PENDIDIKAN ISLAM DI INDIA
(SUB KONTINENTAL 2 MODEL PENDIDIKAN ISLAM & BARAT, STUDY KELEMBAGAAN,
SISTEM PENGELOLAAN &
MUATAN KURIKULUM)
oleh :
Alfiatu Solikah
A. Pendahuluan
Sebelum tahun 1813 perhatian penjajah Inggris
terhadap pendidikan sangat kecil, karena tujuan kedatangan mereka ke India
memang untuk berdagang dan mencari keuntungan sebesar mungkin. Sampai dengan tahun tersebut kompeni dagang
Inggris hanya berhasil membangun dua buah sekolah, masing-masing untuk
masyarakat Muslim dan Hindu.
Madrasah Aliyah di Calcuta (1781) dibangun
dengan dukungan dari kompeni. Madrasah ini dibangun untuk menghasilkan
lulusan-lulusan untuk bekerja sebagai hakim di pengadilan.[1] Pada
tahun yang sama, kompeni tersebut membangun sekolah berbahasa Sansekerta untuk
masyarakat Hindu.[2]
Salah satu alasan mengapa Inggris ambivalen
dalam kebijakan pendidikannya karena mereka takut bahwa pendidikan untuk
masyarakat pribumi itu dikhawatirkan akan memunculkan kesadarannya akan hak
mereka sehingga membahayakan keberlanjutan penjajahan Inggris di kawasan
tersebut.[3]
Kekhawatiran ini menghantui Inggris yang akan mengeksploitasi penduduk India
dan membiarkan mereka dalam ketidaktahuan akan kondisi mereka yang sebenarnya
dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Kekhawatiran ini ada benarnya karena
ada bukti bahwa yang mempelopori kemerdekaan India adalah dari kaum terdidik.
Kebijakan “tidak campur tangan” ini berubah
pada tahun 1813 ketika pemerintah mengeluarkan sebuah undang-undang yang
menyebutkan bahwa “...sejumlah uang
tidak kurang dari satu lak Rupee setiap tahunnya harus dialokasikan dan
diaplikasikan untuk membangkitkan dan meningkatkan kemampuan baca tulis,
mendorong orang-orang India asli yang berpendidikan dan mengenal dan
mempromosikan ilmu pengetahuan kepada penduduk di wilayah pendudukan Inggris di
India.”[4]
Ketika undang-undang itu dijalankan ternyata mengecewakan umat Islam karena
ternyata dana tersebut hanya digunakan untuk peningkatan pembelajaran bahasa
Sansekerta sebagaimana diatur oleh Dewan Direktur.[5]
Kebijakan semacam ini menunjukkan ketidak
seriusan pemerintah dalam mengaplikasikan undang-undang tersebut, karena ada
kecenderungan untuk menganak emaskan mereka yang beragama Hindu. Pada tanggal 7
Maret 1835,Gubernur Jendral Lord Bentinck mengeluarkan peraturan yang lain yang
semakin menyengsarakan orang-orang Islam. Peraturan yang baru ini bahkan
bertentangan dengan semangat undang-undang sebelumnya. Ia berbunyi : “...semua
dana yang disediakan untuk keperluan pendidikan akan dialokasikan untuk
keperluan pendidikan berbahasa Inggris saja.”[6]
Peraturan ini dan kebijakan yang lain menjadi
bukti adanya upaya pemerintah untuk merugikan rakyat pribumi khususnya mereka
yang beragama Islam. Orang-orang India bukannya diberi kesempatan untuk
mengembangkan pendidikan dan kebudayaan mereka, tetapi justru harus menyesuaikan
pada kebudayaan yang asing buat mereka.[7]
Demikian juga kata Chaube :
Tidak ada ruang sedikitpun untuk mengembangkan jiwa
mandiri dalam sistem pendidikan ini. Sebagian besar penguasa
Inggris berpikiran bahwa pendidikan yang menanamkan kemandirian akan
menumbuhkan keinginan untuk merdeka dan bebas pada orang-orang India dan mereka
sangat terbius dengan pemikiran semacam ini. Tujuannya adalah membuat orang
India tetap berada dalam genggaman mereka, untuk menghancurkan kebesarannya dan
merampas kekayaannya sendiri kepada negara-negara lain.[8]
Pengaruh kolonialisme
Inggris terhadap pembaharuan pendidikan Muslim di India memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap pembaharuan pendidikan islam di India, sehingga
memunculkan gerakan Aligarh (1877-1898) di India. Aligarh merupakan nama kota
di India utara, tetapi kemudian menjadi sebutan bagi gerakan pembaharuan yang
dipelopori oleh Sayid Ahmad Khan di kota tersebut. Ahmad Khan lahir pada tahun 1817 di
Delhi. Menurut salah satu riwayat, Ia berasal dari keturunan Husain, cucu nabi
Muhamad SAW, dari jalur Fatimah dan Ali. Ahmad Khan adalah cucu sayyid Hadi
salah seorang pembesar Istana pada zaman Alamghir II (1754-1759).[9]
Ia mendapatkan
pendidikan dan pengajaran termasuk membaca Al Qur’an di rumahnya sendiri. Ia
adalah tokoh pendidikan yang besar di India, pendiri Universitas Islam di India
(Aligarch College, 1875). Pada tahun 1889 mendapat gelar doktor honoris causa
dalam ilmu hukum dari Universitas Edenburgh, dan meninggal dunia pada tahun
1899. Cita-citanya adalah mewujudkan masyarakat Islam yang modern dengan
mengambil Turki sebagai contoh. Semboyannya adalah “tolonglah dirimu sendiri,
hanya dengan demikian engkau dapat maju”.[10]
Salah satu hal yang perlu dikemukakan bahwa
penjajah Inggris lebih mengutamakan kepentingan penjajah sendiri daripada
kepentingan penduduk asli dan tidak
memberikan peluang kepada mereka kecuali harus menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kaum penjajah.
