya merupakan aktivitas komunal; sebuah proses tukar-menukar budaya antarindividu atau kelompok.
c.       Membiasakan siswa menghadapi perubahan/ketidakpastian Secara alami perubahan tidak bisa diprediksi. Agar bisa memahami dan berbuat dalam kondisi yang tidak bisa diprediksi tersebut sebuah upaya pendidikan yang terus menerus, seumur hidup (lifelong education) menjadi sebuah kemestian. Dengan kata lain untuk menciptakan budaya belajar yang terus menerus maka perubahan perlu diciptakan. Lebih jauh, perubahan dalam bentuk ketidakpastian (uncertainty) dan keraguan (doubtfulness) perlu sengaja diciptakan di madrasah untuk mendorong terciptanya kegiatan belajar yang terus menerus.[28]
5. Pendekatan Prakarsa Mutu
Kebijakan reformasi dalam suatu madrasah dipandang berhasil jika mampu mendongkrak mutu proses dan keluaran pendidikan. Untuk mencapai suatu tujuan reformasi pendidikan yang dikehendaki tersebut, perlu dipilih prakarsa-prakarsa yang memungkinkan pencapaian tujuan.
Ada beberapa hal yang perlu digariskan dalam kerangka pendekatan peningkatan mutu pendidikan yang dimaksud, antara lain :
a.       Pendektakan “anak sebagai pusat” (the child-centred-approach). Filosofi pembelajaran berpusat pada anak adalah penekanan lebih pada proses pembelajaran secara signifikan ketimbang produk (outcomes) pembelajaran. Titik tekannya pada aspek kualitatif, perolehan yang tidak terukur dan terukur. Pendekatan ini tampak dengan ciri tindakan sebagai berikut :
1.      Potensi dasar peserta pendidikan harus diakses.
2.      Kebutuhan belajar perserta didik harus terpenuhi.
3.      Peserta pendidikan harus dipandang sebagai manusia dewasa atau dalam proses menuju kedewasaan.
4.      Peserta pendidikan harus diposisikan sebagai pribadi yang utuh.
5.      Tidak ada diskriminasi layanan pada peserta pendidikan.
6.      Peserta pendidikan adalah sentral pelaksanaan pembelajaran.
7.      Pembelajaran berfokus pada anak secara totalitas.
8.      Guru memberi peluang bagi anak usia untuk secara alami mengembangkan diri hingga ke tingkat lanjut.
9.      Sentral perubahan ada pada anak, meski tidak selalu dapat diobservasi.
10.  Perubahan hanya dipahami pada konteks diri siswa secara menyeluruh.
11.  Perubahan dan motivasi anak bersifat internal, sedangkan guru sebatas memberi dorongan dan fasilitas.
b.      Pembentukan Asosiasi Guru untuk Peningkatan Mutu Pendidikan (AGPMP). Pengalaman seperti ini pernah dikembangkan di Kanada yang dikenal dengan sebutan The Educator’s Association Quality Education (EAQE). Program ini beranggotakan guru-guru sebidang atau antarbidang. Dimana mereka merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi program-program yang berkaitan dengan upaya peningkatan mutu dan efektifitas pendidikan. Tujuan dari adalah :
1.      Untuk merangsang semua guru dapat menunjukkan profesionalitas dan kepemimpinan dalam kerangka menciptakan sistem pendidikan yang berkualitas, efektif dan akuntabel.
2.      Untuk mengembangkan sistem assessment bagi efektifitas pengujian agar sistem dapat mengukur kerja guru, siswa, administrator dan birokrat.
3.      Untuk mendorong pemapanan kurikulum yang riil.
4.      Untuk menjamin bahwa siswa memperoleh tingkat standar profisiensi sebelum mereka dipromosikan ke level berikutnya.
5.      Untuk membantu implementasi sistem pelaporan kepada orang tua secara akurat mengenai perkembangan kemajuan siswa pada tingkat yang diharapkan menurut kinerja minimum pada kelas tertentu.
c. Pembentukan jaringan kualitas pendidikan.  Kualitas yang dikendaki adalah :
1.      Kualitas dan standar lebih tinggi dari capaian umum
2.      Setiap peserta pendidikan diberi peluang mengembangkan potensinya untuk meraih capaian tertinggi di bidang pendidikan.
