ORIENTASI IDEOLOGIS GERAKAN KEAGAMAAN :
MEMAKNAI SEMANGAT PURIFIKASI DAN REVIVALISME
oleh : alfiatu solikah
A.
|
Pengantar
Tiga kekaisaran Islam yakni Mughal di India, Safavid di
Iran dan Usmani di Turki, pada akhir
abad ke-18 tidak bisa lagi mempertahankan posisi dominan kaum muslimin dalam
masyarakat dunia yang plural. Pada abad
ke-19 dan awal abad ke-20 dengan semakin kokohnya kolonialisme Eropa
disebagian negara muslim, muncul tantangan baru bagi
masyarakat dan para tokoh Islam. Dibidang
pemikiran keagamaan muncul
protagonis orientasi modern dan tradisional.
Hegemoni politik dan ekonomi barat, berdampak terhadap
dunia Islam yang menyebabkan semakin dalamnya krisis identitas yang dialami
oleh masyarakat muslim dari Maroko sampai Indonesia. Krisis ini menimbulkan
tantangan keagamaan sosial dan politik bagi kaum muslimin.
Para pemikir muslim berkeyakinan bahwa Islam merupakan
sumber inspirasi dalam menjawab tantangan sosial politik yang diakibatkan
oleh modernisasi. Mereka yakin bahwa umat Islam bisa hidup di dunia modern tanpa
harus meninggalkan prinsip ajaran agamanya.
Pada awal sejarah Islam, kaum muslimin tidak pernah
menduduki posisi dibawah meskipun dihadapkan pada tantangan budaya dari
berbagai peradaban, tetapi tantangan utama pada masa itu adalah bagaimana
menciptakan infrastruktur sosial politik yang kokoh berkaitan dengan semakin
besarnya daerah kekuasaan Islam. Tantangan ini akhirnya mewujudkan tegaknya
sebuah sistem Islam yang melahirkan sebuah peradaban dunia. Tetapi tantangan
budaya yang utama yakni bagaimana menghilangkan inferioritas masyarakat
muslim menghadapi dunia barat dan tantangan politik yang mendorong
terpusatnya upaya untuk membebaskan diri dari pendudukan Barat, muncul pada masa modern.
Tantangan semacam ini akhirnya mempengaruhi pergerakan
keagamaan (Islam) yang mencoba menggali solusi sosial politik terhadap
persoalan yang dihadapi umat Islam berdasarkan perspektif keagamaan. Semangat
purifikasi dan revivalisme memberikan warna pada gerakan keagamaan yang
mencerminkan jawaban kaum muslimin terhadap persoalan yang mereka hadapi.
Makalah ini menggunakan kajian teks serta literatur
yang membicarakan dasar-dasar serta ide, pikiran dan wawasan keagamaan
tentang orientasi ideologi gerakan
keagamaan.
Sumber data yang digunakan adalah literatur sumber pokok
ajaran Islam, yang memberikan wawasan tentang pembaharuan dalam Islam,
literatur yang mengekspresikan semangat purifikasi dan revivalisme pada
gerakan keagamaan (Islam) dan berbagai tulisan dengan thema yang sama.
Sebagai landasan dari pembahasan, Analisa dilakukan
dengan menggunakan logika induktif, yaitu proses berfikir yang diawali dari
fakta-fakta pendukung yang spesifik, menuju pada arah yang lebih umum.[1]
Selanjutnya isu khusus yang dijadikan fokus penulisan digali melalui analisa
dokumentasi dan kemudian dituangkan secara deskriptif.
Selain itu analisa yang digunakan adalah pendekatan
ideologis. Yang dimaksud ideologi disini adalah interpretasi keagamaan dari
berbagai ragam ide yang saling berkaitan yang ada dan dalam gerakan-gerakan Islam, yang
merefleksikan moral, kepentingan serta komitmen sosial dan politik gerakan.[2]
Pendekatan semacam ini menjelaskan dan mengevaluasi
kondisi sosial, peran individu dalam masyarakat dan akibat dari berbagai aksi
sosial.
Pendekatan ini memandang bahwa berbagai unsur ideologi
umumnya diterima sebagai formulasi filosofis
yang tentatif yang perumusannya selalu disesuaikan dengan perubahan
sosial budaya.
Dengan pendekatan ideologis, makalah ini mencoba mencari korelasi antara
orientasi ideologis dan aktivitas nyata dari gerakan-gerakan Islam.
|
B.
|
Oreientasi Ideologis Gerakan Keagamaan
Semua gerakan
Islam yang muncul pada awal abad keduapuluh menyandarkan ideologinya pada
Islam. Meskipun secara budaya gerakan-gerakan Islam ini diperkaya oleh unsur
lokal dan nasional, pada dasarnya mereka ini mencerminkan pandangan dan
wawasan Islam yang beragam. Pada tingkat teori, ideologi itu dirumuskan
berdasarkan prioritas nasional. Ideologi memainkan peranan penting bagi
kelangsungan gerakan ; dan menjadi sebuah mekanisme internal yang penting
dalam perkembangannya. Ideologi memuat seperangkat doktrin dan keyakinan yang
dirumuskan dalam maksud dan tujuan gerakan. Didalamnya terdapat seperangkat
kritik terhadap tantangan kehidupan yang ada yang ingin diubahnya ;
seperangkat doktrin untuk membenarkan tujuan yang hendak dicapai ; dan
seperangkat keyakinan bagi program yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu,
bagi sebuah gerakan, ideologi tidak hanya memuat rencana penting untuk
memecahkan persoalan, tetapi juga sebagaimana yang dikatakan Blumer,
memberikan seperangkat nilai, keyakinan, kritik, alasan dan pembelaan. Dengan
kata lain, ideologi memberikan arahan, justifikasi, senjata untuk melawan dan
mempertahankan inspirasi serta harapan. Berdasarkan kerangka ideologis
seperti diatas, ada empat orientasi ideologis yang bisa dilihat dari kelompok
dan gerakan Islam yang muncul pada awal abad keduapuluh : tradisionalisme,
modernisme, sekularisme dan fundamentalisme. Keempat orientasi ini memiliki
karakteristik tertentu yang membedakan antara yang satu dengan lainnya.[3]
Orientasi ideologis yang bisa dilihat dari kelompok dan gerakan Islam
yang muncul pada awal abad keduapuluh ini salah satunya adalah fundamentalisme – Radikalisme. Fundamentalisme,
yang sering
digunakan untuk menyebut gerakan keagamaan dalam berbagai karya tulis, telah
menjadi istilah yang sangat popolar dan bahkan kontroversial. Meskipun pada
mulanya fundamentalisme menunjuk sebuah fenomena gerakan Kristen Protestan,
namun sekarang istilah ini secara luas dipakai untuk menyebut gerakan yang
terjadi di kalangan masyarakat Katolik, Islam (Sunni dan Shi'i), Yahudi,
Hindu, Buddha, dan Zoroaster. Istilah fundamentalisme dikenal untuk pertama
kali bersamaan dengan
munculnya gerakan Kristen Protestan di Amerika Serikat pada awal abad ke-20 dalam usahanya melawan
pengaruh modernisme.
Fundamentalisme
Protestan memiliki karakteristik tertentu, di antaranya adalah :
1. Percaya akan ajaran-ajaran pokok iman Kristen yang pada dasarnya mencakup
otoritas kitab suci, kelahiran Yesus dari perawan Bunda Maria, kembalinya
Yesus secara fisik ke dunia, percaya adanya mu'jizat, tidak terasakannya
derita Yesus pada waktu penyaliban.
2. Berupaya
menjaga kemurnian ajaran pokok dari pengaruh ajaran lain dan bersedia
mengorbankan diri mereka demi keyakinannya. Pada awal abad ke-20,
mereka menyatakan perang terhadap kaum modernis terutama terhadap pikiran-pikirannya
mengenai Bible dan melarang ajaran evolusi Darwin untuk diajarkan di
sekolah-sekolah umum. [4]
Dalam upayanya ini kaum
fundamentalis mengalami kegagalan dan sejak itu mereka menjadi kelompok yang
terkucil. Namun kemudian mereka bisa menyusun
kekuatan kembali pada akhir dekade tahun 1920-an sebagai kekuatan
moral yang dominan.
Di dunia Islam istilah
fundamentalisme juga sering
dipakai, terutama oleh para pengamat Barat, dalam berbagai karya ilmiah untuk
menyebut gerakan Islam tertentu. Sebagian mereka mempersoalkan apakah istilah
seperti itu cocok untuk dipakai dalam konteks Islam. Salah satu ciri utama
fundamentalisme Protestan, yakni percaya akan kemutlakan kebenaran Alkitab,
dinilai tidak relevan dengan konteks Islam, karena semua kaum muslimin baik
yang fundamentalis maupun yang non-fundamentalis
yakin akan kebenaran Kitab Suci mereka (Al Qur'an).
