Secara etimologis, "qalam" dalam bahasa
Arab berarti pena atau alat tulis, yang menunjukkan pentingnya tulisan dalam
menyampaikan ilmu dan pesan-pesan ketuhanan. Dalam Al-Qur'an, terdapat ayat
yang sangat menekankan peran tulisan, yakni QS. Al-Qalam ayat 1:
نٓ وَالۡقَلَمِ وَمَا يَسۡطُرُوۡنَۙ
"Nun, demi pena
dan apa yang mereka tuliskan" (QS. Al-Qalam:1).
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah bersumpah atas
nama pena, menandakan betapa mulianya alat tulis dan tulisan itu sendiri dalam
menyebarkan ilmu dan kebenaran. Selain itu, hadis Nabi Muhammad saw. Menyatakan:
أَخْبَرَنَا أَبُو عَاصِمٍ أَخْبَرَنِي
ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ
عَنْ عَمِّهْ عَمْرِو بْنِ أَبِي سُفْيَانَ أَنَّهُ سَمِعَ عُمَرَ بْنَ
الْخَطَّابِ يَقُولُ قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
Telah mengabarkan kepada kami Abu 'Ashim
ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Ibnu Juraij dari Abdul Malik bin
Abdullah bin Abu Sufyan dari pamannya - 'Amr bin Abu Sufyan -, ia pernah
mendengar Umar bin Al Khatthab berkata: "Ikatlah ilmu dengan
tulisan". (Kitab Darimi, Hadits No 497),
yang semakin menegaskan bahwa dakwah melalui tulisan adalah metode yang sangat
dianjurkan.
Dakwah bil qalam memiliki berbagai
keunggulan dibandingkan metode lainnya:
Pertama, dari sisi daya
tahan (durabilitas), tulisan memiliki sifat yang lebih
tahan lama dibandingkan ucapan. Tulisan yang terdokumentasi dalam bentuk buku,
artikel, atau konten digital dapat diakses ulang kapan saja, bahkan
bertahun-tahun setelah dibuat. Sementara dakwah lisan bersifat sementara dan
mudah dilupakan jika tidak direkam.
Kedua, dari aspek kemudahan
produksi dan distribusi, tulisan kini dapat dibuat dan
disebarluaskan dengan sangat cepat, khususnya dengan bantuan teknologi digital.
Tulisan yang dahulu hanya dapat diakses lewat media cetak, kini dapat diunggah
ke internet dan dibaca oleh jutaan orang secara instan.
Ketiga, dari segi jangkauan,
dakwah bil qalam mampu menjangkau audiens yang luas dan beragam secara
geografis, sosial, dan usia.
Media yang digunakan dalam dakwah bil qalam
sangat variatif. Buku-buku dakwah merupakan bentuk klasik yang hingga kini
masih sangat berpengaruh, baik buku populer yang mudah dipahami masyarakat
umum, maupun buku akademik yang ditujukan untuk kalangan ilmiah. Artikel dan
opini di media massa atau platform online juga menjadi sarana penting untuk
menyampaikan pandangan dan pengetahuan Islam secara kontekstual. Media sosial,
seperti Facebook, Twitter (X), Instagram, dan bahkan WhatsApp, saat ini menjadi
media tulisan yang efektif untuk menyampaikan pesan dakwah yang singkat, jelas,
dan mudah diakses. Platform seperti blog pribadi atau kanal dakwah berbasis
tulisan juga menjadi media yang diminati untuk menyampaikan konten keislaman
secara mendalam.
Contoh-contoh dakwah bil qalam bisa ditemukan
dalam berbagai bentuk. Di antaranya adalah karya-karya ulama klasik seperti
Imam al-Ghazali yang menulis Ihya' Ulumuddin, atau Syekh
Nawawi al-Bantani dengan kitab-kitabnya yang tersebar luas di dunia pesantren.
Dalam konteks Indonesia modern, tulisan-tulisan Buya Hamka melalui majalah Panji
Masyarakat dan buku-bukunya seperti Tafsir Al-Azhar
merupakan bentuk dakwah bil qalam yang berpengaruh luas. Saat ini, banyak dai
dan cendekiawan Muslim menulis di media massa nasional seperti Republika,
Kompas, atau melalui jurnal akademik dan website lembaga Islam. Penulisan
caption Instagram dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan penjelasan singkatnya, atau
artikel panjang di blog tentang etika Islam dan sosial kemasyarakatan, juga
termasuk bentuk dakwah bil qalam masa kini.
Dakwah bil qalam memiliki peran penting dalam melengkapi
dakwah bil lisan. Dakwah lisan seperti ceramah, khutbah, dan
diskusi langsung memang efektif untuk membangun interaksi emosional dan membina
kedekatan personal. Namun, dakwah bil qalam menyediakan ruang yang lebih
sistematis, terstruktur, dan mendalam. Pesan dakwah dapat dikaji ulang,
dianalisis, dan bahkan dijadikan bahan rujukan akademik. Dalam dunia pendidikan
Islam, buku teks dan modul pembelajaran merupakan hasil dakwah bil qalam yang
berkontribusi besar dalam pembinaan generasi Muslim. Kombinasi antara dakwah
bil lisan dan qalam akan melahirkan pendekatan dakwah yang lebih komprehensif
dan berkesinambungan.
