MANAJEMEN PROSES PEMBELAJARAN PAI
Komponen proses pembelajaran, adalah interaksi semua komponen pengajaran
seperti bahan pengajaran, methode dan alat, sumber belajar, sistem penilaian
dan lain-lain.[1]
Berdasar dari kutipan diatas, maka kami akan menguraikan tugas penulisan makalah manajemen proses
pembelajaran PAI, dengan pembahasan :
A. Pengertian Manajemen
B. Pengertian Proses Pembelajaran
C. Komponen proses pembelajaran
D. Manajemen Proses Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
A.
Pengertian Manajemen
Ahmad Tohardi, mengatakan bahwa : “Manajemen adalah ilmu dan seni dalam mengatur tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya dengan melakukan kerjasama dengan orang lain”.[2]
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, yaitu pertama, adanya tujuan yang
ingin dicapai, kedua, tujuan dicapai dengan menggunakan kegiatan orang
lain, dan ketiga, kegiatan-kegiatan orang lain tersebut harus dibimbing dan di awasi. Dengan kata lain bahwa dengan segenap orang yang
melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen.
B.
Pengertian Proses Pembelajaran
Sebelum penulis menguraikan tentang pengertian proses pembelajaran, terlebih dahulu diuraikan satu
persatu di antaranya adalah:
1. Proses
b. Proses
adalah jalannya suatu peristiwa dari awal sampai akhir.[4]
Dari batasan pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
proses adalah suatu perubahan
yang langsung dari awal hingga akhir secara terus menerus
yang saling berkaitan atau berhubungan dalam suatu ikatan untuk mencapai
suatu tujuan.
2. Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata "ajar" yang mendapat
awalan "ber" sehingga
terjadi kata pembelajaran.[5]
Dalam proses selanjutnya, bentuk baru ini mendapat
awalan "pe" dan akhiran "an" yang berarti kata benda
abstrak dari kata kerja
asal.
Dilihat dari asal kata pembelajaran di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran
berasal dari kata belajar, yang ditambahkan afiks awalan pe dan afiks
akhiran an, yang dasarnya dari kata ajar.
Dari segi arti, kata ini kemudian mengandung proses atau peristiwa
dari kata kerja
tersebut. Dengan kata lain istilah pembelajaran mengandung arti suatu
proses yang berhubungan dengan belajar. Melihat
dari arti menurut asal kata di atas, maka dapat dikemukakan tentang
pengertian pembelajaran itu sendiri. Mengenai ini, ada beberapa orang ahli
berpendapat yang berbeda, di antaranya :
a.
Harjanto dalam
bukunya Perencanaan Pengajaran, mengatakan bahwa
pembelajaran berasal dari bahasa Asing, yaitu instruction yang diterjemahkan
menjadi "pembelajaran atau pengajaran" dan "bahan intruksi".
Bertolak dari konsep tersebut, istilah "sistem instruksional" digunakan untuk
menunjukkan suatu "proses belajar mengajar" atau "proses
pengajaran" atau lebih tepat lagi proses pembelajaran.[6]
b.
Chalijah
Hasan, mendefenisikan bahwa: "proses pengajaran adalah berjalannya
suatu pengajaran
dengan suatu susunan dari beberapa bagian
dari suatu bahan pelajaran yang merupakan satu kesatuan yang berhubung-hubungan".[7]
Istilah pembelajaran merupakan istilah lain dari proses belajar
mengajar yang mempunyai
arti dan ruang lingkup yang lebih mendalam. Istilah ini lebih dikhususkan
untuk mengembangkan proses belajar mengajar.
Pembelajaran adalah suatu kata yang pengertiannya sama dengan pengajaran.
Kedua kata tersebut hanya berbeda dari segi penulisan dan dari kata
yang dipergunakan, sedangkan makna yang dikandungnya tetap sama. Hanya
saja kata pembelajaran ini merupakan istilah popular yang sekarang digunakan
dalam dunia pendidikan.
Untuk memudahkan dalam memahami apa yang dimaksud dengan pembelajaran
atau pengajaran, di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa pendapat
para ahli pendidikan yang mencoba mendefinisikannya dengan istilah lama
yaitu pengajaran.
Dalam Kamus Istilah Pendidikan Dan Umum yang disusun oleh M.
Sastrapradja menyatakan :
"pengajaran adalah cara mengajar atau mengajarkan".[8]
Oemar Hamalik juga menambahkan bahwa: "pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan
dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran".[9]
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang melibatkan guru, siswa dan komponen lainnya dalam
proses pembelajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam rangka
tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Dengan adanya komponen-komponen pembelajaran di atas, maka seorang
guru kiranya mampu memungkinkan terciptanya situasi yang tepat,sehingga
memungkinkan pula terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.[10]
C.
Komponen
Proses Pembelajaran :
1.
Bahan
Pengajaran, menurut Panen adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun
secara sistematis yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran.[11]Muhaimin dalam modul Wawasan Pengembangan Bahan Ajar
mengungkapkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digukan untuk
membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.[12]
2.
Methode
Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam suatu proses
pencapaian tujuan. Tanpa metode, suatu materi pelajaran tidak akan dapat
berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan pembelajaran menuju tujuan
pendidikan.
Secara etimologi
kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu meta yang berarti ”yang dilalui”
dan hodos yang berarti ”jalan”, yakni jalan yang harus dilalui. Jadi secara
harfiah metode adalah cara yang tepat untuk melakukan sesuatu.[13] Sedangkan dalam bahasa Inggris, disebut dengan
method yang mengandung makna metode dalam bahasa Indonesia.[14]
Dalam bahasa Arab, metode disebut dengan tharīqah yang berarti jalan atau cara.[15]
Demikian pula menurut Yunus, tharīqah adalah perjalanan hidup, hal, mazhab dan
metode.[16]
Secara terminologi,
para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, di antaranya, bahwa
metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
tujuan.[17] Metodologi adalah ilmu yang mengkaji atau membahas tentang bermacam-macam
metode mengajar, keunggulannya, kelemahannya, kesesuaian dengan bahan pelajaran
dan bagaimana penggunaannya.[18] Metode pembelajaran berarti jalan ke arah suatu tujuan yang mengatur
secara praktis bahan pelajaran, cara mengajarkannya dan cara mengelolanya.[19]
Berdasarkan
definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode pendidikan,
beberapa hal yang mesti ada dalam metode yaitu:
a.
Melaksanakan
aktivitas pembelajaran dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab ;
b.
Aktivitas
tersebut memiliki cara yang baik dan tujuan tertentu;
c.
Tujuan
harus dicapai secara efektif.
3.
Alat
pembelajaran merupakan alat untuk membantu proses belajar mengajar agar proses
komunikasi dapat berhasil dengan baik dan efektif. Pemakaian alat pembelajaran dalam proses pembelajaran akan mengkomu-nikasikan gagasan yang
bersifat konkret, di samping juga membantu siswa mengintegrasikan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dengan demikian diharapkan alat pembelajaran dapat memperlancar proses belajar siswa serta mempercepat
pemahaman dan memperkuat daya ingat di dalam diri siswa.
Selain itu alat pembelajaran diharapkan
menarik perhatian dan membangkitkan minat serta motivasi siswa dalam belajar.
Dengan demikian pemakaian alat pembelajaran
akan sangat mempengaruhi keefektifan proses pembelajaran yang diberikan kepada
siswa-siswa. Unsur metode dan alat juga merupakan unsur yang tidak dapat
dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk
mengantarkan bahan pengajaran agar sampai kepada tujuan.
4.
Sumber Belajar, segala daya yang dapat dipergunakan untuk kepentingan
proses / aktivitas pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung,
diluar diri peserta didik (lingkungan) yang melengkapi diri mereka pada saat
pengajaran berlangsung.[20]
Misalnya : pesan (bahan pengajaran), orang
(dosen), bahan (majalah), alat (slide), tehnik (simulasi), lingkungan (ruang
kelas).
5.
Sistem Penilaian, penilaian terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru
sebagai bagian integral dari pengajaran itu sendiri. Artinya penilaian harus
tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pengajaran. Penilaian proses
bertujuan melalui efektifitas dan efisiensi kegiatan pengajaran kegiatan
pengajaran sebagai bahan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dan
pelaksanaannya.
D. Manajemen Proses Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Sebagai seorang muslim, tentu
semua tahu, bahwa Nabi Muhammad saw adalah panutan terbaik bagi kita. Semua apapun yang beliau lakukan adalah bentuk dari
pembelajaran dan percontohan untuk menuntun kita pada sebuah kehidupan dan masa depan
yang lebih cerah. Beliau adalah contoh dalam segala hal. Semua itu bisa kita baca
dan bisa kita ikuti dalam biografi hidup beliau yang telah
terdeskripsikan di beberapa karya monumental para ulama’ terdahulu.