Fundamentalisme
Islam bisa dibedakan menjadi dua macam, yakni pertama :
fundamentalisme tradisional. Beberapa ahli
menyatakan bahwa fundamentalisme Islam bukanlah sebuah istilah yang begitu
penting. Namun jika makna fundamentalisme itu ditekankan pada originalitas
sumber serta prinsip-prinsip dasar ajaran Islam, terdapat kelompok kecil
aliran pemikiran yang berpendapat bahwa al-Qur'an dan Sunnah merupakan sumber ajaran
Islam pokok dan mengikat untuk dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari ; bahwa
produk pemikiran keagamaan klasik dan pertengahan tidak mengikat ; bahwa dalam
beberapa hal produk pemikiran ini mengakibatkan munculnya kemalasan berpikir
dalam Islam; bahwa selama masa kekaisaran Islam, banyak penguasa muslim mengakomodasi
terlalu banyak tradisi lokal yang non-Islami ; bahwa paling tidak beberapa tarekat Sufi terlibat dalam
praktik-praktik ajaran non-Islami ; bahwa mengkultuskan diri seseorang dinilai scbagai politeisme ; dan bahwa
setiap muslim harus
mempelajari dan mengamalkan al-Qur'an dan Sunnah serta menghilangkan taqlid buta. .................. Kedua,
fundamentalisme modern. Kemasyhuran intelektual tokoh fundamentalisme modern tidak diragukan lagi. Tidak seperti fundamentalisme tradisional,
fundamentalisme modern merupakan sebuah jawaban terhadap tantangan
modernisasi. Upaya penting yang dilakukan oleh gerakan ini adalah merumuskan
sebuah alternatif Islam menghadapi ideologi sekular modern seperti liberalisme,
Marxisme, dan
nasionalisme. Kebanyakan
pemimpin gerakan ini, pada awal abad ke-20, bukan alumni lembaga pendidikan
Islam yang terkenal.[5]
Beberapa sarjana mengatakan bahwa
gerakan ini lebih tepat disebut sebagai "islamis" dari pada
fundamentalis. Sarjana yang lain mengkelompokkannya sebagai radikalisme Islam
atau Islam Revolusioner.
Meskipun radikalisme mungkin lebih tepat, namun sebagian ahli lebih suka menyebutnya
sebagai fundamentalisme Islam modern. Hal ini karena di Barat, baik
di mass media, jurnal akademik, dan buku, gerakan ini sering
disebut sebagai fundamentalis Islam. Lebih jauh, mereka yang
menyarankan menggunakan konsep alternatif sering
juga menggunakan label fundamentalisme Islam.
Penamaan radikalisme Islam didasarkan
atas dua alasan: pertama, istilah ini merupakan sebuah fenomena ideologis,
yang pendekatannya harus
dilakukan dengan memusatkan pada makna ideologis, dan mengesampingkan akibat
serta konteks sosial. Kedua, istilah ini tidak menunjuk pada doktrin,
kelompok, atau gerakan tunggal tetapi menunjukkan beberapa karakteristik
tertentu dari sejumlah doktrin, kelompok dan gerakan. Karena itu istilah ini
didefinisikan sebagai orientasi kelompok ekstrim dari kebangkitan Islam
modern (revival, resurgence, atau reassertion). Kecenderungan ini bukan
suatu fenomena modern tetapi telah muncul sebelumnya dalam sejarah Islam
dalam mengatasi kemerosotan moral dan pengaruh ide bangsa asing. Gerakan kebangkitan
Islam modern muncul karena didorong oleh
dua faktor ini, tetapi juga terutama oleh keinginan untuk mengusir pengaruh
imperialisme Barat dari kawasan Islam. Dua gerakan yang bisa dikelompokkan
pada kecenderungan
ini adalah Jama'at Islami
(1941) di Pakistan dan lkhwanul Muslimin
(1928) di Mesir.
Isu penting yang dikembangkan oleh
gerakan kebangkitan Islam adalah berkaitan dengan kehidupan
publik. Persoalan tentang keimanan
dan ubudiyah tidak
begitu menonjol apabila dibandingkan dengan persoalan "peran
Islam dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya." Ciri yang menjadikan
gerakan ini memperoleh predikat fanatik dan tidak toleran adalah klaimnya
yang menyatakan bahwa mereka ini merupakan
kelompok yang benar di mata Tuhan. Mereka
ini cenderung memandang dirinya
sendiri bukan sebagai bagian dari kelompok muslim kebanyakan tetapi sebagai penjaga
kebenaran Islam.
Kenyataan
menunjukkan bahwa fundamentalisme Islam modern mewakili kelompok minoritas
di dunia Islam, namun mereka ini
menikmati sebuah suasana politik yang signifikan di sebagian besar dunia
Islam. Kegiatan mereka tidak terorganisasikan dari satu
pusat. Akibatnya, program,
strategi, dan taktik mereka berbeda antara satu kawasan dengan kawasan lain. Meskipun
terdapat perbedaan, ada beberapa tema
serta kebijakan sama yang dilakukan oleh sebagian besar kaum fundamentalis
modern. Pemikir seperti
Abul A'la Maududi
(1903-1979)[6],
Hasan Al-Banna (1906-1949)[7],
Sayyed Qutb (1909-1966)[8],
Ayatullah Khomeini (1902-1989)[9],
meskipun mereka berbeda dalam beberapa persoalan, telah mendorong munculnya
persatuan di antara mereka. Di antara ide dan gagasan fundamentalisme Islam
modern, sumbangan ketiga tokoh yang disebutkan di atas sangat berarti.
Para pemikir Barat pada umumnya
mengkaitkan istilah ini dengan berbagai gerakan dan kecenderungan yang
mengajak untuk mengaplikasikan syari'ah
Islam dalam semua aspek
kehidupan secara murni. Ajakan ini termasuk upaya untuk mendirikan negara Islam yang akan
menjamin pelaksanaan syari'ah
dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka menolak keras
pengaruh budaya Barat dalam
kehidupan sehari-hari. Di
dunia Sunni, kecenderungan seperti ini
dihubungkan dengan gerakan Ikhwan AI-Muslimun
dan Jama'at Islami. Di dunia Shi'i, istilah fundamentalisme dipakai untuk menyebut
revolusi Islam Iran pada tahun 1979.[10]
Akhir-akhir ini, beberapa penulis
Barat menghubungkan istilah fundamentalisme dengan berbagai fenomena yang
muncul dalam kaitannya
dengan isu Islamisasi ekonomi, pendidikan dan pakaian.
Sedangkan perkembangan
Islam di Indonesia sejak 1980-an, ditandai oleh munculnya fenomena
menguatnya religiusitas umat Islam. Fenomena yang sering ditengarai sebagai kebangkitan Islam (Islamic revivalism) ini muncul dalam bentuk meningkatnya kegiatan
peribadatan, menjamurnya pengajian, merebaknya
busana yang islami, munculnya lembaga ekonomi Islam
(bank Syariah), Islamisasi hukum keluarga (UU
Perkawinan), menguatnya warna keagamaan dalam sistem pendidikan (UU
Pcndidikan Nasional), fenomena "ijo-royo-royo" di parlemen dan
birokrasi, dipakainya simbol-simbol Islam dalam acara kenegaraan, serta
munculnya partai-partai yang memakai platform Islam. Fenomena mutakhir yang mengisyaratkan menguatnya kecenderungan ini adalah
tuntutan formalisasi Syariat Islam.
Selain fenomena di atas, setelah Reformasi, kebangkitan Islam ini juga ditandai oleh munculnya aktor gerakan
Islam baru. Aktor baru ini berbeda dengan aktor gerakan Islam yang lama, seperti NU,
Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, Al-Washliyah, Jamaat Khair dan
sebagainya. Gerakan mereka berada di luar
kerangka mainstream proses
politik,
maupun wacana dalam gerakan Islam dominan. Fenomena munculnya aktor baru ini sering disebut "gerakan Islam Baru" (new Islamic movement). Kelompok-kelompok Tarbiyah (yang kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera), Hizbut Tahrir
Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, Lasykar Jihad dan
sebagainya, merupakan representasi generasi baru gerakan Islam di
Indonesia.
Organisasi-organisasi
baru ini memiliki
basis ideologi,
pemikiran,
dan strategi
gerakan
yang berbeda dengan ormas-ormas
Islam yang ada sebelumnya.
Mereka ditengarai berhaluan puritan, memiliki karakter yang lebih militan, radikal, skripturalis,
konservatif,
dan ekslusif.
Berbagai ormas baru tersebut memang memiliki platform yang
beragam, tetapi
pada umumnya
memiliki
kesamaan
visi, yakni pembentukan "negara Islam"
(dawlah
Islámiyah) dan mewujudkan penerapan syariat
Islam, baik dalam wilayah masyarakat, maupun negara.
Meskipun spektrum
berbagai gerakan
ini cukup luas dan kompleks, tetapi secara ideologis, kelompok ini secara keseluruhan menganut paham "salafisme radikal, yakni berorientasi pada
penciptaan kembali masyarakat salaf (generasi Nabi Muhammad dan para
sahabatnya) dengan cara-cara keras dan radikal. Bagi mereka, Islam pada masa kaum salaf inilah yang merupakan Islam paling sempurna, masih murni dan
bersih dari berbagai tambahan atau campuran (bid'ah) yang dipandang
mengotori Islam. Radikalisme religio-historis ini
diperkuat dengan
pemahaman
terhadap
ayat-ayat Alquran dan hadis secara harfiah.
Gerakan Islamisasi versi mereka
lebih bercorak
konfrontatif terhadap sistem sosial
dan politik yang ada. Gcrakan ini menghendaki Adanya
perubahan mendasar pada sistem yang ada saat ini yang mereka sebut sistem
sekuler dan berupaya menggantinya dengan sistem baru (sistem Islam) yang
mereka anggap sebagai solusi, merupakan jargon yang menyemangati gerakan
mereka.
Munculnya gerakan Islam baru ini, diasumsikan sebagai
akibat dari pengaruh gerakan serupa yang ada di Timur Tengah. Partai Keadilan
Sejahtera ditengarai sebagai gerakan yang memiliki basis Ideologi Ihwanul
Muslimin. Hizbut Tahrir Indonesia jelas-jelas menyatakan cabang dari Hizbut
Tahrir Palestina. Demikian juga laskar jihad merupakan pengaruh dari
pemikiran salafiah dari Saudi Arabia dan Kuwait. Majelis Mujahidin Indonesia
oleh Sidney Jons dipandang memiliki kesamaan nama dan platform dengan Jama'ah Islamiyah faksi sempalan
Ihwanul Muslimin yang eksis di Mesir.