3.      Keyakinan masyarakat terhadap sistem pendidikan dimapankan ulang.
4.      Sistem kerja menekankan pada keefisienan biaya, dengan tetap mempertahankan keunngulan capaian pendidikan.
5.      Sistem bersifat responsif terhadap kemauan publik.
d. Pembentukan Koalisi Sekolah-Sekolah Esensial (KSE). Hal ini sebagai salah satu bentuk reformasi pendidikan dengan memiliki 9 prinsip umum yakni :
1) Fokus intelektual (intellectual focus)Pendidikan harus memfokuskan diri untuk membantu generasi muda mengembangkan kebiasaan menggunakan otak intelektualnya dengan baik.
2) Tujuan sederhana (simple goals)Tujuan akademik madrasah harus dirumuskan sesederhana mungkin bagi siswa secara materi menguasai ketrampilan dan area-area pengetahuan.
3) Semua anak dapat belajar (all children can learn). Tujuan sekolah harus menggamit kepada seluruh siswa, sementara cara-cara untuk mencapai tujuan ini harus beragam selayaknya siswa yang beragam potensi dan kemampuan. Guru yang mengetahui siswanya dengan baik dapat mengindividualisasikan pembelajaran tanpa membatasi harapannya pada siswa. Penguatan atas kebiasaan berpikir harus menyentuh semua anak.
4) Personalisasi Pengajaran dan pembelajaran harus dipersonalisasikan untuk memaksimalkan potensi anak didik. Untuk mengkoordinasikan kepentingan personalisasi ini, penentuan mengenai detail materi bahan ajar, penggunaan waktu guru dan siswa dan pemilihan materi pembelajaran dan pedagogis khusus, untuk sebagian besar ditumpukkan kepada kepala madrasah dan guru.
5) Siswa sebagai pembelajar aktif (student as active learner) Penyelenggaraan metafora praktis dalam setiap pembelajaran harus lebih menjadikan siswa sebagai pekerja (student-asworker) dan guru sebagai pelatih (teacher-as-coach) dari pada guru sebagai “pelayan toko” dalam konteks layanan pembelajaran, dan siswa sebagai pembelajar pasif (student-aspassive-learner). Sejalan dengan itu, praktis pembelajaran harus memberikan fasilitas dan memandu siswa untuk mengerti bagaimana mereka belajar. Dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran harus menjadi komunitas pembelajar.
6) Assestment autentik. Pengajaran dan pembelajaran harus didokumentasikan dan diakses dengan seperngkat alat berbasis kinerja siswa pada tugas-tugas riil (student performance of real task). Multiformat untuk mencari bukti-bukti tentang tampilan siswa menentang dari observasi atas pelajar menyelesaikan proyek-proyek khusus sampai dengan pemahaman yang baik mengenai kekuatan dan kebutuhan siswa, untuk kemudian merencanakan asistensi lanjut.
7) Sifat (tone). Terkait dengan hubungan antara keluarga yang merupakan anggota penting komunitas madrasah (school community).Kolaborasi yang pada antara rumah dan madrasah melahirkan respek dan pengertian, sifat sekolah harus secara ekplisit dan dengan kesadaran diri menekankan nilai-nilai tanpa ketakutan. Termasuk dalam kerangka ini, adalah harapan besar kepada siswa, keyakinan dan nilai-nilai yang fair, keterusterangan dan toleransi.
8) Staf sebagai generalis. Kepala madrasah dan guru utamanya harus mempersepsikan diri mereka agar mampu menjadi generalis, selayaknya guru dan kaum terpelajarnya pada sekolah umum. Kemampuan spesialis untuk satu bidang keahlian atau keterampilan memang sangat diperlukan. Kepala sekolah dan guru diharapkan dapat memainkan multiperan, seperti manajer, konselor, dan rasa komitmen tinggi terhadap pendidikan.