“Rasul-rasul itu
adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada
alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah rasul-rasul itu diutus. Allah
Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS An Nisa’, 4:
165)[21]
Dari seluruh nabi dan rasul yang
diutus oleh Allah swt, Rasulullah saw adalah utusan terbesar. Beliau dididik dan
diajari langsung oleh Allah Al ‘Alim, Zat Yang Maha Mengetahui. Al Qur’an
menyebutkan sebagai berikut :
“Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul (Muhammad) dari
(kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan
mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur‘an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan
apa yang belum kamu ketahui.” (QS Al
Baqarah, 2: 151)[22]
Dengan
kedudukannya itu, Rasulullah saw memikul tugas yang sangat berat untuk
mengajari umatnya aneka ilmu dan kebaikan. Atas bimbingan Allah Swt. beliau
mengajari para sahabatnya. “Telah diciptakan dari ta’limnya sebaik-baik
generasi, dan menyelamatkan mereka dari kezaliman dan kejahiliyahan menuju
cerahnya nur Islam. Para sahabat disucikan dengan
keimanan mereka, dididik oleh Islam, dan ditinggikan dengan ihsan,” (ungkapan Dr. Yusuf Al Qaradhawi, tentang generasi yang diajari langsung oleh Rasulullah saw). Merekalah orang-orang beruntung
yang bisa mereguk ilmu dari sumbernya. Kepada merekalah generasi selanjutnya
belajar dan kemudian mengajarkannya kepada
generasi berikutnya, hingga kita yang berada di akhir zaman. Dan yang lebih
daripada semua itu adalah, beliau juga ternyata memberi tahukan pada kita bagaimana tata cara mendidik dan mengajar
yang baik. Bagaimana cara menyikapi perbedaan
individu dan ketidaksamaan pemikiran dan cara berpikir murid-murid kita, siswa kita, santri kita, mahasiswa kita, umat kita,
jamaah kita, atau apapun istilahnya, orang yang kita ajar. Semuanya telah beliau contohkan pada kita,
dan beliau adalah seorang Guru Besar yang harus kita ikuti. Sebab bagaimanapun, jika
kita berposisi sebagai pengajar, maka di hati kecil kita pasti terbersit sebuah keinginan
agung nan mulia, yaitu mencerdaskan anak bangsa, dan itu terilustrasikan dengan
keinginan sukses dalam mengajar, dan materi yang kita ajarkan bisa dipahami dengan baik oleh
mereka-mereka yang kita ajar, juga bermanfaat bagi masa depan mereka, dan terpraktekkan
dalam keseharian dan perikehidupan mereka. Puncak dan tujuan utama
dari mengajar. Tanpa melihat materi pelajaran apa yang kita ajarkan, baik itu
ilmu-ilmu umum atau (terlebih lagi) ilmu-ilmu agama. Semua telah Rosulullah saw
contohkan, tanpa terspesifikasi pada apa yang kita ajarkan. Sebab apa yang
beliau bawa, dan cara beliau membawa, adalah universal, mencakup keseluruhan,
tidak membedakan profesi atau apapun. Walau sebenarnya mengajar sendiri adalah
profesi orisinal dari pada para Rosul dan Nabi dan tujuan asal dari pengutusan mereka,
Beliau sendiri telah berstatemen :
إنما
بعثت معلما
“Sesungguhnya aku diutus
sebagai seorang pengajar” (HR. Ibnu Majah) ; “Sesungguhnya,
Allah yang mengutusku sebagai seorang mualim dan pemberi kemudahan (bagi
manusia).” HR Muslim[23]
Jadi
sudah seyogyanya dan seharusnya jika kita mengikuti dan mencontoh karakteristik
beliau dalam mengajar. Sebab apa yang
beliau contohkan pada kita, di samping universal, juga relevan
sepanjang masa, cocok dengan segala keadaan dan cuaca. Itu jika memang kita ingin sukses
dalam mendidik, mengajar dan mencerdaskan anak bangsa. Tidak Cuma itu, tetapi kita
dihormati dan nama kita dikenang dengan baik dan harum oleh murid-murid kita, dan oleh tinta
sejarah.
Sesungguhnya Allah telah menganugerahkan pada
beliau ilmu yang tidak seorangpun bisa
menyamainya. Tak hanya itu, beliau juga diberi kepribadian sempurna, hal
itu dinyatakan
Allah ta’ala dalam firmanNya :
“Sekiranya
bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari
mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan
melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun
kepadamu. Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu,
dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu. ”(Q.S.An-nisa: 113)[24]
Metode yang ditempuh Rasulullah dalam mengajar para sahabatnya tidak
terlepas dari metode yang ditempuh oleh Al Qur’an. Karena Rasulullah adalah
penyampai Kitabullah, Beliau menjelaskan aspek-aspek hukum, menegaskan
ayat-ayatnya serta mengaplikasikan Al Qur’an dalam kehidupan keseharian. Al Qur’an turun
secara bertahap kepada beliau selama kurang lebih 23 tahun. Rasulullah
bertabligh kepada kaumnya dan masyarakat sekitarnya, merinci ajaran-ajarannya
secara terperinci serta mempratikkan hukum-hukumnya. Bila kita sadar kenyataan tersebut, maka seakan-akan kita menemukan
sekolah yang besar, yang pengasuhnya adalah Rasulullah. Materi pelajarannya
adalah Al Qur’an dan as Sunnah. Murid-muridnya adalah para sahabatnya. Seperti
halnya Al Qur’an yang turun secara bertahap, as Sunnah juga tidak di bentuk sekaligus.
Rasulullah menyebarkan ilmu pada semua manusia. Beliau adalah pengajar pertama
kebaikan di muka bumi itu. Beliau pun memiliki keindahan susunan kata, ketajaman logika,
sistem dan style mengajar yang bijak, dada yang lapang, hati yang lembut, jiwa yang
cerah dan bercahaya, kasih sayang, kebijaksanaan, kecerdasan danperhatian.
Beliau sangat
care terhadap ummatnya. Beliau tidak suka menggunakan cara yang keras dalam
mengajar, kecuali sesekali saja. Bahkan jika keadaan menuntut itu, semacam ada ketidak
tepatan dari sahabatnya, akhlak yang tidak pas, beliau tidak menegur atau membentak
dengan terus terang, tetapi dengan kode ataupun sindiran, sehalus mungkin. Beliau tahu, bahwa
ketika mengajar dengan cara keras apalagi cenderung kasar, justru reaksi yang terjadi
adalah sebaliknya. Bukannya ilmu yang masuk ke hati, yang ada adalah perlawanan. Malah
terkadang keterus terangan dalam membentak, atau mendidik dengan cara mengolok, bisa
menjatuhkan wibawa seorang pengajar di depan muridnya, karena bias jadi murid menilai
gurunya sebagai guru yang arogan. Dan tabiat umum manusia adalah benci akan sikap
kekerasan dan kearogansian.
Nah, saat murid apriori pada gurunya, maka secara
otomatis guru itu tidak akan bisa
menanamkan nilai dan ilmu dalam hati muridnya.
Sebab yang sangat dibutuhkan untuk
masuknya sebuah ilmu dalam hati murid, adalah
ketulusan dan keikhlasan guru itu sendiri,di samping respon positif dari si
murid. [25]
Poin-poin umum yang harus selalu diperhatikan oleh
seorang pengajar :
· Rendah hati
· Lemah lembut, dan santun (sebab bisa dipastikan, jika seorang pengajar temperamen dan killer – tidak pada waktunya – akan banyak murid yang kabur darinya)
· Keep smile
· Tidak mudah membentak dan memarahi murid saat melakukan kesalahan
· Tidak langsung mencela, menjelekkan atau membodohkan murid saat
melakukan kekeliruan
· Tidak memuji murid secara langsung di hadapan teman-temannya
· Sabar terhadap kenakalan yang muncul dari muridnya
· Sebisa mungkin tidak melakukan hukuman fisik terhadap murid, karena yang
mereka butuhkan sebenarnya
adalah perhatian, bukan kekerasan
· Rata dalam perhatian, antara yang bodoh dan yang pintar, yang miskin dan
yang kaya, yang bagus
rupa dan yang buruk rupa. Jangan sekalipun pilih kasih pada murid tertentu, dan ini
adalah kunci untuk meraih cinta dari semua murid, yang merupakan kunci utama
kesuksesan mengajar
· Bila ada pertanyaan yang tiba-tiba dan menyudutkan, atau logat yang
kasar dan perlawanan dari
murid, tidak langsung marah, tetapi tetap senyum dan menghadapi dengan lembut
Poin-poin di atas adalah sekian poin yang kesemuanya dicontohkan oleh
Nabi kita. Allah
ta’ala berfirman :
“Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya
kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS.Ali Imron : 159)
Ketika
usai ekspedisi Hunain, Rosul membagi harta pampasan perang, tiba-tiba saat itu datang
seorang arab dari pedesaan mendesak beliau meminta jatah dari harta itu, bahkan
dia menarik selendang Nabi dengan keras, sehingga beliau tertarik ke belakang
dan di leher beliau terlihat
bekas goresan selendang yang menjerat leher beliau. Dan dalam keadaan seperti itu, beliau
tetap mengulas senyum dan tidak marah.
Jadi
sudah seyogyanya jika seorang pengajar muslim mencontoh Nabi saw dalam semua perilakunya,
kepribadiannya, pemikirannya, moralitasnya, tindakannya, gaya interaksinya, kecakapannya
dalam mengajar, juga penampilannya.