Pengaruh keagamaan dan politik dari Timur Tengah ke Indonesia bukanlah hal baru dalam sejarah. Semenjak Islam masuk
ke Nusantara, hubungan masyarakat Indonesia dengan Timur Tengah sangat kental. Dalam konteks keagamaan, pengetahuan dan politik, transmisi ini dimungkinkan, karena posisi Timur Tengah sebagai sentrum yang selalu menjadi rujukan umat Islam. Negara-ncgara yang memiliki
kota-kota suci dan pusat ilmu pengetahuan selalu dikunjungi orang Indonesia,
baik untuk berhaji, ziarah maupun belajar.
Karakteristik
dan Perbandingan
Persoalan penting yang
selalu menjadi tema dari
berbagai macam gerakan Islam ialah bagaimana mengaplikasikan ajaran Islam
dalam kehidupan sehari-hari.
Berbagai macam
solusi telah ditawarkan oleh
berbagai gerakan Islam dalam menjaga persoalan yang berkaitan dengan
kehidupan politik, sosial, ekonomi
dan budaya. Dalam konteks ini Fundamentalisme Islam bisa dibandingkan dengan kelompok
Ideologi dominan lainnya dalam gerakan Islam, yang secara garis besar
diwakili oleh kelompok sekularis, modernis dan tradisionalis.
Kaum sekularis :
-
Yakin
akan otoritas akal pikiran manusia dalam kehidupan umum dan
membatasi pesan agama
hanya pada bentuk ritual yang bersifat idividual.
-
Mereka
memformulasikan ide-ide dasarnya pada ideologi serta contoh kehidupan
Barat.
Kelompok modernis berpandangan bahwa :
-
Islam merupakan ajaran agama yang mencakup semua aspek kehidupan,
baik umum maupun pribadi.
-
Keyakinan serta praktik agama harus
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan prinsip-prinsip ajaran
Islam, Al-Qur'an dan Al-Sunnah, (bagi
kaum Shi'ah termasuk contoh yang diberikan oleh para imam) dan tuntutan
: perkembangan zaman.
-
Bagi kaum modernis, syari'ah harus diaplikasikan dalam semua
aspek kehidupan secara fleksibel dan mereka ini cenderung menginterpretasikan
ajaran Islam tertentu dengan menggunakan berbagai pendekatan, termasuk
pendekatan dari Barat.
Kaum tradisionalis adalah :
-
Mereka
yang pada umumnya diidentikkan dengan ekspresi Islam lokal, serta kaum elit
kultur tradisional
yang tidak tertarik dengan perubahan dalam pemikiran serta praktik Islam.
-
Mereka yang dimasukkan dalam kategori ini
adalah para ulama Al-azhar akhir abad ke-19 dan awal ke-20 yang menolak
reformasi Muhammad Abduh; kelompok Qadimis yang menentang gerakan Jadidisme
di Asia Tengah dan Kaum Tua yang menentang ide-ide Kaum Muda di Indonesia.
Kelompok
fundamentalis :
-
Menginterpretasikan
Islam berdasarkan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam tetapi mereka ini
menentang kecenderungan kaum modernis yang dituduh telah memasukkan
unsur-unsur non-Islam Barat ke dalam Islam.
-
Bagi kaum fundamentalis,
syari'ah dipandang cukup mampu menjawab tantangan perkembangan modern, karena
itu setiap interpretasi
hendaknya dilakukan secara Islami dan bukan menggunakan cara-cara Barat.
-
Mereka juga mengkritik ide dan praktik kaum tradisionalis dan
menentang kecenderungan sebagian kaum tradisionalis yang bekerja sama dengan
pemerintahan sekular.
-
Ciri-ciri kaum fundamentalis seperti yang disebutkan ini bisa
ditemukan pada gejala fundamentalis di dunia Sunni dan Shi'i, meskipun di
antara mereka terdapat perbedaan.
1.
Fundamentalisme Sunni
biasanya muncul dari gerakan reformis-modernis
Islam, yang tokohnya umumnya
berasal dari kalangan "biasa" dan mereka ini umumnya
bersikap ambivalen terhadap ulama.
2.
Fundamentalisme Shi'i, menurut sejarahnya berasal dari kalangan
tradisionalis yang sangat
menentang pengaruh Barat dan umumnya
pemimpin mereka itu berasal dari kalangan ulama.
Perbedaan antara fundamentalisme di dunia Sunni dan Shi'i nampak
menyolok di lapangan tetapi tidak begitu penting dalam masalah prinsip. Dalam
hal ini, fundamentalisme Shi'i telah mencapai sukses dalam revolusi untuk
mendirikan negara Islam, namun di kalangan Sunni, paling tidak sampai
sekarang, belum bisa merealisasikan hal yang lama.
Satu hal penting yang perlu
diingat adalah bahwa meskipun munculnya kaum fundamentalis merupakan reaksi
terhadap pengaruh modernisme, tetapi dalam beberapa hal mereka sebenarnya
tidak bisa lepas dari modernitas. Baik kaum fundamentalis Islam maupun
Protestan menerima hasil
teknologi yang dihasilkan oleh modernitas. Kaum fundamentalis di Amerika,
misalnya, lebih banyak memakai mass-media sebagai alat
propaganda ide-ide mereka dari pada Gereja liberal.
Di dunia Islam, gerakan Ikhwan
al-Muslimin menggunakan komunikasi modern dan bentuk-bentuk organisasi
modern. Imam Khomeini sewaktu dalam pengasingannya di Paris selalu
menggunakan hasil penemuan
modern dalam bentuk kaset rekaman untuk menyebarkan ide-idenya
kepada para pengikutnya di Iran.
Fundamentalisme Islam, sesungguhnya bukan merupakan sebuah doktrin
atau gerakan tunggal tetapi
lebih menunjukkan ciri-ciri yang sebenarnya juga dimiliki oleh
doktrin serta gerakan lain. Fundamentalisme merupakan
sebuah orientasi ideologi dan karena
itu harus didefinisikan sejalan dengan orientasi berbagai fenomena lain
seperti gerakan revivalism, resurgence, reassertion dan islamist.
|
C.
|
Gerakan fundamentalis
& radikalis mewarnai pertikaian faham
dikalangan umat Islam dewasa ini
Fundamentalisme dan radikalisme dalam Islam
berawal dari perbedaan penafsiran dalam memahami teks-teks agama. Ada
kelompok dalam Islam yang memahami teks agama secara kontekstual yang
melahirkan Islam moderat dan adapula kelompok yang memahami teks agama secara
tekstual yang pada akhirnya membentuk kelompok fundamental dan radikal dalam
Islam. Gerakan
fundamentalis & radikalis menghendaki adanya perubahan mendasar pada sistem yang
ada saat ini yang mereka sebut sistem sekuler dan berupaya menggantinya
dengan sistem baru (sistem Islam) yang mereka anggap sebagai solusi,
merupakan jargon yang menyemangati gerakan mereka.
Munculnya gerakan Islam baru ini, diasumsikan sebagai
akibat dari pengaruh gerakan serupa yang ada di Timur Tengah. Partai Keadilan
Sejahtera ditengarai sebagai gerakan yang memiliki basis Ideologi Ihwanul
Muslimin. Hizbut Tahrir Indonesia jelas-jelas menyatakan cabang dari Hizbut
Tahrir Palestina. Demikian juga laskar jihad merupakan pengaruh dari
pemikiran salafiah dari Saudi Arabia dan Kuwait. Majelis Mujahidin Indonesia
oleh Sidney Jons dipandang memiliki kesamaan nama
dan platform dengan Jama'ah Islamiyah faksi sempalan Ihwanul Muslimin yang
eksis di Mesir. [11]
|
|
1.
Jama’ah
Ikhwanul Muslimin
Jamaah Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 dengan pendiri Hassan al-Banna,
bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi,
Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi. Ikhwanul Muslimin pada saat
itu dipimpin oleh Hassan al-Banna. Pada tahun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul
Muslimin dibuat dan disahkan pada Rapat Umum Ikhwanul Muslimin pada 24 September1930. Pada tahun 1932, struktur administrasi
Ikhwanul Muslimin disusun dan pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka
cabang di Suez, Abu Soweir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun 1933, Ikhwanul
Muslimin menerbitkan majalah mingguan yang dipimpin oleh Muhibuddin Khatib.[12]
Ø Perkembangan 1930-1948
Kemudian pada tahun 1934, Ikhwanul Muslimin
membentuk divisi Persaudaraan Muslimah. Divisi ini ditujukan untuk para
wanita yang ingin bergabung ke Ikhwanul Muslimin. Walaupun begitu, pada tahun
1941 gerakan Ikhwanul Muslimin masih beranggotakan 100 orang, hasil
seleksi dari Hassan al-Banna. Pada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin turut
serta dalam perang melawan Israel di Palestina. Saat organisasi ini sedang
berkembang pesat, Ikhwanul Muslimin justru dibekukan oleh Muhammad
Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir tahun 1948. Berita penculikan Naqrasyi
di media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin membuat semua
orang curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin.
Ø 1950-1970
Secara misterius, pendiri Ikhwanul Muslimin,
Hassan al-Banna meninggal dunia karena dibunuh pada 12
Februari 1949. Kemudian, tahun 1950, pemerintah Mesir merehabilitasi organisasi
Ikhwanul Muslimin. Pada saat itu, parlemen Mesir dipimpin oleh Mustafa
an-Nuhas Pasha. Parlemen Mesir menganggap bahwa pembekuan Ikhwanul Muslimin tidak
sah dan inkonstitusional. Ikhwanul Muslimin pada tahun 1950 dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi. Kemudian, tanggal 23 Juli 1952, Mesir dibawah pimpinan Muhammad Najib bekerjasama dengan Ikhwanul Muslimin dalam
rencana menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi Juli. Tapi,
Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini, dikarenakan tujuan Revolusi Juli
adalah untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai oleh militer sepenuhnya,
dan tidak berpihak pada rakyat. Karena hal ini, Jamal Abdul Nasir menganggap gerakan Ikhwanul Muslimin menolak
mandat revolusi. Sejak saat ini, Ikhwanul Muslimin kembali dibenci oleh
pemerintah.
