Bekerja merupakan ibadah dan kewajiban seorang hamba kepada
Allah swt. Karena bekerja adalah ibadah, maka ada aturan syariat yang
menaunginya. Bekerja bukan asal bekerja. Bekerja bukan sekedar mendapatkan
dunia saja tapi bagaimana agar pahala juga diperoleh.
Allah Ta’ala memerintahkan bekerja kepada setiap
hamba-hambaNya (QS. Attaubah: 105)
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan
Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan.
Manfaat
Bekerja
Pertama, orang yang ikhlas bekerja akan mendapatkan
ampunan dosa dari Allah Ta’ala.
Dalam sebuah hadis diriwayatkan :
رواه الطبراني. مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى
مَغْفُوْرًا لَهُ
“Siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran pekerjaan yang
telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya diampuni
oleh Allah Ta’ala.” (HR. Thabrani).
Kedua, akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat, haji dan umrah.
Dalam sebuah riwayat dikatakan
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ
لَذُنُوْبًا، لاَ تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ،
قَالَ وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ
(رواه الطبراني
“Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa
yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat
bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,
‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani).
Ketiga, mendapatkan cinta Allah Ta’la.
Dalam sebuah riwayat digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ (رواه الطبراني
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang
giat bekerja.” (HR. Thabrani).
Keempat, terhindar dari azab neraka.
Dalam sebuah riwayat dikemukakan,
“Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi
Muhammad saw baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang
melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah
bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan
cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian
Rasulullah saw mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah
tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka.'” (HR. Tabrani).
Bekerja yang Berbuah Surga
Jika pekerjaan seorang muslim itu
benar (tidak menyalahi syariat), dilakukan dengan benar (tidak menipu dan hal
buruk lainnya), maka surga kelak di akhirat akan menjadi buah dari kerjanya
selama di dunia ini. Pertanyaannya, kerja yang dikerjakan seperti apakah yang
mampu membuahkan surga? Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan
seorang muslim agar kerja-kerjanya berbuah surga antara lain sebagai berikut.
Pertama, Niat Ikhlas Karena
Allah SWT
Ketika bekerja, niatan utamanya
adalah karena Allah SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh
setiap hamba. Dan konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas
pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya
basah dengan do’a bismillahi tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa
billah.. Dan ketika pulang ke rumah pun, kalimat tahmid menggema dalam
dirinya yang keluar melalui lisannya.
Kedua, Sungguh-sungguh dan
profesional dalam bekerja
Syarat kedua agar pekerjaan
dijadikan sarana mendapatkan surga dari Allah SWT adalah profesional,
sungguh-sungguh dan tekun dalam bekerja. Di antara bentuknya adalah, tuntas
melaksanakan pekerjaan yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di
bidangnya dsb.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia bekerja,
ia menyempurnakan pekerjaannya.” (HR. Tabrani).
Ketiga, Bersikap Jujur dan Amanah
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang
dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau
pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah yang akan dimintai pertanggung
jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam
bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi
haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah
hadits Rasulullah SAW bersabda, “Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat
dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada”.
(HR. Turmudzi).
Keempat, Menjaga Etika Sebagai
Seorang Muslim
Bekerja juga harus memperhatikan
adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur,
berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan pelanggan, rapat, dan
sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman
seorang mu’min. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
“Sesempurna-sempurnanya
keimanan seorang mu’min adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Turmudzi)
Kelima, Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
Aspek lain dari etika bekerja
dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam
pekerjaan yang dilaku-kannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi
menjadi beberapa hal: Pertama, dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya,
seperti memproduksi tidak boleh barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan
(seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar dan sebagainya; Kedua
dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti
risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara
laki-laki dengan perempuan, dan sebagaianya. Allah berfirman yang artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (Qs. Muhammad: 33).
Keenam, Menghindari Syubhat
Dalam bekerja terkadang seseorang
dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara
kehalalan dengan keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar,
yang terdapat indikasi adanya satu kepentingan tertentu. Atau seperti bekerja
sama dengan pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau
pelanggarannya terhadap syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari
internal maupun eksternal. Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam
kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, “Halal itu
jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang
syubhat. Maka barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia
terjerumus pada yang diharamkan…” (HR. Muslim).
Ketujuh, Menjaga Ukhuwah Islamiyah
Aspek lain yang juga sangat
penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim.
Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di
tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah saw mengemukakan tentang hal yang
bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum
muslimin. Nabi saw mengemukakan, “Dan janganlah kalian membeli barang yang
sudah dibeli saudara kalian” karena jika terjadi kontradiktif dari hadits
di atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah di antara mereka;
saling curiga dan sebagainya. Agar kerja kita benilai pahala surga, tentu tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Ada proses panjang yang harus dilakukan
seperti dijelaskan dalam tahapan-tahapan di atas.
Semoga Allah Ta’ala memudahkan
kita untuk bekerja bukan sekedar bekerja, tapi bagaimana setiap pekerjaan bisa
bernilai pahala dan berbuah surge kelak, wallahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar