Pendahuluan
Perkembangan
teknologi digital telah membawa dampak signifikan dalam hampir semua aspek
kehidupan manusia, termasuk dalam hal penyebaran ajaran agama. Dakwah, yang
sebelumnya terbatas pada mimbar masjid, majelis taklim, dan forum keagamaan
tatap muka, kini mengalami revolusi besar melalui kehadiran media digital.
Dakwah digital merujuk pada proses penyebaran pesan-pesan Islam melalui media
online seperti YouTube, Instagram, podcast, komik digital, dan meme. Perubahan
ini menciptakan peluang besar bagi para dai untuk menjangkau audiens yang lebih
luas dengan cara yang lebih fleksibel dan kreatif. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. An-Nahl ayat 125:
اُدْعُ إِلَىٰ
سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
"Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik." Ayat ini memberikan dasar bahwa
metode dakwah harus disesuaikan dengan konteks dan kondisi masyarakat, termasuk
penggunaan teknologi.
Transformasi Media Dakwah di Era Digital
Menurut Nawaffani (2023), dakwah digital tidak hanya memperluas
jangkauan pesan keagamaan, tetapi juga meningkatkan efektivitasnya karena bisa
disampaikan secara real-time dan bersifat interaktif. Perubahan ini
memungkinkan seorang dai menyampaikan pesan secara visual, naratif, bahkan
melalui animasi. Dakwah di Instagram, misalnya, menjadi ruang bagi penyebaran
pesan melalui komik digital, seperti yang ditemukan oleh Amaliyah (2023). Ia
mencatat bahwa media ini mampu meningkatkan pemahaman keislaman remaja melalui
ilustrasi yang relatable dan komunikatif. Fenomena ini menunjukkan bahwa dakwah
digital mampu merespon tantangan zaman sekaligus mempertahankan esensi dakwah
sebagai ajakan kepada kebaikan.
Dari sisi teknis, dakwah digital memberi kemudahan akses bagi
masyarakat untuk belajar agama di mana saja dan kapan saja. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW:
"Sampaikanlah dariku walau satu ayat" (HR. Bukhari).
Hadis ini mempertegas bahwa menyampaikan ajaran Islam tidak dibatasi oleh ruang
dan waktu, yang kini lebih dimudahkan oleh kehadiran media digital.
Platform Digital sebagai Sarana Dakwah
Media digital seperti YouTube, Instagram, dan podcast kini menjadi
saluran utama dalam penyebaran dakwah. Marti et al. (2023) mengungkapkan bahwa
video dakwah di YouTube efektif dalam meningkatkan kesadaran keagamaan remaja.
Visualisasi pesan agama dalam bentuk video ceramah, kisah inspiratif, atau
konten edukatif membuat dakwah lebih mudah dicerna, terutama bagi generasi
digital. Selain itu, Uyuni et al. (2024) menyoroti pentingnya inovasi dakwah
dalam menjangkau komunitas spesifik seperti Muslimah. Mereka mengemukakan bahwa
media digital memungkinkan pendekatan yang lebih personal dan sesuai kebutuhan
audiens.
Contoh lainnya adalah ImanPath, yang menggunakan berbagai format
dakwah, termasuk podcast. Podcast memungkinkan audiens mendengarkan kajian
keislaman sambil melakukan aktivitas lain, menjadikannya media yang fleksibel
dan efisien (Darajat & Rahmi, 2022). Dakwah berbasis audio ini memberikan
nuansa yang berbeda, karena mendekatkan pendengar pada suasana kontemplatif dan
reflektif, seperti mendengarkan tausiyah langsung dari majelis ilmu.
Kreativitas dalam Dakwah Digital
Kreativitas menjadi faktor penting dalam dakwah digital. Hidayat
dan Huda (2024) menjelaskan bahwa penggunaan komik digital sebagai media dakwah
mampu menjembatani komunikasi antara dai dan audiens dengan cara yang
menyenangkan namun bermakna. Komik yang sarat pesan moral menjadi alternatif
yang menarik di tengah dominasi konten hiburan di media sosial. Sunaryanto dan
Syamsuri (2022) menambahkan bahwa meme sebagai bagian dari budaya digital juga
berpotensi menjadi sarana dakwah yang efektif jika dikemas dengan baik dan
tidak keluar dari nilai-nilai Islam.