Atribut Moral dan Psikis yang
harus dimiliki pengajar berkapasitas adalah :
1.
Selalu menjadi
contoh yang baik (Uswah
hasanah)
2.
Murah hati, sabar,
dan memiliki kontrol diri yang bagus
3.
Lemah lembut, penuh
dengan kasih sayang, belas kasihan, perasaan, perhatian dan cinta, terhadap
murid-muridnya
4.
Pemaaf
dan baik hati
5.
Luwes
dan ramah
6.
Moderat
7.
Konsisten,
istiqomah, bertakwa, sopan dan menjaga image
8.
Rendah hati, tidak
sombong, egois, pongah, bangga diri dan terpedaya oleh diri sendiri
9.
Jujur
10. Amanat
11. Memiliki
ketenangan diri, keteguhan, balance, dan wibawa
12. Mempunyai
cita-cita yang luhur, selalu optimis, dan enerjik
13. Menerima
apa adanya, tidak tamak
14. Selalu
menata hati dan niat yang ikhlas
15. Memiliki
jiwa keadilan, persamaan, tidak membeda-bedakan status dan netral
16. Tidak
malu mengatakan “Aku tidak tahu”, jika tidak mengerti
17. Tidak
malu dan gengsi mengambil pelajaran dari orang yang di bawah tingkatannya dan
ilmunya, walaupun pada anak kecil
18. Memiliki
rasa tanggung jawab, tanpa pamrih, dan selalu semangat dengan profesinya sebagai
pengajar[27]
Atribut sosial yang
harus dimiliki pengajar berkapasitas,
adalah :
1.
Memiliki skill dan
jiwa kepemimpinan
2.
Selalu berusaha
memberikan pengarahan, orientasi, nasihat, dan konseling
3.
Membangun hubungan
kekeluargaan dengan murid-murid, dan menyebarkan ruh
kasih sayang dan cinta di antara mereka
4.
Sanggup memberikan
solusi dan jalan keluar dalam problem-problem yang dialami murid
5.
Berjiwa
koperatif
6.
Bisa berperan aktif dalam menyelesaikan
persoalan kompleks kemasyarakatan
7.
Selalu berpegang teguh pada nilai-nilai
keislaman dan nilai moral yang jadi adat dalam suatu masyarakat[28]
Target pendidikan dalam Islam
Pada dasarnya, target utama pendidikan dalam Islam, adalah tidak untuk
hal-hal ruhaniyah
murni dan keagamaan saja. Juga tidak untuk hal-hal yang
berbau keduniaan dan
pemikiran (logika) murni. Namun yang
ditargetkan oleh pendidikan Islam, adalah konvergensi antara pendidikan
ilmu-ilmu duniawi dan ukhrowi (akhirat) secara seimbang. Sebab Islam sangat
memperhatikan
balance antara interaksi horizontal (antar sesama
makhluk) dan interaksi vertikal (antar
makhluk dan Pencipta-Nya). Hal itu terekam dalam
al-qur’an surat al-qoshosh ayat 77
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu
dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.”[29]
Dalam mengajar, beliau selalu memilih metode dan sistem terbaik. Metode
yang paling
mengesankan, juga yang memudahkan dan membantu
dalam memahami suatu ajaran atau
permasalahan. Beliau telah memformulasikan sistem
dan metode pendidikan yang memiliki
kekhasan tersendiri. Beliau
memilih metode yang memiliki daya tancap kuat dalam memory para sahabatnya, apalagi
kala itu alat tulis tidak semudah dan sebanyak serta semodern saat ini (bahkan
pada zaman beliau diutus, kertas belum ditemukan). Orang-orang arab terdahulu menggunakan daya ingat mereka
yang kuat luar biasa untuk menerima dan menyimpan ilmu yang mereka terima.
Dan bagi siapapun yang mempelajari kitab-kitab hadits, dan membacanya
dengan perhatian
penuh serta teliti, maka dia akan menemukan banyak warna
cara mengajar dalam sabda-sabda dan ajaran yang beliau sampaikan.
Terkadang
beliau memberikan pelajaran dengan cara berkisah Terkadang beliau tidak
menjawab langsung sebuah pertanyaan, tetapi memancing sahabatnya untuk menjawab
pertanyaan itu. Tidak hanya itu, beliaupun juga memiliki jadwal khusus mengajar
di kaum wanita, untuk mengajarkan pada mereka segala hal yang mereka butuhkan
untuk menempuh kehidupan mereka. Pada anak-anak pun
Nabi saw juga memberikan
perhatian, mengajar mereka
sembari bermain dan bercanda. Tentu saja dengan
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
usia mereka.
Satu dari berbagai komponen penting untuk mencapai tujuan pendidikan
adalah ketepatan menentukan metode. Sebab dengan metode yang tepat, materi
pendidikan dapat diterima dengan baik.
Dalam
membahas manajemen pembelajaran PAI, kita ikuti Rosulullah SAW dalam mengajar
Ø
Praktek secara
langsung / Dakwah
bil haal / Demontrasi
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَمْرِو بْنِ سُلَيْمٍ الزُّرَقِيِّ عَنْ أَبِي قَتَادَةَ
الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ
يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ
فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا.
Artinya: Hadis dari Abdullah ibn Yusuf, katanya Malik memberitakan pada kami dari Amir ibn Abdullah ibn Zabair dari ‘Amar ibn Sulmi az-Zarâqi dari Abi Qatadah al-Anshâri, bahwa Rasulullah saw. salat sambil membawa Umâmah binti Zainab binti Rasulullah saw. dari (pernikahannya) dengan Abu al-Ash ibn Rabi’ah ibn Abdu Syams. Bila sujud, beliau menaruhnya dan bila berdiri beliau menggendongnya.[30]
Hadis
di atas tergolong syarîf marfû’ dengan kualitas perawi yang sebagian terdiri
dari şiqah mutqinũn, ra’su mutqinũn, şiqah dan perawi bernama Qatadah adalah
sahabat Rasulullah saw. (CD Room, Kutub
at-Tis’ah).
Menurut al-Asqalâni, ketika itu orang-orang Arab sangat membenci anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukan pada mereka tentang kemuliaan kedudukan anak perempuan. Rasulullah saw. memberitahukannya dengan tindakan, yaitu dengan menggendong Umamah (cucu Rasulullah saw.) di pundaknya ketika salat. Makna yang dapat dipahami bahwa perilaku tersebut dilakukan Rasulullah saw untuk menentang kebiasaan orang Arab yang membenci anak perempuan. Rasulullah saw menyelisihi kebiasaan mereka, bahkan dalam salat sekalipun.[31]
Hamd,
mengatakan bahwa pendidik itu besar di mata anak didiknya, apa yang dilihat
dari gurunya akan ditirunya, karena anak didik akan meniru dan meneladani apa
yang dilihat dari gurunya, maka wajiblah guru memberikan teladan yang baik.[32]
Memperhatikan
kutipan di atas dapat dipahami bahwa keteladanan mempunyai arti penting dalam
mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik, kalau pendidiknya
baik, ada kemungkinan anak didiknya juga baik, karena murid meniru gurunya. Sebaliknya jika guru berperangai buruk, ada kemungkinan anak didiknya
juga berperangai buruk.
Rasulullah saw merepresentasikan dan mengekspresikan apa yang ingin
diajarkan melalui tindakannya dan kemudian menerjemahkan tindakannya ke dalam
kata-kata. Bagaimana memuja Allah swt, bagaimana bersikap sederhana, bagaimana
duduk dalam salat dan do’a, bagaimana makan, bagaimana tertawa, dan lain
sebagainya, menjadi acuan bagi para sahabat, sekaligus merupakan materi
pendidikan yang tidak langsung.
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran
yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh,
sebagaimana firman Allah swt. berikut:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [33]
Makna uswatun hasanah pada ayat di atas adalah perbuatan baik yang dapat
dicontoh. Dengan demikian, keteladanan menjadi penting dalam pendidikan,
keteladanan akan menjadi metode yang ampuh dalam membina perkembangan anak
didik. Keteladanan sempurna, adalah keteladanan Rasulullah saw, yang dapat
menjadi acuan bagi pendidik sebagai teladan utama, sehingga diharapkan anak
didik mempunyai figur pendidik yang dapat dijadikan panutan.