Ahmad Khan mengajak kaumnya untuk membekali
diri dengan sesuatu yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan jaman yang sudah
berbeda dengan jaman sebelumnya. Salah jalan yang paling efektif adalah dengan
pembangunan lembaga pendidikan yang
mampu membekali anak didiknya dengan nilai-nilai moral sesuai dengan ajaran
Islam sekaligus membekali anak didiknya dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan. Dalam rangka itu maka reformasi
pendidikan Muslim dipandang sebagai suatu keharusan. Gerakan Aligarh yang
termanifestasikan dalam bentuk lembaga pendidikan memiliki Peran yang dapat
dilihat dari munculnya lembaga pendidikan baru yang mengadopsi ilmu-ilmu
pengetahuan umum, meskipun dalam pelaksanaan pendidikannya tidak sepenuhnya
mengikuti pola yang dikembangkan Aligarh.
Ahmad Khan adalah seorang yang banyak belajar
tentang berbagai cabang ilmu pengetahuan tradisional yang menjadi bekal yang
sangat penting dalam memformulasikan pemikiran dan program-program pembaharuan
pendidikannya. Keterlibatan Ahmad Khan dalam pemerintahan kolonial, dari sudut
pandang pemerintahan Inggris, merupakan bukti bahwa ia adalah orang yang bisa
dipercaya. Bagi Ahmad Khan sendiri kehadiran pemerintahan Inggris merupakan
sesuatu hal yang tidak bisa dihindarkan, oleh karena itu ia (dan kaum Muslim
India) harus mengambil manfaat.
Dalam rangka mendekatkan Muslim dengan pemerintah, Ahmad
Khan menerapkan dua pendekatan yang berbeda terhadap dua kelompok itu. Kepada Muslim
India ia mengatakan bahwa sikap mereka terhadap ilmu pengetahuan Barat telah
membawa mereka ke keterbelakangan. Ia berarguentasi bahwa kecurigaan Muslimin
kepada ilmu pengetahuan Barat merupakan satu kesalahan karena pendahulu mereka
juga telah mempelajari ilmu-ilmu yang mereka butuhkan tanpa harus
mempertanyakan siapa yang membawa ilmu itu. Ahmad Khan berpendapat bahwa
konservatisme yang mempengaruhi pola hidup mereka. Sebaliknya kepada pemerintah
Inggris Ahad Khan meyakinkan bahwa pemberontakan itu tidak direncanakan oleh
orang-orang Muslim, tetapi merupakan pemberontakan yang sporadis dan tidak
terkoordinasi yang dilakukan oleh masyarakat India yang kecewa terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah.[11]
Sayyid ahmad berpendapat bahwa
meningkatkan kedudukan umat Islam India, hanya dapat diwujudkan melalui kerja
sama dengan Inggris. Sebab saat itu, Inggris merupakan penguasa yang menjajah
India dan masih mempunyai kekuasaan yang kuat. Menentang kekuasaannya tidak
akan membawa kebaikan bagi umat Islam India, bahkan akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan
jauh ketinggalan dari masyarakat Hindu India.
B. Pertemuan 2 Model Pendidikan Islam
& Barat
Jalan bagi ummat Islam India untuk
melepaskan diri dari kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, ialah
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern Barat. Agar usaha ini dapat dicapai sikap
mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada
kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirubah
terlebih dahulu. Perubahan sikap mental itu ia usahakan melalui tulisan-tulisan
dalam bentuk buku dan artikel-artikel dalam bentuk majalah Tahzib Al Akhlaq.
Bagi Ahmad Khan, pendidikan adalah instrumen
yang dengannya umat Islam dapat merealisasikan potensinya dan mencapai
kemajuan. Ahmad Khan sangat bangga dengan pendidikan para pendahulunya dan
mengakui pendidikan yang demikian telah menghasilkan orang-orang besar
sepanjang sejarahnya. Akan tetapi Ahmad Khan juga mengakui bahwa jaman telah
berubah ; karena itu ia berpendapat meniru model pendidikan para pendahulunya
tidak akan membuahkan hasil yang diiginkan, motode-metode baru yang sesuai
dengan jaman harus digali. Ahmad berpendapat bahwa pendidikan sangat penting dalam pembentukan kepribadian.
Selain dasar ketinggian dan kekuasaan
Barat, termasuk yang dimiliki Inggris adalah ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) modern. Bagi umat Islam, untuk dapat maju, juga dapat menguasai IPTEK
seperti mereka. Jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk memperoleh IPTEK
yang diperlukan itu bukan bekerja sama dengan Hindu dalam menentang Inggris,
tapi memperbaiki dan memperkuat hubungan baik dengan mereka.
Scientific Society (Masyarakat ilmiah
Aligarh), dan sepuluh tahun kemudian menjadi Mahomedan Anglo Oriental College
(MAOC). Kedua lembaga itu, dipimpin oleh sayid Ahmad Khan (1817-1898),
didirikan dengan tujuan agar Ilmu-ilmu Eropa kontemporer dapat diakses oleh
public yang memiliki hak istimewa khususnya kaum Muslim. Pada tahun 1920, lembaga tersebut dikembangkan
menjadi Universitas Muslim Aligarh (UMA) yang otonom dan berhak menganugrahkan
gelar kesarjanaan. Setelah pemisahan India, dan terbentuknya Pakistan sebagai
Negara-negara tersendiri bagi Muslim Asia selatan, UMA masih tetap di India
sebagai salah satu di antara kelompok kecil universitas nasional.