9) Waktu dan anggaran. Tujuan akhir administrasi dan target anggaran harus mencakup subtransi waktu bagi perencanaan kolektif oleh guru, gaji dan kompetitif bagi staf, dan biaya yang ditanggung oleh siswa tidak lebih dari 10 persen dari yang ditanggung oleh anak-anak yang bersekolah pada madrasah tradisional. Untuk mencapai target ini, rencana-rencana administrative hanya memerhatikan pula hal-hal yang berkaitan dengan program-program yang diprioritaskan dan mungkin diplih secara selektif.
Dalam pespektif Islam mutu pendidikan di indikasikan melalui kinerja yang baik. Ada sebuah hadits yang menganjurkan sekaligus mewajibkan setiap manusia untuk selalu meningkatkan diri dalam bekerja dan berbuat sesuatu dengan sebaik mungkin. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah menyukai seseorang diantara kalian, apabila ia bekerja maka ia bekerja dengan baik” (HR. Baihaqi).[29]
Hadits tersebut secara kontekstual menjelaskan agar setiap manusia selalu meningkatkan kinerja diri apabila kita berkerja. Bekerja disini memiliki arti luas, bisa dikonotasikan kepada setiap profesi yang dijalani atau ditekuni oleh seseorang atau bisa juga perkejaan baik lainnya. Hubungannya dengan mutu pendidikan adalah apabila seseorang tersebut mengemban sebuah pekerjaan dan jabatan yang diembannya dalam lingkungan pendidikan, tentu semestinya perkejaan tersebut dilakukan dengan sebaik mungkin. Termasuk di dalamnya meningkatkan mutu suatu lembaga pendidikan Islam seperti madrasah. Kepala sekolah sebagai pimpinan lembaga pendidikan harus melakukan dan mengupayakan yang terbaik terhadap madrasah yang dipimpinnya. Begitu pula dengan guru sebagai salah satu sumber ilmu bagi siswa, ia memiliki tugas mengajar dan mengupayakan pembelajaran yang terbaik bagi siswanya.
Dalam hadits lain Rasulullah berwasiat dalam sebuah hadits. Dari Syadad bin Aus Rasulullah Saw., Beliau bersabda:
إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.
“Sesungguhnya Allah tabaroka wa ta’ala, telah mewajibkan berbuat kebaikan dalam segala hal” (HR. Muslim).[30]
Secara lahiriyah, hadits ini menjelaskan diwajibkannya setiap makhluk untuk berbuat baik dan melakukan yang terbaik. Sehingga, segala sesuatu atau segala makhluk dibebankan kewajiban ini, yakni berbuat baik.
Ada pendapat lain yang menyatakan “Maknanya ialah Allah telah mewajibkan berbuat baik kepada segala hal atau dalam segala hal. Atau diwajibkan berbuat baik dalam mengurusi segala hal.[31] (salah satunya adalah mengurusi lembaga pendidikan Islam). Sementara yang diwajibkan tidak disebutkan (dalam hadits).
Allah berfirman:  “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agarkamu dapat mengambil pelajaran”. (Qs. An-Nahl: 90).
Ayat dan hadits ini menunjukkan hukum wajibnya berbuat baik dalam segala amalan. Namun demikian, baiknya segala sesuatu itu sesuai dengan ukurannnya. Oleh sebab itu, wajib bagi setiap manusia berbuat baik dalam segala hal, baik itu urusan agama maupun urusan dunia. baik itu urusan dunia maupun agama.
Dari Abu Hurairah Ra., berkata bahwa Rasullullah Saw. bersabda:
إِنَّ اللهَ طَیِّبٌ لاَ یَقبَلُ إِلاَّ طَیِّباً وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِیْنَ، فقال (یاَاَیُّھَا الرَّسُولُ كُلُوْامِنَ الطَّیِّبَاتِ وَاعْمَلوُا صَالِحاً) وقال تعالى: (یَااَیُّھَا الَّذِینَ آمَنُوا كُلوُا مِنْطَیِّبَاتِ مَا رَزَقنَاكُمْ)...(رواه المسلم(
“Sesungguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik.Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kepada kaum Mukminin sepertiyang dia perintahkan kepada Rasul, ‘Hai rasul-rasul, makanlah danminumlah kamu yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih.’ (Al-Mu’minun:51).
Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlahdiantara rizeki yang baik-baik yang kami berikan kepada kaliah (Al-Baqarah:172).