Dalam ilmu-ilmu yang pengajaran dan penyampaiannya membutuhkan praktek,
Rosululloh saw selalu melakukannya dengan memberi contoh langsung, tidak cuma teori saja. Bahkan
sebelumnya beliau telah melakukan dan mengamalkannya terlebih dahulu. Karena
pada dasarnya, dengan praktek langsung, pengaruhnya lebih besar dan
illustrasinya menancap lebih kuat di hati dan memory murid, sebab dia tahu
secara langsung contoh, bukti dan gerakannya, sehingga murid dapat langsung
mempraktekkannya dan lebih terdorong untuk itu. Berbeda dengan hanya teori saja
tanpa praktek. Kepercayaan murid
lebih besar saat
melihat guru melakukan dan memberi contoh secara
langsung. Malah terkadang, imajinasi
yang berkembang di pikiran murid tidak sama dengan
apa yang dimaksudkan guru jika
hanya sekedar toerema saja. Dan
contoh metode yang diterapkan Rosul saw ini sangat banyak. Beliau menganjurkan
para sahabatnya untuk profesional dalam olahraga renang, memanah dan berkuda,
beliau sendiri ahli dan piawai dalam tiga cabang olahraga itu. Beliau
menganjurkan sahabatnya untuk berani dan ksatria dalam bertempur. Beliau
sendiri dalam setiap ekspedisinya, dan saat perang berkecamuk, selalu ada di
garda terdepan. Apalagi dalam hal ibadah, beliau adalah orang yang nomor satu
dalam hal ini. Praktek secara langsung dan terus melakukannya secara kontinyu,
sampai kaki beliau bengkak sebab panjangnya beliau dalam beribadah. Contoh
pengajaran secara praktek yang terucap dalam hadits beliau semisal hadits
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ قَالَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدْ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدْ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا فَأَخْبَرْنَاهُ قَالَ ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي.
Artinya: Hadis dari
Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi
Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami
pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20
malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut.
Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau
menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya.
Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal
dan yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat.[34]
Dalam pandangan paham belajar sosial, sebagaimana dikemukakan Grendler,
orang tidak dominan didorong oleh tenaga dari dalam dan tidak oleh
stimulus-stimulus yang berasal dari lingkungan. Tetapi sebagai interaksi timbal
balik yang terus-menerus yang terjadi antara faktor-faktor penentu pribadi dan
lingkungannya.
Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan
suatu gerakan atau proses kerja sesuatu. Pekerjaannya dapat saja dilakukan oleh
pendidik atau orang lain yang diminta mempraktekkan sesuatu pekerjaan. Metode
demonstrasi dilakukan bertujuan agar pesan yang disampaikan dapat dikerjakan
dengan baik dan benar.[35]
Metode demonstrasi dapat dipergunakan dalam organisasi pelajaran yang
bertujuan memudahkan informasi dari model (model hidup, model simbolik,
deskripsi verbal) kepada anak didik sebagai pengamat. Sebagai contoh dipakai
mata pelajaran Pikih kelas II pada madrasah Tsanawiyah yang membahas
pelaksanaan shalat Zuhur. Kompetensi Dasar (KD) dari pokok bahasan tersebut
adalah: “Siswa dapat melaksanaan ibadah shalat Zuhur setelah mengamati dan
mempraktekkan berdasarkan model yang ditentukan”. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran, dibutuhkan beberapa kemampuan yang harus dikuasai anak didik
dalam indikator pencapaian, yaitu :
Kemampuan
gerakan (melakukan posisi berdiri tegak menghadap kiblat, mengangkat tangan
sejajar dengan telinga ketika takbiratul ihram, membungkuk dengan memegang
lutut ketika ruku’, melakukan i’tidal, melakukan sujud dengan kening menempel
di sajadah, melakukan duduk di antara dua sujud, melakukan duduk tahyat akhir
yang agak berbeda dengan duduk di antara dua sujud, melakukan salam dengan
menoleh ke kanan dan kiri.
Kemampuan
membaca bacaan salat (bacaan surat al-Fatihah, bacaan ayat Alquran, bacaan
ruku’, bacaan berdiri i’tidâl, bacaan sujud, bacaan duduk antara dua sujud,
bacaan tahyat awal dan akhir.
1.
Menganalisis tingkah
laku yang dimodelkan. Tingkah laku yang dimodelkan sesuai dengan bahan
pelajaran adalah ‘motorik” meliputi keterampilan dalam gerakan salat dan
kemampuan membaca bacaan shalat.
2.
Menunjukkan model.
Gerakan dalam salat dilakukan berdasarkan urut-urutannya (prosedural) dan
bacaan dalam salat diucapkan dengan baik dan benar berdasarkan tata cara
membaca Alquran (ilmu tajwid).
3.
Memberikan
kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan dengan umpan balik yang dapat
dilihat, tiap anak didik mempraktekkan kembali gerakan shalat Zuhur yang
ditunjukkan oleh model seiring dengan aba-aba prosedur yang diberikan guru. Demikian pula dengan bacaan salat dapat dipraktekkan anak didik.
4. Memberikan reinforcement dan motivasi. Guru memberikan penguatan pada
anak didik yang telah berhasil melakukan gerakan dengan baik dan benar dan
mengarahkan serta memperbaiki gerakan dan bacaan anak didik yang belum sesuai.
Contoh
daripada metode ini sangatlah banyak. Dan metode ini
adalah metode yang paling
sering beliau gunakan dalam mengajar, juga metode
beliau yang paling menonjol. Sebab
pada dasarnya beliau memang diutus tidak sekedar
memberikan teori saja, tetapi sekaligus prakteknya.
Ø
Memberikan pelajaran
secara gradual / bertahap
Al Qur’an menempuh jalan bertahap dalam menentang akidah-akidah rusak
dan tradisi-tradisi berbahaya dan memberantas segala bentuk kemungkaran yang
dilakukan oleh umat manusia pada masa pra Islam (Jahiliyyah). Al Qur’an juga
menggunakan cara bertahap dalam menancapkan akidah yang benar, ibadah, hukum,
ajaran kepada
etika luhur
dan membangkitkan keberanian orang-orang yang berada disekitar Rasulullah agar
selalu bersabar dan berteguh hati.
Di
antara metode mengajar yang diterapkan Nabi saw, adalah beliau sangat memperhatikan
skala prioritas, dan mengajarkannya tidak langsung sekaligus, tetapi berangsur-angsur,
sedikit demi sedikit dan pelan-pelan, dengan tujuan agar lebih mudah dipaham
dan menancap lebih kuat dalam ingatan.
Salah
satu Sahabat Nabi saw, Jundub bin Abdillah ra bercerita : “ketika kita masih
dalam masa-masa pubertas, kita belajar pada Nabi, dan beliau mengajari kita
tentang keimanan, sebelum kita belajar Al-Qur’an. Setelah itu, baru
kita diajari (isi kandungan dan tata caramembaca) al-Qur’an. Sehingga iman kita
makin bertambah (dan menguat). (H.R. Ibnu
Majah).
Sebagian
sahabat juga bertutur, Rosul saw mengajarkan mereka tiap hari 10 ayat, dan beliau
tidak akan menambah pelajaran lagi sebelum mereka faham betul dan menguasai serta
mengamalkan apa yang di dalam 10 ayat tadi. Baru setelah itu beliau menambah pelajaran
lagi (HR Ahmad)[36]
Begitu
pula pengajaran akan larangan meminum minuman keras, tidak serta merta langsung,
namun wahyu yang berbicara tentang itu, turun berangsur sampai 4 kali. Pada surat An-Nahl (16) : 67 cuma dijelaskan bahwa dari Kurma dan Anggur bisa dibuat
minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik :
“Dan
dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang
baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda
(kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”[37]
Pada Surat Baqarah (2) : 219 dijelaskan bahwa pada khamar dan judi ada
dosa dan manfaat, namun dosanya lebih besar:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan
judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang
lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,”[38]
Pada Surat an-Nisaa’ (4) : 43 dilarang mendekati sholat dalam keadaan
mabuk. Namun larangan disetiap waktu belum dinyatakan :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat,
sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,
(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali
sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam
musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi
Maha Pengampun.”[39]
Baru pada Surat Al
–Maidah (5) : 90 dinyatakan minum khamar dan juga adalah perbuatan setan dan
kita dilarang mengerjakannya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.”[40]
Saat itu pun, jalan-jalan di kota Madinah basah oleh arak
dan berbau arak karena seluruh arak langsung dibuang. Hal itu tentu saja akan
berbeda jika seorang pengajar memberikan ilmu pada muridnya sekaligus, maka
justru akan lebih cepat pula hilang, dan malah kebingungan yang terjadi.
Ø
Deduktif (memberitahukan
secara global)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ بَشَّارٍ بُنْدَارٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ
حَدَّثَنِي خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ
الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ
فِي الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ
وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ
فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ
شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ
عَيْنَاهُ.
Artinya: Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn ‘Aśim dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia berkata ’saya takut kepada Allah’, seorang yang menyembunyikan sadekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga air matanya mengalir. [41]
Hadis
di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah mutqin, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut
Abi Jamrah, metode deduktif (memberitahukan secara global) suatu materi
pelajaran, akan memunculkan keingintahuan pelajar tentang isi materi pelajaran,
sehingga lebih mengena di hati dan memberi manfaat yang lebih besar.[42]
Ø Menghindari
Kejenuhan murid / memberi kemudahan.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَسِّرُوا وَلا تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا
وَلا تُنَفِّرُوا وكان يحب التخفيف والتسري على الناس.