Sesuai dengan pemikiran Ahmad Khan bahwa umat Islam harus
mempelajari ilmu-ilmu Barat maka MAOC memiliki 2 fakultas : Inggris dan Timur.
Di fakultas Inggris matakuliah diajarkan dengan bahasa Inggris, sementara
bahasa Arab dan Persi menjadi bahasa ke dua. Di fakultas Timur, sastra dan
sejarah diajarkan dengan bahasa Arab dan Persia, sementara geografi,
matematika, kesenian dan sains diajarkan dengan bahasa Urdu. Di fakultas ini
bahasa Inggris menjadi bahasa ke dua. Pada tahun 1880, dari dua fakultas ini
hanya fakultas Inggris yang tetap hidup. Karena terlalu sedikit yang mendaftar
di fakultas timur. Ahmad Khan sendiri tidak antusias mempromosikan fakultas
ini, dengan alasan bahwa :
“.........Fakultas
ketimuran tidak akan membawa kebaikkan, tidak akan membawa manfaat untuk
masyarakat.......Cuma akan membuang waktu bagi mereka yang dengan malangnya
masuk pada perangkapnya.”[12]
Ahmad Khan menggunakan pendekatan “Self-Corrective”
terhadap Muslim. Menurutnya kaum tradisionalis yang terlalu menitik beratkan
pada aspek spiritual dalam kehidupan sehari-hari mengakibatkan kemandekan
bahkan kemunduran dunia Islam, sementara kelompok lain telah mengalami kemajuan
di bidang ekonomi. Ahmad Khan terobsesi
dengan kebesaran Barat, yang ia saksikan ketika berhubungan dengan
pemerintahan Inggris dan ketika ia berkunjung ke Inggris. Ia berpendapat bahwa
kemajuan material merupakan prioritas, karena dengan cara itu kesejahteraan
mereka akan bisa sejajar dengan kaum kolonial.
C. Study Kelembagaan
Keinginan Ahmad Khan untuk mengembangkan pendidikan Muslim
India pertama kali mendapatkan sambutan dengan berdirinya the Scientific
Society di Ghazipur pada tanggal 9 Januari 1864. Lembaga ini melakukan
penerjemahan karya-karya dalam bahasa Inggris kedalam bahasa Urdu, agar isinya
dapat dipahami oleh Muslim India. Ahmad Khan berpandangan bahwa umat Islam
harus menguasai sejarah, filsafat alam dan ekonomi politik, karena tiga cabang
ilmu itu merupakan alat yang sangat penting untuk mencapai kemajuan.
Pada tanggal 1 April 1869, bersama dua anaknya Sayid
Hamid dan Sayid Mahmud, Ahmad Khan berangkat ke Inggris. Perjalanan itu semakin
menyuburkan minatnya pada sistem pendidikan di Inggris. Disini pula Ahmad Khan
mendapatkan kesempatan untuk lebih kenal dengan peradaban Barat dan sekaligus
untuk merenungkan kondisi umat Islam di India. Dalam perjalanan di negeri
penjajah itu pula Ahmad Khan berkesempatan untuk mengunjungi Universitas
Cambridge dan Oxford dan beberapa sekolah dasar seperti Eton dan Harrow dimana
ia dapat melihat secara langsung sistem pendidikan Inggris yang akan menjadi
model pendidikan di MAOC (Muhammadan Anglo Oriental College) yang akan
didirikannya kelak.
Setelah 7 bulan ia di Inggris, kembali ke India
ide-idenya untuk reformasi pendidikan mulai mengkristal. Untuk itu dibentuklah
sebuah panitia lomba penulisan karya ilmiah yang berisi tentang alasan mengapa Muslim
India menolak pendidikan pemerintah. Dari karya ilmiah yang masuk dapat
ditemukan beberapa alasan yang berhubungan dengan pemerintah dan Muslim.
Pemerintah dianggap bersalah karena telah menghilangkan pelajaran agama.
Disamping itu sekolah pemerintah juga dikritik karena tidak mengijinkan
siswanya melakukan ibadah termasuk
sholat 5 waktu. Murid-murid Muslim juga merasa dihina oleh guru Hindu dan
Kristen. Beberapa buku yang isinya merendahkan bahkan anti Islam dimasukkan
kedalam kurikulum sekolah. Sedangkan para bangsawan Muslim dikriktik karena
tidak mau mengirmkan anak-anaknya belajar di sekolah pemerintah, karena
dianggapnya didirikan untuk anak-anak dari golongan rendah. Sedang masyarakat Muslim
umumnya tidak tahu manfaat dari pendidikan pemerintah, karena mereka tidak
pernah berkumpul dengan orang-orang Inggris. Setelah mengkaji beberapa alasan
tersebut, panitia sepakat untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang akan menutup
kelemahan pendidikan pemerintah dan Muslim.
Pada bulan berikutnya panitia lomba tersebut berganti
nama menjadi Muhammadan Anglo Oriental College Fund Committee. Anggota panitia
ini terdiri dari para zamindar (tuan tanah), pegawai pemerintah dan perwakilan
kerajaan-kerajaan India. Panitia ini bertugas untuk membuat keputusan yang
berkaitan dengan rekruitmen siswa dan guru, kurikulum, tempat pendirian college
dan kewenangan college.