Dalam hal ini, pentingnya memperhatikan budaya lokal dan karakteristik audiens menjadi kunci keberhasilan dakwah digital. Zahra (2024) menegaskan bahwa penyampaian pesan dakwah yang efektif harus mempertimbangkan konteks sosial dan teknologi yang digunakan. Ini sejalan dengan pendekatan dakwah Nabi Muhammad SAW yang selalu mempertimbangkan kondisi psikologis dan budaya masyarakat ketika berdakwah, sebagaimana terekam dalam berbagai riwayat hadits dan sirah nabawiyah.
Etika dan Tantangan Dakwah Digital
Meski menawarkan berbagai kemudahan, dakwah digital tidak lepas
dari tantangan, terutama terkait dengan etika dan kredibilitas informasi.
Hidayat et al. (2024) menekankan bahwa dai harus berhati-hati dalam memilih
konten, narasi, dan metode penyampaian agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Dakwah yang disampaikan melalui media sosial bisa dengan cepat menyebar, tetapi
juga rentan disalahartikan jika tidak dibingkai dengan prinsip kehati-hatian.
Dalam QS. Al-Hujurat ayat 6, Allah SWT mengingatkan:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا
قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian
orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti..." Ayat ini
relevan dalam konteks dakwah digital karena mengajarkan pentingnya verifikasi
informasi. Seorang dai digital harus memastikan keaslian sumber, ketepatan
kutipan ayat dan hadits, serta menjaga adab dalam menyampaikan nasihat.
Selain itu, ada risiko komersialisasi dakwah yang berlebihan.
Beberapa konten dakwah dikemas hanya demi jumlah viewers atau popularitas,
bukan untuk mendidik dan membimbing umat. Hal ini dapat mencederai kesucian
dakwah yang seharusnya ikhlas lillahi ta’ala. Sabda Rasulullah SAW mengingatkan:
"Barang siapa yang menuntut ilmu untuk membanggakan diri di
hadapan ulama, atau untuk mendebat orang bodoh, atau menarik perhatian manusia,
maka ia di neraka" (HR. Tirmidzi).
Dakwah Digital sebagai Pemberdayaan Umat
Potensi dakwah digital sangat besar dalam membangun kesadaran
kolektif dan pemberdayaan umat. Melalui edukasi yang konsisten dan
berkelanjutan, media digital dapat menjadi sarana untuk membentuk akhlak mulia,
memperkuat ukhuwah, dan mempromosikan nilai-nilai keislaman yang rahmatan lil
‘alamin. Dakwah yang menekankan toleransi, moderasi, dan etika sosial sangat
dibutuhkan dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia.
Dakwah digital juga membuka ruang kolaborasi antar-ulama, dai muda,
akademisi, dan komunitas dakwah. Mereka dapat saling bertukar gagasan,
merancang program dakwah berbasis data, dan menjawab isu-isu kontemporer dengan
lebih cepat dan relevan. Prinsip "fastabiqul khairat"
(berlomba-lomba dalam kebaikan) sebagaimana disebut dalam QS. Al-Baqarah ayat
148 menjadi motivasi kuat dalam mengembangkan dakwah digital sebagai gerakan
bersama.
Kesimpulan
Dakwah digital merupakan bentuk modern dari penyampaian pesan Islam
yang sejalan dengan semangat zaman tanpa mengurangi nilai-nilai pokok ajaran.
Keberhasilannya sangat ditentukan oleh kemampuan dai dalam memahami
karakteristik media, audiens, dan nilai-nilai syar’i. Dengan tetap berpegang
pada Al-Qur’an, Hadis, serta adab dakwah yang luhur, media digital dapat
menjadi wasilah yang efektif dalam menyebarkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Peluang yang terbuka lebar di era digital harus dimanfaatkan secara
optimal untuk menciptakan masyarakat yang religius, berakhlak, dan
berpengetahuan. Di sisi lain, tantangan etika dan verifikasi informasi harus
dijawab dengan kecermatan dan tanggung jawab. Dakwah digital bukan hanya
tentang teknologi, tetapi juga tentang integritas dan keteladanan. Sehingga, di
tengah derasnya arus informasi, dakwah tetap menjadi cahaya penuntun umat
menuju kebenaran dan kebaikan.
Hadir buu
BalasHapusTerima kasih ibu ilmunya semoga njenengan selalu sehat.amiiin
BalasHapus