Artinya:
Hadis Muhammad ibn Basysyar katanya hadis Yahya ibn Sâ’id katanya hadis Syu’bah
katanya hadis Abu Tayyâh dari Anas ibn Malik dari Nabi saw. Rasulullah saw. bersabda: Mudahkanlah dan jangan mempersulit. Rasulullah
saw. suka memberikan keringanan kepada manusia.[43]
Hadis di atas
tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah hâfiz, Anas adalah sahabat Rasul saw. Ibnu Hajar al-Asqalâni
mengomentari hadis tersebut dengan mengatakan pentingnya memberikan kemudahan
bagi pelajar yang memiliki kesungguhan dalam belajar, dalam arti mengajarkan
ilmu pengetahuan harus mempertimbangkan kemampuan si pelajar. Sebagai pendidik,
Rasulullah saw. tidak pernah mempersulit, dengan harapan para sahabat memiliki
motivasi yang kuat untuk tetap meningkatkan aktivitas belajar.[44]
Rosululloh
S.a.w dalam cara mengajarnya, sangat memperhatikan waktu dan keadaan psikologi
para sahabatnya. Beliau tidak
sembarang waktu dalam mengajar, begitu juga tidak monoton dengan ilmu
yang itu-itu saja. Hal itu beliau lakukan agar para sahabatnya tidak mengalami kejenuhan
dan kebosanan.
Sebab kebosanan yang dialami seorang murid, jika
berkepanjangan, adalah bisa menjadi sebab dari gagalnya proses belajar
mengajar. Dalam dunia pendidikan modern, hal itu diterapkan dengan 5 hari atau
6 hari masa aktif,dengan 2 atau 1 hari waktu libur. Begitu juga dengan
pembagian jam pelajaran dengan materi yang tidak sama dan pemberian waktu jeda.
Hal itu ditempuh untuk mengembalikan kesemangatan pelajar dan membuat otak
mereka fresh kembali, sehingga ilmu tentu dengan mudah akan diterima oleh
mereka.
Salah
seorang tabi’in bercerita : ”Abdulloh
bin Mas’ud.r.a., salah satu sahabat senior Nabi, setiap hari kamis selalu
memberikan nasehat dan petuah pada kita, dan kita sangat menyukainya serta
selalu menunggu hari itu. Suatu hari kita meminta beliau untuk menyampaikannya
tiap hari. Namun beliau tidak mengabulkan permintaan kami seraya berkata :
“sebenarnya aku melakukan ini seminggu sekali, agar kalian tidak bosan. Sebagaimana
yang telah Rosululloh lakukan, beliau tidak memberikan kita pelajaran dan mauidhoh
setiap hari, khawatir kita BT dan bosan” (H.R.Bukhori).[45]
Ø Memperhatikan perbedaan kemampuan dan tingkat inteligensi setiap pelajar
Sebagai pengajar, tentu kita memahami, bahwa tidak semua murid yang kita
ajar memiliki
kemampuan yang sama, tiap murid memiliki tingkat
kecerdasan yang berbeda.
Hal ini, oleh Nabi Saw telah beliau contohkan, beliau sangat memperhatikan perbedaan itu (individual
difference). Beliau mengajar tiap individu sesuai kadar kecerdasannya. Apa yang beliau ajarkan pada
sahabat junior, tidak sama dengan yang beliau ajarkan pada sahabat senior. Dalam menjawab
pertanyaan pun beliau tidak asal jawab, tapi melihat bagaimana kemampuan pemahaman dan
tingkat kecerdasan yang bertanya. Sebuah kaidah dasar telah beliau berikan pada
kita.
Dalam
karya monumentalnya, “ihya’ ulumiddin”, Imam Ghozali berkomentar : “Seseorang, yang
kita beri pelajaran, namun dia tidak bisa memahami dengan baik apa yang kita ajarkan,
karena tidak mampu dijangkau oleh akalnya, itu terkadang malah mengalami kesalah
pahaman. Lebih parah dari itu, terkadang kesalah pahamannya itu malah menimbulkan
fitnah.” Maka, penyampaian sebuah materi pelajaran, harus sesuai dengan tingkat
usia dan tingkat kecerdasan murid. Sebisa mungkin dituntut dari kita,
keterangan yang kita sampaikan, bisa dipahami dengan baik oleh semua murid yang
kita ajar, baik yang bodoh ataupun yang cerdas. Hal ini juga dikatakan oleh
Abdulloh bin Mas’ud ra Dan contoh dari apa yang Rosul lakukan dalam masalah
ini, adalah kisah Mu’adz bin Jabal ra.
Beliau
bersabda pada Mu’adz :”Siapapun, yang bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad
adalah hamba dan Rosul-Nya, dengan sepenuh hati (cukup itu saja), maka dia tidak
akan masuk neraka.”Mu’adz pun menjawab : ”jika memang begitu, akan saya
sebarkan hal ini pada semua orang, biar mereka bergembira” Segera Rosul
menjawab : ”Oh, jangan, nanti malah mereka enak-enakan, tidak mau beribadah”. Rosul memberikan isyarat pada Mu’adz, agar jangan setiap orang yang diberitahu, kecuali
mereka yang benar-benar telah mantap amal ibadahnya.
Ada
juga sebuah kisah, seorang pemuda datang pada Beliau dan bertanya : “Wahai Rosul,
jika puasa, boleh apa tidak saya mencium istri saya?”“Tidak boleh”, jawab
beliau. Sejenak kemudian datang orang tua dan bertanya hal yang sama pada
beliau, dan beliau jawab: “Ya, tidak apa-apa kamu menciumnya”.Tentu saja para
sahabat terheran-heran dan saling pandang di antara mereka, mengapa jawaban tidak
sama, sementara pertanyaan sama. Mengetahui hal itu, dengan bijak beliau
menjawab :”Kalau yang tua tadi, pasti bisa menguasai diri dan nafsunya, jadi
tidak akan kebablasan (melakukan senggama).”(H.R.Ahmad)[46]
Ø
Dialog,
Diskusi & tanya jawab
Salah satu yang menonjol dari metode Nabi Saw dalam mengajar adalah
kerap kali beliau
mengajar dengan cara berdialog dan tanya jawab. Sebab
dialog sangat membantu sekali dalam membuka kebuntuan otak dan kebekuan berpikir.
Contoh
:
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح وَقَالَ قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا
بَكْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُضَرَ كِلَاهُمَا عَنْ ابْنِ الْهَادِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَفِي حَدِيثِ
بَكْرٍ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ
يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى
مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو
اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar dari
ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya
ada sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima
kali sehari. Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka
menjawab, tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah
perumpamaan salat lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa.[47]
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang
sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, sedangkan Abu Hurairah adalah sahabat
Rasulullah saw. Metode bertanya ini untuk mengajak si pendengar agar fokus
dengan pembahasan. Misalnya kata; ”bagaimana pendapat kalian?” adalah
pertanyaan yang diajukan untuk meminta informasi. Maksudnya beritahukan padaku,
apakah masih tersisa?. [48]
Atau pertanyaan
beliau : “Kalian tahu tidak, siapakah
muslim itu?” “Allah dan Rosul
yang lebih tahu”, jawab para sahabat
“Orang muslim adalah, orang yang teman-teman dia selamat dari gangguan
lidah dan tangannya; kalau
orang Mu’min ?” “Allah dan Rosul
yang lebih tahu”.“Adalah orang yang teman-temannya merasa aman atas diri dan
harta mereka dari gangguannya.
Sedangkan Muhajir, adalah orang yang meninggalkan kejelekan-kejelekan dan menghindarinya”.
(H.R. Ahmad)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.
Artinya: Hadis
Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn Ja’far
dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw.
bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka;
orang yang tidak memiliki dirham dan harta. Rasul bersabda; Sesungguhnya orang
yang muflis dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
(pahala) salat, puasa dan zakat. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh
ini, memakan harta orang ini, menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul
orang ini. Maka orang itu diberi pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis
sebelum ia bisa menebus kesalahannya, maka dosa-dosa mereka diambil dan
dicampakkan kepadanya, kemudian ia dicampakkan ke neraka.[49]
Hadis
di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan Abu Hurairah ra. adalah sahabat
Rasulullah saw. Menurut an-Nawâwi, Penjelasan hadis di atas yaitu Rasulullah
saw. memulai pembelajaran dengan bertanya dan jawaban sahabat ternyata salah,
maka Rasulullah saw. menjelaskan bahwa bangkrut dimaksud bukanlah menurut
bahasa. Tetapi bangkrut yang
dimaksudkan adalah peristiwa di akhirat tentang pertukaran amal kebaikan dengan
kesalahan. [50]
Adapun contoh metode
dialog yang sangat terkenal adalah
Hadits Jibril, dalam
pelajaran penting tentang dasar-dasar teologi, yang
disampaikan di hadapan parasahabatnya dalam bentuk dialog antara Beliau S.a.w,
dengan malaikat Jibril (yang datang
menyamar dalam bentuk manusia).