Selain itu, dakwah bil qalam menjangkau
audiens yang lebih luas, termasuk mereka yang tidak dapat hadir
dalam forum ceramah atau pengajian. Melalui tulisan, dakwah dapat menyentuh
pembaca di tempat-tempat yang jauh, di luar jangkauan fisik mubaligh. Tulisan
juga memungkinkan pembaca untuk memahami isi dakwah dengan kecepatan dan waktu
yang sesuai dengan kondisi mereka. Hal ini sangat penting bagi masyarakat urban
dan kaum profesional yang memiliki keterbatasan waktu mengikuti dakwah
langsung.
Dakwah bil qalam juga mengatasi
kelemahan dakwah lisan yang bersifat sementara dan terbatas.
Dalam dakwah lisan, pendengar seringkali mengalami keterbatasan daya tangkap,
terutama jika pesan disampaikan terlalu cepat atau tanpa media bantu. Sementara
dalam tulisan, pesan dapat dibaca berulang kali, diberi penekanan melalui
tipografi, ilustrasi, dan catatan kaki yang memperkuat pemahaman. Hal ini
membuat dakwah bil qalam menjadi metode yang sangat cocok untuk pembelajaran
jangka panjang dan penguatan literasi keislaman.
Lebih jauh lagi, dakwah bil qalam berperan
penting dalam meningkatkan literasi dakwah.
Literasi di sini tidak hanya dimaknai sebagai kemampuan membaca dan menulis,
tetapi juga pemahaman terhadap pesan-pesan agama secara kritis dan kontekstual.
Melalui tulisan, ajaran Islam dapat disampaikan dengan pendekatan ilmiah,
naratif, atau argumentatif, yang membantu pembaca dalam memahami kompleksitas
ajaran Islam, baik dalam bidang akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah. Dakwah
bil qalam mendorong umat Islam untuk menjadi pembaca aktif, penulis produktif,
dan pemikir kritis.
Dalam menghadapi tantangan zaman, dakwah bil
qalam harus terus berinovasi. Penggunaan bahasa yang komunikatif, narasi yang
menarik, serta penyesuaian gaya penulisan dengan karakter pembaca menjadi kunci
keberhasilan. Tulisan-tulisan yang bersifat terlalu formal atau kaku sering
kali sulit menjangkau generasi muda. Oleh karena itu, penting bagi para dai dan
penulis Muslim untuk memahami psikologi pembaca dan konteks sosial-budaya saat
ini. Misalnya, menyampaikan pesan dakwah dalam bentuk cerpen, puisi, atau refleksi
kehidupan sehari-hari bisa menjadi cara efektif untuk menarik minat pembaca.
Dalam dunia digital, penting pula untuk menjaga etika
dakwah bil qalam. Islam menekankan kejujuran, kehati-hatian,
dan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi. Dalam QS. Al-Hujurat ayat 6
disebutkan:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ
تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar
kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. Ayat ini
mengajarkan agar umat Islam tidak sembarangan menyebarkan informasi tanpa
verifikasi, termasuk dalam dakwah tulisan. Para penulis dakwah hendaknya
menulis dengan rujukan yang jelas, tidak menyebarkan hoaks atau kebencian,
serta menghindari provokasi yang dapat merusak ukhuwah Islamiyah dan persatuan
bangsa.
Untuk memaksimalkan dampak dakwah bil qalam,
perlu adanya penguatan ekosistem literasi Islam,
termasuk pelatihan penulisan dakwah, dukungan penerbitan, dan akses distribusi
yang luas. Lembaga dakwah dan pendidikan Islam bisa mendorong santri,
mahasiswa, dan da'i untuk aktif menulis melalui kompetisi, pelatihan
jurnalistik, atau program mentoring penulisan. Dukungan terhadap media dakwah
berbasis tulisan, baik dalam bentuk majalah, buletin masjid, atau situs dakwah,
juga sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan zaman.
Akhirnya, dakwah bil qalam merupakan instrumen
strategis dalam membangun peradaban Islam yang cerdas dan literatif. Dalam era
informasi saat ini, siapa yang menguasai narasi dan wacana melalui tulisan akan
memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik dan arah keislaman
masyarakat. Oleh karena itu, penguatan dakwah bil qalam tidak hanya menjadi
tugas para ulama dan cendekiawan, tetapi juga seluruh umat Islam yang peduli
terhadap kelestarian ajaran Islam dan kemajuan umat.
Sebagai penutup, dakwah bil qalam bukan hanya
sarana menyampaikan ilmu, melainkan juga medium membentuk karakter, membangun
kesadaran kolektif, dan menjembatani generasi dalam meraih keberkahan hidup
berdasarkan nilai-nilai Islam. Dengan terus mengasah kemampuan menulis dan
memperkuat komitmen dakwah melalui tulisan, umat Islam dapat menghadirkan Islam
yang rahmatan lil 'alamin melalui pena-pena yang tajam namun penuh hikmah.
Istima Nazula Azmi Hadir buu🙌🏻
BalasHapusTerima kasih ibu ilmunya, Alhamdulillah..
BalasHapus