Ø 1970-sekarang
Ketika Anwar
Sadat mulai berkuasa,
anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai dilepaskan. Menggantikan
Hudhaibi yang telah meninggal pada tahun 1973, Umar Tilmisani memimpin organisasi
Ikhwanul Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan tidak
bermusuhan dengan penguasa. Rezim Hosni
Mubarak saat ini juga
menekan Ikhwanul Muslimin, dimana Ikhwanul Muslimin menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen Mesir. [13]
Ø Pemikiran
Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah organisasi
Islam berlandaskan ajaran Islam. Bisa dilihat dari pemikiran utama Ikhwanul
Muslimin berikut. Ia merupakan salah satu
jamaah dari beberapa jamaah yang ada pada umat Islam, yang memandang bahwa
Islam adalah dien yang universal dan
menyeluruh, bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat, puasa, haji, zakat, dll) saja. Tujuan Ikhwanul
Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga
Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang dipimpin
oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara
mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah
sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam. Namun
sayang sekali ajaran shufi kental sekali mempengaruhi organisasi ini, Ikhwanul Muslimin
menolak segala bentuk penjajahan dan monarki yang pro-Barat.
Dalam perpolitikan di berbagai negara, Ikhwanul
Muslimin ikut serta dalam proses demokrasi sebagai sarana
perjuangannya, sebagaimana kelompok-kelompok lain yang mengakui demokrasi.
Contoh utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir yang mengikuti proses pemilu di negara tersebut.[14]
Ø
Mengutuk Terorisme
Al-Ikwan Al-Muslimun
mengutuk segala bentuk kriminalitas yang disebut dengan terorisme di seluruh
belahan bumi di dunia Arab dan Islam, sebagaimana di belahan negara lainnya
di dunia, seperti yang telah terjadi di New York dan Washington DC pada Serangan 11 September 2001. Begitu juga Al-Ikhwan
sangat mengecam peristiwa
anarkisme yang terjadi di Riyadh, Bali, Madrid dan lainnya Dengan sangat jelas Al-Ikhwan
mengumumkan bahwa tindakan-tindakan kriminalitas seperti itu sama sekali
tidak didukung oleh Syariat, Agama, dan Undang-undang manapun.[15]
Ø
Al-Ikhwan Bukan Wahabi
Di berbagai media, Ikhwanul
Muslimin juga sering dikait-kaitkan dengan gerakan Wahabi. Pada faktanya, antara
Al-Ikhwan dengan Wahabi berbeda jauh. Pengkait-kaitan Al-Ikhwan dengan Wahabi
pada dasarnya disebabkan adanya kesamaan nama. Di dalam sejarah Wahabi di Arab Saudi, mereka memang pernah memiliki pasukan tempur
yang bernama Al-Ikhwan, nama yang sama persis dengan Al-Ikhwan yang di Mesir.
Seorang penulis bernama Robert Lacey dalam catatan kaki bukunya yang berjudul
"Kerajaan Pertrodolar Saudi Arabia" di halaman 180 sudah
mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan
tak boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dibentuk di Mesir
di tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini [12] [13]. Secara pemikiran pun
antara Ikhwanul Muslimin dengan Wahabi saling bertolak belakang. Ikhwanul
Muslimin masuk ke dalam wilayah politik dalam perjuangannya (bahkan membentuk
partai politik), sedangkan Wahabi sebaliknya, yaitu antipati terhadap partai
politik.[16]
Kredo
Ikhwanul Muslimin memiliki
kredo berupa:
Walaupun begitu, Ikhwanul Muslimin tetap
mengikuti perkembangan teknologi dan tidak meninggalkannya. Sebagai
organisasi Islam moderat, Ikhwanul Muslimin diterima oleh segala lapisan dan
pergerakan. Ikhwanul Muslimin menekankan adaptasi Islam terhadap era globalisasi.
Pemikiran dan pergerakan Ikhwanul Muslimin mencakup delapan aspek yang
mencerminkan luasnya cakupan Islam sebagai ideologi yang mereka anut, yaitu Dakwah salafiyah (dakwah salaf), Thariqah sunniyah (jalan sunnah), Hakikat shufiyah (hakikat
sufi), Hai'ah siyasiyah (lembaga politik), Jama'ah riyadhiyah
(kelompok olahraga), Rabithah 'ilmiyah
tsaqafiah (ikatan ilmiah berwawasan), Syirkah
iqtishadiyah (perserikatan ekonomi), dan Fikrah ijtima'iyah
(pemikiran sosial) Pimpinan
Ikhwanul Muslimin disebut Mursyid 'Am atau Ketua Umum saat ini adalah Muhammad Badie
(2010 - )[17]
Ikhwanul
Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang Arab
sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir
dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim menyempatkan untuk bertemu kepada sejumlah
delegasi Indonesia.[18]
Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di
Indonesia setelah Muhammad
Natsir mendirikan
partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi. Partai Masyumi kemudian
dibredel oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya.
Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai yang menggunakan nama Masyumi,
yaitu Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi (PPII Masyumi). Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai
Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau kelompok
Tarbiyah. PBB mendeklarasikan partainya sebagai keluarga besar pendukung
Masyumi.
Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan (kini
berganti nama menjadi Partai
Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan tangan dari
gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik kalangan muda
intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya. [19]
2.
Hizbut
Tahrir
Hizbut
Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina. Gerakan
yang menitik beratkan perjuangan membangkitkan umat di seluruh dunia untuk
mengembalikan kehidupan Islam melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ini
dipelopori oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni Al-Azhar
Mesir, dan pernah menjadi hakim di Mahkamah Syariah di Palestina.
Hizbut
Tahrir kini telah berkembang ke seluruh negara Arab di Timur Tengah, termasuk
di Afrika seperti Mesir, Libya, Sudan dan Aljazair. Juga ke Turki, Inggris,
Perancis, Jerman, Austria, Belanda, dan negara-negara Eropah lainnya hingga
ke Amerika Serikat, Rusia, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, Pakistan,
Malaysia, Indonesia, dan Australia.
Hizbut
Tahrir masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di
kampus-kampus besar di seluruh Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah
Hizbut Tahrir merambah ke masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di
masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan.
Hizbut
Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam. Politik merupakan
kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di
tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam
sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan
kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam
realitas kehidupan. Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan
organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti
lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga pendidikan
(akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di bidang sosial
kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi jiwa, inti, dan sekaligus rahasia
kelangsungan kelompoknya.
Ø Latar Belakang Berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut
Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah Swt :
“(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang
menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam),
memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah
orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)[20]
Hizbut
Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat
parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan
hukum-hukum kufur, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan
pengaruh negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun kembali
Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang diturunkan Allah
Swt dapat diberlakukan kembali.
Ø Tujuan Hizbut Tahrir
Hizbut
Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke
seluruh penjuru dunia ; membangkitkan kembali umat Islam dengan
kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang ; berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa
kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih
kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini.
Ø Kegiatan Hizbut Tahrir
Seluruh
kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir bersifat politik. Maksudnya adalah
bahwa Hizbut Tahrir memperhatikan urusan-urusan masyarakat sesuai dengan
hukum-hukum serta pemecahannya secara syar’i. Karena yang dimaksud politik
adalah mengurus dan memelihara urusan-urusan masyarakat sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya seperti : mendidik dan membina umat dengan tsaqafah Islam, meleburnya
dengan Islam, membebaskannya dari aqidah-aqidah yang rusak,
pemikiran-pemikiran yang salah, serta persepsi-persepsi yang keliru,
sekaligus membebaskannya dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur
; aspek pertarungan pemikiran terlihat dalam
penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur ; penentangannya terhadap kaum kafir imperialis
untuk memerdekakan umat dari belenggu dominasinya, membebaskan umat dari
cengkeraman pengaruhnya, serta mencabut akar-akarnya yang berupa pemikiran,
kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari seluruh negeri-negeri Islam ; menentang para penguasa,
mengungkap pengkhianatan dan persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan
kritik, kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha menggantinya
tatkala mereka mengabaikan hak-hak umat, tidak menjalankan kewajibannya
terhadap umat, melalaikan salah satu urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum
Islam.
Jadi
kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang bersifat
politik, baik sebelum maupun sesudah proses penerimaan pemerintahan (melalui
umat).
Kegiatan
Hizbut Tahrir bukan di bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah
(sekolah). Begitu pula seruannya tidak hanya bersifat nasihat-nasihat dan
petunjuk-petunjuk. Kegiatan Hizbut Tahrir bersifat politik, (yaitu) dengan
cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam beserta hukum-hukumnya untuk
dilaksanakan, diemban, dan diwujudkan dalam kenyataan hidup dan pemerintahan.
Ø Metode Dakwah Hizbut Tahrir
Metode
yang ditempuh Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum syara’,
yang diambil dari thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw, sebab thariqah itu
wajib diikuti. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
kedatangan Hari Kiamat, dan dia banyak menyebut Allah (dengan membaca dzikir
dan mengingat Allah).” (QS. Al Ahzab : 21)[21]
“Katakanlah:
‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS. Ali Imran : 31)[22]
“Apa
saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang
dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al Hasyr : 7)[23]
Berdasarkan
sirah Rasulullah saw tersebut, Hizbut Tahrir menetapkan metode perjalanan
dakwahnya dalam 3 (tiga) tahapan berikut :
Pertama, Tahapan
Pembinaan dan Pengkaderan untuk membentuk kader-kader, dalam rangka
pembentukan kerangka tubuh partai.