Selanjutnya kami akan memberikan analisa mengenai sejauh
mana gerakan Aligarh telah berhasil didalam proses pembaharuan pendidikan Muslim
di India. Untuk itu paling tidak ada beberapa variabel yang dapat digunakan
untuk mengukur keberhasilan tersebut, yakni respon para ulama’, lembaga
pendidikan tradisional, lembaga
pendidikan baru dan lulusan MAOC maupun Aligarh.
Respon para ulama’, dengan munculnya MAOC di India tidak
langsung ditanggapi secara positif oleh para ulama’ pada umumnya. Begitu
proposal untuk pendirian MAOC diumumkan, para ulama’ India mengeluarkan fatwa
yang mengharamkan dukungan pada college tersebut. Penentangan mereka terus
berlanjut bahkan ketika perguruan tersebut berhasil dibangun, yakni dengan
dikeluarkannya seruan kepada orang tua Muslim untuk memboikot lembaga
pendidikan tersebut.[13]
Ada beberapa alasan ulama’ India melakukan pemboikotan,
antara lain karena mereka memiliki pemahaman yang sempit terhadap Islam, dimana
Islam dipahami hanya memiliki aspek spiritual. Ilmu-ilmu Barat seperti Fisika,
matematika, membaca dan menulis dengan skrip selain Arab dianggap tidak Islami.
Mempelajari hal-hal semacam itu dianggap sebagai sesuatu diluar sistem Islam.
Selain alasan itu, para ulama’ mungkin memiliki alasan pribadi dimana pendirian
MAOC di India akan mengancam status kepemimpinan mereka dalam masyarakat.[14]
Para ulama, memiliki pengalaman dalam berhubungan dengan
penjajah. Mereka kehilangan basis kultural dan kehidupannya akibat kebijakan
pemerintah yang tidak aspiratif bahkan diskriminatif. Ulama’ sangat
dipinggirkan oleh kebijakan pemerintah Inggris dengan mengganti bahasa
administrasi pemerintah dari Urdu ke Inggris pada tahun 1837. Demikian juga
tindakan-tindakan pemerintah setelah
peristiwa tahun 1857 meninggalkan luka yang sangat dalam bagi ulama’ dan umat
Islam pada umumnya.
Dengan kondisi seperti itu, Ahmad Khan terus maju dengan
program pendidikannya, dengan suatu keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan
bukan untuk kepentingan mereka tetapi untuk kepentingan Muslim. Akhirnya
berhasil menghadapi opisisi ulama. Dalam sejarah India Ahmad Khan memiliki
kehormatan yang demikian tinggi seorang pelopor yang gigih dan seorang pemimpin
yang dicintai, yang meskipun menghadapi tantangan yang tidak berhenti tetap
memberikan jalan baru untuk diikuti oleh saudara-saudaranya sesama Muslim.
Untuk mengukur sejauhmana pengaruh MAOC terhadap
pendidikan Muslim, maka kita harus melihat kondisi pendidikan tradisional
setelah melihat pendirian sekolah baru tersebut. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa lembaga pendidikan tradisional tetap berperan sebagai pusat studi agama
tetapi mengalami perubahan internal. Madrasah Deoband misalnya menjadi lebih
populer diluar India setelah menjalin kerjasama dengan Universitas al Azhar di
Cairo, Mesir. Akan tetapi Deoband juga bekerjasama dengan MAOC melalui
pertukaran guru.
Lembaga pendidikan MAOC tidak dapat diterima sepenuhnya
oleh semua Muslim India. Hal ini dapat dimaklumi karena Muslim pada umumnya
masih terikat dengan tradisi berkaitan dengan pendidikan agama. Mereka masih
mengukur kualitas pendidikan agama di lembaga tersebut. Disamping itu karena
problem keuangan, MAOC tidak mampu mengembangkan seluruh program pendidikan.
Oleh karena itu MAOC itu kuat didalam pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum
tetapi lemah didalam pendidikan agama. Lembaga pendidikan seperti Nadwat
al-Ulama, yang dibangun pada tahun 1894, yang menekankan pendidikan agama, ada
juga lembaga pendidikan model baru yang
mengikuti garis tradisional dengan memfokuskan pada pendidikan agama, seperti
Madzahir al-Ulum di Saharanpur dan sekolah Ahl al-Hadits di Benares.
Pengaruh MAOC dapat dilihat dari jumlah alumni lembaga
tersebut dalam pembangunan masyarakat di India. Pendirian MAOC semakin menambah
jumlah kaum intelektual. Pada tahun 1920 MAOC berkembang menjadi Aligarh
University, yang tentunya akan meningkatkan peran didalam pembangunan tidak
hanya di bidang pendidikan, tentunya juga bidang yang lain. Kenyataannya para
alumni Aligarh mampu memainkan peranan yang sangat penting dalam pembangunan
masyarakat Muslim. MAOC telah menghasilkan lulusan untuk semua bidang kehidupan
yang telah menunjukkan karyanya dalam bidang masing-masing. Selain pendidik,
ilmuwan, olahragawan, bahkan sejarawan MAOC menghasilkan pejuang kemerdekaan,
seperti Maulana Muhammed Ali, Maulana Syaukat Ali, Raja Mahinder Pratap, dan
lain-lain. Disamping itu Aligarh juga telah menghasilkan orang-orang yang
memiliki posisi penting yang tampil sebagai presiden India, seperti Ayub Khan
dan Ghulam Muhammad yang menjadi presiden Pakistan, Lia Qat Ali Khan dan Khwaja
Nazimuddin, keduanya menjadi perdana menteri Pakistan. Bidang-bidang pelayanan
baik urusan pemerintah maupun swasta menjadi bidang yang banyak dilakukan oleh para alumni Aligarh.[15]
Dengan bukti-bukti tersebut diatas, tidak dapat dipungkiri
bahwa Aligarh telah berhasil meningkatkan status Muslim India.