Kemudian Rasulullah menyebutkan orang-orang yang lama bepergian ;rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit,“Tuhanku. Tuhanku, “padahal makanannya haram, minumannya haram,pakaiannya haram, dan diberi makan dengan haram, bagaimana doanyadikabulkan?“ (HR. Muslim).[32]
Dalam hadits lain juga disebutkan dari hadits Sa’ad bin Abu Waqqash Ra., dari Nabi Sallallahu’alaihi wasallam yang bersabda:
إِنَّ اللهَ طَیِّبٌ یُحِبُّ الطَّیِّبَ، نَظِیْفٌ یُحِبُّ النَظَافَةَ، جَوَادٌ یُحِبُّ الجُوْدَ.
“Sesungguhnya Allah itu baik dan menyukai kebaikan, bersih yang menyukaikebersihan, dan dermawan yang menyukai kedermawanan.” (HR. At-Tirmidzi).[33]
Hadits tersebut menjelaskan maksud bahwa Allah itu bebas dari aib dan kekurangan. Allah menyukai segala sesuatu yang baik-baik. Secara luas Allah tidak menerima kecuali yang baik; maksudnya yaitu Allah tidakmenerima amal perbuatan kecuali amal perbuatan yang baik dan bersih dari semua hal yang merusaknya seperti sifat ujub dan riya’. Allah juga tidak menerima harta kecuali harta yang baik dan halal. Jadi kata “baik/suci” itu disifatkan pada amal perbuatan, perkataan dan keyakinan. Ketiga hal tersebut terbagi dalam dua bagian; baik dan buruk.[34]
Dalam hal ini kebaikan yang dimaksud adalah kebaikan dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan. Dimana di dalam sistem tersebut terdapat pemimpin yang mengelola dan mengatur lembaga. Seorang pemimpin memikul tanggungjawab yang berat dalam mengelola sebuah lembaga pendidikan. Inti manajerial suatu lembaga terletak pada seorang pemimpin, apabila pemimpin tersebut memiliki profesionalitas tinggi dan rasa tanggungjawab yang tinggi maka kemungkinan besar lembaga yang dipimpinnya itu akan baik dan maju.
Hakikatnya setiap manusia memikul tanggung jawabnya masingmasing. Termasuk profesi yang dilakukan dan jabatan yang dipegang oleh setiap manusia. Allah Swt berfirman: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya”. (QS. Al-Mudatstsir: 38).
Hadits Ibnnu Umar Ra. diriwayatkan dari Nabi Saw., Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda:
حدیث إبن عمر رضي الله عنھما: عن النبي صلى الله علیھ وسلم أنھ قال: اَلاَ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٍ عَنْ رَعِیَّتِھِ فَالأَمِیْرُ الَّذِيْ عَلَي النَّاسِ رَاعٍ وَھُوَ مَسْؤُلٍ عَنْ رَعِیَّتِھِ، وَالَّرجُلُ رَاعٍ عَلَى أَھْلِ بَیْتِھِ وَھُوَ مَسْؤُلٍ عَنْھُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِیَّة عَلىَ بَیْتِ بَعْلِھَا وَوَلَدِهِ وَھِيَ مَسْؤُلَة عَنْھُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلىَ مَالِ سَیِّدِهِ وَھُوَ مَسْؤُلٌ عَنْھُ, اَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٍ عَنْ رَعِیَّتِھِ.) رواه متفق علتھ(
“Kamu semua pemimpin dan akan dimintai pertanggung-jawabannya.Pemerintah harus bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Suami adalahpemimpin keluarganya dan wajib bertanggungjawab atas keluarga yangdipimpinnya. Isteri adalah pemimpin rumah tangga bagi suami dan anaknya,ia wajib bertanggungjawab terhadap mereka. Seorang hamba adalah penjagaharta tuannya, ia wajib bertanggung jawab atas harta yang dijaga. Ingatlah,kamu semua pemimpin dan akan bertanggungjawab kepemimpinan tersebut.(HR. Bukhari dan Muslim No. 1084).[35]
Ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa setiap manusia akan diminta pertanggung jawaban atas amal perbuatan yang dilakukannya di dunia dalam lingkungan, profesi, jabatan dan kekuasaan yang dipegang. Oleh sebab itulah, segala kebaikan harus diusahakan oleh setiap manusia baik itu di lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan khususnya dalam pendidikan.