Kedua,
Tahapan Berinteraksi dengan Umat dilaksanakan agar umat turut memikul
kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai permasalahan
utamanya, agar umat berjuang untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan.
Ketiga,
Tahapan Penerimaan Kekuasaan dilaksanakan untuk menerapkan Islam secara
menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.
Ø Landasan Pemikiran Hizbut
Tahrir
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat
dan hukum- sesuai dengan perkara-perkara yang diperlukan dalam
perjuangannya—yaitu untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam serta
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia—dengan mendirikan Daulah
Khilafah, dan mengangkat seorang Khalifah. Ide-ide,
pendapat-pendapat dan hukum-hukum tersebut telah dihimpun dalam berbagai
buku, booklet maupun selebaran., yang diterbitkan dan disebarluaskan kepada
umat. Buku-buku itu, antara lain : Nizhamul Islam
(Peraturan Hidup dalam Islam), Nizhamul
Hukmi fil Islam (Sistem Pemerintahan dalam
Islam), dan lain sebagainya.
Ø Keanggotaan Hizbut Tahrir
Cara
mengikat individu-individu ke dalam Hizbut Tahrir adalah dengan memeluk
Aqidah Islamiyah, matang dalam Tsaqafah Hizbut Tahrir, serta mengambil dan
menetapkan ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Dia sendirilah yang
mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia
melibatkan dirinya dengan (pembinaan dan aktivitas dakwah) Hizbut Tahrir;
ketika dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah mengambil dan
menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi Hizbut Tahrir. Jadi ikatan yang
dapat mengikat anggota Hizbut Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan Tsaqafah
Hizbut Tahrir yang terlahir dari aqidah ini. [24]
3.
Jama’ah Islamiyah
Jama’ah Islamiyah adalah Jama’ah yang lahir di semenanjung India yang
memfokuskan usahanya di bidang penanaman nilai-nilai syariat Islam dan
penerapannya dalam kehidupan serta perlawanan terhadap pemikiran sekulerisme
yang berusaha untuk menguasai wilayah semenanjung India.
Pendiri dan Tokoh
Abul A’la al-Maududi Lahir tahun 1903 di Haedar Abad Pakistan,
pendidikan pertamanya dijalani di tangan ayahandanya Sayyid Ahmad Hasan yang
nasabnya terhubung kepada keluarga Quthbuddin Maudud yang terkenal dengan kedudukannya
sosial dan agamanya.
Kehidupan
dakwahnya bermula dari bidang jurnalistik tahun 1918 M dengan
berpindah-pindah dari satu penerbitan ke penerbitan yang lain sebagai penulis
atau direktur atau redaktur.
Tahun
1928 menulis buku al-Jihad fil Islam yang mempunyai gaung luas dan pengaruh
kuat melawan penjajah Inggris dan para penyembah berhala di masanya.
Tahun 1933 menerbitkan Majalah Turjuman al-Qur`an yang menjadi corong bagi pemikiran-pemikirannya kepada kaum muslimin di semenanjung India yang di kemudian hari membuka jalan baginya untuk mendirikan Jama’ah Islamiyah. Melalui Majalah Turjuman al-Qur`an ini, al-Maududi mengundang para ulama kaum muslimin dan pemimpin mereka untuk menghadiri Muktamar yang akhirnya terselenggara pada 26 Agustus 1941 M di Lahore dan dihadiri tujuh puluh lima orang yang mewakili seluruh wilayah India, melalui Muktamar inilah terbentuk Jama’ah Islamiyah dan al-Maududi terpilih sebagai pemimpinnya.
Saat itu kekuasaan di semenanjung India dipegang oleh orang-orang
Inggris, namun demikian al-Maududi berani mengeluarkan fatwa haram bekerja
pada penjajah, hal ini menjadikan Jama’ah Islamiyah sebagai sasaran
perlawanan dari penjajah sejak ia lahir.
Al-Maududi keluar masuk penjara berkali-kali disebabkan oleh
keberaniannya menghadapi pihak-pihak yang menentang penerapan syariat Islam
di Pakistan, bahkan al-Maududi pernah dihukum mati sekalipun akhirnya tidak
dilaksanakan, namun semua itu tidak melemahkan tekadnya dan tidak menyurutkan
semangatnya, sebaliknya dia semakin kokoh menyuarakan nilai-nilai Islam dan
dasar-dasarnya ke masyarakat.
Jama’ah
ini membantu orang-orang Kashmir yang berjihad membebaskan diri dari India
melalu bidang medis dan sosial.
Di
bulan Nopember tahun 1972 M al-Maududi mundur dari
jabatan sebagai pemimpin Jama’ah dengan alasan kesehatan, selanjutnya dia
berkonsentrasi untuk menulis dan menyelesaikan bukunya Tafhim al-Qur`an.
Di 27 Pebruari 1979 M al-Maududi menerima penghargaan dari Raja
Faishal di bidang pengabdian kepada Islam dan dia menghibahkan uang hadiah
untuk mendirikan Mujamma’ al-Ma’arif al-Islamiyyah di Lahore.
Al-Mududi
wafat pada 22 September 1979 M pasca operasi di New York dan jasadnya di
terbangkan ke Lahore diiringi kesedihan dunia Islam.
Al-Maududi
meninggalkan buku-buku, pemikiran-pemikiran dan penerus-penerus, buku-bukunya
banyak diterjemahkan ke bahasa lain dan dicetak berkali-kali. [25]
4. Majelis Mujahidin Indonesia
Majelis Mujahidin adalah lembaga yang
dilahirkan melalui Konggres Mujahidin I yang diselenggarakan di Yogyakarta
tanggal 5-7 Jumadil Ula 1421 H, bertepatan dengan tanggal 5-7 Agustus 2000.
Konggres tersebut bertemakan Penegakan Syari’at Islam, dihadiri oleh lebih
dari 1800 peserta dari 24 Propinsi di Indonesia, dan beberapa utusan luar-negeri.
Konggres Mujahidin I itulah yang kemudian mengamanatkan kepada sejumlah 32
tokoh Islam Indonesia yang tercatat sebagai Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) untuk
meneruskan misi Penegakan Syari’at Islam melalui wadah yang disebut sebagai
Majelis Mujahidin.
Majelis Mujahidin bermaksud menyatukan
segenap potensi dan kekuatan kaum muslimin (mujahidin). Tujuannya adalah,
untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syari’ah Islam dalam segala aspek
kehidupan, sehingga Syari’ah Islam menjadi rujukan tunggal bagi sistem
pemerintahan dan kebijakan kenegaraan secara nasional maupun internasional.
Yang dimaksudkan dengan Syari’at Islam disini adalah, segala aturan hidup
serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Manhaj
perjuangan Majelis Mujahidin adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. yang
shahih.
Majelis Mujahidin bersifat Tansiq atau
aliansi gerakan (amal) di antara ummat Islam (mujahid) berdasarkan ukhuwah,
kesamaan aqidah serta manhaj perjuangan, sehingga majelis ini mampu menjadi
panutan ummat dalam hal berjuang menegakkan Dienullah di muka bumi ini, tanpa
dibatasi oleh suku, bangsa ataupun negara.
Allah berfirman:
“Hai manusia
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang pria dan seorang wanita. Dan
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal (hidup rukun dan damai). Sesungguhnya orang yang paling mulia di
sisi Allah ialah siapa yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengenal lagi Maha Mengetahui.”[26]
(Qs. Al-Hujurat, 49:13)
Aliansi atau tansiq ini dikembangkan dalam 3 formulasi, yakni:
Kebersamaan dalam misi menegakkan syari’at Islam (tansiqul fardi),
Kebersamaan dalam Program menegakkan syari’at Islam (tansiqul ‘amali), dan
Kebersamaan dalam satu institusi Penegakan Syari’ah Islam (tansiqun nidhami).
Majelis Mujahidin dipermaklumkan di
Yogyakarta melalui Kongres Mujahidin, pada hari Senin 7 Jumadil Ula 1421 H,
bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 2000 M, untuk jangka waktu yang belum ditentukan.
Majelis Mujahidin berpusat di Yogyakarta
dengan Perwakilannya di seluruh wilayah Indonesia dan luar negeri.
Visi Majelis Mujahidin adalah tegaknya Syari’at Islam dalam kehidupan
umat Islam, Misi Majelis Mujahidin adalah berjuang demi tegaknya syari’at
Islam secara menyeluruh (kaffah), sehingga memperoleh keberuntungan hidup
dunia-akhirat dan membawa rahmat bagi bangsa, negara, umat manusia, dan alam
semesta.
Misi tunggal ini memiliki penjabaran sebagai berikut : Pengamalan Syari’ah Islam harus dilakukan secara bersih dan benar & Syari’at Islam harus ditegakkan secara menyeluruh (kaffah).
Penegakan Syari’at Islam yang diemban oleh Majelis Mujahidin dilandasi
oleh ajaran Tauhid yang utuh, yakni Tauhid sebagaimana yang dituntunkan oleh
Rasulullah Saw. sesuai dengan pemahaman Ulama salafus shalih. Dalam memahami
Tauhid, manusia tidak boleh berpedoman hanya pada Tauhid Rububiyah dan Tauhid
Asma’ wa Sifat saja, yang hanya meyakini Allah Swt. sebagai penguasa dan
pengatur alam semesta, yang menentukan hidup-mati dan rizki manusia. Juga tidak cukup sekedar meyakini bahwa
Allah itu Maha Mengetahui, Maha Kuasa, dan sifat-sifat Allah lainnya. Apabila
Tauhid hanya dibatasi pada Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma’ wa Sifat saja,
maka berarti manusia meniru perilaku iblis yang kemudian memperoleh murka dan
azab dari Allah Swt untuk selama-lamanya.
