Rabu, 07 April 2021

ADAB SEORANG PENDIDIK

Guru, dosen, penyuluh agama, ustadz, atau kiai adalah pendidik. Seorang pendidik hendaknya memperhatikan adab-adab tertentu sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 431) sebagai berikut: 

آداب العالم: لزوم العلم، والعمل بالعلم، ودوام الوقار، ومنع التكبر وترك الدعاء به، والرفق بالمتعلم، والتأنى بالمتعجرف، وإصلاح المسألة للبليد، وبرك الأنفة من قول لا أدري، وتكون همته عندالسؤال خلاصة من السائل لإخلاص السائل، وترك التكلف، واستماع الحجة والقبول لها وإن كانت من الخصم. 

Artinya: “Adab orang ahli ilmu, yakni: tidak berhenti menuntut ilmu, bertindak dengan ilmu, senantiasa bersikap tenang, tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang, bersikap lembut terhadap peserta didik, tidak membanggakan diri, mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya, merendah dengan mengatakan, ‘Saya tidak tahu,’ bersedia menjawab secara ringkas pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih terbatas, menghindari sikap yang tak wajar, mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan.”  

Dari kutipan di atas dapat diuraikan kesebelas adab pendidik sebagai berikut:  

  1. Tidak berhenti menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak ada batas akhirnya karena kewajiban ini dilakukan sejak dari ayunan ibu hingga liang lahat. Dalam kaitan ini Gus Mus pernah menulis dalam akun Twitternya, “Seseorang akan selalu pandai selagi terus belajar. Bila dia berhenti belajar karena menganggap dirinya sudah pandai, mulailah dia bodoh.”  
  2. Bertindak dengan ilmu. Seorang  pendidik hendaknya bertindak berdasarkan ilmu terlebih dalam hubungannya dengan ibadah. Di luar ibadah pun, suatu tindakan juga harus sesuai dengan ilmu terkait, misalnya pengobatan atau terapi terhadap orang sakit harus berdasarkan ilmu tertentu yang memang bisa dipertanggungjawabkan. Dalam ibadah, amal tanpa didasari ilmu akan tertolak. 
  3. Senantiasa bersikap tenang. Pendidik tentu bersikap tenang dalam menghadapi berbagai persoalan. Inilah salah satu hal yang membedakan antara pendidik dan orang awam. Terlebih dalam menghadapi peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya dalam kependidikan, seorang pendidik hendaknya bersikap sabar dan tidak emosional.   
  4. Tidak takabur dalam memerintah atau memanggil seseorang. Pendidik dituntut meneladani sifat-sifat Rasulullah sebanyak mungkin.    
  5. Bersikap lembut terhadap peserta didik. Sangat tidak dianjurkan pendidik bersikap keras, apalagi kejam terhadap peserta didiknya sebab hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perilaku mereka.   
  6. Tidak membanggakan diri. Pendidik hendaknya tidak membanggakan diri atas semua prestasi yang diraihnya sebab hal ini bisa membawanya pada sikap ujub, yakni mengagumi diri sendiri yang ujung-ujungnya menimbulkan kesombongan. Allah sangat tidak menyukai hamba-hamba-Nya yang sombong, dan sebaliknya mengangkat derajat orang-orang yang senantiasa bertawadhu’
  7. Mengajukan pertanyaan yang bisa dipahami orang yang lamban berpikirnya. Tingkat kesulitan pertanyaan yang diajukan kepada seorang peserta didik, misalnya, harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan berpikir atau seberapa luas pengetahuannya. Tidak bijak memberikan pertanyaan yang sulit kepada peserta didik yang baru mulai belajar sebab hal ini bisa menimbulkan frustrasai dan tidak percara diri .  
  8. Merendah dengan mengatakan, “Saya tidak tahu.” Ada kalanya pendidik tidak perlu menjawab suatu permasalahan apabila peserta didik benar-benar tidak bermaksud bertanya tetapi hanya ingin mengujinya. Dalam situasi seperti ini lebih baik pendidik mengatakan ketidaktahuannya dengan tetap menunjukkan sikap tawadhu’nya, dan bukan dengan bersikap marah-marah.   
  9. Bersedia menjawab secara ringkas (sederhana) pertanyaan yang diajukan penanya yang kemampuan berpikirnya masih terbatas. Seorang pendidik dituntut mengenali tingkat kemampuan berpikir peserta didiknya yang beragam sehingga penjelasan yang ditujukan kepada individu tertentu disesuaikan dengan tingkat kecerdasannya. Sistem pembelajaran “sorogan” sangat memungkinkan pendidik mengenali potensi akademik peserta didiknya satu per satu.   
  10. Menghindari sikap yang tak wajar. Seorang pendidik hendaknya selalu bersikap wajar terhadap peserta didiknya. Ia tidak perlu bersikap terlalu keras atau sebaliknya terlalu lembut. Sikap terlalu keras bisa membuat peserta didik tidak kreatif, dan sebaliknya sikap terlalu lembut bisa membuat peserta didik meremehkan perintah-perintah pendidik. Sikap terbaik adalah yang moderat, atau sesuai dengan situasi dan kondisi.    
  11. Mendengar dan menerima argumentasi dari orang lain meskipun ia seorang lawan. seorang pendidik hendaknya bersikap akomodatif terhadap argumetasi dari mana pun asalnya, termasuk dari orang yang tidak sependapat dengannya dengan cara mau mendengarkan dan mempertimbangkan untuk mengkaji kuat tidaknya argumentasi itu. Maksudnya seorang pendidik tidak boleh besikap apriori terhadap pendapat orang lain.   