Sikap mau berintrospeksi diri dan berubah menjadi lebih baik itu perlu dan harus dimiliki oleh setiap manusia khususnya umat Islam karena sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga ia mau merubah nasib mereka sendiri.








[1] Depag. Efektifitas Pemberdayaan Madrasah Melalui Madrasah Tsanawiyah Model, Studi Evaluasi terhadap 54 MTsN Model di 26 Propinsi. (Jakarta: Depag RI, 1998). 49.
[2] Fuad Fachruddin. Madrasah Model: Indikator obyektif dan Operasionalnya, Jurnal Madrasah. (PPIM) IAIN (Jakarta. No. 3 Vol. 3, 1998). 15.
[3] Dian Interfidei. MTs Model: Lokomotif Peningkatan Kualitas Madrasah, Jurnal Madrasah (PPIM) IAIN (Jakarta, No. 3 Vol. 3, 1998), 5.
[4] Ibid, 5.
[5] Ibid.5.
[6] Muhammad Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, (STAIN Kediri Press, 2009), 32
[7]  Zamroni. “Suatu Model MI dan MTs: Sekolah Sebagai Laboratorium”, (IER-PPIM, 13 Juni 1998).



[8] Muhammad Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, 30-31.
[9] UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2/1989.
[10] Muhammad Abdullah, Manajemen Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan Islam, 31.
[11] Dian Interfidei. MTs Model: Lokomotif Peningkatan Kualitas Madrasah, Jurnal Madrasah (PPIM) (IAIN Jakarta, No. 3 Vol. 3, 1998), 6-7.
[12] Fuad Fachruddin. Madrasah Model: Indikator Obyektif dan Operasionalnya. Jurnal Madrasah. (PPIM) IAIN (Jakarta. No. 3 Vol. 3, 1998), 17-20.
[13] Fuad Fachruddin dari Headlye Beare, dkk. Creating An Exellence School. (London :Routtledge, 1991), 15-155
[14] Ibid. Hlm-155-157
[15] Fuad Fachruddin. Op.Cit, Hlm. 20
[16] Ahmad Zayadi. Desain Pengembangan Madrasah, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan Pendidikan Islam Depag, 2005), 57.
[17] Ibid, 58                                          
[18] Ibid.29

[19] Edwar Sallis. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan,
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2006), 29
[20] Sudarmawan Danim. Visi Baru Manajemen Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), 53.
[21] Ibid.54
[22] Ibid.55
[23] Ibid, 53-54

[24] Nana Syaodih Sukmadinata, dkk., Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah,(Bandung: PT Revika Aditama, 2006), 8-9.
[25] Ibid.15
[26] Ibid, 13
[27] Sudarmawan Danim. Op.Cit, 54-55

[28] Ahmad Zayadi. Op.Cit, Hlm. 63-65
[29] Diriwayatkan Baihaqi dalam “Syu’ab al-Iman” dari Aisyah, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir” 1880. & Yusuf Qardawy. As-Sunnah sebagai Sumber IPTEK dan Peradaban, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), 217.
[30] HR. Muslim, dishahihkan Al-Albani dalam Miisykatul Masyabih. (4073)
[31] Ibid. Hlm. 262
[32] HR. Muslim hadits No. 1015, At-Tirmidzi hadist No. 2989, Imam Ahmad 2/328, dan Ad-Darimi 2/300.
[33] Diriwayatkan dari At-Tirmidzi hadits No. 2799. Disanadnya terdapat perawi Khalid bin Ilyas yang dianggap perawi dhaif oleh ulama37 57
[34] Ibnu Rajab. Panduan Ilmu dan Hikmah, (Jakarta: Darul Falah, 2002), 211-212.

[35] Muhammad Mudjab Mahalli dan Ahmad Radli Hasbullah. Hadits-Hadits Muttafaqun‘Alaihi”, (Jakarta: Kencana, 2004), 254.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...