Keyakinan akan kekuasaan Allah Swt. sebagai
penguasa dan pengatur alam semesta serta Allah itu Maha Mengetahui, Maha
Kuasa, dan sifat-sifat Allah lainnya harus disertai dengan keta’atan akan
semua perintah Allah, agar manusia selamat hidupnya dunia dan akhirat. Keta’atan
pada perintah Allah swt secara menyeluruh inilah hakekat dari Tauhid para
nabi yang membuat manusia beruntung dalam kehidupannya. Keta’atan hanya pada
sebagian perintah Allah saja, tidak dapat dibenarkan dan sikap demikian
diancam oleh Allah Swt. sebagaimana tertera dalam al Qur’an surat al-Baqarah
ayat 85 :
Artinya:
“Apakah kalian hanya mengikuti sebagian saja tuntunan Allah dan menolak
sebagian lainnya? Jika begitu sikap kalian maka tidak ada imbalan yang
setimpal kecuali kehinaan di dunia sedangkan di akhirat akan menerima siksa
yang pedih.” .[27]
Di sinilah hakekat dari beriman dan
ber-Islam secara benar yang seharusnya menjadi landasan berfikir, bersikap,
dan bertindak kaum muslimin maupun ormas, orpol serta jama’ah/harakah Islam.
|
D.
|
A. Dampak gerakan fundamentalisme & radikalisisme
Fundamentalisme
dan radikalisme dalam Islam telah menjadi fenomena sosial yang membawa
masalah dalam tatanan kehidupan bermasyarakat saat ini. Beberapa aksi bom
bunuh diri seperti bom Bali I dan bom Bali II, pengeboman Hotel JW. Marriot
selalu dikaitkan dengan kelompok Islam fundamentalisme dan radikalisme
sebagai biang pelakunya. Mereduksi fundamentalisme Islam sebagai biang
teroris tidak mesti benar karena Islam pada dasarnya agama yang mengajarkan
perdamaian dunia. Artinya, tidak ada satupun ajaran Islam yang terdapat dalam
Al-Qur’an dan hadis yang menganjurkan umatnya melakukan teror, mengancam dan
membahayakan orang lain. Islam adalah Penuh
dengan kasih sayang dan cinta terhadap sesama, baik sesama manusia maupun sesama
makhluk ciptaan Allah swt. Sebagaimana Allah swt telah menetapkan sifat agama
Islam sebagai rahmatan lil’alamin, maka tidak dibenarkan bagi setiap umat
Islam untuk berbuat kerusakan di muka bumi ini dalam bentuk apapun. Allah swt
telah berfirman di dalam Al Quran yang artinya:
“Dan tiadalah kami
mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (QS. Al Anbiya : 107)[28]
Melalui ayat di
atas, Allah swt telah dengan tegas mengatakan bahwa tujuan-Nya mengutus Nabi
Muhammad saw ke muka bumi ini tidak lain hanyalah untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam. Dan melalui ajaran agama yang dibawanya (agama Islam) itulah,
maka Rasulullah Muhammad saw kemudian menjadi rahmat bagi semesta alam. Islam
menjadi agama yang senantiasa mengedepankan kasih sayang antar sesama makhluk
ciptaan Allah, terutama kepada sesama manusia. Sebagai agama yang
rahmatan lil’alamin, maka tentu saja ajaran Islam sangat penuh dengan
nilai-nilai persaudaraan, persatuan, cinta dan kasih sayang antar sesamanya.
Kasih sayang yang sebenarnya tidak hanya sebatas pada sesama umat Islam saja,
melainkan juga terhadap mereka yang beragama non-islam. Hal ini senada dengan
firman Allah swt yang melarang umat-Nya untuk berlaku sombong kepada
sesamanya, terutama terhadap sesama umat Islam itu sendiri. Berikut firman
Allah swt di dalam Al Quran:
“… dan rendahkanlah
sayapmu (jangan bersikap sombong) kepada sesama orang-orang mukmin.” (QS. Al
Hijr : 88)[29]
Sebagai agama yang
rahmatan lil’alamin, Islam juga tidak sedikitpun melupakan untuk membela
hak-hak setiap manusia. Kesewenang-wenangan, ketidak adilan, kekerasan yang
tidak beralasan yang benar, dan sebagainya merupakan larangan yang ditegaskan
di dalam ajaran agama Islam. Sebaliknya, Islam merupakan agama yang sangat menganjurkan
untuk saling menjaga dan memelihara antar sesamanya. Menjaga kelestarian
lingkungan (alam) maupun menjaga kehidupan sesama manusia.
Allah swt telah
berfirman yang artinya:
“… Barang siapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh orang lain), atau karena membuat kerusakan di muka bumi, maka
seolah-olah ia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan
barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia
telah menghidupkan seluruh masyarakat dunia …” (QS. Al Maidah : 32)[30]
Islam adalah agama
yang rahmatan lil’alamin, rahmat atau kasih sayang bagi semesta alam. Maka
wajiblah bagi umat Islam untuk senantiasa menebarkan kasih sayang terhadap
sesama makhluk ciptaan Allah swt maupun terhadap sesama manusia. Tidak layak
dan diharamkan bagi umat muslim untuk berbuat kerusakan atau menebarkan
permusuhan di manapun ia berada.
Fundamentalisme dan radikalisme
dalam Islam berawal dari perbedaan penafsiran dalam memahami teks-teks agama.
Ada kelompok dalam Islam yang memahami teks agama secara kontekstual yang
melahirkan Islam moderat dan adapula kelompok yang memahami teks agama secara
tekstual yang pada akhirnya membentuk kelompok fundamental dan radikal dalam
Islam. Gejolak fundamentalisme dan
radikalisme popular pula ketika terjadi revolusi Islam di Iran pada tahun
1979 yang karenanya memicu terbentuknya kelompok-kelompok radikal
seperti Front Rakyat Pembebasan Palestina, Front
Perjuangan Rakyat Palestina dan lain-lainnya yang pada akhirnya mendorong
munculnya kelompok-kelompok radikal lainnya yang tersebar seantero dunia.
Salah satu penyebab utama
timbulnya fundamentalisme dan radikalisme dalam Islam disebabkan karena sikap
fanatik yang berlebihan dalam beragama, sehingga memunculkan satu paradigma
bahwa apa yang dipahaminya itu yang paling benar dan lainnya salah. Penyebab timbulnya fanatisme
yang berlebihan tersebut disebabkan oleh lima faktor utama, 1)
kelompok-kelompok radikal kecewa terhadap sistem demokrasi yang sekuler.
Artinya agama tidak diberi tempat dalam Negara, 2) Sikap fanatisme ini muncul
pula karena Negara tidak mampu mengatur sistem sosial dan hukum masyarakat
menjadi religius dan berkeadilan 3) fanatisme dalam beragama muncul karena
ketidakadilan politik, 4) Faktor ekonomi, gerakan alamiah dari kaum tertindas
akibat ketimpangan ekonomi, 5) Akibat arus globalisasi, kondisi umat Islam
sendiri yang sebagian masih hidup dalam kemiskinan dan ketidakadilan akibat
globalisasi juga disinyalir turut memicu munculnya pemikiran radikal dalam
sebagian kelompok umat Islam di Indonesia.[31]
Pengamat Militer dan Intelejen,
Wawan Urwanto, mengatakan, gerakan radikalisme, baik yang berbasiskan agama
maupun berbasis etnis dan ideologi tertentu, ternyata semakin tumbuh subur di
Indonesia. "Kami amati gerakan
radikalisme ini semakin menemukan bentuk brutalitasnya manakala tidak ada
ketegasan dari pemerintah terkait aksi mereka," "Fundamentalisme,
Radikalisme dan Kekerasan Bernuansa Agama", tindakan radikal itu harus
dicegah, jika tidak negara ini akan terancam dan dikhawatirkan terpecah
belah.
"Sebelum
gerakan radikal ini mengkoyak-koyak negara, pemerintah harus melakukan
pencegahan dini dengan kembali menggelorakan semangat nasionalisme
NKRI," gerakan radikal lebih pada mengarah serangan terhadap negara.
Di beberapa negara, gerakan
radikal ini bahkan sudah menyasar pada anak-anak kecil. Anak-anak tersebut
direkrut dan diajarkan cara menggunakan senjata, yang pada akhirnya membentuk
karakter radikalisme yang begitu kuat.
Munculnya gerakan radikalisme ini
lebih disebabkan karena pemahaman teks ayat-ayat Tuhan yang parsial, selain
ketidakpastian hukum, ketidaktegasan pemerintah, dan ketimpangan ekonomi. "Tentu saja dampak yang
ditimbulkannya adalah kepercayaan pada institusi negara melemah, kecurigaan
antaragama dan kelompok agama. Budaya kekerasan dalam penyelesaian masalah
juga akhirnya menjadi pendekatan dalam menyelesaikan konflik.
