Pendahuluan
Maulid Nabi Muhammad SAW bukan
hanya momen historis memperingati kelahiran Rasulullah, tetapi juga momentum
reflektif bagi umat Islam untuk menginternalisasi nilai-nilai keteladanan
beliau dalam konteks kekinian. Salah satu tantangan besar abad ke-21 adalah
krisis ekologi yang ditandai oleh kerusakan lingkungan, perubahan iklim,
deforestasi, dan eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali. Dalam kerangka
akademik, isu ini menuntut pendekatan ekoteologi, yakni perspektif
keagamaan yang menempatkan relasi manusia, Tuhan, dan alam dalam satu kesatuan
kosmik yang etis dan spiritual. Ekoteologi dalam Islam dapat ditelusuri dari
keteladanan Nabi Muhammad SAW, yang menampilkan gaya hidup ekologis berbasis tauhid,
kesederhanaan, kasih sayang, dan tanggung jawab khalifah di muka bumi (QS.
Al-Baqarah: 30).
Landasan Filosofis
Secara filosofis, ekoteologi
menegaskan hubungan ontologis dan aksiologis antara manusia dengan alam.
Ontologis, karena manusia dan alam sama-sama ciptaan Allah, tunduk dalam
keteraturan sunnatullah, sehingga tidak boleh ada relasi dominasi eksploitatif.
Aksiologis, karena manusia diberi amanah untuk merawat dan mengelola alam
sebagai bagian dari ibadah. Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa tauhid tidak
hanya berarti mengesakan Allah dalam ritual, tetapi juga mengesakan-Nya dalam
praksis ekologis: menjaga keseimbangan (mīzān), menghindari isrāf (berlebihan),
dan menumbuhkan rahmah terhadap seluruh makhluk (rahmatan lil ‘ālamīn). Dengan
demikian, peringatan Maulid Nabi dapat dijadikan ruang refleksi bahwa
spiritualitas Islam bukan semata ibadah mahdhah, melainkan mencakup praksis
ekologis yang berkelanjutan.
Dimensi Keteladanan Nabi Muhammad SAW
- Gaya Hidup Sederhana (Zuhd Ekologis):
Rasulullah SAW mengajarkan hidup sederhana, tidak berlebihan dalam makan,
minum, atau penggunaan sumber daya. Prinsip ini relevan dalam menghadapi
budaya konsumerisme yang menjadi akar eksploitasi lingkungan.
- Etika Air: Nabi melarang pemborosan air
meskipun dalam keadaan berwudhu di sungai yang mengalir (HR. Ahmad). Ini
menegaskan etika konservasi air yang sangat relevan dengan krisis air
global.
- Kasih Sayang terhadap Alam dan Hewan: Nabi
melarang menyiksa hewan, menebang pohon tanpa alasan syar’i, dan mendorong
penanaman pohon bahkan di akhir zaman (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
- Konsep Tanah dan Pertanian: Rasulullah
mendukung aktivitas bercocok tanam dan mengolah tanah, sebagai bentuk
kedaulatan pangan sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan.
- Prinsip Keadilan Kosmik: Nabi mengajarkan
bahwa kerusakan alam (fasād) merupakan konsekuensi dari keserakahan
manusia (QS. Ar-Rum: 41). Karena itu, tugas umat Islam adalah menjadi agen
perbaikan (islāh) melalui sikap ramah lingkungan.
Dialog Ekoteologi: Islam dan Krisis Global
Dalam ranah akademik, dialog
ekoteologi penting untuk menghubungkan teks normatif dengan konteks
kontemporer. Krisis iklim, polusi, dan eksploitasi sumber daya bukan hanya
persoalan ilmiah, tetapi juga moral dan spiritual. Dengan perspektif ekoteologi
Islam, mahasiswa dapat berdialog dengan wacana global seperti eco-theology
Christianity, deep ecology, atau eco-humanism. Hal ini
membuka ruang interdisipliner yang mempertemukan agama dengan sains lingkungan.
Sebagai mahasiswa Islam, keberanian untuk membangun dialog lintas disiplin ini
menjadi bagian dari kontribusi akademik dan moral dalam menyelesaikan krisis
ekologi.
Relevansi Akademik dan Transformasi Sosial
Materi ekoteologi dalam Maulid
Nabi ini tidak berhenti pada level normatif, melainkan harus bertransformasi
dalam praksis sosial. Mahasiswa Islam sebagai agen perubahan diharapkan:
- Mengembangkan
riset-riset interdisipliner tentang Islam dan ekologi.
- Membangun
gerakan kampus ramah lingkungan (eco-campus).
- Menginternalisasi
etika ekologis dalam gaya hidup sehari-hari, seperti zero waste, hemat
energi, dan sustainable consumption.
- Mendorong
kebijakan publik berbasis keadilan ekologis, melalui advokasi dan kajian
akademik.
Penutup
Peringatan Maulid Nabi 2025
dengan tema Ekoteologi dalam Keteladanan Nabi Muhammad SAW menjadi
momentum penting untuk meneguhkan kembali visi Islam sebagai rahmatan lil
‘ālamīn dalam konteks krisis ekologi global. Keteladanan Nabi menghadirkan
paradigma bahwa spiritualitas, moralitas, dan ekologis bukanlah entitas
terpisah, melainkan satu kesatuan yang berakar pada tauhid. Mahasiswa Islam
perlu memaknainya bukan hanya sebagai doktrin, tetapi sebagai praksis hidup
yang membumikan Islam dalam era modern. Dengan begitu, Maulid Nabi tidak
sekadar seremonial, tetapi menjadi inspirasi lahirnya gerakan ekologis berbasis
spiritualitas Islam di kampus dan masyarakat.
Referensi Singkat
- Al-Qur’an
al-Karim.
- Al-Bukhari
& Muslim, Shahih Hadits.
- Nasr,
Seyyed Hossein. Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man.
- Izutsu,
Toshihiko. Ethico-Religious Concepts in the Qur’an.
- Auda,
Jasser. Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law.
- Keraf,
A. Sonny. Etika Lingkungan.