D. Sistem Pengelolaan
Dengan bantuan
dari pemerintah Inggris, yang diperkuat oleh oposisi Ahmad Khan pada 1887
terdapat kongres Nasional India yang baru didirikan, lembaga Aligarh berhasil
dalam tujuannya menciptakan generasi baru pemimpin yang diyakini oleh Ahmad
Khan sebagai jamaah kaum atau Community (komunitas) Muslim.
Ide-ide pembaharuan yang dicetuskan
Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh murid serta pengikut dan
timbullah apa yang dikenal dengan gerakan Aligarh. Pusatnya adalah sekolah MAOC
yang didirikan pemimpin pembaharuan Islam India di Aligarh. Setelah
ditingkatkan menjadi universitas, dengan nama Universitas Islam Aligarh ditahun
1920, perguruan tinggi ini meneruskan tradisi sebagai pusat gerakan pembaharuan
Islam India. Gerakan Aligarh inilah yang menjadi penggerak utama bagi
terwujudnya pembaharuan dikalangan ummat Islam India. Tanpa adanya gerakan ini,
ide-ide pembaharuan selanjutnya seperti yang dicetuskan oleh Amir Ali, Muhammad
Iqbal, Maulana Abdul Kalam Azad, dan sebagainya sulit dimunculkan. Gerakan ini pula yang
meningkatkan ummat Islam India dari masyarakat yang bangkit menuju kemajuan.
Pengaruhnya terasa benar di golongan intelegensia Islam India.
Setelah Sayyid
Ahmad Khan menghadapi masa tua, maka pimpinan MAOC digantikan oleh pengikutnya,
diantaranya adalah : Sayyid Mahdi Ali (1837-1907) dan Viqar Al Mulk
(1841-1917).
Setelah Sayyid Ahmad Khan menghadapi masa tua,
pimpinan Muhammedan Angol Oriental Conference (M.A.O.C.) pindah ketangan Sayyid
Mahdi Ali yang lebih dikenal dengan nama Nawab Muhsin Al-Mulk (1837-1907). Pada mulanya ia adalah pegawai Serikat India Timur, kemudian menjadi
pembesar di Hyderabad. Ia pernah berkunjung ke Inggris untuk keperluan
Pemerintah Hyderabad. Di tahun 1863 ia berkenalan dengan Sayyid
Ahmad Khan dan antara keduanya terjalin tali persahabatan yang erat. la banyak menulis
artikel Tahzib Al Akhlaq dan kemudian juga di majalah yang diterbitkan M.A.O.C.
la pindah ke Aligarh dan menetap di sana mulai dari tahun 1893. Pada tahun 1897
ia menggantikankan kedudukan Sayyid Ahmad Khan di M.A.O.C. Ia mempunyai jasa
yang besar dalam menyebarkan ide ide Sayyid Ahmad Khan yang dilakukannya
melalui Muhammedan Educational Conference.[16]
Muhsin
al-Mulk tidak hanya membawa para ulama dekat dengan Aligarh, lebih jauh ia
mampu menarik beberapa lawan politik pendiri Perguruan Tinggi tersebut. Ia
adalah orang yang paling cinta damai, namun ia dihadapkan juga kepada
kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak akhir-akhir kehidupan Sayyid Ahmad
Khan. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia mengundurkan dari Perguruan
Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan dikuburkan di samping kuburan
Sayyid Ahmad Khan di Aligarh.[17]
Yang
menjadi perbedaan faham keagamaan dan politik Aligarh dan Deoband. Dari segi
politik Deoband anti terhadap Inggris dan Aligarh justru sebaliknya pro
terhadap Inggris. Dari segi keagamaan Deoband tetap mempertahankan taklid
kepada ulama’ klasik dan menutup pintu ijtihad, beda halnya dengan gerakan
Aligarh mereka tidak menutup pintu ijtihad. Tetapi pada akhirnya sikap Deoband
yang tadinya keras bisa melembut dan berubah terhadap sikap yang tadinya
mempertahankan tradisi dan menutup pintu ijtihad, perlahan mulai membuka pintu
ijtihad. Karena “Dalam menghadapi golongan ulama Nawab Muhsin al-Mulk bersikap
lebih lembut dari Sayyid Ahmad Khan.”[18]
Dari
bidang politik Nawab Muhsin Al-Mulk jelas terlihat. Nawab Muhsin Al-Mulk tidak
ragu-ragu memasuki bidang politik. Ini terlihat dari usahanya dalam membentuk
Delegasi Umat Islam India karena pada waktu itu pemimpin-pemimpin Islam India yang
duduk di dalam Dewan-Dewan Perwakilan Daerah melihat bahwa sebagai
minoritas umat Islam tidak dapat menandingi golongan mayoritas Hindu, dalam
pemilihan yang akan diadakan. Oleh karena itu, kepada umat Islam harus
diberikan daerah-daerah pemilihan terpisah. Delegasi umat Islam India diterima
oleh Lord Minto dan tuntutan diterima. Peristiwa itulah yang membawa kepada
terbentuknya Liga Muslimin India di tahun itu juga 1906.[19]
Dalam bidang politik terlihat antara Sayyid Ahmad
Khan dan Nawab Muhsin Al-Mulk mempunyai perbedaan prinsip, Sayyid Mahdi Ali
yang lebih dikenal dengan Nawab Muhsin Al-Mulk ia tidak ragu-ragu dalam
memasuki bidang politik. Dan sebaliknya, Sayyid Ahmad
Khan berprinsip turut campur dalam bidang politik akan merugikan umat Islam
India. Ia berpendapat bahwa kemajuan bukannya melalui jalan politik.