Gerakan fundamentalisme, lebih mengajarkan setiap orang untuk tunduk
dan taat pada ajaran agamanya, hingga tingkat yang paling hakiki. Hanya saja,
pemahanan ideologi yang setengah-setengah, sehingga menyebabkan gerakan ini
berubah menjadi brutal.
maka diperlukan langkah yang arif dari
pemerintah untuk membimbing mereka kembali ke jalan yang sesuai dengan
pengertian fundamentalisme itu . "
Dampak dari gerakan
fundamentalis radikalis di Indonesia di tahun 1980-an, ditandai oleh munculnya fenomena
menguatnya religiusitas umat Islam yang muncul dalam bentuk meningkatnya kegiatan peribadatan, menjamurnya pengajian, merebaknya busana yang islami, munculnya lembaga ekonomi Islam (bank Syariah), Islamisasi hukum keluarga (UU Perkawinan), menguatnya warna keagamaan dalam sistem
pendidikan (UU Pcndidikan Nasional), fenomena "ijo-royo-royo" di
parlemen dan birokrasi, dipakainya simbol-simbol Islam dalam acara
kenegaraan, serta munculnya partai-partai yang memakai platform Islam.
|
E.
|
B.
Analisa Kritis
C.
D.
Makalah ini bertujuan untuk memberikan dasar
argumentasi teologis yang melandasi munculnya gerakan pembaharuan dalam
Islam, memahami berbagai ragam karakteristik gerakan Islam yang muncul dalam
sejarah Islam dan mengetahui missi serta thema yang diperjuangkan oleh
gerakan-gerakan Islam.
Kecenderungan melihat Islam sebagai referensi utama guna memecahkan
setiap persoalan ternyata menjadi
orientasi ideologi yang dominan dikalangan kaum muslimin. Dalam konteks abad
ke-19 dan awal abad ke-20, persoalan orientasi ini merefleksikan persoalan
kaum muslimin sendiri. Dalam beberapa
hal kondisi ini memerlukan reformasi internal yang tetap committed terhadap Islam
dan pada waktu yang bersamaan berusaha menilai kembali pemahaman keagamaan
yang dilakukakan selama ini. Semua ini menunjukkan semua gerakan modern Islam
tidak hanya memperoleh legitimasi kuat, tetapi juga diyakini memiliki
implikasi penting terhadap persoalan ajaran sosial Islam.
Berdasarkan asumsi ini ada beberapa persoalan yang menjadi rujukan
pemecahan masalah yang dihadapi kaum muslimin yang harus dirumuskan.
Diantaranta adalah landasan teologis yang secara normatif memberikan legitimasi munculnya pikiran dan
gerakan dalam menjawab setiap
tantangan perkembangan modern. Disamping itu pengalaman historis kaum
muslimin dalam menjawab tantangan kemunduran dan kemajuan yang dialaminya
dalam sejarah klasik dan pertengahan Islam memberikan sumbangan yang sangat
berharga bagi perumusan kembali norma Islam. Dasar-dasar normatif
itu kemudian mendorong munculnya
berbagai ragam orientasi ideologi
keagamaan dari gerakan-gerakan Islam yang muncul sejak jaman khulafaur
rasyidin hingga sekarang ini.
Dengan adanya Fundamentalisme dan radikalisme
dalam Islam yang berawal dari perbedaan
penafsiran dalam memahami teks-teks agama yakni ada kelompok dalam Islam yang
memahami teks agama secara kontekstual yang melahirkan Islam moderat dan
adapula kelompok yang memahami teks agama secara tekstual yang pada akhirnya
membentuk kelompok fundamental dan radikal dalam Islam. Gejolak fundamentalisme dan
radikalisme yang karenanya memicu terbentuknya kelompok-kelompok yang
sepakat dan tidak, bahkan sangat memungkinkan sekali munculnya tuduhan
gerakan Islam sesat, untuk itu perlu disampaikan peraturan dari Pemerintah
tentang pengawasan aliran sesat (Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun
2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa
Timur, khususnya) yang antara lain disampaikan “ Setiap orang apabila
mengetahui adanya aliran yang diduga sesat, berkewajiban untuk memberitahukan
kepada aparat yang berwenang dan tidak bertindak diluar ketentuan
perundang-undangan yang berlaku”. [32]
Karena sekarang sering muncul
tuduhan yang dilontarkan untuk sebuah gerakan Islam dinyatakan sesat, padahal
yang berhak menyatakan sesat itu adalah MUI, jika gerakan tersebut memang
memiliki krieteria sesat dalam Islam.
|
F.
|
E.
Kesimpulan
1.
Fundamentalisme dan radikalisme
dalam Islam berawal dari perbedaan penafsiran dalam memahami teks-teks agama.
Ada kelompok dalam Islam yang memahami teks agama secara kontekstual yang
melahirkan Islam moderat dan ada pula kelompok yang memahami teks
agama secara tekstual yang pada akhirnya membentuk kelompok fundamental dan
radikal dalam Islam. Gerakan
fundamentalis & radikalis menghendaki adanya perubahan mendasar pada sistem yang
ada saat ini yang mereka sebut sistem sekuler dan berupaya menggantinya
dengan sistem baru (sistem Islam) yang mereka anggap sebagai solusi,
merupakan jargon yang menyemangati gerakan mereka.
Hegemoni politik dan ekonomi barat, berdampak terhadap
dunia Islam yang menyebabkan semakin dalamnya krisis identitas yang dialami
oleh masyarakat muslim dari Maroko sampai Indonesia. Krisis ini menimbulkan
tantangan keagamaan sosial dan politik bagi kaum muslimin. Para pemikir
muslim berkeyakinan bahwa Islam merupakan sumber inspirasi dalam menjawab
tantangan sosial politik yang diakibatkan oleh modernisasi. Mereka yakin
bahwa umat Islam bisa hidup di dunia modern tanpa harus meninggalkan prinsip
ajaran agamanya. Tantangan semacam ini akhirnya mempengaruhi pergerakan
keagamaan (Islam) yang mencoba menggali solusi sosial politik terhadap
persoalan yang dihadapi umat Islam berdasarkan perspektif keagamaan. Semangat
purifikasi dan revivalisme memberikan warna pada gerakan keagamaan yang
mencerminkan jawaban kaum muslimin terhadap persoalan yang mereka hadapi.
2.
Semua gerakan Islam yang muncul pada awal
abad keduapuluh menyandarkan ideologinya pada Islam. Meskipun secara budaya
gerakan-gerakan Islam ini diperkaya oleh unsur lokal dan nasional, pada
dasarnya mereka ini mencerminkan pandangan dan wawasan Islam yang beragam.
Orientasi ideologis yang bisa dilihat dari kelompok dan gerakan Islam yang
muncul pada awal abad keduapuluh ini salah satunya adalah fundamentalisme – Radikalisme. Fundamentalisme
Islam, sesungguhnya bukan merupakan sebuah doktrin atau gerakan tunggal
tetapi lebih menunjukkan ciri-ciri yang sebenarnya juga dimiliki oleh doktrin
serta gerakan lain. Fundamentalisme
merupakan sebuah orientasi ideologi dan karena
itu harus didefinisikan sejalan dengan orientasi berbagai fenomena lain
seperti gerakan revivalism, resurgence, reassertion dan islamist.
3.
Munculnya gerakan Islam baru ini, diasumsikan sebagai akibat dari
pengaruh gerakan serupa yang ada di Timur Tengah. Partai Keadilan Sejahtera
ditengarai sebagai gerakan yang memiliki basis Ideologi Ihwanul Muslimin.
Hizbut Tahrir Indonesia jelas-jelas menyatakan cabang dari Hizbut Tahrir
Palestina. Demikian juga laskar jihad merupakan pengaruh dari pemikiran
salafiah dari Saudi Arabia dan Kuwait. Majelis Mujahidin Indonesia oleh
Sidney Jons dipandang memiliki kesamaan nama dan platform dengan Jama'ah Islamiyah faksi sempalan
Ihwanul Muslimin yang eksis di Mesir.
a.
Jamaah
Ikhwanul Muslimin berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 dengan
pendiri Hassan al-Banna, Secara misterius, pendiri
Ikhwanul Muslimin, Hassan al-Banna meninggal dunia karena dibunuh pada 12 Februari 1949. Kemudian, tahun 1950, pemerintah Mesir merehabilitasi organisasi
Ikhwanul Muslimin. Pemikiran yang memandang bahwa Islam adalah dien yang universal dan menyeluruh, bukan hanya
sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat, puasa, haji, zakat, dll) saja. Tujuan Ikhwanul
Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya sosok individu muslim, rumah tangga
Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang dipimpin
oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan negara mereka
yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan da’wah kepada Allah
sehingga dunia mendapatkan ketentraman dengan ajaran-ajaran Islam.
b.
Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis),
Palestina. Gerakan yang menitik beratkan perjuangan
membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam
melalui tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ini dipelopori oleh Syeikh
Taqiyuddin An-Nabhani, seorang ulama alumni Al-Azhar Mesir, dan pernah
menjadi hakim di Mahkamah Syariah di Palestina. Hizbut Tahrir masuk ke
Indonesia pada tahun 1980-an dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di
seluruh Indonesia. Pada era 1990-an ide-ide dakwah Hizbut Tahrir merambah ke
masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran,
perusahaan, dan perumahan. Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan
Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia ; membangkitkan kembali umat Islam dengan
kebangkitan yang benar, melalui pola pikir yang cemerlang ; berusaha untuk mengembalikan posisi umat ke masa
kejayaan dan keemasannya seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih
kendali negara-negara dan bangsa-bangsa di dunia ini.
c.
Jama’ah Islamiyah adalah Jama’ah yang lahir di
semenanjung India yang memfokuskan usahanya di bidang penanaman nilai-nilai
syariat Islam dan penerapannya dalam kehidupan serta perlawanan terhadap
pemikiran sekulerisme yang berusaha untuk menguasai wilayah semenanjung
India. Pendiri dan Tokohnya adalah Abul A’la al-Maududi Lahir tahun 1903 di
Haedar Abad Pakistan
d.