Demikianlah kesebelas adab pendidik sebagaimana dinasihatkan oleh Imam al-Ghazali. Kesebelas adab tersebut dapat diringkas bahwa seorang pendidik hendaknya senantiasa menuntut ilmu dan mengamalkannya; menjaga akhlak terpuji dengan memiliki sikap tenang, lemah lembut, tawadhu’ dan bersikap wajar; memahami karakter murid-muridnya dan tidak apriori terhadap pendapat orang lain yang berbeda.

Sedangkan dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Ghozali menyebutkan: Jika engkau seorang pendidik maka hendaklah engkau jaga adab-adab ini:

1.        Ihtimal (banyak sabar menanggung kesusahan)

2.        Lambat marah.

3.        Duduk dengan haibah atas kelakuan yang tetap serta menundukkan kepala.

4.        Meninggalkan takbur atas sekalian hamba Allah Taala kecuali terhadap orang yang zalim kerana menegahkan daripada kezalimannya.

5.        Memilih tawadu' yakni merendahkan diri pada perhimpunan orang ramai dan pada majlis orang ramai

6.        Meninggalkan bergurau dan bermain-main

7.        Kasih sayang dengan murid dan lemah lembut dengan yang kurang pandai.

8.        Membimbing murid yang bebal.

9.        Tidak memarahi murid yang bodoh.

10.    Tidak malu daripada berkata "aku tidak tahu" (bagi masalah yang tidak diketahuinya).

11.    Memberikan perhatian kepada murid yang bertanya dan cuba memahami soalannya dengan baik.

12.    Menerima hujjah atau dalil yang dihadapkan kepadanya

13.    Tunduk kepada kebenaran dengan kembali kepadanya ketika ia tersalah.

14.    Melarang murid daripada ilmu yang boleh memudaratkan.

15.    Melarang murid daripada menghendaki yang lain dari Allah dengan ilmunya.

16.    Melarang murid daripada menuntut ilmu yang f ardhu kifayah sebelum selesai daripada menuntut ilmu yang fardhu Ain. Dan ilmu yang fardhu ain itu ialah yang berkenaan dengan membaikkan zahir dan batin dengan taqwa.

17.    Memperbaiki diri sendiri dengan taqwa sebelum ia menyuruh orang lain, supaya muridnya dapat mencontohi amalannya dan mengambil manfaat daripada percakapannya (ilmunya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Menghargai Setiap Tetes: Kajian Holistik tentang Penggunaan Air secara Bijaksana untuk Masa Depan Berkelanjutan."

Latar Belakang Penggunaan air yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari menjadi perhatian utama penulis, terutama dalam aktivitas seperti b...