Viqar al-Mulk (1841-1917) bernama Mushtaq Hussain yang lahir, di
Distrik Moradabad, United Pravinces. Ia adalah rekan Sayyid Ahmad Khan dan juga
Muhsin al-Mulk. Bersama dengan Muhsin al-Mulk ia selalu bekerja sama dalam
masalah administrasi Aligarh. Dan setelah Muhsin al-Mulk meninggal pada tahun
1907, ia dipilih menjadi Sekretaris Badan Pendiri. Masa inilah terjadinya perubahan-perubahan besar
dalam adminsitrasi Perguruan Tinggi Aligarh, bahkan dalam kebijaksanaan politik
umat Muslim India.
Pada masa Viqar ini terjadi
pertentangan antara Viqar al -Mulk dengan Mr. Archbold yang menjadi Direktur
M.A.O.C. di waktu itu. Dalam pertentangan ini Gubernur Daerah menyebelah
Archbold sedang Viqar al Mulk disokong oleh Agha Khan serta Amir Ali dan
selanjutnya oleh masyarakat Islam di luar. Archbold akhirnya terpaksa
mengundurkan diri. Kekuasaan Iriggris di M.A.O.C. dari semenjak itu mulai
berkurang. Pada masa Viqar inilah berakhirnya kontraversi tentang administrasi
Perguruan Tinggi, dan di mulainya era baru bagi perjalanan Aligarh.[20]
Ini berarti bahwa di masa Sayyid Ahmad Khan dan Nawab Muhsin Al-Mulk
kekuasan besar yang menjadi direktur M.A.O.C. yang pada saat itu ialah orang
Inggris, tetapi pada masa Viqar Al-Mulk kekuasaan besar yang menjadi direktur
M.A.O.C. yang dipegang oleh orang Inggris berkurang. Karena tersingkirnya orang
Inggris (Archbold) yang menjadi direktur dalam M.A.O.C. yang mengundurkan diri
akibat terjadinya pertentangan antara dia dengan Viqar Al-Mulk yang banyak
mendapat dukungan atau sokongan dari masyarakat Islam di luar.
Viqar Al-Mulk populer di kalangan ulama’ India, ia mendapat simpati dari
kalangan ulama’ India dengan menerapkan dengan kuat hidup keagamaan di MAOC
pelaksanaan ibadat misalnya : shalat dan puasa dan memperketat pengawasannya. Lulus
dalam ujian agama menjadi syarat untuk dapat naik tingkat. Hal ini wajar jika
Viqar Al-Mulk lebih populer dan disenangi ulama’ India dari pada Sayyid Ahmad
Khan pada waktu itu. Sedangkan Ahmad Khan lebih populer di kalangan pelajar.
Dalam
pandangan politik ia tidak sama dengan Ahmad Khan meskipun dahulunya ia sependapat
bahwa Inggris lah yang dapat menciptakan kelanjutan wujud umat Islam India akan
dapat terjamin hanya dengan berlanjutnya kekuasaan Inggris. Tetapi ia pada
akhirnya merubah pandangan bahwa Inggris bukan tempat orang Islam
menggantungkan nasib dalam kelanjutan wujud umat Islam India. Karena ia
berpendapat Inggris tidak akan pernah peduli terhadap penderitaan dari umat
Islam di India, bisa kami gambarkan melalui pepatah habis manis sepah dibuang.
Tetapi
terhadap partai Kongres Nasional India, pendiriannya tetap tidak berubah. Orang
Islam harus mempunyai partai sendiri dan harus mempertahankan Liga Muslimin
India. Yang dahulu pada masa Ahmad Khan
dan Nawab Muhsin Al-Muk ketergantungan gerakan Aligarh kepada Inggris kuat,
tetapi pada masa Viqar Al-Mulk telah mulai berkurang dan tidak lagi sekeras
dizaman Ahmad Khan dan Nawab Muhsin Al-Mulk dahulu. Hal ini menggambarkan bahwa
Viqar Al-Mulk tidak mau bergantung kepada Inggris seperti yang dilakukan oleh
Ahmad Khan dan Nawab Muhsin Al-Mulk pada masa sebelumnya.
Tokoh
India lainnya yang terkenal sebagai penyebar ide ide pembaharuan Ahmad Khan
adalah Altaf Husain Hali (1837- 1914). Ia pernah bekerja sebagai penerjemah di
kantor Pemerintah Inggris di Lahore, tetapi kemudian pindah ke Delhi. Di
sinilah ia berkenalan dengan Ahmad Khan dan keduanya menjadi teman baik. Hali
terkenal sebagai seorang penyair, tetapi ia juga menulis karangan karangan
untuk Tahzib Al Akhlaq.
Atas permintaan Ahmad Khan ia
menulis syair tentang peradaban Islam di Zaman Klasik. Ia menyebarkan ide – ide
pembaharuan gerakan Aligarh dengan cara yang berbeda dari tokoh yang lain. Ia
menyebarkan ide –ide pembaharuan melalui syair yang terkenal dengan nama
musaddas. Musaddas sangat berpengaruh terhadap ummat Islam India, sehingga
dikatakan bahwa di samping MAOC dan Muhammedan Educational Conference.