Sahabat
Umar r.a bertutur : “Ketika kita sedang duduk-duduk dengan Rosul, tiba-tiba
datang seseorang dengan pakaian putih bersih, penampilannya sangat rapi, tak
satupun dari kami yang mengenalnya. Dan dia segera
mengambil posisi dengan duduk sopan berhadapan
langsung dengan Nabi saw Lalu dia membuka
percakapan. “Muhammad,
beri tahu aku tentang Islam.” “Islam itu ; kamu bersaksi tiada Tuhan selain
Allah, dan Muhammad adalah utusan-Nya, lalu kamu mendirikan Sholat, menunaikan
zakat, berpuasa pada bulan Romadlon, dan Haji, jika kamu mampu”. Jawab Rosul saw.“Ya,
jawabanmu benar”, kata orang tadi. Tentu saja kami heran, ini orang datang
bertanya, dijawab, tapi juga membenarkan jawaban itu.“Sekarang beri tahu aku
tentang iman“, tanya orang itu lagi“ Iman adalah kamu percaya pada Allah,
Malaikat-malaikatNya, kitab-kitab suci-Nya, para Rosul Utusan-Nya, Hari Akhir
(kiamat), dan kamu percaya akan takdir, baik dan buruknya”, jawab Rosul saw “Benar
apa yang kamu katakan itu”, komentar orang itu lagi “Beri tahu aku juga tentang
Ihsan“, tanya orang itu lagi “Ihsan, kamu menyembah Allah, seolah-olah kamu
melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya, tapi Dia Melihatmu”. “Kalau hari
kiamat?” “Kalau ini, kita sama-sama tidak tahu”, jawab Rosul diplomatis “jika
begitu, beri tahu aku tanda-tandanya”. “(di antara) tandanya, jika seorang
budak melahirkan tuannya, dan jika kamu melihat orang-orang pedesaan (yang
rata-rata miskin itu) saling berlomba membangun bangunan yang tinggi”. Setelah
itu orang tadi pun pergi, beberapa hari kemudian Nabi S.a.w bertanya kepadaku :
“Umar, kamu tahu tidak, siapa orang yang (kemarin) bertanya padaku itu?” “Allah
dan Rosul lebih tahu”, jawabku “Dia
adalah Jibril, dia datang kepada kalian untuk mengajarkan pada kalian tentang
(inti) agama yang kalian peluk” (H.R. Muslim)[51]
Contoh
daripada itu, sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad bin Hambal dan Thobaroni, sebagai
berikut :
Pada
suatu hari datang pada beliau seorang pemuda yang minta legalisasi baginya
untuk berzina. Beliau saw tidak lantas memarahinya (padahal sahabat di sekitar beliau sudah hampir meluapkan
kemarahan melihat kelancangan pemuda itu). Beliaupun juga tidak menggunakan dalil
Al-Qur’an yang menegaskan haramnya zina. Tetapi beliau menyuruh pemuda itu untuk
mendekat kepadanya, dan dengan bijak diajaknya pemuda itu berdiskusi. “Kamu suka tidak
andai ibumu dizinai orang?”
“Tidak wahai Rosul, Demi Allah ! Tak ada seorangpun yang mau ibunya
dizinai !” “Nah,
kalau sekarang putrimu dizinai, kamu rela tidak?” “Tidak ya Rosul, Demi Allah !
semoga Allah menjadikanku tebusan bagimu, tidak ada orang yang rela putrinya
dizinai !” Dan Rosul terus menanyai, bagaimana jika hal itu menimpa saudarinya,
bibi-bibinya (atau juga jika istrinya kelak diselingkuhi), jawaban pemuda itu
pun juga tetap sama. Lalu Rosul menaruh telapak tangan beliau di pundak pemuda
itu seraya berdoa, “Ya Allah, ampunilah dia, bersihkan hatinya, jagalah
kemaluannya”. Sejak itu pemuda tadi tidak lagi punya pikiran dan keinginan
untuk berzina.[52]
Contoh lain :
Pada suatu saat di
Hari Raya, Rosul saw melewati sekelompok wanita, beliau lantas berujar. “Wahai kaum wanita,
banyaklah kalian bersedekah, sebab aku melihat penduduk neraka paling banyak adalah
kalian kaum wanita”. “Bagaimana bisa begitu wahai Rosul?” tanya
para wanita itu bergidik“
Sebab kalian terlalu banyak mencaci, dan kerap tidak bisa berterima
kasih pada suami. Sungguh,
aku tidak melihat orang yang minus akal dan agamanya, yang sanggup melenakan
lelaki yang teguh dan kuat hatinya daripada kalian, kaum wanita” Para wanita
itu bertanya, “Lalu apa kekurangan pada akal kami, dan kekurangan pada agama
kami wahai Rosul”. Dengan bijak beliau menjawab sambil bertanya “Bukankah
kesaksian satu wanita itu sama dengan setengah laki-laki saja?” “ya benar” “Nah,
itu menunjukkan kekurangan, dan minus pada akal wanita. Dan bukankah jika kalian
menstruasi, kalian tidak sholat juga tidak puasa bukan?” “Ya, benar”“Nah, itu
yang menunjukkan kekurangan pada agama kalian”. (Riwayat Bukhori dan Muslim)[53]
Untuk sabda Rosul ini, kita harus mampu mencermati kata beliau dengan
baik. Bukan lantas
dengan itu berarti kaum wanita sedikit di surga,
tetapi bahkan sebaliknya. Penduduk surga dari kalangan wanita juga
lebih banyak bahkan berlipat dari pada kaum laki-laki. Dengan perhitungan dan perbandingan,
setiap satu laki-laki di surga nanti, paling sedikit memiliki dua istri dari
dunia
(bagaimana jika yang di dunianya dia poligami lebih
dari dua). Itu belum jumlah bidadari asli surga.
Ø
Observasi kecerdasan
murid
Dalam mengajar, Rosululloh saw tidak hanya sekedar menyampaikan wahyu, pesan-pesan profetik, dan
nilai-nilai moral dengan stagnan begitu saja, sementara para sahabatnya hanya mendengarkan
dan menerima. Namun beliau juga melakukan tes untuk mengetahui tingkat kepahaman sahabatnya,
sejauh mana mereka bisa menangkap apa yang beliau sampaikan, sekaligus
di waktu yang sama merangsang agar mereka mau berpikir, juga menggali bakat dan
mengeksplorasi kemampuan terpendam mereka. Hal itu dicontohkan
dalam sebuah hadits riwayat Bukhori dan Muslim :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا
وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي
شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا
النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ.
Artinya: Hadis
Quthaibah ibn Sâ’id, hadis Ismâil ibn Ja’far dari Abdullah ibn Dinar dari Umar,
sabda Rasulullah saw. Sesungguhnya di antara pepohonan itu ada sebuah pohon
yang tidak akan gugur daunnya dan pohon dapat diumpamakan sebagai seorang
muslim, karena keseluruhan dari pohon itu dapat dimanfaatkan oleh manusia.
Cobalah kalian beritahukan kepadaku, pohon apakah itu? Orang-orang mengatakan
pohon Bawâdi. Abdullah berkata; Dalam hati saya ia adalah pohon kurma, tapi
saya malu (mengungkapkannya). Para sahabat berkata; beritahukan kami wahai
Rasulullah!. Sabda Rasul saw; itulah pohon kurma.[54]
Ø Analogy (kias)
حَدَّثَنَا يَحْيَى
قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَنْصُورِ بْنِ صَفِيَّةَ عَنْ أُمِّهِ
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ امْرَأَةً سَأَلَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ غُسْلِهَا مِنْ الْمَحِيضِ فَأَمَرَهَا كَيْفَ تَغْتَسِلُ قَالَ
خُذِي فِرْصَةً مِنْ مَسْكٍ فَتَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهَّرُ قَالَ
تَطَهَّرِي بِهَا قَالَتْ كَيْفَ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِي
فَاجْتَبَذْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ….
Artinya: Hadis Yahya, katanya hadis ‘Uyainah dari Mansyur ibn Shafiyyah
dari Ibunya dari Aisyah, seorang wanita bertanya pada Nabi saw. tentang bersuci
dari haid. Aisyah menyebutkan bahwa Rasul saw. mengajarkannya bagaimana cara
mandi. Kemudian kamu mengambil secarik kain dan memberinya minyak wangi dan
bersuci dengannya. Ia bertanya, bagaimana aku bersuci dengannya? Sabda Rasul
saw. Kamu bersuci dengannya. Subhânallah, beliau menutup wajahnya. Aisyah
mengatakan telusurilah bekas darah (haid) dengan kain itu.[55]
Sesekali
dalam mengajar, Rosul saw menggunakan analogi (perbandingan secara kias dengan
bentuk yang sudah ada) terhadap suatu hukum atau ajaran yang kurang bisa dipahami
dengan baik oleh sebagian sahabatnya, juga menjelaskan sebab-sebab akan sebuah
hukum. Dengan penyepadanan dan analogi itu, para sahabatnya pun kemudian paham
terhadap suatu hukum dan tujuan diterapkannya syari’at itu (maqosid at-Tasyri’).
Seperti
yang beliau contohkan saat seorang perempuan dari suku Juhainah bertanya pada beliau.
“Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk haji, tetapi sampai beliau meninggal,
belum sempat berhaji melaksanakan nadzarnya itu. Apakah saya bisa berhaji (menggantikannya) atas nama beliau?” “Ya, bisa. Bukankah
jika ibumu punya hutang dan belum sempat dilunasinya, lalu dia meninggal, kamu juga
kan yang melunasi hutangnya?” jawab Rosul “ya, memang begitu”,
kata wanita itu lega (H.R. Bukhori)
Pernah juga salah satu sahabatnya bertanya, “Ya Rosul, apakah jika kita
bersetubuh dengan
istri kita, kita mendapat pahala?” “Kenapa tidak?
Bukankah jika kalian bersetubuh dengan wanita lain (berzina) juga mendapat dosa?
Begitu juga jika kalian bersetubuh dengan wanita yang halal bagi kalian (istri-istri
kalian), maka kalian juga mendapat pahala”. Jawab beliau (H.R.Muslim).
Oleh Rosululloh saw, hal-hal yang terkadang belum jelas hukumnya, dianalogikan secara logis oleh beliau
dengan hal-hal yang sudah jelas hukumnya. Sehingga hal-hal tersebut menjadi jelas dan
bisa dipaham dengan baik oleh sahabatnya.
Ø
Allegori dan
persamaan
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ الْمُثَنَّى وَاللَّفْظُ لَهُ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ يَعْنِي
الثَّقَفِيَّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَثَلُ الْمُنَافِقِ كَمَثَلِ
الشَّاةِ الْعَائِرَةِ بَيْنَ الْغَنَمَيْنِ تَعِيرُ إِلَى هَذِهِ مَرَّةً وَإِلَى
هَذِهِ مَرَّةً .
Artinya; Hadis dari
Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul Wahhâb yakni as-
Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke
sini.[56]
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang
sebagian tergolong şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar
adalah sahabat Rasulullah saw. Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang
munafik, karena mengikut hawa nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan
seperti kambing jantan yang berada di antara dua kambing betina. Tidak tetap
pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke duanya. Hal tersebut diumpamakan
seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw sebagai satu metode pembelajaran
untuk memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat
dicerna dengan baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu
dengan sesuatu yang lain, mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih
konkrit. Perumpamaan yang digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode
pembelajaran selalu syarat dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa
sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih
samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat jelas.
Dalam banyak kesempatan saat mengajar, beliau saw juga menggunakan
metode allegori
(perumpamaan), untuk menjelaskan suatu makna dari
ajaran yang beliau sampaikan. Dalam
penjelasannya, beliau menggunakan media benda yang
banyak dilihat orang, atau yang
mereka rasakan, atau yang mereka pegang. Metode ini sangat
memudahkan pelajar untuk mendeskripsikan suatu masalah yang mungkin kurang jelas
baginya. Metode ini umum digunakan oleh pengajar-pengajar sastra, dan telah disepakati
oleh mereka bahwa penggunaan alegori dan persamaan (tasybih) memiliki pengaruh
besar dan sangat membantu dalam menjelaskan sebuah arti yang samar dan kurang jelas. Di
Al-qur’an sendiri banyak sekali ayat yang menggunakan perumpamaan, dan tentu
saja Nabi S.a.w banyak mengikuti metode Al-qur’an ini dalam forum-forum pidato,
orasi, dan cara mengajar beliau.
Salah
satu contoh metode ini, sabda beliau saw yang diriwayatkan Abu Daud : “Perumpamaan
orang mukmin yang membaca Alqur’an itu laksana Jeruk, wangi aromanya dan enak
rasanya. Sedangkan mukmin
yang tidak baca Alqur’an itu seperti kurma, enak rasanya tetapi tidak
ada aromanya. Adapun orang munafik yang membaca al-qur’an, itu seperti bunga,
baunya harum, tapi rasanya pahit. Sedang orang munafik yang tidak baca qur’an, itu seperti
jadam, pahit rasanya juga tidak ada aromanya”. Atau
sabda beliau yang lain : “Perumpamaan teman yang baik, itu seperti pedagang
minyak wangi, jika kamu tidak diberinya sedikit, maka kamu mendapat harum
wanginya. Sedangkan teman yang buruk, itu seperti pandai besi, jika kamu tidak
terkena percikan kecilapinya, maka kamu terkena asapnya.”
Sebab
dengan perumpamaan seperti itu, terkadang suatu permasalahan tampak lebih jelas
dan lebih menancap kuat dalam hati dan ingatan.
Ø Lemah Lembut
حَدَّثَنَا أَبُو
جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَتَقَارَبَا فِي لَفْظِ الْحَدِيثِ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ حَجَّاجٍ الصَّوَّافِ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ
هِلَالِ بْنِ أَبِي مَيْمُونَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ بَيْنَا أَنَا أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ عَطَسَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَقُلْتُ
يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَرَمَانِي الْقَوْمُ بِأَبْصَارِهِمْ فَقُلْتُ وَا ثُكْلَ
أُمِّيَاهْ مَا شَأْنُكُمْ تَنْظُرُونَ إِلَيَّ فَجَعَلُوا يَضْرِبُونَ
بِأَيْدِيهِمْ عَلَى أَفْخَاذِهِمْ فَلَمَّا رَأَيْتُهُمْ يُصَمِّتُونَنِي
لَكِنِّي سَكَتُّ فَلَمَّا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَبِأَبِي هُوَ وَأُمِّي مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا
بَعْدَهُ أَحْسَنَ تَعْلِيمًا مِنْهُ فَوَاللَّهِ مَا كَهَرَنِي وَلَا ضَرَبَنِي
وَلَا شَتَمَنِي قَالَ إِنَّ هَذِهِ الصَّلَاةَ لَا يَصْلُحُ فِيهَا شَيْءٌ مِنْ
كَلَامِ النَّاسِ إِنَّمَا هُوَ التَّسْبِيحُ وَالتَّكْبِيرُ وَقِرَاءَةُ
الْقُرْآنِ….
Artinya: Hadis dari
Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn
Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi
Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya:
Ketika saya salat bersama Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku
katakan yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan tangan
mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam dan saya diam.
Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan Ibuku (sebagai
tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan sesudahnya yang
lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau tidak membentak,
memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya) bersabda: Sesungguhnya salat
ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh,
takbîr dan membaca Alquran.[57]
Hadis di atas
tergolong syarîf marfũ’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong şiqah
dan şiqah şubut. An-Nawâwi, dalam syarahnya mengatakan hadis ini menunjukkan
keagungan perangai Rasulullah saw., dengan memiliki sikap lemah lembut dan
mengasihi orang yang bodoh (belum mengetahui tata cara salat). Ini juga
perintah agar pendidik berperilaku sebagaimana Rasulullah saw. dalam mendidik.[58]
Pentingnya metode lemah lembut dalam pendidikan, karena materi pelajaran
yang disampaikan pendidik dapat membentuk kepribadian peserta didik. Dengan
sikap lemah lembut yang ditampilkan pendidik, peserta didik akan terdorong
untuk akrab dengan pendidik dalam upaya pembentukan kepribadian.
Ø Perbandingan.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ ح و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا مُوسَى بْنُ أَعْيَنَ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ كُلُّهُمْ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ أَبِي خَالِدٍ ح و حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ حَدَّثَنَا قَيْسٌ قَالَ سَمِعْتُ مُسْتَوْرِدًا أَخَا بَنِي فِهْرٍ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ وَفِي حَدِيثِهِمْ جَمِيعًا غَيْرَ يَحْيَى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ ذَلِكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ أَخِي بَنِي فِهْرٍ وَفِي حَدِيثِهِ أَيْضًا قَالَ وَأَشَارَ إِسْمَعِيلُ بِالْإِبْهَامِ.
Artinya: Hadis Abu
Bakr ibn Abi Syaibah, hadis Abdullah ibn Idris, Hadis ibn Numair, hadis Abi
Muhammad ibn Bisyr, hadis Yahya ibn Yahya, khabar dari Musa ibn A’yân, hadis
Muhammad ibn Rafi’, hadis Abu Usamah dari Ismail ibn Abi Khalid, hadis Muhammad
ibn Hatim dan lafaz darinya, hadis Yahya ibn Sa’id, hadis Ismâil, hadis Qâis
katanya aku mendengar Mustaurid saudara dari bani Fihrin katanya, Rasul saw.
bersabda: Demi Allah tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat kecuali seperti
seorang yang menaruh jarinya ini, beliau menunjuk kepada telunjuknya di laut,
kemudian perhatikan apa yang tersisa di telunjuknya.[59]
Hadis di atas tergolong syarif marfu’ dengan kualitas perawi yang
sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut dan śaduq. Imam an-Nawâwi
memberi komentar pada hadis ini, dengan ungkapan” akhirat dibandingkan dengan
dunia, dalam hal waktunya dunia itu singkat dan kenikmatannya yang sirna,
sedangkan akhirat serba abadi, sebagaimana perbandingan antara air yang lengket
pada jari dibanding dengan sisanya di lautan. [60]
Makna hadis di atas yaitu pentingnya metode perbandingan dalam
pendidikan, sehingga potensi jasmaniah dan rohaniah si pembelajar dapat
memahami hal-hal yang memiliki perbedaan antara suatu permasalahan dengan
lainnya.
Ø Pengulangan.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدُ بْنُ مُسَرْهَدٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.