Majelis Mujahidin Indonesia Majelis Mujahidin adalah lembaga
yang dilahirkan melalui Konggres Mujahidin I yang diselenggarakan di
Yogyakarta tanggal 5-7 Agustus 2000. Konggres tersebut bertemakan Penegakan
Syari’at Islam, dihadiri oleh lebih dari 1800 peserta dari 24 Propinsi di
Indonesia, dan beberapa utusan luar-negeri. Majelis Mujahidin bermaksud
menyatukan segenap potensi dan kekuatan kaum muslimin (mujahidin). Tujuannya
adalah, untuk bersama-sama berjuang menegakkan Syari’ah Islam dalam segala
aspek kehidupan, sehingga Syari’ah Islam menjadi rujukan tunggal bagi sistem
pemerintahan dan kebijakan kenegaraan secara nasional maupun internasional.
Yang dimaksudkan dengan Syari’at Islam disini adalah, segala aturan hidup
serta tuntunan yang diajarkan oleh agama Islam yang bersumber dari al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Manhaj perjuangan Majelis
Mujahidin adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. yang shahih.
4.
Dampak gerakan fundamentalisme &
radikalisisme. Fundamentalisme dan radikalisme dalam Islam telah
menjadi fenomena sosial yang membawa masalah dalam tatanan kehidupan
bermasyarakat saat ini. Beberapa aksi bom bunuh diri seperti bom Bali I dan
bom Bali II, pengeboman Hotel JW. Marriot selalu dikaitkan dengan kelompok
Islam fundamentalisme dan radikalisme sebagai biang pelakunya. Mereduksi
fundamentalisme Islam sebagai biang teroris tidak mesti benar karena Islam
pada dasarnya agama yang mengajarkan perdamaian dunia. Artinya, tidak ada
satupun ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis yang
menganjurkan umatnya melakukan teror, mengancam dan membahayakan orang lain. Salah satu penyebab
utama timbulnya fundamentalisme dan radikalisme dalam Islam disebabkan karena
sikap fanatik yang berlebihan dalam beragama, sehingga memunculkan satu
paradigma bahwa apa yang dipahaminya itu yang paling benar dan lainnya salah.
Penyebab
timbulnya fanatisme yang berlebihan tersebut disebabkan oleh lima faktor
utama, 1) kelompok-kelompok radikal kecewa terhadap sistem demokrasi yang
sekuler. 2) Sikap fanatisme ini muncul pula karena Negara tidak mampu
mengatur sistem sosial dan hukum masyarakat menjadi religius dan berkeadilan
3) fanatisme dalam beragama muncul karena ketidakadilan politik, 4) Faktor
ekonomi, gerakan alamiah dari kaum tertindas akibat ketimpangan ekonomi, 5)
Akibat arus globalisasi, kondisi umat Islam sendiri yang sebagian masih hidup
dalam kemiskinan dan ketidakadilan akibat globalisasi juga disinyalir turut
memicu munculnya pemikiran radikal dalam sebagian kelompok umat Islam di Indonesia.
F.
|
[6] Sayyid Abul A’la
Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir.
Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) di
Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H).
Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan
kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk
pandangan Maududi di kemudian hari.
Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini ia
mendapatkan pelajaran modern. Namun, lima tahun kemudian ia terpaksa
meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Pada 1919 dia ke
Jubalpur untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang bernama Taj. Di sini
dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum
muslim untuk mendukung Partai Kongres.
Kemudian Maududi kembali ke Delhi dan berkenalan dengan pemimpin penting
Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi menerbitkan surat kabar
nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama itulah pandangan politik
Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I Hijrah (gerakan hijrah)
yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan India ke Afganistan yang
dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).
Pada 1921 Maududi
berkenalan dengan pemimpin Jami’ati ‘Ulama Hind (masyarakat ulama India). Ulama
jami’at yang terkesan dengan bakat maududi kemudian menarik Maududi sebagai
editor surat kabar resmi mereka, Muslim. Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai
editor muslim. Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik
kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu
tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam.
Di Delhi, Maududi
memiliki peluang untuk terus belajar dan menumbuhkan minat intelektualnya. Pada
1926, ia menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama.
Runtuhnya khilafah
pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami perubahan besar. Dia jadi
sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya menyesatkan orang Turki dan
Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan muslim dengan cara menolak
imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan muslim.
Gagasannya ia
wujudkan dengan mendirikan Jama’at Islami (partai Islam), tepatnya pada Agustus
1941, bersama sejumlah aktifis Islam dan ulama muda. Segera setelah berdiri,
Jama’ati Islami pindah ke Pathankot, tempat dimana Jama’at mengembangkan
struktur partai, sikap politik, ideologi, dan rencana aksi.
Sejak itulah Maududi mengosentrasikan dirinya memimpin umat menuju keselamatan politik dan agama. Sejak itu pula banyak karyanya terlahir di tengah-tengah umat. Ketika India pecah, Jama’at juga terpecah. Maududi, bersama 385 anggota jama’at memilih Pakistan. Markasnya berpindah ke Lahore, dan Maududi sebagai pemimpinnya. Sejak itu karier politik dan intelektual Maududi erat kaitannya dengan perkembangan Jama’at. Dia telah "kembali" kepada Islam, dengan membawa pandangan baru yang religius. Abul A'la Maududi, http://id.wikipedia.org/wiki/Abul_A%27la_Maududi, diaksess tanggal 18 November 2012.
[7] Hassan al-Banna dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1906 di desa
Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Pada
usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal al-Qur'an. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak
dasar-dasar gerakan Islam sekaligus sebagai pendiri dan pimpinan Ikhwanul Muslimin
(Persaudaraan Muslimin). Ia memperjuangkan Islam menurut Al-Quran dan Sunnah hingga dibunuh oleh penembak misterius yang
oleh banyak kalangan diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah pada 12
Februari 1949 di Kairo. Mugiyono, “Neo Revivalisme
Islam : Pemikiran Pembaharuan Islam Hasan Al Banna”, JIA, Nomor 1 Th.VIII (Juni
2007), 41-42.
[8] Salah satu pemikir
fundamentalis Islam yang terkenal adalah Sayyid Qutb, beliau lahir di Asyut,
Mesir pada tahun 1906. Sayyid Qutb adalah salah satu pemikir Islam yang banyak
diilhami oleh Al-Maududi, beliau adalah seorang penyair dan guru. Sayyid Qutb
adalah salah satu anggota dari Ikhwanul Muslimin dan beliau bergabung pada
tahun 1951 serta menjabat sebagai penasihat kebudayaan serta menjadi editor
koran Ikhwanul Muslimin. Pemikiran
Sayyid Qutb Semasa Hidupnyahttp://id.wikipedia.org/wiki/
Pemikiran Sayyid Qutb Semasa Hidupnya, diakses 17 November
2012.
[9] Sayyid
Ayatollah Ruhollah Khomeini (lahir di Khomein, Provinsi Markazi, 24 September 1902 – meninggal di Tehran, Iran, 3 Juni 1989 pada umur 86 tahun) ialah tokoh Revolusi Iran dan
merupakan Pemimpin
Agung Iran pertama. Lahir di Khomeyn, Iran. Ia belajar teologi di Arak dan kemudian di kota
suci Qom, di mana ia mengambil tempat tinggal permanen
dan mulai membangun dasar politik untuk
melawan keluarga kerajaan Iran, khususnya Shah
Mohammed Reza Pahlavi. Uji utama pertamanya – dan rasa politik
pertama yang sesungguhnya – tiba pada 1962 saat
pemerintahan Shah berhasil mendapatkan RUU yang
mencurahkan beberapa kekuasaan pada dewan provinsi dan kota. Sejumlah pengikut Islam keberatan pada
perwakilan yang baru dipilih dan tak diwajibkan bersumpah pada al-Qur'an namun
pada tiap teks suci yang dipilihnya. Khomeini menggunakan kemarahan ini dan
mengatur pemogokan di seluruh negara yang
menimbulkan penolakan pada RUU itu.Khomeini dan 'Permulaan Revolusi Islamnya'.
Disambut ratusan ribu rakyatnya di bandara dan
ribuan lebih lanjut yang berjajar sepanjang jalan kembali ke Teheran. Ayatollah
sudah sepantasnya memandang Iran sebagaimana dirinya, dan Khomeinipun menjadi
pemimpin spiritual. Teheran menjadi kursi kekuatan, jauh dari jantung kota
Qom.Pada 1981 Irak menyerang Iran. Perang itu berlangsung 8 tahun penuh yang menghancurkan hidup jutaan muslimin pada
kedua sisi tanpa keuntungannya pada tiap yang bertempur.Khomeini meninggal di
Teheran pada 3 Juni 1989. Ruhollah Khomeinihttp://id.wikipedia.org/wiki/Ruhollah Khomaini , diakses 17
November 2012.
[10] Revolusi Iran (juga dikenal dengan sebutan Revolusi Islam, merupakan revolusi yang mengubah Iran dari Monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi, menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini, pemimpin revolusi dan pendiri dari Republik Islam.[7] Sering disebut pula "revolusi besar ketiga dalam sejarah," setelah Perancis dan Revolusi Bolshevik. Revolusi Islam Iran, http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Islam_Iran, diakses tanggal 18 November 2012.
[14] Mugiyono, “Neo Revivalisme Islam : Pemikiran
Pembaharuan Islam Hasan Al Banna”, JIA, Nomor 1 Th.VIII (Juni 2007), 41-58.
[25] Izzudin Karimi, “Sejarah
Jamaah Islamiyah”, (www.alsofwah.or.id) ; http://globalkhilafah.blogspot.com/2010/05/sejarah-jamaah-islamiyah.html, 16 November
2012
[32] Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 55 Tahun 2012 tentang Pembinaan Kegiatan Keagamaan
dan Pengawasan Aliran Sesat di Jawa Timur.