Musadddaslah yang mempunyai jasa besar dalam mempopulerkan gerakan Aligarh.[21]
Dalam bidang politik ia
berpandangan bahwa umat Islam India merupakan suatu kesatuan tersendiri di
samping umat Hindu. Tetapi bukan anti Hindu. Semangat
patriotisme Hal ini terlihat dalam Syairnya: Jika Anda ingin kebaikan dari
negerimu. Maka janganlah menganggap sebagai orang asing sesama patriot dari
tanah airmu, Apakah ia Muslim atau Hindu, Apakah Budhis atau Brahma, Pandanglah
mereka dengan mata persahabatan yang syahdu, Anggaplah mereka seperti bagian
hitam dari matamu.[22]
Dalam
dunia pendidikan ia berbeda pendapat menurutnya pendidikan wanita ia lebih
bersifat progresif. Sedangkan, Ahmad Khan yang memandang kaum wanita belum
perlu mendapatkan pendidikan sebagaimana kaum laki-laki.
Maulvi
Nazir Ahmad termasuk
orang menyebarkan ide-ide
pembaharuan dengan cara yang berbeda yaitu melalui gerakan keilmiahan. Karangan-karangannya berkisar sekitar soal agama, budi pekerti,
dan problem-problem
sosial. Maulvi
berpendapat kemunduran umat Islam, terletak pada umat Islam itu sendiri dan
bukan datang dari
luar. Umat Islam tidak hidup lagi sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Ia juga
menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Urdu yang pada saat itu banyak dibaca dan
berpengaruh pada masyarakat Islam India, dari hal itu gerakan Aligarh semakin
dekat dengan golongan ulama’ India.`
Dengan berdirinya MAOC maka Muslim India memiliki lembaga
pendidikan tinggi yang sangat diimpikan oleh Ahmad Khan. Ia melihat bahwa ditingkat inilah Muslim jauh
tertinggal oleh umat-umat agama lain.
E. Muatan Kurikulum
Pembentukan kepribadian sebagai target penting dalam
tujuan-tujuan pendidikan. Ahmad Khan berpendapat tak seorangpun dapat mencapai
kebesaran di dunia ini dan akhirat kecuali ia memiliki kepribadian yang baik.
Seorang yang berkepribadian yang baik adalah yang mengamalkan ajaran al-Qur’an
dan Hadits. Karena Nabi merupakan teladan pengamalan al-Qur’an dan Hadits, maka
proses pembentukan kepribadian siswa
harus diperkenalkan pada kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi.[23]
Pendidikan harus membekali siswa dengan ketrampilan yang
diperlukan untuk mencapai kemajuan material. Karena itu pendidikan harus sesuai
dengan kebutuhan masyarakat dimana siswa itu hidup. Maka pendidikan yang turun
temurun tanpa memperhatikan perkembangan jaman dan tanpa melihat relevansinya,
dipandang lemah dalam kaitan untuk kemajuan dibidang ekonomi.
Ahmad Khan (dalam tulisan Muhammad Akhlak Ahmad), memberi
nasehat kepada kaumnya yang dikutip oleh “orang-orang India akan maju jika
mereka sendiri tanpa intervensi dari pemerintah mengurus pendidikannya sendiri
untuk anak-anak mereka dengan memberikan sumbangan yang sukarela, mereka
sendiri yang mengurus dan mengontrolnya.” “Muslim sendirilah yang akan merubah
nasib mereka bukan pemerintah”
Dalam rangka pembentukan kepribadian siswa, MAOC
memberikan pembinaan keagamaan, kegiatan ekstra kurikuler dan penyediaan asrama
siswa. Pendidikan agama memang bukan pokok perhatian Ahmad Khan, karena yang ia
impikan adalah kemajuan di bidang ilmu pengetahuan modern. Mengutip ucapan
Muhammad Ali Jinnah (1876-1948) dalam bukunya Hafeedz Malik :
“Ia (Ahmad Khan) tidak menginginkan masyarakatnya (Muslim
India) dikagumi karena semangat keberagamaan mereka, akan tetapi kemajuan,
kebijaksanaan dan kemajuan moral mereka.”[24]
Ini tidak berarti bahwa Ahmad Khan tidak menyutujui
pengajaran Agama, yang ia inginkan adalah bahwa pendidikan agama jangan sampai
mengorbankan ilmu pengetahuan modern. Untuk itu di MAOC tetap diberikan
pendidikan agama yang dikelola oleh dua komite, satu untuk kelompok sunni dan
satu lagi untuk kelompok syi’ah.
Disamping itu siswa-siswa Muslim diwajibkan untuk sholat
dan puasa ramadlan. Mereka juga dilibatkan untuk perayaan-perayaan agama Islam,
seperti peringatan maulid nabi dan perayaan hari raya ied. Dengan pembinaan
keagamaan semacam itu diharapkan siswa-siswa Muslim dapat memiliki sense of Muslim
identity yang telah luntur akibat kekuasaan pemerintah Inggris.
Disamping itu para mahasiswa ditempatkan di asrama,
dengan hidup disana para siswa mendapatkan pembinaan yang penuh sehari-semalam,
dengan pengawasan yang ketat dari para pengelola MAOC. Diluar jam belajar para
siswa mendapatkan kegiatan ekstra meliputi berbagai jenis cabang olah raga
seperti menunggang kuda dan menembak, latihan berdebat, berpidato dan berbagai
jenis kegiatan sosial. Semua kegiatan itu dilakukan untuk membentuk calon-calon
pemimpin Muslim India yang tangguh dan mempersiapkan generasi baru masyarakat Muslim
yang cohesive.