Artinya: Hadis
Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadis dari
ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang
berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan
baginya.[61]
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang
sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw.
mengulang tiga kali perkataan ”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran
harus dilaksanakan dengan baik dan benar, sehingga materi pelajaran dapat
dipahami dan tidak tergolong pada orang yang merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan
atau praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental (dimana seseorang
membayangkan dirinya melakukan perbuatan tertentu) maupun latihan motorik (melakukan perbuatan secara nyata) merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental,
mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah
tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik.
Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang.
Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode
verbal atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan
Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para
sahabat.
Ø
Eksperimen
حَدَّثَنَا آدَمُ
قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ
عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى عُمَرَ
بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ فَقَالَ
عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا كُنَّا
فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ ….
Artinya: Hadis Adam,
katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang
laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan
tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah
anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum
salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya
menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda:
”Sebenarnya anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke
tanah dan meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.[62]
Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang
sebagian tergolong şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani,
hadis ini mengajarkan sahabat tentang tata cara tayammum dengan perbuatan.
(Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah saw. melakukan upaya pensucian diri
dengan berguling di tanah ketika mereka tidak menemukan air untuk mandi
janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki ekperimen mereka dengan
mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.
Ø Pujian/memberi kegembiraan.
حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ
أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ
بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا
الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ.
Artinya:
Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar
ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata:
Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari
kiamat?, Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah,
bahwa tidak ada yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu,
karena saya melihat semangatmu untuk hadis. Orang yang paling
bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha
illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.[63]
Ø
Pemberian Hukuman
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ
أَخْبَرَنِي عَمْرٌو عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ الْجُذَامِيِّ عَنْ صَالِحِ بْنِ
خَيْوَانَ عَنْ أَبِي سَهْلَةَ السَّائِبِ بْنِ خَلَّادٍ قَالَ أَحْمَدُ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا أَمَّ
قَوْمًا فَبَصَقَ فِي الْقِبْلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَنْظُرُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حِينَ فَرَغَ لَا يُصَلِّي لَكُمْ….
Artinya: Hadis Ahmad
ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan padaku dari Bakr ibn
Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib ibn Khallâd,
kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang menjadi imam
salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan Rasulullah
saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia
menjadi imam salat bagi kalian”…[64]
Memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut tidak layak menjadi
imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tanpa kehadiran imam
yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan demikian Rasulullah saw.
memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam
beribadah dan dalam lingkungan sosial.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu
lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan
hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan
teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk
menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik
hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul
sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.
Alternatif lain yang
mungkin dapat dilakukan adalah :
1. Memberi nasehat dan petunjuk.
2. Ekspresi cemberut.
3. Pembentakan.
4. Tidak menghiraukan murid.
5. Pencelaan disesuaikan dengan tempat dan waktu yang sesuai.
6. Jongkok.
7. Memberi pekerjaan rumah/tugas.
8. Menggantungkan cambuk sebagai simbol pertakut.
9. Alternatif terakhir adalah pukulan ringan.[65]
Hal yang menjadi prinsip dalam memberikan sanksi adalah tahapan dari
yang paling ringan, sebab tujuannya adalah pengembangan potensi baik yang ada
dalam diri anak didik.
[1] Ahmad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran (Jakarta : PT Rineka Cipta,
1991), 159.
[2] Ahmad Tohardi, Manajemen (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002), 15.
[3] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus
Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002), 1120.
[4] J.S. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 1092.
[5] J. S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia, (Bandung: CV.
Pustaka Prima, 1985), 79.
[6] Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,
1996), 52.
[7] Hj. Chalijah Hasan, Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan,
(Surabaya : Al
Ikhlas,1994), 107.
[8] M. Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya
: Usaha Nasional, 1978), 12.
[9] Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1999), 57.
[10] Tabrani Rosyan, et.al., Pendekatan dalam Proses Belajar
Mengajar, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 1992), 3.
[11] Tian Belawati, Materi Popok Pengembangan Bahan Ajar (Jakarta : Universitas
Terbuka, 2003), 1-3
[12] Muhaimin, Modul Wawasan Pengembangan Bahan Ajar
(Malang : LKP2I, 2008), 25
[13] Poerwakatja,
Soegarda. Ensiklopedia Pendidikan. Jakarta: Gunung Agung, 1982,
56.
[14] Wojowasito, S. W. Wasito Tito. Kamus Lengkap Inggeris-Indonesia,
Indonesia-Inggeris. Bandung: Hasta, 1980,
113.
[15] Yasū‘iy, Ma‘lūf, Louwis. Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A‘lam, Cetakan
XXVI. Beirut: al- Masyriq, t.t., 465.
[16] Munawwir, Warson
Ahmad. Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif, 1997,
849.
[17] Surakhmad,Winarno.
Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito, 1998,
98.
[18] Yusuf
Tayar Anwar Syaiful,
Metodologi Pengajaran Agama dan
Bahasa Arab, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 1995, 2.
[19] Poerwakatja,
Soegarda, Ensiklopedia
Pendidikan,
386.
[20] Ahmad Rohani HM, Pengelolaan Pengajaran
(Jakarta : PT Rineka Cipta, 1991), 152.
[21] Al-Qur’an, 4 : An Nisa’, 165.
[22] Al-Qur’an, 2 : Al Baqarah, 151.
[23] syaamilquran.com/2012/09/page/2
[24] Al Qur’an, 4 (An-nisa), 113.
[25]
Alawy Aly Imron Muhammad, 35 Metode Edukasi Rosulullah Dalam
Mendidik & Mengajar, (Jakarta : Dliya Creative Production, 2009),
11-15.
[26] Ibid, 17.
[29] Al Qur’an , 28 : al-qoshosh, 77.
[30] Al-Bukhari, 1987, I : 193
[31] Asqalâni,
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil, Fâthul
Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri (Beirut : Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), 591-592
[32] Hamd Ibrahim Muhammad, Maal Muallimîn, terj.
Ahmad Syaikhu, (Jakarta: Dârul Haq,
2002), 27.
[33] Al Qur’an , 33 : al Ahzab, 21.
[34] al-Bukhari I, 226.
[35] Grendler, Bell E.
Margaret, Belajar dan
Membelajarkan, terj. Munandir, (Jakarta : Rajawali, 1991),
369.
[36] http://husein99.wordpress.com/, Halaqah Ad-Du’at Ad-Dakwah Al-Islamiyyah bilQolam
(Haddagom)
[37] Al Qur’an, 16 (An-Nahl) : 67.
[38] Al Qur’an, 2 (Al Baqarah), 219.
[39] Al Qur’an, 4 (an-Nisaa’), 43.
[40] Al Qur’an, 5 (Al –Maidah), 90.
[41] Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil, Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1,
(Beirut: Dâr Ibnu Kaşir al-Yamâmah, t.t,), 234.
[42] Andalūsi,
Imâm Ibn Abi Jamrah, Bahjât an-Nufūs wa Tahallihâ Bima’rifati mâ Lahâ wa mâ
Alaihi (Syârah Mukhtasar Shahih al-Bukhâri) Jam’u an Nihâyah fi bad’i al-Khairi
wa an-Nihâyah, (Beirut: Dârul Jiil, 1979), 97.
[43] Bukhâri, Abu Abdullah bin Muhammad Ismâil, Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, 38.
[44] Asqalâni,
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil, Fâthul Bâri
Syarah Shahih al-Bukhâri, (Beirut:
Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), 62.
[45] http://husein99.wordpress.com/, Halaqah Ad-Du’at Ad-Dakwah
Al-Islamiyyah bilQolam (Haddagom)
[46] Ibid, 33.
[47] Muslim, I: 462-463
[48] Asqalâni,
Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fâdhil, Fâthul Bâri Syarah Shahih al-Bukhâri,
(Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1379 H), 462.
[49] Muslim
IV, t.t, 1997
[50] an-Nawawi XVI , t.t, 36
[51] Ibid, 45.
[52]
Muhammad Shidiq Hasan Khan, Ensiklopedia Hadits Shahih, Jakarta :
PT Mizan, tt, 25.
[53] http://husein99.wordpress.com/, Halaqah Ad-Du’at Ad-Dakwah Al-Islamiyyah bilQolam
(Haddagom)
[54] Ibid, 34.
[55] Bukhâri, Abu
Abdullah bin Muhammad Ismâil. Al-Jâmi’ al-Shahĩh al-Mukhtasar, Juz 1, 119
[56] Muslim, IV, 2146
[57] Muslim I, t.t, I, 381.
[58] Nawâwi,
Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria, Syarah an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim,
(Beirut : Dâr al-Fikri, 1401 H), 20-21.
[59] Muslim, IV: 3193
[60] Nawâwi, Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Maria, Syarah
an-Nawāwi ‘ala Shahih Muslim, 192-193
[61] As-Sijistani, t.t, II: 716
[62] al-Bukhari
I, 129,
[63] al-Bukhari I, t.t,
49
[64] Sijistani, t.t, I,
183.
[65] al-Syalhub, Terj.
Abu Haekal, 2005, 59-60
Tidak ada komentar:
Posting Komentar