F. Penutup
Pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh gerakan
Aligarh merupakan produk dialektik Muslim dengan setting sosial dan politik
dibawah kekuasaan kolonial Inggris. Ahmad Khan berkeyakinan bahwa lembaga
pendidikan Muslim tidak dapat berjalan berdasarkan model tradisional karena
kebutuhan umat Islam sudah berubah. Maka Aligarh menyelenggarakan pendidikan
yang menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah kolonial Inggris. Dengan
cara demikian MAOC mewakili model lembaga pendidikan baru telah mendorong
modernisasi pendidikan Muslim untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki
kemampuan lebih baik dibawah pemerintahan kolonial Inggris.
BIBLIOGRAFI
Altaf Husain Hali, Hayat-I-Javed, translated by KH
Qadiri and David J. Mathew, Delhi : Idarah-i Adabiyat-i Delli, 1979
Basu : History of Education
Bhatt and Anggarwal, Educational Development, 4 ; B.D.
Basu, History of Education in India under the Rule of the East India Company,
Calucutta : The Modern Review Office, TT
D. Bhatt and J.C. Aggarwal, Educational Documents in
India (1813-1968), New Delhi : Arya Book Depot, 1969
David Lelyveld, Aligarh’s First Generation,
Princeton : Princeton University Press, 1978
Drs. Ahmad Syaukani M.A, Perkembangan
Pemikiran Moderen di India, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 1997
Dyah Kumalasari, Pengantar Sejarah Pendidikan,
Yogyakarta : FISE UNY, 2008
Hafeedz Malik, Sir Sayyed Ahmad Khan and Mulim Modernization
in India and Pakistan, New York : Columbia University Press, 1968
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran
dan Pergerakan, Jakarta : Bulan
Bintang, 1990
Imam Zafar, Muslim in India, New Delhi : Orient
Longman, 1975
M.S. Jain, The Aligarh Movement : Its Origin and
Development 1858-1906, Agra : Sir Ram Mehra, 1965
Mohammad Akhlaq Ahmad, Tradisional Among Muslim,
New Delhi : B.R. Publishing Corporation, 1985
Mukti Ali, Alam
Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1993
S.P. Chaube, A History of Education in India,
Allahabad : Ram Narain Lal Beni Madho, 1965
Shaista Azizalamm, “Sayyid Ahmad Khan and the Ulama :
A Study in Socio-Political Contex“, McGill University, 1992
Shan Muhammad, The Aligarh Movement : Basic Document :
1864-1898, Nachiketa Publication Limited, 1978
Suja’, Muhammadiyah
dan pendirinya, Yogyakarta : Majlis Pustaka, 1989
Syed Masroor Ali Akhtar Hashmi, Muslim Response to
Western Education (A Study of Four Pionerr Institutions), New Delhi :
Commonwelt Publishers, 1989
Taufik Abdullah, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jilid 2,
Jakarta : Ichtiar Baru, 2002
[1] Imam Zafar, Muslim in India,
(New Delhi : Orient Longman, 1975), 204.
[2] Mohammad Akhlaq Ahmad, Tradisional Among Muslim, (New Delhi : B.R.
Publishing Corporation, 1985), 146.
[3] Ibid., 145
[4] D. Bhatt and J.C. Aggarwal, Educational Documents in India (1813-1968),
(New Delhi : Arya Book Depot, 1969), 1.
[5] Syed Masroor Ali Akhtar Hashmi, Muslim Response to Western Education (A
Study of Four Pionerr Institutions), (New Delhi : Commonwelt Publishers,
1989), 3.
[6] Bhatt and Anggarwal, Educational Development, 4 ; B.D. Basu, History of
Education in India under the Rule of the East India Company, (Calucutta :
The Modern Review Office, TT), 122.
[7] Basu : History of Education, 98.
[8] S.P. Chaube, A History of Education in India, (Allahabad : Ram
Narain Lal Beni Madho, 1965), 624.
[9] Drs.
Ahmad Syaukani M.A, Perkembangan Pemikiran Moderen di India, Pustaka
Setia Bandung,
Bandung: 1997 h. 70
[10] Dyah Kumalasari, Pengantar Sejarah
Pendidikan, (Yogyakarta : FISE UNY, 2008), 21-23.
[11] Altaf Husain Hali, Hayat-I-Javed, translated by KH Qadiri and David
J. Mathew, (Delhi : Idarah-i Adabiyat-i Delli, 1979), 61-62.
[12] M.S. Jain, The Aligarh Movement : Its Origin and Development 1858-1906,
(Agra : Sir Ram Mehra, 1965), 42.
[13] Shan Muhammad, The Aligarh Movement : Basic Document : 1864-1898,
(Nachiketa Publication Limited, 1978), 20-21.
[14] Shaista Azizalamm, “Sayyid Ahmad
Khan and the Ulama : A Study in Socio-Political Contex“, (McGill
University, 1992), 71-72.
[15] David Lelyveld, Aligarh’s First Generation, (Princeton : Princeton
University Press, 1978), 325.
[16] Taufik Abdullah, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jilid 2, (Jakarta : Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002), 174-175
[17] Mukti Ali, Alam
Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1993,
73
[18] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Pergerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), 175
[19] Ibid., 175-176
[20] Mukti Ali, Alam
Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan,
73
[21] Harun
Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran
dan Pergerakan,177
[22] Ibid, 178
[23] Suja’, Muhammadiyah dan
pendirinya, (Yogyakarta : Majlis Pustaka, 1989), 17.
[24] Hafeedz Malik, Sir Sayyed Ahmad Khan and Mulim Modernization in India
and Pakistan, (New York : Columbia University Press, 1968), 106.
Mata yang melihat tulisan anda akan rusak jika tulisannya berwarna cerah seperti itu
BalasHapus